Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KELOMPOK 8 (Delapan)

MANAJEMEN KONFLIK DAN KEMARAHAN


Dosen Pengampu :

Ns. Andri Yulianto, S. Kep., M.Kes

Disusun Oleh :

1. Antika Yunanda Setyawati (2020205201007)


2. Pinkan Niken Ageta (2020205201038)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah  ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul ”Manajemen Konflik Dan Kemarahan”.

Makalah ini berisikan informasi tentang definisi Konflik dan Kemarahan” .


Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita  semua tentang definisi
manajemen konflik dan kemarahan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Pringsewu, 05 Oktober 2021

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2

C. Tujuan Makalah ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi dan Tipe Konflik....................................................................................... 3

B. Tahapan Manajemen Konflik.................................................................................. 5

C. Gaya Manajemen Konflik....................................................................................... 6

D. Pencegahan Konflik................................................................................................ 7

E. Manajemen Konflik (Anger Management)............................................................. 8

F. Mengelola Kemarahan Diri Sendiri........................................................................ 9

G. Mengelola Kemrahan Orang Lain........................................................................... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................................. 12

B. Saran........................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
Setiap kelompok dalam satu organisasi dimana di dalamnya terjadi interaksi
antara satudengan yang lainnya, mempunyai kecenderungan timbulnya suatu konflik
yang tidak dapatdi hindarkan. Konflik terjadi karena disatu sisi orang-orang yang
terlibat dalam suatuorganisasi mempunyai karakter, tujuan, visi dan misi yang
berbeda-beda. Konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam suatu kelompok dan
organisasi, konflik tidak dapat di singkirkan tetapi konflik bias menjadi kekuatan
positif dalam suatu kelompok danorganisasi agar menjadi kelompok dan organisasi
berkinerja efektif.
Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami
faktor-faktoryang menyebabkan tinbulnya konflik, baik konflik di dalam individu
maupun konflik antar perorangan, konflik di dalam kelompok dan konflik antar
kelompok. Dalam menata sebuahkonflik dalam organisasi di perlukan keterbukaan,
kesabaran serta kesadaran semua pihakyang terlibat maupun yang berkepentingan
dengan konflik yang terjadi. Oleh karena itu di perlukan manajemen yang tepat agar
konflik dapat terselesaikan.
Emosi adalah bagian terpenting dari manusia serta merupakan aspek
perkembangan yang terdapat pada setiap manusia. Karena emosi, individu mampu
untuk merasakan keadaan dirinya dan mengekspresikan perasaannya secara tepat dan
positif. Secara umum terdapat dua macam emosi pada manusia yaitu emosi positif dan
emosi negatif. Senang dan bahagia merupakan salah satu bentuk dari emosi positif,
sedangkan marah (anger) dan sedih merupakan contoh dari emosi negatif. Emosi pada
manusia diperlukan untuk melakukan adaptasi dengan lebih mudah. Ketika individu
mampu untuk mengelola emosinya secara positif, maka individu akan mampu dalam
mengendalikan dirinya. Untuk itu, sesuai dengan yang dijelaskan Bhave dan Saini
yang mengatakan bahwa manusia perlu mempelajari bagaimana cara mereka
mengendalikan emosinya agar dapat beradaptasi dengan baik. Marah merupakan
bagian dari emosi yang mengandung muatan emosi yang negatif. Walaupun termasuk
sebagai emosi negatif, akan tetapi kemunculan marah tidak selalu menjadi tanda dari
adanya ketidakstabilan emosi, melainkan merupakan emosi alami yang dialami oleh
setiap orang baik itu anak-anak, remaja, dan orang dewasa.

1
B. Perumusan Masalah
1. Apa definisi konflik dan kemarahan ?

2. Apa saja tipe konflik ?


3. Apa saja tahapan manajemen konflik ?
4. Apa saja gaya manajemen konflik ?
5. Bagaimana pencegahan konflik ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Definisi konflik dan kemarahan
2. Tipe-tipe konflik dan kemarahan
3. Pencegahan konflik dan kemarahan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Tipe Konflik


Konflik merupakan sesuatu yang nyata terjadi pada setiap organisasi. potensi
konflik semakin tinggi pada organisasi pelayanan kesehatan karena organisasi ini
berurusan dengan isu kehidupan dan kematian seseorang. Pekerja pada organisasi
pelayanan kesehatan dituntuk untuk memiliki keahlian baik teknis maupun hubungan
antar manusia. Organisasi pelayanan kesehatan sangat rentan terhadap efek negatif
konflik. Organisasi pelayanan kesehatan merupakan sistem yang kompleks dan
memiliki pekerja dengan berbagai latar belakang keilmuan ( Sportsman dan
Hamilton, 2007 ).
Definisi lain menggambarkan konflik sebagai perasaan perlawanan diantara
dua atau lebih individu yang saling ketergantunngan atas perbedaan keyakinan, nilai,
dan tujuan, atau perbedaan atas keinginan untuk menegendalikan, status, dan afeksi.
Pengertian yang lain konflik adalah pertentangan antara individu karena berbagai
penyebab perbedaan konflik merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih
(individu atau kelompok) yang memiliki, atau merasa memiliki sasaran yang tidak
sejalan. Konflik dapat disebabkan setiap orang memiliki sejarah dan karakter yang
unik, setiap orng dilahirkan dan di besarkan dalam lingkungan yang berbeda, setiap
orang memiliki cara hidup tertentu yang bervariasi, dan setiap orng memiliki nilai
yang memandu pikiran dan prilaku. Saat berinteraksi, perbedaan antara manusia ini
dapat menyebabkan konflik ( Greer et al., 2012 ).
Sumber konflik dapat bersal dari seluruh spetrum kebutuhan manusia. mulai
dari kebutuhan untuk bertahan hidup sampai kepada pembentukan identitas personal.
Penelitian yang dilakukan Mayer memformulasikan bahwa terdapat 5 (lima)
penyebab konflik terbanyak yaitu komunikasi, emosi, nilai, struktur, dan sejarah.
Emosi seakan-akan menjadi bahan bakar konflik, penggelolaan konflik sangat
dipengaruhi oleh pengelolaan emosi. Struktur atau sistem juga dapat menyebabkan
konflik, dan terkadang konflik dapat diselesaikan dengan melakukan perubahan
sistem. Sebab lain yang tersering adalah sejarah yang mengacu pada latar belakang
oreang yang terlibat konflik dan tempat terjadinya konflik (Harolds dan Wood, 2006.

3
Penggolangan yang lain adalah berdasarkan tipe konflik (Greer et al., 2012),
yaitu: konflik tugas, konfilk proses, dan konflik relasi. Ketiga tipe konflik ini
dijelaskan sebagai berikut :
1. Konflik Tugas
Konflik tugas adalah tipe konflik terkait mutan dan luaran dari tugas
yang diselesaikan oleh tim, misalnya pertentangan tentang strategi
atau tujuan yang akan tercapai.
2. Konflik Relasi
Konflik relasi adalah tipe konflik terkait pribadi anggota tim, misalnya
perbedaan nilai atau cara masing-masing anggota dalam
menyelesaikan tugas tim.
3. Konflik Proses
Konflik proses adalah tipe konflik terkait isu logestik suatu
penugasan, misalnya pertentangan tentang cara mendelegasi tanggung
jawab atau penentuan waktu koordinasi.
Untuk memperdalam pemahaman tentang penggolongan konflik, di bawah ini
terdapat ilustrasi kasus yang dapat digunakan :
“Sekitar 2 minggu lagi, Puskesmas Segar Sehat akan mengadakan penyuluihan
kesehatan bagi masyarakat di daerah terpencil. Panitia inti telah dibentuk dan
didirikan dari ketua, wakil, sekretaris, dan bebrapa bidang seperti pelengkapan,
tasportasi, dan acara. Panitia inti diketuai oleh Ns, Ratih Kepala Program KIA yang
terkenal tegas dan selalu ingin bekerja cepat. Kepala Puskesmas, drg Ratu
mengundang panita inti rapat koordinasi. Ns. Ratih menyampaikan laporan
perkembangan dalam rapat itu. Ns Ratih mengeluhkan sulitnya berkomunikasi dengan
bebrapa anggota panitia.
“ Tiap kali diundang rapat, panitia inti tidak pernah full team. Pak Romi
selaku Koordinator bidang perlengkapan selalu tidak hadir”.
“ Kenapa pak Romi tidak hadir ?” tanya drg. Ratu
“ Betul, beban kami jadi makin berat,” timpal Resti yang ditugaskan sebagai
koordinator bidang trasportasi.
“ Tidak tahu, dok, setiap saya undang pak Romi tidak pernah memberi kabar,
“Jawab Ns. Ratih.” Hari ini pun beliau tidak memberi kabar bahwa beliau tidak bisa
hadir. “

4
Pak Romi adalah pengelola program promosi kesehatan puskesmas, ia telah
bekerja di Puskesmas Segar Sehat selama 21 tahun
“ Cara mengundangnya, seperti bos, “ bisik Rini pengelola program TB
kepada Ranti, pengelola program gizi yang sama-sama menjadi panitia bidang
acara.
“ iya ya, sepertinya memang seperti itu, “ balas Ranti sambil tersenyum.
“ Pak Romi pernah mengeluhkan cara Ns.Ratih yang terkesan bossy saat
mengundnag panitia. seperti kepada junior saja, besok rapat koordinasi siapkan
update bidang perlengkapan melalui whatsapp. “
“ Akibatnya tim transportasi mengambil alih pekerjaan perlengkapan, “
lanjut Ns.Ratih.”
Pada kasus di atas, tipe konflik yang terjadi adalah konflik relasi dan
konflik proses. konflik relasi muncul dari cara komunikasi yang terkesan seperti
atasan dan bawahan diantara ketua panitia dan koordinator bidang perlengkapan,
sedangkan konflik proses terjadi karena bidang trasportasi mengambil alih pekerjaan
bidang perlengkapan secara terpaksa. Secara umum berdampak negatif bagi
keberhasilan tujuan koloaborasi tim. Konflik tugas dapat saja memberikan dapak
positif jika pertentangan strategi yang dipilih membuat anggota tim mendiskusikan
fungsi masing-masing anggota tim secara lebih mendalam. Namun demikian, konflik
tugas memiliki kecenderungan untuk meluas menjadi konflik relasi maupun proses.
Proses kolaborasi dapat menajdi lebih efektif dan efisien dengan memastikan fungsi
dan peran anggota tim secara umum, tipe konflik yang tersulit dikelola adalah konflik
relasi (Greer et al., 2012).

B. Tahapan Manajemen Konflik


Konflik dapat memeri dampak positif jika dapat di kelola dengan baik.
Pengetahuan tentang tahapan manajemen konflik dapat membantu tim untuk
mengatur strategi penyelesaian konflik secara umum terdapat tiga tahapan manajemen
koflik, yaitu ( Overton and Lowry, 2013 ) :
1. Tahap 1 : kesepakatan
Pada tahap ini kedua belah pihak yang berkonflik menyepakati ,
bahwa konflik yang terjadi perlu di temukan penyelesaiannya pada
saat itu.

5
2. Tahap 2 : Persiapan
pada tahap ini, pihak yang berkonflik perlu menentukan sebab dan
jenis konflik yang terjadi, memehami posisi masing –masing,
mengumpulkan data terkait konflik yang terjadi, mempertimbangkan
motifasi dan sasaran yang ingin dicapai, menentukan intensitas
konfklik, dan menyadari respons emosi yang terjadi pada pihak-pihak
yang berkonflik.
3. Tahapan 3 : melakukan pembicaraan
pembicaraan dimulai dengan mencoba menetapkan aturan dasar dalam
(ground rules) laalu mencoba memahamiapa yang terjadi, dilanjutkan
dengan mendengarkan pandangan dan pendapat dari pihak-pihak yang
berkonflik.
Secara umum konflik harus diselesaikan, jika tidak terselesaikan konflik dapat
menimbulkan berbagai akibat dalam rentang yang ringan sampai berat. cara terbaik
menangani konflik dalam tim, adalah sebagai berikut (scholtes et al., 1969):
1. Antisipasi dan cengah permasalahan sesegera mungkin
permasalahan dapat dicegah atau diantisipasi jika kelompok lebih
banyak menghabiskan waktu untuk mengembangkan diri sebagai
sebuah tim.
2. Pikirkan setiap masalah sebagai permasalahan kelompok
secara alamiah ketika terjadi permasalahan anggota kelompok
cenderung menjalahkan anggota lainnya, padahal sejatinya setiap
permasalahan terkait dengan sistem, bukan individu.
3. Tidak bereaksi berlebihan dan tidak juga tanpa reaksi
Beberapa perilaku dapat membuat ganguan dalam waktu singkat
terhadap perkembangan kelompok. Perilaku tersebut dapat bersifat
ronis dan terjadi berulang-ulang.

C. Gaya Manajemen Konflik


Konfilk dalam tim harus dikelola dengan baik, jika tidak dikelola dengan baik
maka konflik yang awalnya tidak terlalu fatal dapat berkembang menjadi konflik yang
berakibat buruk bagi tercapainya tujuan tim. Terdapat beberapa gaya manajemen
konflik dalam kolaborasi tim Salah satu penggolongan yang dilakukan oleh Thomas

6
dan Killman 1978 dalam tulisan Sportman dan Hamilton, adalah, sebagai berikut :
(Sportman dan Hamilton, 2007)
1. Gaya Menghindar (Avoiding)
Gaya ini tidak mengusahakan penyelesain konflik, melaikan
menghindari konflik sambil mencari waktu yang lebih baik untuk
menyelesaikan, gaya ini tidak asertif dan tidak kooperatif.
2. Gaya Bersaing (Competing)
Gaya ini mengedepankan keinginan untuk memenangkan diri sendiri
dengan menggunakan berbagai cara. Gaya ini mengedepankan sikap
asertif tetapi tidak koperatiof.
3. Gaya Akomodasi (Accomodating)
Gaya ini mengesampingkan keinginan pribada dan memuaskan
keinginan pihak lain yang berkonflik. Gaya inio tidak seasertif tetapi
koperatif. Akomodasi dipilih untuk keluar dari rasa tidak nyaman yang
ditimbulkan akibat konflik.
4. Gaya Kompromi (compromissing)
Gay ini mengusahakan jalan tengah atau solusi yang dapat di terimaka
kedua belah pihak, meskipun tidak sepenuhnya memuaskan keduanya.
5. Gaya Kolaborasi (Collaborating)
Gaya ini mengusahakan kerjasama denganpihak lain untuk mencapai
penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak.
D. Pencegahan Konflik
Konflik dalam tim kolaborasi dapat dicegah melalui beberapa cara antara lain
( Harolds dan Wood , 2006 ; Andrew, 1999; Ramsay, 2001 ):
1. Menyertakan seluruh anggota tim dalam tahap perencanaan
2. Membuat Panduan yang berisi kebijakan dan pembagian kerja anggota
tim
3. Menyelesaikan setiap masalah yang muncul sekecil apapun dan
menginformasikan kepada anggota tim
4. Membuka akses komunikasi antar anggota dan pemimpin tim
5. Menjadwalkan pertemuan rutin tim
6. Melakukan pelatihan keterampilan pengelolaan masalah, kerja sama
tim, dan komunikasi efektif

7
7. Mempertimbangkan dengan seksama peerubahan anggota tim
8. Memilih media interaksi yang sesuai untuk semua tim
9. Menyediakan kesempatan untuk mendapat umpan balik dan refleksi
diri;dan
10. Menerapkan pola kepemimpinan yang menimbulkan iklim optimisme
dan kerja sama tim

E. Manajemen Kemarahan (Anger Management)


Kemarahan merupakan emosi dasar manusia, seperti juga takut, sedih, dan
gembira. Seperti halnya emosi yang lain,kemarahan terjadi sebagai respons terhadap
stimulus baik dari luar maupun dari dalam, langsung dan tidak langsung.
Menurut teori Deutsch,reaksi seseoranng terhadap stimulus yang dapat
menimbulkan kemarahan sangat tergantung pada pemikiran orang tersebut mengenai
kejadian dan pengalaman terdahulu tantang cara bereaksi terhadap stimulus. Jika
seseorang bertujuan koperatif, maka ia kan lebih terbuka terhadap perbedaan
pandangan orang lain, sehingga dapat mengnganalisis suatu perbedaan yang
memprovokasi. sebaliknya seseorang yang bertujuan kempetitif akan sulit menerima
pendapat orang lain yang berbeda dengan pandangannya. Kemarahan lebih dapat
dikelola dengan bersikap terbuka (tjosvold, 2002).
Sebagian orang menekan kemarahan, sehingga tidak berdampak pada
tampilan. Akan tetapi, kemaran yang tekan selanjutnya dapat berimbas kepada
terjadinya gangguan fisik, misalnya penyakit psikosomatis (Gibson dan tulgan,
2002).
Perlu dipahami bahwa kemarahan bukan sesuatu yang tidak normal dan selalu
negatif. Kemarahan dapat menjadi tanda bahwa ada hubungan, sumberdaya, situasi,
atau prosedur yang memerlukan perbaikan. Jika saja data yang ada dikenali, diproses,
dan ditindak lanjuti, kemarahan dapat menjadi produktif secara umum, kemarahan
yang terjadi karena lingkungan kerja dapat dikategorikan menjadi, antara lain (Gibson
dan tulgan, 2002).
1. Kemarahan terhadap sistem
Dalam dunia kerja terdapat banyak faktor yang berada diluar kontrol
sehingga dapat menimbulkan kemarahan, diantaranya masalah
ketenaga kerjaan dan peningkatan beban kerja.

8
2. Persepsi terhadap keadilan
Manusia memiliki kecenderungan untuk membandingkan dirinya
dengan orang lain. saat kondisi orang lain terlihat lebih baik,
terkadang timbul persepsi ketidak adillan yang pada akhirnya dappat
menimbulkan kemarahan.
3. Sasaran yang terhambat
Setiap orang memiliki sasaran pribadi, dan dalam dunia kerja terdapat
sasaran terkait pekerjaan. Sasaran yang terhambat karena keberadaan
oranng lain dapat memicu kemarahan.
4. Perbedaan nilai-nilai
Ditempat kerja, sebagian besar orang menganut nilai kompetensi,
kerja keras, dan integritas.
5. Hubungan dengan atasan
Organisasi diatur berdasarakan hierarki dan kekuasaan (power).
Kemarahan seseorang atasan akan mudah terpicu jika bawahan
mempertanyakan kekuasaannya.

F. Mengelola Kemarahan Diri Sendiri


Mengelola kemarahan dirisendiri dapat dilakukan dengan berapa langkah yaitu
:
1. Hindari kemarahan
Salah satu cara menghindari kemarahan adalah mengenali hal-hal
yang dapat menimbulkan kemarahan dan mencari cara untuk
menghindari penyebab tersebut.
2. Redakan tanda—tanda fisik kemarahan yang terjadi
Meskipun telahg berusaha dihindari, terkadang kemarahan terjadi
juga. Pada saat kemarahan, kenali tanda-tanda fisik yang terjadi,
misalnya detak jantung yang meningkat dan wajah menghangat.
3. Berpikir logis
Setelah meredakan tanda-tanda fisik berusahalah untuk berfikir logis.
Sadarilah bahwa kemarahan dapat menyebabkan penyimpangan
persepsi terhadadap penyebab kemarahan itu sendiri.

9
4. Eksperikan perasaan secara efektif dan sesuai
untuk dapat mengekspresikan perasaan secara efektif, seseorang harus
mengetahui perasaan yang muncul, apa yang sebenernya terjadi, dan
apa yang diinginkan.
5. Temukan solusi dari masalah yang menyebabkan kemarahan
Untuk menemukan solusi yang tepat, tanyakan pada diri sendiri
apakah penyebab kemarahan dapat diubah oleh diri sendiri, lalu buat
rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah.
6. Let GO
Biarkan masalah yang menyebabkan kemarahan pergi dari pikiran.
Tidak menjadi masalah apakah masalah tersebut ada solusinya atau
masih menunggu waktu untuk dapat diselesaikan.

G. Mengelola Kemarahan Orang Lain


1. Mulai dari diri sendiri
Mengelola tau menghadapi orang lain yang sedang marah harus di
mulai dengan mengetahui perasaan kita saat itu, dan bagaimana
perasaan tersebut berpengaruh terhadap intraksi dengan orang lain.
2. Kumpulkan infomasi
Pada langkah ini perlu dicari tahu penyebab kemarahan yang terjadi.
jika memungkinkan cari informasi mengenai penyebab kemarahan
dari setidaknya dua orang yang berbeda.
3. Jadwalkan pertemuan
Sebaiknya pertemuan tidak dilakukan pada saat kemarahan baru
timbul. Perlu jeda waktu beberapa jam setalah munculnya kemarahan,
tetapi jgan lerlalu lama.
4. Engage with the person
Persiapkan diri untuk menjadi pendengar aktif, kumpulkan informasi
sebnyak mungkin, dan cobalah berempati. Jika diperlukan mintalah
orang ketiga sebagai medioator.
5. Evaluasi dan ambil sikap

10
Evaluasi perlu dilakukan terkait dua hal yaitu cara mengekspresikan
kemarhan dan sumber/ penyebab kemarahan. Berikan umpan balik
mengenai cara mengekspresikan kemarahan lalu didiskusikan solusi
masalah yang mendasari kemarahan.

Dalam situasi kerja dipelyanan kesehatan, kolaborasi tim kesehatan yang


beranggotakan bebrapa profesi kesehatan memiliki kecenderungan untuk terjadi
konflik. Kecenderungan tersebut terjadi karena orang yang tergabung dalam tim
kesehatan memiliki perbedaan latar belakang profesi, nilai-nilai, budaya, dan berbagai
perbedaan lainnya. Konflik yang terjadi pada umumnya berdampak negatif terhadap
hasil yang ingin dicapai, dalam hal ini kepentingan pasien.
Meskipun jenis konflik tertentu dapat memberikan dampak positif, misalnya
membuat anggota tim menjadi lebih memahami proses kolaborasi yang berlangsung,
namun tidak menutup kemungkinan bahwa konflik yang terjadi dapat bertrasformasi
menjadi konflik jenis lain yang pada akhirnya memberi dampak negatif.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konflik merupakan sesuatu yang nyata terjadi pada setiap organisasi. potensi
konflik semakin tinggi pada organisasi pelayanan kesehatan karena organisasi ini
berurusan dengan isu kehidupan dan kematian seseorang. Pekerja pada organisasi
pelayanan kesehatan dituntuk untuk memiliki keahlian baik teknis maupun hubungan
antar manusia.
Kemarahan merupakan emosi dasar manusia, seperti juga takut, sedih, dan
gembira. Seperti halnya emosi yang lain,kemarahan terjadi sebagai respons terhadap
stimulus baik dari luar maupun dari dalam, langsung dan tidak langsung.

B. Saran
Diharapkan kepada pembaca agar lebih banyak lagi mempelajari tentang
Manajemen konflik dan kemarahan yang lain. Setelah mengetahui pengetahuan
tentang manajemen konflik dan kemarahan yang telah diuraikan dalam makalah ini,
diharapkan mahasiswa mampu memahami apa itu manajemen konflik dan kemarahan
karena teori ini juga sangat penting bagi perawat untuk menjelenkan praktik
keperawatan. 

12
DAFTAR PUSTAKA
Diantha Soemantri,Santi Purna Sari dan Diyan Ayubi.2019.Kolaborasi Dan Kerja
Sama Tim Kesehatan.Jakarta:CV.Sugeng Seto.

ndrew, L. B. 1999. Conflict Management, Prevention, and Resolution in Merde


Settings. Physician Executive: 25(4): 38 42.

Gibson, D. and B. Tulgan. 2002. Managing Anger in the Workplace.

Greer, L. L., 0. Saygi, H. Aaldering, and C. K. de Dreu. 2012. Conflict in Medical


Teams: Opportunity or Danger?. Medical Education 46(10): 935-942.

Harolds, J. and B. P. Wood. 2006. Conflict Management and Resolution. Journal of


the American College of Radiology 3(3): 200 206.

Overton, A. R. and A. C. Lowry. 2013. Conflict Management: Difficult Conversations


with Difficult People. 1(212).

Ramsay, M. A. E. 2001. Conflict in The Healthcare Workplace. 138-139.

Scholtes, P. R., B. L. Joiner, and B. J. Streibel. 1996. The Team Handbook Joiner
Associates Inc. Madison.

Sportsman, S. and P. Hamilton. 2007. Conflict Management Styles in the Health


Professions. Journal of Professional Nursing 23(3): 157 166.

Tjosvold, D. 2002. Managing Anger for Teamwork in Hong Kong: Goal


Interdependence and Open-Mindedness. Asian Journal of Social Psychology 5(2):
107-123.

Wall, B., R. S. Solum, and M. R. Sobol. 1992. The Visionary Leader: From Missin
Statement to a Thriving Organization, Here's Your Blueprint for Bullding and
Inspired, Cohesive. Customer Oriented Team. Prime Publishing. California.

13

Anda mungkin juga menyukai