Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH

KONFLIK DAN NEGOSIASI DI TEMPAT KERJA

diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Perilaku Organisasi


Dosen Pengampu : Dr. Titi Prihatin, M. Pd.

Disusun Oleh :
RONA MEGANANDA MAHARANI PUTRI
NIM. 0101621011

PRODI S3 MAMAJEMEN KEPENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak zaman dahulu manusia sudah mengenal dan mengalami macam-
macam konflik. Konflik dapat terjadi oleh siapa saja, konflik antara suami
dan istri, konflik antara anak dan orang tua, konflik antara pihak atasan dan
pihak bawahan.
Konflik juga dapat muncul bahkan hingga mencapai tingkat bangsa
dan benergara, bahkan di dalam Negara itu sendiri sering terjadi konflik
antar provinsi bahkan antar suku bangsa dan dampaknya bahkan hingga
terjadinya pertumpahan darah dan perusakan lingkungan. Konflik bisa
terjadi karena perbedaan dalam pemaknaan yang disebabkan karena perbedaan
pengalaman. Perbedaan pengalaman dapat dilihat dari perbedaan latar belakang
kebudayaan yang membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang akan
terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran
dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan
karakter individu yang dapat memicu konflik.
Jadi dapat dikatakan bahwa dalam kehidupan manusia, konflik dapat
terjadi dengan sebab-sebab yang beragam sumbernya. Dan salah satu cara
untuk menyelesaikan konflik, yaitu negosiasi. Negosiasi merupakan
proses untuk mencapai kesepakatan antara duapihak yang memiliki
perbedaan kepentingan atau pendapat. Dampak dari konflik yang
mengarah kearah negative harus memberikan dampak yang positif agar
perkembangan hidup setiap manusia berjalan baik.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas telah ditemukan beberapa masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan konflik?
2. Bagaimana tahapan proses konflik?
3. Apa yang dimaksud dengan negosiasi?
4. Bagaimana proses terjadinya negosiasi?
BAB 2
PEMBAHASAN

2. 1 Definisi Konflik
Menurut De Dreu dan Gelfrand (2008) menyatakan bahwa konflik
sebagai suatu proses yang terjadi ketika idividu atau kelompok menyadari
perbedaan dan pertentangan diantara dirinya dan individu atau kelompok
lain terkait dengan kepentingan dan sumber daya,keyakinan, nilai,
tindakan dan sebagainya.
Menurut Kondalkar (2007) menyebutkan bahwa konflik merupakan
ketidak setujuan antara dua atau lebih individu atau kelompok dimana
masing-masing individu atau kelompok mencoba untuk bisa diterima
pandanganya serta tujuannya oleh individu atau kelompok lain.
Menurut Ross Stagner Konflik merupakan sebuah situasi, dimana
dua orang (atau lebih) menginginkan tujuan-tujuan yang menurut
persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang dinatar mereka, tetapi
hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak.
Sedangkan secara etimologis, konflik (conflict) berasal dari bahasa
latin yakni “con” yang berarti bersama dan “fligere” yang berarti
benturan atau tabrakan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai
suatu proses sosial antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.

2.2 Proses Konflik

Menurut Robbins (2008), proses konflik dapat dipahami sebagai sebuah


proses yang terdiri atas lima tahapan: potensi pertentangan atau
ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.
TAHAP I : OPOSISI ATAU KETIDAKCOCOKAN POTENSIAL

Tahap pertama adalah munculnya kondisi yang member peluang terciptanya


konflik. Kondisi-kondisi tersebut juga bisa dianggap sebagai sebab atau
sumber konflik. Kategori umumnya antara lain: Komunikasi, Strukur, dan
variabel- variabel pribadi.
TAHAP II : KOGNISI DAN PERSONALISASI

Tahap ini penting karena dalam tahap inilah biasanya isu-isu konflik
didefinisikan. Pada tahap ini pula para pihak memutuskan konflik itu
tentang apa.
Konflik yang dipersepsi adalah kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan
adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik.
Konflik yang dirasakan adalah keterlibatan dalam sebuah konflik yang
menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa bermusuhan.
TAHAP III : MAKSUD

Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak


konflik semakin rumit karena salah satu pihak salah dalam memahami
maksud pihak lain.
Di sisi lain, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan
perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat
maksud seseorang.
TAHAP IV : PERILAKU
Pada tahap inilah konflik mulai terlihat jelas. Tahap perilaku ini meliputi
pernyataan, aksi, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya untuk menyampaikan
maksud dari masing-masing pihak.
TAHAP V : HASIL

Suatu konflik dikatakan bersifat fungsional maupun disfungsional apabila


konflik ini dapat memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas
dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan dikalangan anggota.
Aspek-aspek yang Terjadi dalam Konflik
Kemungkinan timbulnya konflik besar sekali, dalam kerangka-
kerangka keorganisasian. Maksudnya konflik-konflik paling banyak
timbul dalam organisasi-organisasi dan antarorganisasi. Tetapi, harus
diingat bahwa berbeda dengan pandangan masa lampau, kini pandangan
orang tentang konflik adalah bahwa ia tidak selalu menimbulkan
dampak negatif. Tidak jarang terlihat bahwa gejala pemecahan sesuatu
konflik menyebabkan timbulnya pemecahan problem secara konstruktif.

Bahkan ada kalanya pihak manajemen perlu menciptakan konflik antara


para karyawan dalam rangka menimbulkan persaingan antara mereka
yang merangsang mereka untuk meraih prestasi lebih baik dibandingkan
dengan masa lampau.

A. Konflik Sebagai Suatu Kekuatan Positif


Kebutuhan untuk menyelesaikan atau mengatasi konflik
menyebabkan orang mencari jalan untuk mengubah cara-cara yang
berlaku dalam dalam hal melaksanakan tugas-tugas. Jadi, proses
penyelesaian konflik dapat merangsang timbulnya perubahan positif
didalam organisasi yang bersangkutan.
Disamping itu, upaya untuk mencari cara-cara menyelesaikan
konflik, bukan saja membuahkan inovasi dan perubahan, tetapi hal
tersebut dapat menyebabkan perubahan lebih diterima, bahkan
diinginkan. Mengintroduksi konflik secara sengaja (intensional)
kedalam proses
pengambilan keputusan, kadang-kadang menguntungkan.
Sebagai contoh misalnya dapat dikemukakan bahwa dalam
pengambilan keputusan kelompok timbul suatu problem, apabila
suatu keinginan kelompok yang kohesif untuk mencapai
kesepakatan berbenturan dengan pertimbangan untuk mencapai
pemecahan-pemecahan alternatif.
B. Konflik Sebagai Suatu Kekuatan Negatif
Konflik dapat menyebabkan efek Negatif Serius. Salah satu problem
serius yang dihadapi adalah kecenderungan konflik untuk
menyebabkan terpencarnya upaya karah pencapaian tujuan. Sumber-
sumber daya keorganisasian bukannya langsung ditunjukan kearah
pencapaian tujuan- tujuan yang dikehendaki, tetapi mereka habis
digunakan untuk menyelasaikan konflik. Waktu dan uang
merupakan dua macam sumber-sumber daya penting yang kerap kali
dialihkan kearah penyesuaian konflik. Konflik dapat pula
menimbulkan beban psikologikal pada para karyawan berbagai
macam study yang dilakukan orang telah menunjukan bukti-bukti
bahwa pendapat-pendapat yang berbenturan satu sama lain
menyebabkan timbulnya “perasaan bermusuhan” . Timbulnya
ketegangan dan kecemasan. Perasaan “bermusuhan” tersebut
agaknya merupakan hasil dari terancamnya tujuan-tujuan pribadi
penting dan keyakinan-keyakinan
oleh adanya konflik.
Dalam jangka waktu lama kondisi-kondisi konflik menyebabkan
timbulnya kesulitan untuk mencapai hubungan-hubungan yang
saling membantu dan saling percaya mempercayai. Akhirnya perlu
dinyatakan bahwa persaingan yang memerlukan adanya interaksi
antara pihak-pihak yang terlibat, agaknya mempunyai unsur negatif
atas kualitas produk.
Sebagai contoh misalnya dapat dikemukakan bahwa tekanan untuk
mencapai hasil tinggi cenderung menekanka tujuan-tujuan langsung,
yang dapat diukur seperti misalnya kuantitas produk, dengan
mengorbankan kualitas produk. Andai kata pihak pimpinan
perusahaan menekankan kualitas produk tinggi sebagai sebuah
tujuan keoorganisasian maka sebaiknya jangan menimbulkan
suasana persaingan.

Tingkatan Dalam Konflik


A. Konflik Antar Pribadi
Dalam hal merumuskan konflik, kita telah membedakan konflik tujuan
dan konflik kognitif. Pembedaandemikian bermanfaat, apabila kita
mempelajari konflik antar perorangan. Konflik tujuan terdapat bagi
seorang individu apabila perilaku individu tersebut akan menyebabkan
timbulnya hasil-hasil yang :
 Bersifat ekslusif satu sama lain dan
 Memiliki element-element yang tidak sesuai satu sama lain
(yang menunjukan hasil-hasil positif dan negatif).
B. Konflik Antar Perorangan
Konflik antar perorangan meliputi dua pihak. Salah satu sifat dari
konflik antar perorangan adalah perlu diperhatikannya hasil-hasil
bersama kedua belah pihak maupun hasil-hasil individual masing-
masing pihak yang terlibat dalam konflik yang bersangkutan.
C. Konflik Intra Kelompok

Sebuah kelompok dapat dianggap sebagai hal yang melebihi dan ia


berbeda dibandingkan dengan jumlah dari bagian-bagian
individualnya. Maka oleh karenannya konflik Intra Kelompok
dianggap sebagai sesuatu hal yang memilihi jumlah dari konflik
intrapersonal dan interpersonal.
Konflik didalam sebuah kelompok tertentu dapat melibatkan
kelompok tersebut sacara keseluruhan, maupun para anggota
individualnya. Kita dapat memperkirakan bahwa konflik
intrakelompok dapat menimbulkan suatu dampak atas proses-proses
dan output kelompok tersebut.
D. Kelompok Inter Kelompok
Pembahasan tentang konflik intrakelompok menunjukan bahwa
persaingan interkelompok dapat merangsang kelompok-kelompok
untuk menunjukan performa lebih baik. Pada paragraf ini kita akan
membincangkan persoalan tersbut lebih lanjut, dan akan kita
mengidentifikasi beberapa diantara keuntungan-keuntungan dan
kerugian-kerugian yang berhubungan dengan konflik interkelompok.
Efek dari persaingan interkelompok telah diindentifikasi dalam suatu
studi bagian dari suatu program pelatihan manajemen.
E. Konflik Intra Keorganisasian

Apabila kita memperhatikan konflik dari suatu sudut pandangan intra


keorganisasian, maka dapat dikemukakan adanya empat macam tipe
konflik sebagai berikut:
1. Konflik vertikal
Konflik antara pihak atasan dan bawahan merupakan suatu contoh
tentang konflik vertikal. Setiap konflik yang terjadi antara tingkat-
tingkat di dalam sesuatu organisasi dapat kita namakan konflik
vertikal. Konflik- konflik vertikal biasanya terjadi, karena para
atasan berupaya mengendalikan pihak bawahan, dan pihak bawahan
cenderung menentangnya.
2. Konflik Horizontal
Konflik antara karyawan-karyawan atau departemen-departemen pada
tingkat hierarki sama merupakan konflik horizontal (lateral). Salah
satu penyebab fundamental konflik horizontal adalah tekanan untuk
suboptimasi pada kebanyakan organisasi.
3. Konflik garis staf
Kebanyakan organisasi memiliki kesatuan-kesatuan staf, yang
membantu departemen-departemen garis. Para manajer garis, normal
bertanggung jawab terhadap proses tertentu yang menyebabkan
terbentuknya bagian tertentu (atau seluruh) produk sesuatu perusahaan
sedangkan para manajer staff diharapkan untuk melaksanakan suatu
fungsi pemberian advis yang memerlukan pengetahuan teknikal
mereka. Hubungan garis staff kerapkali menimbulkan konflik.
Para manajer staf dan para manajer garis, secara tipikal memeiliki ciri-
ciri pribaadi yang berbeda-beda. Munculnya nilai-nilai yang berbeda
tersebut kepermukaan cenderung menciptakan situasi-situasi konflik.
4. Konflik Peranan
Perana seorang karyawan merupakan kelompok aktivitas yang
diekspektasi oleh pihak lain akan dilaksanakan individu tersebut
dalam posisinya didalam organisasi yang bersangkutan.
Mengingat bahwa sesuatu peranan sering kali melibatkan konflik,
maka perlu kita mempertimbangkan beberapa diantara faktor-faktor
yang terlibat dalam perilaku peranan.

MACAM-MACAM TIPE KONFLIK

Menurut James A. F. Stoner, Charles Wankel, terdapat adanya 5


macam tipe konflik yang mungkin terjadi dalam kehidupan keorganisasian.
Adapun tipe-tipe yang dimaksud sebagai berikut :

1. Konflik didalam diri individu terjadi, apabila seorang individu tidak


pasti tentang pekerjaan apa yang diharapkan dari pada untuk
melaksanakan apabalia tuntutan-tuntutan tertentudan pekerjaan tersebut
berbenturan (berkonflik) dengan tuntutan lain, atau apabila individu
tersebut
dieskpetasi untuk melakukan hal-hal yang melebihi kemampuannya.
2. Konflik antara individu-individu didalam organisasi yang sama
sering kali teelihat sebagai hal yang timbul karena perbedaan-
perbedaan dalam kepribadian (seperti halnya terjadi antara para
manajer dan bawahan mereka).
3. Konflik anatara individu-individu dan kelompok sering kali
berhubungan dengan cara para individu menghadapi tekanan akan
konformitas, yaitu dipaksakan terhadap diri mereka oleh kelompok
kerja mereka.
4. Konflik antara kelompok-kelompok dalam organisasi yang sama
merupakantipe konflik yang paling banyak diperhatikan kita.
5. Konflik antara organisasi didalamruang lingkup ekonomi Amerika
Serikat dan banyak negara lain dianggap sebagai sebuah bentuk
konflik yang inharen dan yang dikehendaki, biasanya konflik macam
ini dinamakan persaingan (competition).

MEMAHAMI MANAJEMEN KONFLIK

Ada macam-macam taktik yang diusulkan untuk memanaje konflik.


Beberapa diantara pendekatan-pendekatan pokok dapat diklasifikasi dalam
3 macam kelompok, seperti :
1. Metode-metode struktural
2. Pendekatan-pendekatan konfrontasi
3. Mempromosi konflik

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pendekatan-pendekatan


struktural dan konfrontasi mengasumsi bahwa konflik sudah ada, dan
untuk itu diperlukan manajemen (penanganannya).
A. Metode-metode struktural

Struktur organisasi menimbulkan macam-macam peluang untuk


mengurangin konflik. Otoritas formal dapat diberikan para manajer
yang memungkinkan mereka untuk mengeluarkan ketentuan dalam
rangka memanaje konflik.
Jadi, konflik dapat dikurangi melalui otoritas posisional. Pilihan lain
adalah mendesain organisasi yang bersangkutan demikian rupa hingga
dapat dibantu penyelasaian konflik secara efektif.
B. Konfrontasi
1. Konfrontasi mempunyai macam-macam arti.

Dalam hubungan ini “konfrontasi” merupakan sebuah proses


dengan pihak-pihak yang terlibat didalam konflik tertentu secara
langsung melibatkan diri mereka didalamnya, dan secara terbuka
saling tukar- menukar informasi tentang persoalan yang sedang
dihadapi dan mereka berupaya untuk menyelesaikan perbedaan
antara mereka guna mencapai suatu hasil yang diinginkan
bersama.
Adapun asumsi dibelakangnya adalah bahwa kedua belah pihak
dapat mencapai sesuatu keuntungan. Jadi konfrontasi dengan
demikian merupakan sebuah versi lebih lengkap dari gaya
interpribadi kolaboratif. Konfrontasi seperti didefinisi disini, tidak
akan terjadi secara otomatis apabila dua pihak secara langsung
saling melibatkan diri mereka.
2. Negosiasi.

Apabila dua pihak berbeda pendapat tentang suatu hal, tetapi mereka
ingin mencapai suatu persetujuan tentang hal itu, maka mereka
terlibat dalam aktivitas negosiasi.
Negosiasi merupakan sebuah proses dimana dua pihak berupaya
mencapai suatu persetujuan yang mendeterminasi apa yang
diberikan dan apa yang diberikan dan apa yang akan diterima
masing-masing pihak dalam sebuah transaksi tertentu. Akan tetapi,
apabila kedua belah pihak tersebut berupaya untuk mencari
element-element integratif, maka negosiasi membuka peluang
untuk munculnya konflik kontrontatif.
C. Mempromosi Konflik
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa konflik kognitif mungkin
memberikan manfaat kepada kita, apabila ia digunakan untuk
menghindari fenomin pemikiran kelompok. Karenanya, penting untuk
memperhatikan alternatif-alternatif yang dapat digunakan untuk
menciptakan konflik kognitif fungsional.

Metode-metode Penyelesaian Konflik

Metode-metode lain yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan


konflik, termasuk misalnya para anggota-anggota atau kesatuan yang
berkonflik, dipisahkan atau dibentuk sebuah biro penampungan keluhan-
keluhan. Disamping itu, beberapa diantara mekanisme-mekanisme yang
mengoordinasi seperti misalnya individu-individu dan komite-komite
yang menjadi perantara dapat pula dimanfaatkan untuk menyelesaikan
konflik.
A. Dominasi dan penekanan
Metode-metode dominasi dan penekanan biasanya mempunyai
persamaan sebagai berikut :
1. Mereka menekan konflik, dan bukan menyelesaikannya, karena
konflik yang muncul kenpermukaan kembali ditekan kebawah.
2. Mereka menciptakan suatu situasi menang – kalah dimana pihak
yang kalah terpaksa mengalah terhadap pihak yang memiliki
otoritas lebih tinggi atau memiliki kekuasaan lebih besar
B. Meratakan (smoothing)

Merupakan sebuah cara lebih diplomatik untuk menyelesaikan


konflik dimana sang manajer meminimasi tingkat dan pentingnya
ketidaksepakatan dan ia mencoba membujuk salah satu pihak untuk
mengalah.
C. Menghindari (Avoidance)
Kelompok yang sedang bersengketa mendatangi manajer mereka
untuk mencapai suatu keputusan tentang persoalan yang dihadapi,
tetapi sang manajer tidak menunjukan sikap terntentu, maka tidak ada
pihak yang puas dengan situasi tersebut. Pura-pura tidak mengetahui
adanya suatu konflik merupakan bentuk menghindari yang sering kali
terlihat dalam praktik.

D. Suara Terbanyak (Majoritiy Rule)


Berupaya untuk menyelesaika konflik kelompok dengan suara
terbanyak dapat merupakan cara efektif. Tetapi apabila kelompok
tertentu terus- menerus menang dengan suara terbanyak, maka pihak
yang terus menerus kalah akan merasa frustasi dan tidak berdaya.
E. Kompromis
Melalui tindakan kompromis, para manajer berupaya menyelesaikan
masalah konflik dengan meyakinkan masing-masing pihak dalam
perundingan bahwa mereka perlu mengorbankan sasaran-sasaran
tertentu, agar dapat dicapai sasaran-sasaran lain. Keputusan-keputusan
yang dicapai melalui kompromis, agaknya tidak akan menyebabkan
pihak-pihak yang berkonflik merasa frustasi atau bermusuhan.

2.3 Definisi Negosiasi


Menurut Ivancevich (2007) sebuah proses di mana dua pihak (atau
lebih) yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan. Menurut
Sopiah (2008), negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar antara
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.

Menurut Runtung Sitepu, merupakan salah satu bentuk


Penyelesaian Sengketa Alternatif dimana para pihak yang bersengketa
melakukan perundingan secara langsung (adakalanya di dampingi
pengacara masing- masing) untuk mencari penyelesaian sengketa yang
sedang mereka hadapi ke arah kesepakatan atas dasar win-win solution.
Menurut Robbins (2008) menyimpulkan negosiasi adalah sebuah
proses di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau
jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah


suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan
maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan
yang sesuai kesepakatan bersama. Negosiasi digunakan untuk
menyelesaikan setiap bentuk sengketa, apakah itu sengketa ekonomi,
politik, hukum, dan lain-lain. Bahkan apabila para pihak telah
menyerahkan sengketanya kepada suatu badan peradilan tertentu.
Strategi Negosiasi
Beberapa di antara perbedaan antara strategi-strategi “menang-
kalah” dan strategi-strategi “menang-menang” sehubungan dengan
negosiasi.
Tabel 1

Strategi-strategi negosiasi

Strategi “menang-menang” Strategi “menang-kalah”

1. Rumuskan problem yang ada, 1. Rumuskan problem yang ada,


sebagai sebuah sebagai sebuah situasi
problem bersama. “menang- kalah”

Upayakan pencapaian hasil-hasil


2. Upayakan hasil bersama 2.
individual.

Carilah persetujuan-persetujuan Paksakan pihak lain


3. 3.
kreatif. untuk mengikuti
kehendak kita

4. Upayakan untuk 4. Upayakan untuk


mengimbangkan kekuasaan memperbesar kekuasaan
dan kekuatan dengan kita atas pihak lain dengan
menekankan interdependensi menekankan independensi
bersama kita, dan
dependensi pihak lain.

5. Gunakan cara terbuka, jujur, 5. Gunakanlah cara penuh tipuan


dan akurat tentang kebutuhan- yang bersifat menyesatkan
kebutuhan, tujuan-tujuan, dan dalam hal mengomunikasi
saran-saran kita. kebutuhan- kebutuhan, tujuan-
tujuan, dan
saran-saran kita.

6. Hindarilah ancaman-ancaman 6. Gunakanlah ancaman-ancaman


(guna mengurangi pertahanan (guna memaksa pihak lain
pihak lain). agar kalah)

7. Komunikasikan 7. Komunikasi komitmen


fleksibilitas posisi. tinggi (kekuatan)
sehubungan dengan
posisi kita sendiri.

2.4 Proses Negosiasi

Robbins (2008) dalam bukunya menjelaskan tahap-tahap negosiasi


sebagai berikut:
A. Persiapan dan perencanaan
sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan dari Anda
bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin
diperoleh dari “paling baik” hingga “paling minimum bisa
diterima”.
B. Penentuan aturan dasar
Begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun strategi,
selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar
dengan pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan
melakukan perundingan? Di mana perundingan akan dilangsungkan?
Kendala waktu apa, jika ada, yang mungkin akan muncul? Pada
persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur
khusus yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam
fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal atau tuntutan awal
mereka.
C. Klarifikasi dan justifikasi
Ketika posisis awal sudah saling dipertukarkan, baik pihak
pertama maupun kedua akan memaparkan, menguatkan,
mengklarifikasi, mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal.
D. Penutupan dan implementasi
Tahap akhir dalam negosiasi adalah memformalkan kesepakatan
yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk
implementasi dan pengawasan pelaksanaan.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam setiap kegiatan yang berlangsung dalam kehidupan kita sehari-hari


sering terjadi ketidaksamaan pendapat dengan orang lain yang akan menuntun
kita pada konflik, meski tidak sesuai konflik akan berdampak negative akan tetapi
baiknya konflik tersebut tidak meberikan dampak negative yang begitu signifikan
sampai merugikan orang lain yang tidak terlibat. Masalah tersebut dapat
berkepanjangan dan rumit apabila tidak segera dinegosiasikan. Untuk itu
negosiasi yang diterapkan atau dilaksanakan harusnya kuat untuk mengatasi
konflik yang sedang terjadi. Karena konflik tersebut bisa saja membawa kita pada
kematian bagi organisasi atau penurunan kinerja seseorang pada organisasi.

Negosiasi adalah bagian penting dalam kehidupan sehari-hari agar dapat


bertahan dalam bisnis atau bidang lainnya. Dalam pelaksanaan negosiasi tidak
jarang terjadi konflik yang membawa masalah tersendiri dari tingkat yang
sederhana sampai masalah yang kompleks sehingga mengganggu jalannya
negosiasi.

3.2 Saran

Jika dalam negosiasi menemukan jalan buntu dapat diusulkan untuk


dilakukan penangguhan guna menyediakan waktu bagi kedua belah pihak untuk
berpikir dan merenung ketika situasi menjadi sulit. Penangguhan bukan berati
menunda negosiasi tetapi untuk memberikan kesempatan bernapas ketika
ketegangan mulai meningkat dan waktu penangguhan harus dimanfaatkan
sebaik-baiknya oleh kedua belah pihak dan bukan dimaksudkan untuk
menghindar dari konflik yang terjadi. Apabila konflik dapat dikelola dan
ditangani dengan baik dapat memberikan manfaat dan akhirnya meningkatkan
hubungan yang lebih baik dantara kedua belah pihak sehingga tujuan dan
sasaran negosiasi antara kedua belah pihak dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Cetakan ke -4. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. Perilaku Organisasi. Buku 2. 2008.


Penerbit Salemba Empat: Jakarta.

Prof. Dr. Wibowo, S.E, M.PHIL. Perilaku Dalam Organisasi, Tangerang, 2009

http://infodanpengertian.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-negosiasi-menurut-
para-ahli.html

https://allaboutperilakuorganisasi.wordpress.com/2014/05/28/konflik-dan-
negosiasi/
http://imasnurulhidayah.blogspot.co.id/2015/11/konflik-dan-negosiasi.html

Anda mungkin juga menyukai