Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN RANGKUMAN

PERILAKU ORGANISASIONAL

DISUSUN OLEH :
PUTRI SANCOYORINI T.U. F0217084
RABI’AH HANUN A. F0217085
RIFKY I. KUSWAN F0217094
RIZALDI AL-FATAH F0217095

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
Tugas Perilaku Organisasi Bab Konflik & Negosiasi

 DEFINISI KONFLIK

Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak
memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan
memengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan
pihak pertama. Hal ini menggambarkan satu titik dalam kegiatan yang sedang
berlangsung ketika sebuah interaksi “berubah” menjadi suatu konflik antar pihak.

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KONFLIK

1. PANDANGAN TRADISIONAL

Berpandangan bahwa semua konflik itu berbahaya dan harus dihindari. Pandangan
ini sejalan dengan sikap yang dianut banyak orang menyangkut perilaku kelompok
tahun 1930-an dan 1940-an. Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional dari
komunikasi yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan kepercayaan antar anggota,
serta ketidakmampuan para manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan
aspirasi karyawan mereka.

Ini merupakan pandangan sederhana. Karena semua konflik harus dihindari, kita
hanya perlu mengarahkan perhatian pada sebab-sebab konflik serta mengkoreksi
malfungsi ini untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.

2. PANDANGAN HUBUNGAN MANUSIA

Pandangan ini berpendapat bahwa konflik adalah kejadian alamiah dalam semua
kelompok dan organisasi. Karena konflik tak terhindarkan, mazhab hubungan
manusia mendorong kita untuk menerima keberadaan konflik.pandangan hubungan
manusia ini mendominasi teori konflik dari akhir tahun 1940-an sampai pertengahan
tahun 1970-an.
3. PANDANGAN INTERAKSIONIS

Pandangan ini mendorong munculnya konflik dengan dasar pemikiran bahwa


sebuah kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif biasanya menjadi
statis, apatis, serta tidak tanggap terhadap perlunya perubahandan inovasi.
Pandangan ini tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa semua konflik adalah
baik. Terdapat dua kategori konflik, yaitu:

 Konflik fungsional, yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok dan


meningkatkan kinerjanya.
 Konflik disfungsional, yaitu konflik yang menghambat kinerja kelompok.

Secara spesifik, ada tiga tipe konflik:

 Konflik tugas, yaitu berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan.


 Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan antarpersonal.
 Konflik proses, berhubungan dengan bagaimana suatu pekerjaan
dilaksanakan.

PROSES KONFLIK

Proses Konflik (conflict process) dapat dipahami sebagai sebuah proses yang
terdiri atas lima tahapan: potensi pertentang atau ketidakselarasan, kognisi dan
personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.

TAHAP I: POTENSI PERTENTANGAN ATAU KETIDAKSELARASAN

Tahap pertama dalam proses konflik adalah munculnya kondisi-kondisi yang


menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak mesti
mengarah langsung ke konflik, tetapi salah satu darinya diperlukan jika konflik
hendak muncul. Secara sederhana, kondisi-kondisi tersebut (yang juga bisa
dipandang sebagai sebab atau sumber konflik) dapat dipadatkan ke dalam tiga
kategori umum: komunikasi, struktur, dan variable-variabel pribadi.
Komunikasi. Hambatan dalam komunikasi bisa disebabkan oleh fakor visual,
auditorial, sentuhan, bau, dan sikap. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
konotasi kata dapat menimbulkan makna yang berbeda, jargon, pertukaran informasi
yang tidak memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan
hambatan komunikasi dan kondisi potential pendahulu yang menimbulkan konflik.
Bukti memperlihatkan bahwa kesulitan semantic muncul sebagai akibat dari
perbedaan dalam pelatihan, persepsi selektif, dan informasi yang tidak memadai
mengenai orang lain. penelitian lebih jauh telah memperlihatkan temuan yang
mengejutkan. Potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau terlalu
banyak komunikasi. Terlalu banyak dan juga terlalu sedikit komunikasi dapat
menjadi dasar bagi timbulnya konflik.

Lebih jauh, saluran yang dipilih untuk komunikasi bisa mempengaruhi tingkat potensi
pertentangan. Proses penyaringan atau filterisasi yang terjadi ketika informasi
disampaikan diantara para anggota dan penyimpangan komunikasi atau distorsi dari
saluran-saluran formal atau yang dibangun sebelumnya juga membuka keran
peluang munculnya konflik.

Struktur. Istilah struktur digunakan untuk mencakup variabel-variabel seperti


ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota
kelompok, kejelasan yuridiksi, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok.
Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang
merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-
kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Masa kerja dan
konflik diketahui berkorelasi terbalik. Potensi konflik cenderung paling tinggi jika
anggota-anggota kelompok lebih muda dan ketika tingkat perputaran karyawan
tinggi. Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat di mana letak
tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik. Ambiguitas
yurusdiksional semacam ini meningkatkan potensi pertikaian antarkelompok untuk
memperebutkan kendali atas sumber daya dan wilayah teritorial. Kelompok-
kelompok dalam organisasi memiliki tujuan yang beragam. Beragamnya tujuan di
antara kelompok-kelompok ini merupakan salah satu sumber utama konflik. Ketika
kelompok-kelompok dalam sebuah organisasi mengejar tujuan yang beragam, yang
sebagian saling bertentangan, peluang terjadinya konflik pun akan meningkat.

Ada indikasi bahwa gaya kepemimpinan yang melekat meningkatkan potensi konflik,
tetapi bukti pendukungnya tidak terlalu kuat. Terlalu mengandalkan partisipasi juga
dapat merangsang konflik. Penelitian cenderung menemukan bahwa partisipasi dan
konflik sangat berkorelasi, tentu karena partisipasi mendorong dipromosikannya
perbedaan. Sistem imbalan juga diketahui menciptakan konflik ketika perolehan
salah seorang anggota dipandang merugikan anggota lain. Terakhir, jika sebuah
kelompok bergantung pada kelompok lain (berlawanan dengan dua kelompok yang
saling mandiri) atau jika saling ketergantungan memungkinkan satu kelompok
mendapat hasil sembari merugikan kelompok lain, daya konflik pun akan
terangsang.

Variabel-variabel pribadi. Variabel variable pribadi adalah variable variable yang


meliputi kepribadian, emosi, dan nilai nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis
kepribadian tertentu,misalnya, individu yang sangat otoriter dan dogmatis memiliki
potensi memunculkan konflik. Emosi dapat juga menyebabkan konflik. Misalnya,
seorang karyawan yang dating kerja dengan marah karena perjalanan paginya tidak
mengenakkan dam mungkin membawa amarah itu ke dalam rapat dalam
perusahaannya. Amarah itu dapat menjengkelkan kolega koleganya. Yang
kemudian menyebabkan ketegangan dalam rapat. Nilai yang berbeda beda yang
dianut tiap tiap anggota dapat menjelaskan munculny konflik. Perbedaan nilai,
misalnya, merupakan penjelasan terbaik menyangkut beragam isu seperti
prasangka, ketidaksepakatan atas kontribusi seorang terhadap kelompok dan
imbalan yang layak diterima seseorang. Patut juga diperhatikan bahwa kultur dapat
menjadi sumber nilai yang bertentangan. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan
bahwa orang jepang dan amerika serikat memandang konflik secara berbeda.
Dibandingkan dengan para negosiator jepang, orng amerika lebih mungkin untuk
melihat tawaran dari mitra lawan mereka tidak layak dan lalu menolak tawaran
mereka tersebut.
TAHAP II : KOGNISI DAN PERSONALISASI

Sebagaimana telah disinggung dalam definisi mengenai konflik, diisyaratkan adanya


persepsi. Karena itu, salah satu pihak atau lebih haris menyadari adanya kondisi
kondisi anteseden atau pendahulu. Namun, karena suatu konflik yang dispersepsi
(perceived), tidak berarti bahwa konflim itu dipersonalisasi.Konflik dispersepsi adalah
kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi kondisi yang menciptakan
peluang munculnya konflik.

Ingatlah akan 2 hal yaitu :

1. Dalam Tahap II ini disinilah isu isu konflik biasanya didefinisikan. Pada
tahapan proses inilah, para pihak memutuskan konflik itu tentang apa dan
akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik.
2. Bahwa emosi memainkan peranan utama dalam membangun persepsi

TAHAP III : MAKSUD

Maksud (intentions) mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku
luaran mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Banyak konflik bertambah parah semata mata karena salah satu dari pihak salah
dalam memahami maksud lain. Selain itu, biasanya perbedaan yang besar antara
maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat
maksud seseorang.

5 Maksud penanganan konflik :

1. BERSAING (COMPETING)
Ketika seseorang brusaha memperjuangkan kepentingan sendiri, tanpa
mempedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik.
2. BEKERJA SAMA (COLLABORATING)
Ketika pihak yang berkonflik berkeinginan untuk bersama sama
memperjuangkan kepentingan kedua belah pihak, dan mengupayakan hasil
yang sama sama menguntungkan serta pencarian kesimpulan yang
menyertakan wawasan yang valid dari kedua belah pihak.
3. MENGHINDAR (AVAIDING)
Hasrat untuk menarik diri dari atau menekan sebuah konflik. Contoh dari
perilaku menghindar (avaiding) adalah mencoba mengabaikan suatu konflik
dan menghindari orang lain yang tidak bersepakat dengan diri sendiri.
4. AKOMODATIF (ACCOMODATING)
Kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan
lawannya diatas kepentingannya sendiri. Contoh dari akomodatif
(accommodating) adalah kesediaan untuk mengorbankan kepentingan diri
sendiri sehingga tujuan pihak lain dapat tercapai, mendukung pendapat orang
lain meskipun diri sendiri sebenarnya enggan, serta memaafkan seseorang
atas suatu pelanggaran dan membuka pintu bagi pelanggaran selanjutnya.
5. KOMPROMIS (COMPROMISING)
Suatu situasi dimana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia
mengalah dalam satu atau lain hal. Ketika masing-masing pihak yang
berkonflik berusaha mengalah dalam satu atau lain hal, terjadilah tindakan
berbagi yang mendatangkan kompromi. Ciri khas dari maksud kompromis
adalah bahwa masing-masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau
mengalah. Contohnya yaitu kesediaan dalam menerima kenaikan gaji 2 dollar
per jam dan bukannya 3 dollar, untuk menerima kesepakatan parsial dengan
sudut pandang tertentu, dan untuk mengaku turut bertanggung jawab atas
sebuah pelanggaran.

Dari maksud-maksud yang diuraikan diatas, dapat memberikan panduan umum bagi
para pihak yang berada dalam situasi konflik dimana panduan tersebut menentukan
tujuan dari masing-masing pihak. Akan tetapi, maksud orang tidak selalu sama.
Selama konflik itu masih berjalan, maksud itu bisa saja berubah karena
rekonseptualisasi atau reaksi emosional terhadap perilaku pihak lain. Jadi lebih tepat
memandang memandang kelima maksud penanganan konflik itu relatif pasti
daripada memandangnya sebagai sekumpulan pilihan untuk menyesuaikan dengan
situasi yang semestinya. Artinya ketika berhadapan dengan konflik, sebagian orang
ingin menanganinya apa pun bayarannya, sebagian ingin mencari solusi yang
optimal, sebagian ingin “cuci tangan”, sebagian lainnya ingin membantu, dan
sebagian lainnya ingin “berbagi perbedaan”.
TAHAP IV: PERILAKU

Ketika berpikir tentang situasi konflik, maka sebagian besar orang akan cenderung
memusatkan perhatian mereka pada Tahap IV yaitu perilaku. Tahap perilaku ini
meliputi pernyataan, aksi, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan
maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang
berbeda dari maksud. Sebagai akibat dari salah perhitungan atau ketrampilan
operasional yang rendah, perilaku yang tampak terkadang menyimpang dari maksud
semula.

Jika suatu konflik bersifat disfungsional, apa yang dapat dilakukan oleh para pihak
untuk meredakannya? Atau, sebaliknya, pilihan apa yang tersedia jika konflik terlalu
rendah dan perlu dieskalasi? Hal ini akan menuntun pada teknik-teknik manajemen
konflik (conflict management). Manajemen konflik merupakan pemanfaatan dari
teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang
diinginkan.

Teknik-Teknik Penyelesaian Konflik

Pemecahan Masalah Pertemuan tatap muka pihak-pihak yang berkonflik untuk


mengidentifikasi masalah dan menyelesaikannya melalui
diskusi terbuka.

Tujuan Superordinat Menetapkan tujuan bersama yang tidak dapat dicapai


tanpa kerja sama dari setiap pihak yang berkonflik.

Ekspansi Sumber Daya Ketika sebuah konflik timbul karena kelangkaan sumber
daya-katakan uang, promosi, kesempatan ruang kantor-
ekspansi sumber daya dapat menciptakan solusi yang
saling menguntungkan.

Penghindaran Penarikan diri dari, atau penyembunyian, konflik.

Memperhalus Meminimalkan perbedaan sembari menekankan


kepentingan bersama diantara pihak-pihak yang
berkonflik.
Berkompromi Masing-masing pihak yang berkonflik
menyerahkan sesuatu yang bernilai.

Perintah Otoritatif Manajemen menggunakan wewenang formalnya


untuk menyelesaikan konflik dan kemudian
menyampaikan keinginannya kepada pihak-pihak
yang terlibat.

Mengubah Variabel Manusia Menggunakan teknik-teknik perubahan perilaku


seperti pelatihan hubungan insani untuk
mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan
konflik.

Mengubah Variabel Struktural Mengubah struktur organisasi formal dan pola-pola


interaksi dari pihak-pihak yang berkonflik melalui
rancang ulang pekerjaan, pemindahan, penciptaan
posisi koordinasi, dan sebagainya.

Teknik-Teknik Stimulasi Konflik

Komunikasi Menggunakan pesan-pesan ambigu atau yang sifatnya mengancam


untuk menaikkan tingkat konflik.

Memasukkan Orang Luar Menambahkan karyawan ke suatu kelompok


dengan latar belakang, nilai-nilai, sikap, atau gaya
manajerialnya berbeda dari anggota-anggota yang
ada sekarang.

Restrukturisasi Organisasi Menata ulang kelompok-kelompok kerja,


mengubah aturan dan ketentuan, meningkatkan
kesalingtergantungan, dan membuat perubahan
struktural yang diperlukan untuk menggoyang
status quo.

Membuat Kambing Hitam Menunjuk seorang pengkritik untuk secara sengaja


mendebat posisi mayoritas yang digenggam oleh
kelompok.
TAHAP V: AKIBAT

Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi.


Akibat atau konsekuensi ini bisa bersifat fungsional dalam arti konflik tersebut
menghasilkan perbaikan kinerja kelompok atau juga bisa bersifat disfungsional
karena justru menghambat kinerja kelompok.

AKIBAT FUNGSIONAL

Konflik bersifat konstruktif ketika hal itu memperbaiki kualitas keputusan,


merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan keingintahuan diantara
anggota kelompok, meyediakan media atasu sarana untuk mengungkapkan
masalah dan menurunkan ketegangan serta mendorong evaluasi diri dan
perubahan. Konflik menutup kemungkinan kelompok menjadi pasif dan sekedar
menjadi “lembaga stempel” terhadap berbagai keputusan yang didasarkan asumsi
yg lembah dan pertimbangan yang kurang memadai terhadap alternatif yang relevan
atau kelemahan kelemahan lain. Konflik dapat mendorong dikemukakannya ide-ide
baru, peninjauan ulang tujuan dan kegiatan kelompok, serta meningkatan
kemampuan kelompok menanggapi perubahan. Perbandingan enam keputusan
yang dibuat oleh empat presiden Amerika menemukan bahwa konflik menurunkan
peluang pemikiran kelompok menguasai keputusan kebijakan. Artinya kebijakan
menjadi lebih baik. Ada juga bukti yang menunjukkan bahwa konflik terkait positif
dengan produktivitas dimana rata-rata perbaikan keputusan diantara kelompok-
kelompok dengan tingkat konflik tinggi 73% lebih besar daripada perbaikan dari
kelompok dengan tingkat konflik rendah.

Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih


besar bagi organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antar
anggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki
kualitas keputusan dan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan
fleksibilitas anggota.
AKIBAT DISFUNGSIONAL

Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang


menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada
kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan
tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan
subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antar anggota bahkan bisa
sampaik menghentikan kelompok yang sedang berjalan.

MENCIPTAKAN KONFLIK FUNGSIONAL

Dalam situasi persaingan global dewasa ini organisai yang tidak mendorong dan
tidak mendukung pebedaan bisa terancam kelangsungan hidupnya. Yang menjadi
pertanyaan bagi para manager adalah apa yang harus dilakukan untuk
memunculkan dan memelihara konflik agar funsional. Salah satu cara organisasi
menciptakan konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan kepada orang
yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik.
Selanjutnya yang menjadi tantangan bagi para manajer adalah apakan mereka mau
mendengar sesuatu tidak ingin mereka dengar. Mereka harus belajar menerima
sesuatu tanpa menciptakan konfrontasi.

Beberapa contoh pendekatan yang digunakan oleh organisasi untuk mendorong


anggota- anggota mereka menantang sistem dan mengembangkan ide-ide baru nan
segar:

Hewlett- Packard

Memberi penghargaan kepada dissenters (orang yang memiliki pendapat berbeda)


dengan cara mengakui keberadaan dan kontribusi mereka dan kepada orang –
orang yang mempertahankan ide-ide mereka meskipun ide – ide tersebut sudah
berulang kali ditolak oleh management.

Herman Miller Inc

Memiliki system formal dimana karyawan dapat mengevaluasi dan mengkritik atasan
mereka
IBM

Memiliki system formal yang mendorong perbedaan. Para karyawan berhak menilai
dan mengkritik atasan mereka tanpa perlu takut kena hukuman. Jika perbedaan
tidak dapat terselesaikan, system tersebut memberi peluang kepada pihak ketiga
untuk memberikan nasehat atau saran.

Royal Dutch Shell Group, General Electric, Anheuser- Busch

Memunculkan Devil’s Advocates (lawan tanding yang tidak selalu mengiyakan apa
yang diyakini bersama) di dalam proses pengambilan keputusan mereka.

 NEGOSIASI

Negosiasi adalah sebuah proses dimana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran
barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.

Terdapat 2 (dua) pendekatan umum terhadap negosiasi:

1. TAWAR MENAWAR DISTRIBUTIF (DISTRIBUTIVE BARGAINING)

Ciri yang paling jelas ditunjukan bahwa strategi ini berjalan dibawah zero-sum. Itu
artinya, perolehan apapun yang saya dapatkan adalah dengan mengurbankan Anda,
dan sebaliknya. Jadi hakikat tawar-menawar distributif adalah menegosiasikan siapa
mendapat bagian apa dari sebuah kue yang besarnya sama dan tetap (fixed pie).
Dengan kue itu, yang kami maksudkan adalah bahwa tiap-tiap pihak yang saling
menawar meyakini hanya ada sejumlah barang atau jasa untuk dibagi. Karena itu,
kue tetap adalah permainan zero-sum dalam arti bahwa setiap 1 dollar di saku salah
satu pihak adalah 1 dollar yang keluar dari saku lawan tawar mereka. Ketika para
pihak meyakini kuenya tetap maka cenderungan melakukan penawaran distributif.
Contoh yang bisa diambil adalah negosiasi buruh – manajemen mengenai upah.
2. TAWAR MENAWAR INTEGRATIF (INTEGRATIVE BARGAINING)

Berkebalikan dengan tawar-menawar distributive, tawar-menawar integrative


dilakukan atas dasar asumsi bahwa ada satu penyelesaian atau lebih, yang dapat
menciptakan “win–win solution” atau saling menguntungkan. Dalam lingkungan
intraorganisasi, tawar-menawar integrative lebih dipilih daripada negosiasi
distributive. Hal ini terjadi karena negosiasi integrative menjaga hubungan jangka
panjang. Tawar-Menawar integrative mengikat para perunding sekaligus
memungkinkan mereka untuk meninggalkan meja perundingan dengan perasaan
kemenangan.

Tawar-Menawar integratif jarang terlihat dalam sebuah organisasi karena terletak


pada syarat-syarat yang dibutuhkan agar negosiasi semacam ini berjalan. Syarat-
syarat tersebut meliputi :

1. Pihak-pihak yang terbuka pada informasi


2. Jujur dengan kepentingan mereka
3. Kepekaan kedua pihak terhadap kebutuhan pihak lain
4. Kemampuan untuk saling percaya
5. Kesediaan kedua pihak menjaga fleksibilitas

Negosiasi dalam sebuah organisasi biasanya berupa dinamika asal saya senang.
Beberapa cara untuk mencapai hasil yang lebih integrative:

Tawar-Menawar dalam Tim


Semakin banyak orang yang duduk di meja perundingan semakin banyak ide
yang muncul
Mengajukan lebih banyak persoalan,
Semakin banyak persoalan yang diajukan dalam negosiasi terselesaikan,
semakin besar peluang untuk mencoba mencari solusi yang saling
menguntungkan dalam berbagai persoalan lain yang mengandung perbedaan
preferensi.
Perlu disadari bahwa kompromi bisa menjadi musuh terburuk dalam
menegosiasikan kesepakatan yang saling menguntungkan. Ini dikarenakan
kompromi (mengalah) menurunkan tekanan untuk melakukan negosiasi
secara integrative. Jika salah satu pihak mudah mengalah, tidak ada yang
menjadi kreatif dalam usaha mencapai penyelesaian.

PROSES NEGOSIASI

Dalam pembahasan ini menyebutkan negosiasi tersusun atas lima tahap, yaitu :

1. Persiapan dan Perencanaan

2. Penentuan Aturan Dasar

3. Klarifikasi dan Justifikasi

4. Tawar Menawar dan Pemecahan Masalah

5. Penutupan dan Implementasi

Persiapan dan Perencanaa. Berisi tentang pertanyaan – pertanyaan awal yang


akan muncul dalam suatu tahap negosiasi diantaranya : apa hakikat, dan sejarahnya
sehingga harus melakukan negosiasi, serta siapa yang akan terlibat dan bagaimana
persepsi mereka tentang konflik tersebut. Dan apakah tujuan dan keinginan dalam
negosiasi tersebut. Sebagai negosiator yang baik kita harus bisa memprediksi
Alternatif Terbaik untuk Kesepakatan Negosiasi (Best Alternative To a Negoiated
Agrement) yang di sebut juga dengan nama BATNA, yaitu alternatif terbaik bagi
sebuah kesepakatan negosiasi, nilai terndah yang dpat di terimah bagi seorang
individu untuk sebuah kesepakatan negosiasi.

Definisi aturan-aturan dasar Setelah pertanyaan pada bagian pertama


terselesaikan maka muncul lagi pertanyaan selanjutnya yaitu : siapa yang
melakukan, dimana akan di lakukan, kendala apa yang akan muncul, batasan
persoalan, dan prosedur yang akan di tempu jika terjadi kebuntuan negosiasi. Dalam
fase ini, para pihak akan juga bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.

Penjelasan dan pembenaran. Inilah titik dimana kemungkinan perlu memberikan


segala dokumen kepada pihak lain yang kiranya dapat membantu posisi kita dalam
tahapan negosiasi tersebut ketika posisi awal saling di pertukarkan, dan kedua belah
pihak akan memaparkan, menguatkan, mengkalrifikasi, memperthankan, dan
menjustifikasi tuntutan awal.

Tawar-menawar dalam masalah. Hakikat proses negosiasi terletak pada tindakan


memberi dan menerima yang sesungguhnya dalam rangka mencari suatu
kesepakatan. Di sinilah konsensi tidak di ragukan lagi perlu di buat oleh kedua belah
pihak.

Penutupan dalam implementasi.Tahap akhir dalam proses negosiasi adalah


memformalkan kesepakatan yang telah di buat serta menyusun prosedur yang di
perlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksanaan. Dalam setiap
kesepakatan negosiasi mensyaratkan tentang hal – hal spesifik dalam hal kontrak
formal, tapi dalam kebanyakan kasus proses kesepakatan hanya di tandai dengan
sekedar berjabat tangan.

ISU - ISU DALAM NEGOSIASI

Peran Suasana Hati Dan Sifat Kepribadian Dalam Negosiasi. Suasana hati
penting dalam negosiasi. Para perunding yang suasana hatinya positif memperoleh
hasil yang lebih baik daripada mereka yang suasana hatinya biasa-biasa saja. Hasil
penelitian terhadap hubungan kepribadian-negosiasi menunjukkan bahwa sifat-sifat
kepribadian tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap proses hasil
negosiasi. Ego yang besar juga dapat mempengaruhi negosiasi. Individu-individu
yang berpikir untuk menyelamatkan mukanya sendiri memiliki kemungkinan yang
lebih kecil untuk mencapai kesepakatan daripada mereka yang kurang peduli untuk
sukses. Jadi, orang yang mampu melepas ego mereka sendiri mampu
menegosiasikan kesepakatan secara lebih baik bagi mereka dan bagi pihak lain,
baik situasi tawar menawarnya distributif dan integratif.

Perbedaan Gender dalam Negosiasi. Stereotip populer yang dianut banyak orang
mengatakan bahwa kaum perempuan lebih kooperatif dan menyenangkan dalam
negosiasi daripada kaum laki-laki. Namun laki-laki ditemukan mampu
menegosiasikan hasil yang lebih baik daripada perempuan, meskipun perbedaanya
relatif kecil. Keyakinan bahwa perempuan lebih menyenangkan daripada laki-laki
dalam negosiasi barangkali karena persoalan gender yang membingungkan dan
lebih rendahnya posisi yang dipegang kaum perempuan di kebanyakan organisasi
besar. Sedangkan dalam situasi dimana perempuan dan laki-laki memiliki basis
kekuasaan yang sama, rasanya tidak akan ada perbedaan yang signifikan dalam
gaya negosiasi mereka.

Konteks kultur dalam negosiasi. Secara signifikan mempengaruhi jumlah dan


jenis persiapan untuk tawar menawar, penekanan relative pada tugas dibanding
hubungan antar personal, taktik yang digunakan, dan bahkan dimana negosiasi itu
dilaksanakan. Sebagai ilustrasi mari kita perhatikan dua studi yang membandingkan
pengaruh kultur terhadap negosiasi bisnis bisnis :

1. Studi pertama membandingkan orang Amerika Utara, Arab dan Rusia dalam
factor gaya bernegosiasi, cara menghadapi argument lawan, pendekatan
untuk menghasilkan konsensi dan negosiasi dengan waktu yang ditentukan.
a. Amerika Utara : mencoba membujuk dengan mengandalkan fakta dan
logika, menangkis argument dengan fakta dan logika, membuat konsensi
diawal negosiasi untuk membangun hubungan dan biasanya membalas
konsensi lawan, dan tenggat waktu sangat penting.
b. Arab : membujuk lawan dengan emosi, menangkis argument lawan
dengan perasaan subjektif, membuat konsensi sepanjang proses tawar
menawar dan hampir selalu membalas konsensi lawan, dan
memperlakukan tenggat waktu dengan santai.
c. Rusia : mendasarkan argument mereka pada standar yang tegas,
membuat sedikit, bila ada, konsensi. Konsensi apapun yang ditawrkan
lawan dipandang sebagai suatu kelemahan dan hamper tak pernah
dibalas. Cenderung mengabaikan tenggat waktu.
2. Studi kedua mengamati taktik negosiasi verbal dan non verbal antara orang
Amerika Utara, Jepang dan Brasil selama sesi perundingan berdurasi 30
menit.
a. Orang Brasil rata-rata mengatakan ‘tidak” 83 kali dibandingkan Jepang 5
kali dan Amerika Utara 9 kali.
b. Jepang menampilkan sikap diam selama lebih dari 10 detik selama lebih
dari 5 periode, Amerika Utara 3,5 kali, dan Brasil tidak sama sekali.
c. Jepang dan Amerika Utara mengintrupsi lawan mereka dengan frekuensi
yang sama, tetapi Brasil mengintrupsi lawan mereka 2,5 sampai 3 kali
lebih banyak.
d. Jepang dan Amerika Utara tidak mempunyai kontak fisik dengan lawan
mereka selama negosiasi kecuali berjabat tangan, tapi orang Brasil saling
menyentuh hampir 5 kali setiap setengah jam.

NEGOSIASI PIHAK KETIGA. Ada 4 peran pokok pihak ketiga yaitu :

1. Mediator
Pihak ketiga yang bersikap netral yang memfasilitasi negosiasi solusi dengan
menggunakan penalaran dan persuasi, menyodorkan alternative dan
semacamnya. Mediator banyak digunakan dalam negosiasi buruh-
manajemen dan dalam sengketa perdata.
2. Arbitrator
Pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk menentukan kesepakatan.
Arbitrase bisa bersifat sukarela (diminta) atau wajib (dipaksakan kepada para
pihak berdasarkan undang-undang atau kontrak yang berlaku). Kelebihannya
dibanding mediasi adalah menghasilkan penyelesaian.
3. Konsiliator
Pihak ketiga yang dipercaya untuk membangun relasi komunikasi informal
antara perunding dan lawannya.
4. Konsultan
Pihak ketiga yang terlatih dan tidak berpihak yang berupaya memfasilitasi
pemecahan masalah melalui komunikasi, analisis, dengan dibantu
pengetahuan mereka mengenai manajemen konflik.

Anda mungkin juga menyukai