Anda di halaman 1dari 13

KONFLIK

Konflik atau pertikaian secara estimologi berasal dari kata kerja Latin yaitu "con" yang

artinya bersama dan "fligere" yang artinya benturan atau bertabrakan.[1] Secara umum,

konflik merupakan suatu peristiwa atau fenomena sosial di mana terjadi pertentangan atau

pertikaian baik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan

kelompok, maupun kelompok dengan pemerintah.[2]

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami

konflik antara anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan

hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.

Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, pengetahuan, adat

istiadat, keyakinan, gagasan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual

dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan

tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau

dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan

hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus

di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi

yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.


Definisi Konflik[sunting | sunting sumber]

Konflik menurut Stephen W. Robbin[sunting | sunting sumber]

Robbin mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu

pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di

sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
[3]
Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan

bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus

dihindari. Konflik disetarakan dengan istilah kekerasan (violence),

kerusakan (destruction), dan tidak rasional (irrationality). Konflik ini

merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang

kepercayaan, keterbukaan di antara orang–orang, dan kegagalaan manajer

untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View). Pandangan ini

menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar

terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu

yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti

terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu,

konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong

peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan

sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh

kelompok atau organisasi.

3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung

mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini


disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi

cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh

karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat

minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok

tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

Konflik menurut Stoner dan Freeman[sunting | sunting sumber]

Stoner dan Freeman membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional

dan pandangan modern:[4]

1. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini

disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian

tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal,

konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan

manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan

ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.

2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak

faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai,

dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai

tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas

mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai

tujuan bersama.

Konflik menurut Lewis A. Coser[sunting | sunting sumber]

Menurut Coser dalam tulisannya yang berjudul The Functions of Social Conflict, ia

mendefinisikan konflik sebagai perebutan nilai dan klaim atas status, kekuasaan, dan sumber

daya yang langka di mana tujuan lawannya adalah untuk menetralkan, melukai atau
melumpuhkan pihak yang menjadi lawan. Coser juga berpendapat bahwa konflik merupakan

proses yang bersifat instrumental dalam membentuk, menyatukan, dan memelihara struktur

sosial.[5] Terjadinya konflik diantara satu kelompok dengan kelompok yang lain dapat

memperkuat dan melindungi identitas kelompok sehingga tidak melebur dengan dunia sosial

sekelilingnya. Tidak terjadinya konflik di dalam suatu kelompok menunjukkan integrasi

kelompok yang lemah dengan masyarakat.[5] Coser menganggap bahwa konflik tidak bisa

hanya dipandang dalam pandangan negatif saja karena perbedaan adalah suatu hal yang

normal yang sebenarnya berdampak pada memperkuat struktur sosial. Dengan begitu, Coser

menolak pandangan bahwa tidak adanya konflik yang terjadi dalam suatu kelompok menjadi

indikator kekuatan dan kestabilan dari suatu hubungan.

Konflik menurut ahli lainnya[sunting | sunting sumber]

1. Soerjono Soekanto memberikan definisi konflik sebagai proses pencapaian

tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan, tanpa memperhatikan norma

dan nilai yang berlaku.

2. Paul Conn berpendapat bahwa konflik merupakan sebuah aktivitas yang

bertujuan untuk mempengaruhi proses dari pembentukan dan pelaksanaan

kebijakan sebagai sebuah upaya untuk mendapatkan atau mempertahankan

nilai-nilai.[6]

3. Robert Lawang berpendapat bahwa konflik dapat diartikan sebagai benturan

kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lain dalam

proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial

dan budaya) yang relatif terbatas.[7] Menurutnya, konflik juga dapat diartikan

sebagai sebuah perjuangan dalam memperoleh nilai, status, kekuasaan, dan


sebagainya yang mana tujuan dari konflik itu sendiri bukan hanya untuk

memperoleh keuntungan namun untuk menundukkan lawannya.[7]

4. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini

dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus

mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik

mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi

yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi

yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama

untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik

(1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga

diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan,

yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik

tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara

dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’

antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang

mengandung amarah.

5. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber

pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan

bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu

kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk,

tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan

pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara

menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali pada masa

yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila

sewaktu – waktu terjadi kembali.


Teori-teori konflik[sunting | sunting sumber]

Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C.

Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang

pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.

Penyebab konflik[sunting | sunting sumber]

Ada beberapa penyebab yang bisa menyebabkan terjadinya konflik sosial dalam kehidupan

masyarakat. Penyebab konflik, yaitu:[8]

Perbedaan antar perorangan[sunting | sunting sumber]

Perbedaan antar perorangan dapat berupa perbedaan perasaan, pendirian, atau pendapat.

Karena setiap manusia pastinya tidak pernah ada kesamaan yang baku antara orang yang satu

dengan yang lain. Perbedaan kebiasaan dan perasaan dapat menimbulkan kebencian dan

amarah sebagai awal timbulnya konflik.[8]

Perbedaan kebudayaan[sunting | sunting sumber]

Setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, seperti perilaku atau tata sikap.

Konflik bisa terjadi karena kelainan tata sikap dan perilaku sosialnya. Jika tidak ada titik

temu atau kesepakatan akan konflik akan meluas.

Perbedaan kebudayaan identik dengan daerah yang berbeda. Tidak menutup kemungkinan

mereka yang berasal dari daerah yang sama memiliki kebudayaan yang berbeda karena

kebudayaan lingkungan keluarga yang membesarkannya tidaklah sama.

Adanya perbedaan latar belakang kebudayaan bisa membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.

Pemikiran dan pendirian yang berbeda akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang

dapat memicu konflik bahkan kekerasan sosial.[8]


Perbedaan kepentingan[sunting | sunting sumber]

Adanya perbedaan kepentingan bisa menjadi munculnya konflik sosial. Karena kepentingan

itu sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup itu sendiri.

Ketika individu berhasil memenuhi kepentingannya, maka akan merasakan kepuasan.

Sebaliknya ketika mengalami kegagalan dalam memenuhi kepentingannya maka akan

menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun lingkungannya.[8]

Perubahan yang terlalu cepat[sunting | sunting sumber]

Konflik sosial bisa terjadi dampak dari revolusi atau perubahan sosial yang terlalu cepat

di masyarakat.

Konflik adalah salah satu penyebab perubahan sosial yang cepat di atas. Bila kasus revolusi

dijadikan acuan, konflik adalah faktor penggerak revolusi.

Sebuah revolusi biasanya diawali oleh rentetan atau gelombang aksi-aksi demonstrasi yang

dilakukan oleh sekelompok orang.

Perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan mendadak akan membuat keguncangan di

masyarakat.

Bahkan bisa terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap

mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.[8]

Jenis-jenis konflik[sunting | sunting sumber]

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 7 macam :

 Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-

peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))

 Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar geng).


 Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).

 Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)

 Konflik antar atau tidak antar agama

 Konflik antar politik.

 konflik individu dengan kelompok

Selain itu terdapat berbagai macam konflik yang dikelompokkan dalam beberapa jenis antara

lain sebagai berikut:[9]

Macam-macam konflik berdasarkan pihak yang terlibat di dalamnya[sunting | sunting

sumber]

 Konflik dalam diri individu (conflict within the individual), adalah konflik yang

terjadi karena memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan

tugas yang terlampau banyak untuk di tinggalkan.

 Konflik antar-individu (conflict among individual), adalah konflik yang terjadi

karena adanya perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu

yang lainnya.

 Konflik antar individu dan kelompok (conflict among individual and groups),

adalah konflik yang terjadi karena terdapat individu yang gagal beradaptasi

dengan norma-norma kelompok dimana tempat ia bekerja.

 Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in

the same organization) adalah konflik yang terjadi karena setiap kelompok

memiliki tujuan tersendiri dan berbeda yang ingin di capai.

 Konflik antar organisasi (conflict among organization), adalah konflik yang

terjadi karena tindakan yang dilakukan oleh anggota organisasi yang

menimbulkan dampak negatif bagi anggota organisasi lain.


 Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individual

in different organization), adalah konflik yang terjadi karena sikap atau perilaku

anggota organisasi yang berdampak negatif anggota organisasi lain.

Macam-macam konflik berdasarkan fungsinya[sunting | sunting sumber]

 Konflik konstruktif, adalah konflik yang mempunyai nilai positif kepada

pengembangan organisasi. Konflik konstruktif menimbulkan keuntungan-

keuntungan bagi individu maupun kelompok anak rumah antara lain sebagai

berikut: meningkatkan inisiatif dan kreativitas individu atau kelompok anak,

mereka akan berusaha bekerja dengan cara-cara baru yang lebih baik; intensitas

usaha semakin meningkat, perasaan apatis teratasi, individu atau kelompok yang

terlibat akan bekerja lebih keras lagi; ikatan atau kohesi semakin kuat, konflik

dapat memperkuat identitas kelompok dan komitmen untuk mencapai tujuan

bersama kelompok; serta surutnya ketegangan pribadi.

 Konflik destruktif, adalah konflik yang memiliki dampak negatif kepada

pengembangan organisasi. Konflik destruktif menimbulkan kerugian bagi

individu, kelompok maupun organisasi-organisasi yang terlibat di dalamnya.

Konflik demikian terjadi misalnya, dua orang yang bertetangga tidak dapat rukun

karena diantara mereka terjangkit perasaan tidak senang atau apabila anggota

sebuah organisasi tidak dapat mencapai penyesuaian paham tentang tujuan pokok

organisasi.

Macam-macam konflik berdasarkan posisi seseorang dalam struktur

organisasi[sunting | sunting sumber]

 Konflik vertikal, adalah konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki

jabatan yang tidak sama dengan dalam organisasi.


 Konflik horizontal, adalah konflik yang terjadi karena memiliki

kedudukan/jabatan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Contoh konflik

horizontal adalah konflik antar para petinggi partai demokrat.

 Konflik garis staf, adalah konflik yang terjadi karyawan yang memegang posisi

komando, dengan pejabat staf sebagai penasehat dalam organisasi.

 Konflik peran, adalah konflik yang terjadi karena individu memiliki peran yang

lebih dari satu.

Macam-macam konflik berdasarkan dampak yang timbul[sunting | sunting sumber]

 Konflik fungsional, adalah konflik yang memberikan manfaat atau keuntungan

bagi organisasi yang dapat dikelola dan dikendalikan dengan baik.

 Konflik Infungsional, adalah konflik yang dampaknya merugikan orang lain.

Macam-macam konflik berdasarkan sumber konflik[sunting | sunting sumber]

 Konflik tujuan, adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan individu,

organisasi atau kelompok yang memunculkan konflik

 Konflik peranan, adalah konflik yang terjadi karena terdapat peran yang lebih dari

satu.

 Konflik nilai, adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan nilai yang

dianut oleh seseorang berbeda dengan nilai yang dianut oleh organisasi atau

kelompok.

 Konflik kebijakan, adalah konflik yang terjadi karena individu atau kelompok

tidak sependapat dengan kebijakan yang diambil oleh organisasi.


Macam-macam konflik berdasarkan bentuknya[sunting | sunting sumber]

 Konflik realistis, adalah konflik yang terjadi karena kekecewaan individu atau

kelompok atas tuntutannya.

 Konflik nonrealistif, adalah konflik yang terjadi karena kebutuhan yang

meredakan ketegangan.

Macam-macam konflik berdasarkan tempat terjadinya[sunting | sunting sumber]

 Konflik in-group, adalah konflik yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat

sendiri

 Konflik out-group, adalah konflik yang terjadi antara suatu kelompok atau

masyarakat dengan suatu kelompok atau masyarakat lain.

Akibat konflik[sunting | sunting sumber]

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

 Konflik dapat meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang

mengalami konflik dengan kelompok lain.

 Konflik dapat menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan

norma-norma yang baru.

 Konflik berfungsi sebagai alat perubahan sosial, misalnya anggota-anggota

kelompok atau masyarakat yang berseteru akan menilai dirinya sendiri dan

mungkin akan terjadi perubahan dalam dirinya.

 Konflik menciptakan kompromi baru apabila pihak yang berkonflik berada pada

kekuatan yang seimbang.

 keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.


 perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci,

saling curiga dll.

 kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.

 dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat menghasilkan

respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan

kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan

hipotesis sebagai berikut:

 Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan

percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

 Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan

percobaan untuk "memenangkan" konflik.

 Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan

yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.

 Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan

untuk menghindari konflik.

Contoh konflik[sunting | sunting sumber]

 Konflik Vietnam berubah menjadi perang.

 Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga

timbul kekerasan. hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.

 Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah

lainnya.
 Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini

termasuk perang di Kosovo dan genosida di Rwanda.

Anda mungkin juga menyukai