Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada


Tuhan YME yang telah
memberikan karunia dan
rahmat-Nya sehingga
penulis dapat
menyelesaikan makalah
berjudul, “Konflik
dan Negosiasi”., para
keluarganya, sahabat-
sahabatnya, tabiit-tabiitnya
sampai
pada kita selaku umatnya.

1
Makalah ini merupakan
tugas yang disusun sebagai
salah satu tugas mata
kuliah Perilaku
Organisasi di
UNDIKNAS. Dalam
penyusunan makalah ini
penulis banyak
mendapatkan kendala,
namun berkat bantuan dari
banyak pihak
dalam bentuk motivasi
pengarahan maupun

2
informasi maka makalah ini
dapat
diselesaikan.
Dengan segala kerendahan
hati, penulis siap menerima
saran maupun kritik
yang konstruktif dari
siapapun. Walaupun
makalah ini masih jauh
dari
kesempurnaan, semoga
makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi
para
3
pembaca.
Denpasar, 17 Mei 2022
Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya setiap individu dianugerahkan karakteristik-karakteristik


yang berbeda antara satu sama lain, perbedaan-perbedaan karakteristik tersebut tidak
jarang membuat gesekan-gesekan dalam setiap aspek kehidupannya, inilah yang
kemudian muncul istilah manusia tidak luput dari masalah, atau biasa disebuut juga
dengan konflik. Menurut Robbes & Judge (2013) koonflik adalah sebuah proses yang
dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah mempengaruhi
secara negatif atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi
kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Konflik ini dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.

Konflik yang senantiasa muncul tersebut harus mendapatkan penanganan


dengan cepat dan tepat agar konflik yang ada tidak berlarut-larut dan menyebar ke
substansi konflik yang lain. Dan tanpa kita sadari setiap hari kita sesungguhya selalu
melakukan negosiasi. Menurut Ivancevich (2007) negosiasi merupakan sebuah proses
di mana dua pihak (atau lebih) yang berbeda pendapat berusaha mencapai
kesepakatan. Negosiasi biasanya dilakukan untuk mendapat jalan tengah dalam
sebuah kasus agar keadaan bisa menemui titik terang dan jalan penyelesaian.
Organisasi yang sedang konflik sebaiknya melakukan negosiasi untuk mendapatkan

4
apa yang diinginkandari pihak lain yang memilikinya dan yang juga mempunyai
keinginan atas sesuatu yang dimiliki. Ada bermacam-macam pendekatan, proses, dan
jenis-jenis yang selanjutnya akan dibahas dalam melakukan ini.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun pembuatan makalah ini mempunyai rumusan masalah sebagai


berikut:

1. Apa defenisi dari konflik?


2. Apa saja tipe & lokus konflik?
3. Bagaimana langkah-langkah dalam proses konflik?
4. Apa defenisi dari negosiasi?
5. Apa saja informasi mengenai negosiasi?
6. Bagaimana proses dalam bernegosiasi?
7. Apa saja pihak ketiga dalam bernegosiasi?

1.3 Tujuan Masalah


Berdasarkan dari rumusan masalah di atas maka makalah ini bertujuan agar
mahasiswa mampu memahami tentang defenisi konflik & negosiasi, bagaimana
proses terjadinya konflik, apa saja tipe & lokus konflik, apa saja informasi mengenai
negosiasi, dan apa saja pihak ketiga dalam bernegosiasi.

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Konflik

Menurut Robbins & Judge (2013) konflik adalah sebuah proses yang dimulai
ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara
negatif, atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian
atau kepentingan pihak pertama. Menurut Sopiah (2008) konflik adalah proses
yang dinamis dan keberadaanya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang
atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Menurut Soetopo (2010) konflik
adalah suatu pertentangan dari ketidaksesuaian kepentingan, tujuan, dan
kebutuhan dalam situas formal, sosial, dan psikologis, sehingga menjadi
antagonis, ambivalen, dan emosional. Menurut Kreitner (2005) konflik adalah
sebuah proses di mana satu pihak menganggap bahwa kepentingan-kepentinganya
ditentang atau secarar negatif dipengaruhi oleh pihak lain.

Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu
bentuk pertentangan yang terjadi antara dua pihak atau lebih di mana salah satu
pihak merasa dirugikan atau dipengaruhi secara negatif sehingga menimbulkan
ketidakpuasan terhadap perilaku pihak lain.

6
2.2 Tipe dan Lokus Konflik

1. Jenis Konflik
Salah satu sarana untuk memahami konflik adalah dengan
mengidentifikasi tipe dari ketidaksepakatan. Para peneliti
menggolongkan konflik ke dalam tiga kategori: tugas, hubungan, atau
proses.
a) Konflik Tugas
Merupakan konflik atas isi dan sasaran pekerjaan
maksudnya tugas yang diberikan seringkali
mengundang konflik karena masing-masing anggota
mamiliki pandangan sudut yang berbeda dengan tugas
kelompok yang harus diselesaikan.
b) Konflik Hubungan
Konflik hubungan ini jarang sekali di terapkan
dalam pekerjaan, karena hampir selalu terjadi adanya
gesekan dan permusuhan interpersonal yang sangat
melekat dalam konflik hubungan yang meningkatkan
bentrokan kepribadian dan menurunkan sifat saling
pengertian bersama yang menimbulkan hambatan
dalam penyelesaian dari organisasi.
c) Konflik Proses
Konflik ini berkisar antara delegasi dan peranan.
Delegasi dalam hal ini sering kali disebut pada kelalaian,
dan konflik mengenai peranan dapat menyisakan perasaan
terpinggirkan lebih anggota kelompok. Dengan demikian
konflik seringkali dipersonalisasikan lebih tinggi dan
dengan cepat berpindah menjadi konflik hubungan.

7
2. Lokus Konflik
Cara lain memahami konflik adalah dengan
mempertimbangkan lokus, atau dimana konflik terjadi sini ada tiga
tipe dasar sebagai berikut:
a) Konflik dyadic (konflik diantara dua orang)
Konflik ini dapat terjadi antara individu pimpinan
dengan individu pimpinan dari berbagai macam tingkatan.
Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun
antara inbdividu karyawan dengan individu karyawan
lainnya.
b) Konflik intragroup (di dalam kelompok atau tim)
Konflik ini sering kali dibentuk hanya untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu saja. Riset telah
menemukan bahwa bagi konflik tugas intragroup adalah
untuk memengaruhi kinerja di dalam tim, hal ini penting
bahwatim-tim memiliki iklim yang mendukung yang mana
kesalahan tidak akan diberikan hukuman dan setiap
anggota kelompok akan memeberikan dukungan kepada
yang lain.
c) Konflik antar kelompok (di antara kelompok atau tim)
Konflik ini menyebutkan bahwa saling mempengaruhi
di antara posisi seorang individu di dalam sebuah
kelompok dan cara individu tersebut mengelola konflik di
antara kelompok.

3. Proses Konflik

8
Proses konflik memiliki lima tahapan pertentangan yang
berpotensial atau ketidaksesuaian kesadaran dan personalisasi, niat,
perilaku dan hasil.
1) Tahap 1 : Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama ini adalah munculnya kondisi-kondisi yang
menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi
tersebut tidak harus mengarah langsung padakonflik, tetapi salah
satunya diperlukan jika konflik akan muncul. Secara
sederhana,kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga
kategori umum, yaitu:
 Komunikasi: Sebuah ulasan mengenai penelitian
menunjukkan bahwa konotasi kata yang menimbulkan
makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak
memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi
merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potensial
pendahulu yang menimbulkan konflik. Penelitian
menunjukkan bahwa potensi konflik meningkat ketika
terjadi terlalu sedikit atau terlalu banyak informasi. Jelas,
meningkatnya komunikasi menjadi fungsional sampai pada
suatu titik, dan diatasnya dengan terlalu banyak
komunikasi,meningkat pula potensi konflik.
 Struktur: Istilah struktur digunakan dalam konteks ini
untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar
spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada
anggota kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan,
gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar
ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan
bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang

9
merangsang konflik.Semakin besar kelompok dan semakin
terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula
kemungkinan terjadinya konflik. Semakin besar
ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat dimana
letak tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi
munculnya konflik.
 Variabel-variabel Pribadi: Kategori ini meliputi
kepribadian, emosi, dan nilai-nilai. Bukti menunjukkan
bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki potensi
memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan
konflik. Nilai yang berbeda- beda yang dianut tiap-tiap
anggota dapat menjelaskan munculnya konflik.

4. Tahap 2 : Kesadaran dan Personalisasi


Tahap ini penting karena dalam tahap inilah biasanya isu-isu
konflik didefinisikan. Padatahap ini pula para pihak memutuskan
konflik itu tentang apa. Konflik yang dipersepsi adalah kesadaran
oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang
menciptakan peluang munculnya konflik. Konflik yang dirasakan
adalah keterlibatan dalam sebuah konflik yang menciptakan
kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa bermusuhan.
5. Tahap 3 : Niat (Intention)
Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku
mereka. Intention(Maksud) adalah keputusan untuk bertindak
dengan cara tertentu. Seseorang harusmenyimpulkan maksud
orang lain untuk mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi
perilakunya itu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata
karena salah satu pihaksalah dalam memahami maksud pihak lain.

10
Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan
perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan
secaraakurat maksud seseorang. Dengan menggunakan sifat
kooperatif (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya
memuaskan kepentingan pihak lain) dan sifat tegas (kadar sampai
mana salah satu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya
sendiri)

lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasi:

 Competing, yaitu hasrat untuk memuaskan kepentingan


pribadi, tanpa memedulikan dampaknya atas pihak lain yang
berkonflik dengannya. Perilaku ini mencakup maksud untuk
mencapai tujuan anda dengan mengorbankan tujuan oranglain,
berupaya meyakinkan orang lain bahwa kesimpulan anda benar
dan kesimpulannya salah, dan mencoba membuat orang lain
dipersalahkan atas suatu masalah.
 Collaborating, yaitu suatu situasi dimana pihak-pihak yang
berkonflik ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua
belah pihak. Maksud para pihak adalah menyelesaikan masalah
dengan memperjelas perbedaan ketimbang mengakomodasi
berbagai sudut pandang.
 Avoiding, yaitu hasrat untuk menarik diri dari konflik atau
menekan sebuah konflik. Maksud dari perilaku ini adalah
mencoba mengabaikan suatu konflik dan menghindari orang
lain yang berbeda pendapat.

11
 Accomodating, yaitu kesediaan salah satu pihak yang
berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya di atas
kepentingannya sendiri. Maksud dari perilaku ini adalah supaya
hubungan tetap terpelihara, salah satu pihak bersedia
berkorban.
 Compromising, adalah pendekatan yang berusaha mencari
jalan tengah, umumnya melibatkan kerelaan berkorban lebih
banyak dibandingkan pendekatan dominasi,namun tak
sebanyak yang direlakan dalam pendekatan akomodasi.
Kompromi melibatkan pihak ketiga untuk melakukan
intervensi dalam bentuk meminta bantuan pada otoritas
manajerial yang lebih tinggi atau keputusan untuk
menyerahkan konflik kedalam suatu bentuk mediasi atau
arbitrasi.

6. Tahap 4: Perilaku (Behavior)


Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh
pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan
upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing
pihak. Tetapi perilaku ini memilikikualitas stimulus yang berbeda dari
maksud. Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan
berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajermen
mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict
management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan
(stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
7. Tahap 5: Hasil
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan
konsekuensi.Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional,

12
dalam arti konflik tersebutmenghasilkan kinerja kelompok, atau juga
bisa bersifat disfungsional karena justrumenghambat kinerja
kelompok.
 Akibat fungsional: Meningkatnya keragaman kultur dari
anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi.
Penelitian memperlihatkan bahwah eterogenitas antaranggota
kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas,
memperbaiki kualitas keputusandan memfasilitasi perubahan
dengancara meningkatkan fleksibilitas anggota.
 Akibat disfungsional, Pertengkaran yang tak terkendali
menumbuhkan rasa tidaksenang, yang menyebabkan ikatan
bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun ada
kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi
yang tidakdiharapkan tersebut, terdapat lambannya
komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan
subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antar
anggota.
 Menciptakan konflik fungsional, Salah satu cara organisasi
menciptakan konflik fungsional adalah dengan memberi
penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan
menghukum mereka yang suka menghindari konflik.

2.3 Defenisi Negosiasi

Negosiasi (Negotiation) dalam arti harfiah adalah


negosiasi atau perundingan. Negosiasi adalah komunikasi
timbal balik yang dirancang untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Negosiasi memiliki dua

13
arti, yaitu:

1. Proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi


atau menerima guna mencapai kesepakatan antara satu pihak
(kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau
organisasi) yang lain.
2. Penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan
antara pihak-pihak yang bersangkutan. Secara ringkas dapat
dirumuskan, bahwa Negosiasi adalah suatu proses
perundingan antara para pihak yang berselisih atau berbeda
pendapat tentang sesuatu permasalahan.
Dalam komunikasi bisnis, Negosiasi adalah suatu proses dimana
dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau
bertentangan, bertemu dan berbicara untuk mencapai suatu kesepakatan.
Perbedaan kepentingan memberikan alasan terjadinya suatu titik temu dan
dasar motivasi untuk mencapai kesepakatan baru.
Negosiasi menurut Suyud Margono adalah: “Proses konsensus yang
digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan di antara mereka.”
Negosiasi menurut H. Priyatna Abdurrasyid adalah: “Suatu cara di mana
individu berkomunikasi satu sama lain mengatur hubungan mereka dalam
bisnis dan kehidupan sehari- harihnya” atau “Proses yang dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan kita ketika ada pihak lain yang menguasai apa
yang kita inginkan”.
Berdasarkan pengertian sebelumnya, negosiasi dipahami sebagai
sebuah proses dimana para pihak ingin menyelesaikan permasalahan,
melakukan suatu persetujuan untuk melakukan suatu perbuatan, melakukan
penawaran untuk mendapatkan suatu keuntungan tertentu, dan atau berusaha
menyelesaikan permasalahan untuk keuntungan bersama (win-win solution).

14
Negosiasi biasa dikenal sebagai salah satu bentuk alternative dispute
resolution.

Dengan demikian, secara sederhana disimpulkan negosiasi adalah


suatu cara bagi dua atau lebih pihak yang berbeda kepentingan baik itu
berupa pendapat, pendirian, maksud, atau tujuan dalam mencari
kesepahaman dengan cara mempertemukan penawaran dan permintaan
dari masing-masing pihak sehingga tercapai suatu kesepakatan yang dapat
diterima masing-masing pihak.

Esensi Negosiasi walaupun bentuknya berbeda, namun esensi lobi


dan negosiasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mencapai sesuatu
target (objective) tertentu. Lobi-lobi atau negosiasi harus diperankan oleh
pelobi yang mahir dan mempunyai kemampuan berkomunikasi yang tinggi
(komunikabilitas). Hanya saja, negosiasi merupakan suatu proses resmi atau
formal. Sedangkan Lobi merupakan bagian dari negosiasi atau dapat pula
dikatakan sebagai awal dari suatu proses Negosiasi.

2.4 Informasi Mengenai Negosiasi

Yang perlu kita ketahui dalam negosiasi tidak akan pernah tercapai
kesepakatan kalau sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak
memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun
dari keinginan atau niat dari kedua belah pihak, sehingga kita tidak bertepuk
sebelah tangan. Karena itu, penting sekali dalam awal-awal negosiasi kita
memahami dan mengetahui sikap dari pihak lain, melalui apa yang
disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh maupun ekspresi wajah.
Karena jika sejak awal salah satu pihak ada yang tidak memiliki niat atau
keinginan untuk mencapai kesepakatan, maka hal tersebut berarti membuang
waktu dan energi kita. Untuk itu perlu dicari jalan lain, seperti misalnya
conciliation, mediation dan arbitration melalui pihak ketiga.

15
Tujuan negosiasi yaitu menemukan kesepakatan kedua belah pihak
secara adil dan dapat memenuhi harapan atau keinginan kedua belah pihak.
Dengan kata lain, hasil dari sebuah negosiasi adalah adanya suatu
kesepakatan yang memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Artinya,
tidak ada satupun pihak yang merasa dikalahkan atau dirugikan akibat
adanya kesepakatan dalam bernegosiasi. Selain alasan tersebut diatas, tujuan
dari negosiasi adalah untuk mendapatkan keuntungan atau menghindarkan
kerugian atau memecahkan problem yang lain.

Manfaat yang diperoleh dari suatu proses negosiasi dalah hal ini yakni :

1. Terciptanya jalinan kerja sama antar institusi atau badan usaha atau
pun perorangan untuk melakukan suatu kegiatan atau usaha
bersama atas dasar saling pengertian.
2. Dengan adanya jalinan kerjasama inilah maka tercipta proses-
proses transaksi bisnis dan kerja sama yang efektif.
3. Bagi suatu perusahaan, proses negosiasi akan memberikan manfaat
bagi jalinan hubungan bisnis yang lebih luas dan pengembangan
pasar.
4. Meningkatkan relasi, reputasi, profesionalisme.

2.5 Pola Perilaku Negosiasi

Dalam melakukan negosiasi, setiap pihak dapat menunjukkan


empat pola perilaku sebagai berikut:

16
1. Moving against (pushing) Menjelaskan memperagakan,
mengarahkan,mengulang-ulangi, menjernihkan masalah,
mengumpulkan perasaan,berdebat, menghimbau, menghakimi, tak
menyetujui, menentang,menunjukkan pihak lain
2. Moving with (pulling) Memperhatikan, mengajukan gagasan,
menyetujui, meringkaskan gagasan-gagasan pihak lain.

3. Moving away (withdrawing) Menghindari konfrontasi,


menghindari hubungan dan sengketa, menarik kembali isi
pembicaraan, berdiam diri,tak menanggapi pertanyaan.

4. Not moving (letting be) Mangamati, memperhatikan,


memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus,
luwes, menyesuaikan diri dengan situasi dan menyukainya.

2.6 Proses Negosiasi


Proses negosiasi terdiri atas lima tahap : (1) Persiapan dan
perencanaan, (2) mendefinisikanaturan-aturan yang mendasar, (3) klarifikasi
dan pembenaran (justifikasi), (4) melakukan perundingan dan pemecahan
masalah, serta (5) penutupan dan implementasi.
1. Persiapan dan perencanaan: sebelum bernegosiasi perlu
mengetahui apa tujuan dari anda bernegosiasi dan memprediksi
rentangan hasil yang mungkin diperoleh dari “paling baik”
hingga “paling minimum bisa diterima”.
2. Definisi aturan-aturan dasar: begitu selesai melakukan
perencanaan dan menyusun strategi, selanjutnya mulai
menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan pihaklain
untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan
perundingan? Di mana perundingan akan dilangsungkan?
Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin akanmuncul? Pada

17
persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah
prosedur khususyang harus diikuti jika menemui jalan buntu?
Dalam fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal atau
tuntutan awal mereka.
3. Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling
dipertukarkan, baik pihak pertama maupun kedua akan
memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan,
dan menjustifikasi tuntutan awal.
4. Perundingan dan pemecahan masalah: pada tahap ini akan
terjadi tawar menawar antara dua pihak untuk mencapai sebuah
solusi dimana solusi tersebut akan bergunauntuk memecahan
masalah.
5. Penutupan dan implementasi: tahap akhir dalam negosiasi
adalah memformalkankesepakatan yang telah dibuat serta
menyusun prosedur yang diperlukan untukimplementasi dan
pengawasan pelaksanaan.

2.7 Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga


Negosiasi-negosiasi tidak selalu langsung terjadi antara dua pihak
yang mengalami ketidaksepakatan. Terkadang pihak ketiga dipanggil untuk
terlibat dalam negosiasi antara pihak-pihak yang telah mengalami jalan
buntu.Terdapat berbagai macam intervensi pihak ketiga. Salah satu tipologi
menyebutkan setidaknya terdapat empat macam intervensi pihak ketiga yang
mendasar:
 Mediasi adalah situasi di mana pihak ketiga yang netral
menggunakan penalaran, pemberian usulan, dan persuasi dalam
kapasitasnya sebagai fasilitator. Paramediator ini memfasilitasi
penyelesaian masalah dengan mempengaruhi bagaimana pihak-pihak

18
yang terlibat dalam negosiasi berinteraksi. Para mediator tidak
memiliki otoritas yang mengikat, pihak-pihak yang terlibat bebas
mengacuhkan usaha mediasi ataupun rekomendasi yang dibuat oleh
pihak ketiga.
 Arbitrase adalah situasi di mana pihak ketiga memiliki wewenang
memaksa terjadinya kesepakatan. Robbins ( 2008 ) kelebihan
arbitrase dibanding mediasi adalah bahwa arbitrase selalu
menghasilkan penyelesaian.
 Konsiliasi adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan
bertugas menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang
bersitegang. Seorang konsiliator tidak memiliki kekuasaan formal
untuk mempengaruhi hasil akhir negosiasi seperti seorang mediator.
 Konsultasi adalah situasi di mana pihak ketiga, yang terlatih dalam
isu konflik danmemiliki keterampilan penyelesaian konflik, berupaya
memfasilitasi pemecahan permasalahan dengan lebih memusatkan
hubungan antarpihak ketimbang isu-isu yang substantif.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan


oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya
konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut di anggap tidak
ada. Sebaliknya, mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada
konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan. Di pandang sebagai
perilaku, konflik merupakan bentuk interaktif yang terjadi pada tingkat
individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi
(Muchlas,1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat
dekat hubungannya dengan stress. Faktor-faktor penyebab konflik antara lain
adalah perbedaan individu, perbedaan latar belakang, dan perbedaan
kepentingan.

20
Menurut wWall (Robbins,2007), negosiasi atau perundingan adalah proses
dimana dua pihak atau lebih bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati
nilai tukar barang dan jasa tersebut. Negosiasi atau perbandingan mewarnai
interaksi hampir semua orang dalam kelompok dan organisasi. Contohnya adalah
tawar menawar antara karyawan dengan pihak manajemen mengenai gaji.

3.2 Saran

Demikian penyampaian materi dari kellompok kami mengenai konflik dan


negosiasi. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan
saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih.

DAFTAR PUSTAKA

Partao, Zainal Abidin M.M. Tekhnik lobi dan diplomasi untuk


insan public relations. 2006. Jakarta : indeks Gramedia

Panuju, Redi. Jago Lobi dan Negosiasi. 2010. Jakarta :


Interprebook

Purwanto, Djoko. Komunikasi Bisnis. 2003. Jakarta :


Erlangga

http://belajarkomunikasi2009.blogspot.com/2010/04/lobby-
dan-negosiasi.html

21

Anda mungkin juga menyukai