Anda di halaman 1dari 18

MODUL PERKULIAHAN

PERILAKU
ORGANISASI
Conflict Management

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Ekonomi dan Bisnis Manajemen S1 190251005 Tim Dosen Pengampu Mata

06 Kuliah Perilau Organisasi

Abstract Kompetensi

Pertemuan ini bertujuan untuk agar mahasiswa Mampu mendeskripsikan


mampu menjelaskan konsep konflik, stress, dan pengertian dan konsep
manajemen konflik. Kuliah ini berisikan Konsep mengenai konflik, stress, dan
dasar Pengertian konflik, Tipe-tipe konflik, Stress, manajemen konflik .
Manajemen konflik.
Definisi Konflik
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan
sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik.
Demikian halnya dengan kehidupan organisasi. Anggota organisasi senantiasa dihadapkan
pada konflik. Perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan konflik (destruktif),
apalagi jika tidak disertai pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang berkembang.

Konflik adalah suatu proses yang dimulai ketika satu pihak menganggap bahwa
pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan memengaruhi secara negatif,
sesuatu yang dipedulikan oleh pihak pertama.

Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi interaksi antara
satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi layanan
kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf, staf dengan
pasen, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya
yang mana situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat
kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak
dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-
perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut
akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan
dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan
banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi,
kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-
tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan
sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.
Definisi konflik adalah sebagai berikut:
 Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang
diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi.
 Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang
memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga
mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.
 Menurut Webster (1966) dalam Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin, istilah “conflict”
dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” yaitu
berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Arti kata itu kemudian berkembang
menjadi “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan”.
 Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin memaknai konflik sebagai persepsi mengenai
perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


1 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Konflik
dapat terjadi pada berbagai macam keadaan dan pada berbagai tingkat kompleksitas.
Konflik merupakan sebuah duo yang dinamis.

Berbagai konflik yang dialami orang dalam organisasi

 Ketidakcocokan tujuan
 Perbedaan interpretasi atas fakta
 Ketidaksepakatan berdasarkan harapan perilaku

Transisi dalam Pemikiran Konflik


1. Traditional View

a. Keyakinan bahwa semua konflik berbahaya dan harus dihindari


b. Pandangan umum pada 1930-an-1940-an
c. Konflik dihasilkan dari: Komunikasi yang buruk, Kurangnya keterbukaan,
Kegagalan untuk menanggapi kebutuhan karyawan

2. Human Relations View

a. The belief that conflict is a natural and inevitable outcome in any group
b. Prevalent from the late 1940s through mid-1970s

3. Interactionist View

a. The belief that conflict is not only a positive force in a group but that it is
absolutely necessary for a group to perform effectively
b. Current view
Menurut pandangan interaksionis, konflik dapat bersifat fungsional atau
disfungsional.
a. Konflik fungsional mendukung tujuan grup dan meningkatkan kinerjanya.
b. konflik disfungsional menghambat kinerja grup.

Jenis Konflik Interaksionis


 Task Conflict
• Konflik atas konten dan tujuan pekerjaan
• Level rendah hingga sedang dari tipe ini FUNGSIONAL
 Relationship Conflict
• Konflik berdasarkan hubungan interpersonal
‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran
2 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
• Hampir selalu disfungsi
 Process Conflict
• Konflik tentang bagaimana pekerjaan diselesaikan
• Tingkat rendah dari jenis ini FUNGSIONAL

The Conflict Process

The Conflict Process


1. Oposisi Potensial atau Ketidakcocokan
Tahap pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang memungkinkan
timbulnya konflik. Keberadaan kondisi ini tidak serta merta menjamin konflik akan
muncul. Tetapi jika konflik memang muncul, kemungkinan itu karena masalah
tentang komunikasi, struktur, atau variabel pribadi.
 Komunikasi. Konflik dapat timbul dari masalah semantik, kesalahpahaman, atau
kebisingan di saluran komunikasi yang belum diklarifikasi. Misalnya, manajer baru
Anda, Steve, memimpin proyek dan Anda berada di tim. Steve tidak jelas tentang
tujuan tim, dan ketika Anda mulai mengerjakan bagian proyek Anda, Steve
muncul setengah jalan untuk memberi tahu Anda bahwa Anda melakukan
kesalahan. Ini adalah konflik yang disebabkan oleh komunikasi.
 Struktur. Konflik dapat timbul berdasarkan struktur sekelompok orang yang harus
bekerja sama. Misalnya, katakanlah Anda menjual mobil, dan rekan kerja Anda
harus menyetujui kredit semua orang yang membeli kendaraan dari Anda. Jika
rekan kerja Anda tidak menyetujui pelanggan Anda, maka ia berdiri di antara
Anda dan komisi Anda, ulasan kinerja Anda yang baik, dan gaji Anda. Ini adalah
struktur yang mengundang konflik.
 Variabel pribadi. Konflik dapat timbul jika dua orang yang bekerja sama tidak
saling peduli. Mungkin Anda bekerja dengan seorang pria dan Anda

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


3 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
menemukannya tidak dapat dipercaya. Komentar yang dia buat, cara dia tertawa,
cara dia berbicara tentang istri dan keluarganya, semua itu hanya menggosokmu
dengan cara yang salah. Itu variabel pribadi, matang untuk menyebabkan konflik.
2. Kognisi dan Personalisasi
Di bagian terakhir, kami berbicara tentang bagaimana konflik hanya ada jika
dipersepsikan ada. Jika telah ditentukan bahwa potensi pertentangan atau
ketidakcocokan ada dan kedua belah pihak merasakannya, maka konflik
berkembang.
Jika Joan dan manajer barunya, Mitch, memiliki ketidaksepakatan, mereka mungkin
merasakannya tetapi tidak secara pribadi dipengaruhi olehnya. Mungkin Joan tidak
khawatir tentang perselisihan itu. Hanya ketika kedua belah pihak memahami bahwa
konflik sedang terjadi, dan mereka menginternalisasikannya sebagai sesuatu yang
mempengaruhi mereka, tahap ini selesai.
3. Intensi
Niat muncul di antara persepsi dan emosi orang-orang dan membantu mereka yang
terlibat dalam konflik potensial untuk memutuskan untuk bertindak dengan cara
tertentu.
Seseorang harus menyimpulkan apa yang orang lain maksudkan untuk menentukan
bagaimana menanggapi suatu pernyataan atau tindakan. Banyak konflik yang
meningkat karena satu pihak menyimpulkan niat yang salah dari orang lain. Ada lima
cara berbeda seseorang dapat menanggapi pernyataan atau tindakan pihak lain.
 Bersaing. Satu pihak berusaha untuk memuaskan kepentingannya sendiri
terlepas dari dampaknya pada pihak lain.
 Berkolaborasi. Satu pihak, atau keduanya, berkeinginan untuk sepenuhnya
memenuhi keprihatinan semua pihak yang terlibat dalam konflik.
 Menghindari. Satu pihak menarik diri dari atau menekan konflik begitu konflik itu
dikenali.
 Akomodatif. Satu pihak berupaya menenangkan lawan begitu potensi konflik
dikenali.
 Berkompromi. Setiap pihak dalam konflik berusaha untuk memberikan sesuatu
untuk menyelesaikan konflik.
4. Perilaku
Perilaku adalah tahap di mana konflik menjadi jelas, karena termasuk pernyataan,
tindakan, dan reaksi dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Perilaku ini mungkin
merupakan upaya nyata untuk membuat pihak lain mengungkapkan niat, tetapi

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


4 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
mereka memiliki kualitas stimulus yang memisahkan mereka dari tahap niat yang
sebenarnya.
Perilaku adalah proses interaksi dinamis yang sebenarnya. Mungkin Pihak A
menuntut Partai B, Pihak B membantah, Pihak A mengancam, dan sebagainya.
Intensitas perilaku berada di sepanjang kontinum yang berorientasi konflik. Jika
intensitas rendah, konflik mungkin hanya kesalahpahaman kecil, dan jika intensitas
tinggi, konflik dapat menjadi upaya untuk menyakiti atau bahkan menghancurkan
pihak lain.
5. Hasil
Hasil dari suatu konflik dapat berupa fungsional atau disfungsional:
 Hasil fungsional terjadi ketika konflik bersifat konstruktif. Mungkin sulit untuk
memikirkan saat-saat ketika orang tidak setuju dan berdebat, dan hasilnya
entah bagaimana bagus. Tetapi pikirkan konflik, untuk sesaat, sebagai
penangkal bagi groupthink. Jika anggota kelompok ingin konsensus, mereka
terikat untuk semua setuju sebelum semua alternatif yang layak telah ditinjau.
Konflik mencegah hal itu terjadi. Kelompok itu mungkin hampir menyetujui
sesuatu, dan seorang anggota akan berbicara, berdebat untuk sudut
pandang lain. Konflik yang hasilnya dapat menghasilkan hasil yang positif.
 Hasil disfungsional umumnya lebih dikenal dan dipahami. Oposisi yang
tidak terkendali menimbulkan ketidakpuasan, yang bertindak untuk
memutuskan hubungan dan akhirnya mengarah pada pembubaran kelompok.
Organisasi lebih sering menemui ajalnya daripada yang Anda kira sebagai
akibat dari konflik disfungsional. Orang yang saling membenci dan tidak
rukun tidak bisa membuat keputusan untuk menjalankan perusahaan dengan
baik.

Transformasi Konflik
Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam
menggambarkan situasi secara keseluruhan, yaitu:
1. Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras
2. Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui
persetujuan damai.
3. Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan
dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


5 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
4. Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun
hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang
bermusuhan.
5. Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang
lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi
kekuatan sosial dan politik yang positif.

Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola
konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya
pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.

Faktor-faktor Penyebab Konflik


1. Perbedaan Individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan;
2. Perbedaan latar belakang Kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi
yang berbeda pula. seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-
pola pemikiran dan pendirian kelompoknya;
3. Perbedaan Kepentingan antara individu atau kelompok, diantaranya menyangkut
bidang ekonomi, politik, dan sosial; dan
4. Perubahan-Perubahan Nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Tingkatan Konflik
1. Konflik Intrapersonal, yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang.
Konflik intrapersonal akan terjadi ketika individu harus memilih dua atau lebih tujuan
yang saling bertentangan, dan bimbang mana yang harus dipilih untuk dilakukan.
2. Konflik Interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antar individu. Konflik yang terjadi
ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan dimana hasil
bersama sangat menentuan.
3. Konflik Intragrup, yaitu konflik antara angota dalam satu kelompok. Setiap
kelompok dapat mengalami konflik substantif atau efektif. Konflik substantif terjadi
karena adanya latar belakang keahlian yang berbeda, ketika anggota dari suatu
komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama. Sedangkan
konflik efektif terjadi karena tangapan emosional terhadap suatu situasi tertentu.
4. Konflik Intergrup, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik intergrup terjadi
karena adanya saling ketergantungan, perbedaan persepsi, perbedaan tujuan, da
meningkatkatnya tuntutan akan keahlian.
5. Konflik Interorganisasi, yang terjadi antar organisasi. Konflik inter organisasi
terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain, konflik terjadi
‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran
6 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
bergantung pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif
terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara lembaga pendidikan
dengan salah satu organisasi masyarakat.
6. Konflik Intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antar bagian dalam suatu
organisasi, meliputi:
- Konflik Vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak
sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya konflik
antara Rektor dengan tenaga kependidikan;
- Konflik Horizontal, yang terjadi antar karyawan atau departemen yang memiliki
hierarkhi yang sama dalam organisasi Misalnya antara tenaga kependidikan;
- Konflik Lini-Staf, yang sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang
keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan oleh manajer lini.
Misalnya konflik antara Rektor dengan tenaga administrasi.
- Konflik Peran, yang terjadi karena seserang memiliki lebih dari satu peran.
Misalnya Rektor menjabat sebagai ketua dewan pendidikan.

Pengelolaan Konflik
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
 Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik.
Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada
dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk
memahaminya.
 Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai
dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang
berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih
tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk
menduduki jabatan yang lebih tinggi.
 Komunikasi
Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan
kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik
adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang
akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
 Mendengarkan secara aktif

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


7 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk
memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman
yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai
sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
 Teknik atau Keahlian untuk Mengelola Konflik
Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada: Konflik itu sendiri, Karakteristik
orang-orang yang terlibat di dalamnya, Keahlian individu yang terlibat dalam
penyelesaian konflik, Pentingnya isu yang menimbulkan konflik, dan Ketersediaan
waktu dan tenaga.

Tipe Pengelolaan Konflik


Manajemen harus mampu meredam persaingan yang sifatnya berlebihan (yang
melahirkan konflik yang bersifat disfungsional) yang justru merusak spirit sinergisme
organisasi tanpa melupakan continous re-empowerment.
Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul
(Dawn M. Baskerville, 1993:65), yaitu:
- Avoiding
Gaya seseorang atau organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya
konflik. Hal-hal yang sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin
dihindari sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.
- Accommodating
Gaya ini mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat dan
kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya
dengan tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-
masukan yang diperoleh.
- Compromising
Merupakan gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan negosiasi
terhadap pihak-pihak yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi
(jalan tengah) atas konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
- Competing
Artinya pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik,
dan pada akhirnya harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan)
kepentingannya demi tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau
yang lebih berkuasa (win-lose solution).
- Collaborating

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


8 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
Dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama
memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara
sinergis dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan
pihak lain. Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win
solution).
- Conglomeration (mixture type)
- Cara ini menggunakan kelima style bersama-sama dalam penyelesaian konflik.

Metode Menangani Konflik


Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan
mengurangi konflik, dan kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan
konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih
dahulu (cooling thing down).
Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang
sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota
di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini
sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang
mengalami konflik.
1. Metode Dominasi atau Supresi

Metode dominasi dan supresi biasanya memiliki dua macam persamaan, yaitu:
Mereka menekan konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan
konflik tersebut menghilang “di bawah tanah”,
Mereka menimbulkan suatu situasi menang-kalah, di mana pihak yang kalah
terpaksa mengalah kaena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang lebih besar
kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan
muncul.
Tindakan metode supresi dan dominasi dalam menangani konflik yaitu:
o Memaksa (Forcing)
Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan
banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan saudara harus melaksanakan
perintah saya”, maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis
demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik
yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap
permusuhan (Malicious Obedience). Gejala tersebut merupakan salah satu di

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


9 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi
(peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
o Membujuk (Smoothing)
Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan
(mensupresi) konflik dengan cara yang lebih diplomatic, sang manager
mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia
mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk mengkuti keinginannya.
Apabila sang manager memiliki lebih banyak informasi dibandingkan dengan
pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut
dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang
menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan
yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
o Menghindari (Avoidence)
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar dating pada seorang
manajer untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer
menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak
akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap
pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan
menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi
konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan
tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”.
o Keinginan Mayoritas (Majority Rule)
Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara,
dimana suara terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah
cara efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan
sebagai prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi
suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan
merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.
2. Metode Kompromi

Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang


di tengah dari dua pihak yang berkonflik. Cara ini lebih memperkecil kemungkinan
untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik,
karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian,
dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik,
karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk
menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik.
‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran
10 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
Yang termasuk kompromi diantaranya adalah:
o Akomodasi

Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang


memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha
memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik
perdamaian.
o Sharing

Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan


kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu.
Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
Melalui tindakan kompromi, para manajer mencoba menyelesaikan konflik dengan
jalan menghimbau pihak yang berkonflik untuk mengorbankan sasaran-sasaran
tertentu, guna mencapai sasaran-sasaran lain. Keputusan-keputusan yang dicapai
melalui jalan kompromi, agaknya tidak akan menyebabkan pihak-pihak
yangberkonflik untuk merasa frustasi atau mengambil sikap bermusuhan. Tetapi
dipandang dari sudut pandanga organisatoris, kompromis merupakan cara
penyelesaian konflik yang lemah, karena biasanya tidak menyebabkan timbulnya
suatu pemecahan, yang paling baik membantu organisasi yang bersangkutan
mencapai tujuan-tujuannya. Justru, pemecahan yang dicapai adalah bahwa ke dua
belah pihak yang berkonflik dapat “hidup” dengannya.
Bentuk-bentuk Kompromi:
- Separasi (Separation), pihak yang berkonflik dipisahkan sampai mereka
mencapai suatu pemecahan
- Arbitrasi (Arbitration), pihak-pihak yang berkonflik tunduk terhadap keputusan
pihak keiga (yang biasanya tidak lain dari pihak manejer mereka sendiri)
- Settling by Chance (Mengambil keputusan berdasarkan factor kebetulan),
keputusan tergantung misalnya dari uang logam yang dilempar ke atas, mentaati
peratuan-peraturan yang berlaku (resort to rules), dimana para pihak yang
bersaingan setuju untuk menyelesaikan konflik dengan berpedoman pada
peraturan-peraturan yang berlaku;

3. Metode Pemecahan Problem Integrative

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


11 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah
menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan
bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving).
Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan
masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi.
Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya
sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang
sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan
persoalan.
Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integrative yaitu: (Winardi,
1994:84- 89)
- Consensus (Concencus)
- Konfrontasi (Confrontation); dan
- Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals)
- Menyogok (Bribing), Salah satu pihak menerima imbalan tertentu untuk
mengakhiri konflik terjadi.
4. Metode Kompetisi

Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau


mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-
lose orientation.
Win-Lose Orientation Terdiri dari lima orientasi sebagai berikut:
 Win-Lose (Menang-Kalah)

Paradigma ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini
seseorang cenderung menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau
kepribadian untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain.
Dengan paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain
kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir jika
orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia diliputi rasa
bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan orang lain. Pihak
yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan.
Sikap Menang-Kalah dapat muncul dalam bentuk:
1. Menggunakan orang lain, baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan
diri.
2. Mencoba untuk berada di atas orang lain.
3. Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri nampak baik.
4. Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain.
‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran
12 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
5. Iri dan dengki ketika orang lain berhasil

 Lose-Win (Kalah-Menang)

Dalam gaya ini seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia
cenderung cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka mencari
kekuatan dari popularitas atau penerimaan. Karena paradigma ini lebih mementingkan
popularitas dan penerimaan maka menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak
perasaan yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan
penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran darah
yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam.
 Lose-Lose (Kalah-Kalah)

Biasanya terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah.
Karena keduanya tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak
ada yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada
hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah sama saja
dengan bunuh diri.
 Win (Menang)

Orang bermentalitas menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting
adalah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang
menjadi egois dan akan mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola hidupnya
maka ia tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit kerja sama
dalam tim.
 Win-Win (Menang-Menang)

Menang-Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari
keuntungan bersama dalam semua interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan
semua pihak merasa senang dan puas dengan pemecahan masalah atau keputusan yang
diambil. Paradigma ini memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan.
Paradigma ini akan menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan
meningkatkan kerja sama kreatif.

Gaya Dalam Penyelesaian Konflik


Perlu kita ingat bahwa dalam memilih style yang akan dipakai oleh seseorang atau
organisasi di dalam pengelolaan konflik akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh
persepsi, kepribadian/karakter (personality), motivasi, kemampuan (abilities) atau pun

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


13 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
kelompok acuan yang dianut oleh seseorang atau organisasi. Dapat dikatakan bahwa
pilihan seseorang atas gaya mengelola konflik merupakan fungsi dari kondisi khusus
tertentu dan orientasi dasar seseorang atau perilakunya dalam menghadapai konflik
tersebut yang juga berkaitan dengan nilai (value) seseorang tersebut. Pada level subkultur
(subculture), shared values dapat dipergunakan untuk memprediksi pilihan seseorang pada
gaya dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Subkultur seseorang diharapkan
dapat mempengaruhi perilakunya sehingga akan terbentuk perilaku yang sama dengan
budayanya. (M. Kamil Kozan, 2002:93-96)

Teknik Penyelesaian Konflik


- Rujuk, merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan
menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
- Persuasi, yaitu usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan
kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan
bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar
keadilan yang berlaku.
- Tawar-menawar, suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan
saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat
digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara
eksplisit.
- Pemecahan masalah terpadu, usaha menyelesaikan masalah dengan
memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta,
perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan
rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama
dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
- Penarikan diri, suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak
menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak
perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama
lain.
- Pemaksaan dan penekanan, cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar
menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal
atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat
dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering
kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara
terpaksa.

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


14 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
- Intervensi (campur tangan) pihak ketiga, Apabila fihak yang bersengketa tidak
bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak
ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.

Penyelesaian Konflik dengan Pihak Ketiga


 Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan
berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin
tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada
terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
 Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi
sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi
yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan
untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga
pada bakat dan ciri perilaku mediator.
 Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta
mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik.
Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk
menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan
kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga
menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.

Pendekatan Dalam Penanganan & Penyelesaian Konflik


1. Pendekatan KAPOW (Knowledge, Authority, Power, Other, Winning)
- KNOWLEDGE (Pengetahuan): Sejauh mana anda mengetahui isu pihak lain?,
Sejauh mana pihak lain mengetahui isu anda?. dan Sejauh mana anda
mengetahui masalahnya?
- AUTHORITY (Wewenang): Apakah anda punya wewenang untuk mengambil
keputusan?, Apakah pihak lain punya wewenang untuk mengambil keputusan?
- POWER (Kekuatan): Sejauh mana anda dapat memberi pengaruh terhadap
situasi, Seberapa besar kekuatan yang dimiliki pihak lain atas diri anda?
- OTHER (Relasi): Seberapa tinggi pentingnya relasi bagi anda?, Seberapa tinggi
pentingnya relasi bagi pihak lain?
- WINNING (Kemenangan): Seberapa pentingnya unsur
- kemenangan?, Apakah anda harus menang?, Apakah pihak lain harus menang?,
Apakah kompromi dapat diterima?, Apakah kekalahan dapat diterima?

2. Pendekatan ACES (Asses, Clarify, Evaluated, Solve)

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


15 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
- Asses the Situation (Mengenali Situasi)
- Clarify the Issues (Memperjelas Permasalahan)
- Evaluate Alternative Approaches (Menilai Pendekatan-pendekatan Alternatif)
- Solve the Problem (Mengurai Permasalahan)

Petunjuk pendekatan pada situasi konflik diawali melalui penilaian diri sendiri, Analisa isu-isu
seputar konflik, Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri, Atur dan
rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik, Memantau sudut
pandang dari semua individu yang terlibat, Mengembangkan dan menguraikan solusi,
Memilih solusi dan melakukan tindakan, dan Merencanakan pelaksanaannya. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam mengatasi konflik yaitu Ciptakan sistem dan pelaksanaan
komunikasi yang efektif, cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi, tetapkan peraturan
dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan, atasan mempunyai
peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul, ciptakanlah iklim dan suasana
kerja yang harmonis, bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit
kerja, semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai
organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat, dan bina dan
kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/eselon.

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


16 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour
Daftar Pustaka
Amstrong, Michael. & Stephen Taylor. 2014. Amstrong’s Handbook of Human
Resources Management Practice. 13 th Edition. Hong Kong. Graphicraft Limited.
Raymond A. Noe, John R. Hollenbeck, Barry Gehart dan Patrick M. Wright (2015). Human
resource management. 9th edition, Global ed. McGraw-Hill Education. New York,
United State Of America.
R. Wayne Dean Mondy dan Joseph J. Martocchio (2016). Human Resource Management
(Global Edition). 14th International edition. Pearson Education Limited. United State
Of America.
Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2012). Management. Eleventh edition. Pearson
Education, Inc. One Lake Street, Upper Saddle River, New Jersey, United State Of
America.
Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2013). Organizational Behavior. 15 th Edition.
Pearson Education. New Jersey, United State Of America.

‘20 MSDM Biro Akademik dan Pembelajaran


17 Tim Dosen Pengampu MSDM (e) http://www.widyatama.ac.id
Organizational Behaviour

Anda mungkin juga menyukai