Anda di halaman 1dari 6

MENGATASI KONFLIK DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Konflik yang terjadi dalam sebuah manajemen tidak selalu harus diartika negatif, bisa jadi
konflik itu memang sengaja dimunculkan untuk menciptakan dinamika dalam majanemen.
dengan tujuan meningkatkan etos kerja dan daya saing antar pegawai.

A. PENGERTIAN KONFLIK

Sebagai makhluk sosial, sejumlah individu akan berkumpul membentuk kelompok


tertentu berdasarkan kesamaan, misalnya kesamaan dalam hal tujuan, latar belakang
pendidikan, sosial ekonomi, pengalaman,rasial dan kesukaan (hobi). Sejumlah kesamaan
tersebut, pada saatnya akan menumbuhkan ikatan perasaan senasib sepenanggungan,
yang akhirnya berkumpul dan mengadakan ikatan tertentu dalam bentuk kelompok
khusus. Mereka memberi nama bagi masing-masing kelompoknya, agar bisa
membedakan dari yang lain. Setiap anggota kelompok merasa saling membutuhkan
untuk bertukar pikiran, berbagi rasa, dan menampilkan kekuatan potensialnya masing-
masing.

Di antara anggota akan tampil seseorang yang paling menonjol, untuk selanjutnya
menjadi seorang pemimpin yang akan membawa dan mempengaruhi anggota
kelompoknya ke arah yang diinginkan. Sementara itu, anggota lainnya akan segera
mengambil perannya sebagai anggota kelompok. Inilah embrio bagi tumbuhnya
organisasi-organisasi yang lebih profesional. Agar setiap organisasi berfungsi secara
efektif, individu dan kelompok yang saling bergantung harus membentuk hubungan kerja
dalam lingkungan batas organisasi, di antara orang-orang secara individual dan diantara
kelompok. Individu dan kelompok dapat bergantung satu sama lain untuk memperoleh
informasi, bantuan atau tindakan yang terkoordinasi. Ketergantungan semacam itu dapat
membantu perkembangan kerja sama dan konflik. Terdapat perbedaan pandangan para
pakar dalam mengartikan konflik. Setidaknya ada tiga kelompok pendekatan dalam
mengartikan konflik, yaitu pendekatan individu, pendekatan organisasi, dan pendekatan
sosial.

Pengertian konflik yang mengacu kepada pendekatan individu antara lain dikemukakan
oleh Ruchyat dan Winardi. Ruchyat mengemukakan konflik individu adalah konflik yang
terjadi dalam diri seseorang. Senada dengan pendapat ini Winardi mengemukakan konflik
individu adalah konflik yang terjadi dalam individu yang berangkutan. Hal ini terjadi jika
individu: (1) harus memilih antara dua macam alternatif positif dan yang sama-sama
memiliki daya tarik yang sama, (2) harus memilih antara dua macam alternatif negatif yang
sama tidak memiliki daya tarik sama sekali, dan (3) harus mengambil keputusan
sehubungan dengan sebuah alternatif yang memiliki konsekuensi positif maupun negatif
yang berkaitan dengannya.

Pengertian konflik yang mengacu pada pendekatan sosial adalah seperti yang
dikemukakan aleh Cummings dan Alisjahbana. Cummings mendefinisikan konflik sebagai
suatu proses interaksi sosial, dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih
berbeda atau bertentangan dalam pendapat dan tujuan mereka. Alisjahbana mengartikan
konflik sebagai perbedaan pendapat dan pandangan di antara kelompok-kelompok
massyarakat yang akan mencapai nilai yang sama.

Pengertian konflik yang mengacu kepada pendekatan organisasi antara lain dikemukakan
oleh para pakarberikut. Luthans mengartikan konflik sebagai ketidak sesuaian nilai atau
tujuan antara anggota kelompok organisasi. Dubrint mengartikan konflik sebagai
pertentangan antara individu atau kelompok yang dapat meningkatkan ketegangan
sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan. Sedangkan A.F Stoner
menyatakan bahwa konflik organisasi adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih
banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumberdaya yang
langka atau aktifitas kerja dan/atau pandangan yang berbeda.

Para anggota organisasi, atau submit-submit dalam rangka ketidaksesuaian paham


mereka, berupaya agar supaya kausa mereka sendiri ataupun pandangan mereka sendiri
lebih unggul dibandingkan dengan kausa ataupun pandangan pihak lain. Merujuk dari
semua definisi yang disebutkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konflik
merupakan suatu situasi penuh pertentangan yang menimbulkan tindakan-tindakan
bermusuhan atau balas membalas.
Definisi yang dikemukakan oleh Hellriegel dan Slocum, menunjukkan adanya tiga macam
tipe dasar konflik sebagai berikut:

1. Konflik tujuan (goal conflict), yang terjadi apabila hasil akhir yang diinginkan atau hasil
yang diprefensi, tidak bersifat kompatibel.
2. Konflik kognitif (cognitive conflict), yang muncul, apabila individu-individu menyadari
bahwa pemikiran mereka atau ide-ide mereka tidak konsisten saatu sama lain.
3. Konflik efektif, yang muncul apabila perasaan-perasaan atau emosi-emosi tidak
kompatibel satu sama lain.

Stephen P. Robbins, menyatakan tiga macam madzhab pemikiran tentang konflik


sebagai berikut:
1. Pandangan Tradisional
Pandangan yang dini tentang konflik adalah bahwa semua konflik buruk. Konflik
dipandang secara negatif, dan ia seringkali dinyatakan sinonim dengan kekerasan,
destruktif dan irisionalitas guna memperkuat konotasi negatifnya. Perdefinisi
konflik di anggap merugikan dan konflik perlu dihindari. Pandangan tersebut
memberikan suatu pendekatan sederhana dengan memperhatikan prilaku orang-
orang yang menciptakan konflik. Mengingat bahwa semua konflik harus dihindari,
maka kita hanya mengarahkan perhatian kita terhadap kausa konflik dan kemudian
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada, dalam upaya memperbaikikinerja
kelompok dan kinerja keorganisasian.

2. Pandangan Hubungan Antarmanusia


Para penganut madzhab ini beranggapan bahwa konflik merupakan suatu kejadian
yang alamiah yang dapat terjadi pada semua kelompok dan organisasi yang ada.
Maka, oleh karena di anggap bahwa konflik itu tidak dapat dihindari, mazdhab ini
menganjurkan diterimanya konflik sebagai sesuatu hal yang wajar. Mereka
merasionalisasi eksistensi konflik. Konflik tidak dapat ditiadakan, dan bahakan pada
saat-saat tertentu, konflik menguntungkan kinerja suatu kelompok (kerja).
Mazdhab ini mendominasi teori konflik dari akhir tahun 1940 hingga pertengahan
tahun 70-an.
3. Pandangan Interaksionis
Pandangan yang dewasa ini banyak diterima tentang konflik adalah perspektif
interaksionis. Seperti diketahui, pendekatan hubungan antarmanusia menerima
konflik, tetapi, pendekatan interaksionis menganjurkan konflik berdasarkan alasan
bahwa sebuah kelompok yang harmiionis, penuh kedamaian, yang tenang, serta
yang bekerjasama, cenderung berkembang menjadi kelompok statik, apatik, dan
tidak memberikan reaksi apa-apa terhaddap kebutuhan akan perubahan dan
inovasi.
Sumbangsih utama pendekatan interaksionis adlah bahwa ia merangsang para
pemimpin kelompok untuk mempertahankan suatu tingkat konflik minimum yang
berkelanjutyan, yang cukup merangsang kelompok yang bersangkutan untuk
bertahan, dapat mengkritik diri sendiri dan bersifat kreatif. Apabila kita mengikuti
pandangan kaum interaksionis, maka kiranya jelas bahwa pernyataan semua konflik
baik, ataupun semua konflik buruk tidak tepat, dan ia besifat naif. Apakah suatu
konflik buruk atau baik, tergantung dari tipe konflik yang muncul. Kita perlu
membedakan adanya konflik fungsional dan konflik disfungsional. Sudah menjadi
kodrat alam bahwa dalam setiap pergaulan pasti terjadi kesalahan dan kekhilafan.
Karena manusia memang tempatnya salah dan khilaf. Oleh karena itu, konflik
merupakan proses yang alamiah yang terjadi dalam sebuah lembaga sekaligus
merupakan dinamika lembga dan kehidupan pribadi anggota lembaga. Degan
demikian konflik selalu terjadi dalam kelompok ataupun individu.

Konflik memiliki banyak bentuk, yaitu ada lima:


1. Konflik dengan diri sendiri (konflik dengan hati nurani sendiri) atau konflik
interpersonal.
2. Konflik diri dengan seseorang (antarpersonal).
3. Konflik diri sendiri dengan kelompok.
4. Konflik kelompok dengan kelompok dalam satu lembaga (intergroup).
5. Kelompok antar lembaga (antargroup).

B. SUMBER-SUMBER KONFLIK
Konflik dalam organisasi tidak terjadi secara alamiah danterjadi bukan tanpa sumber
penyebab. Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi
tergantung pada cara individu-individu menafsirkan, mempersepsi, dan memberikan
tanggapan terhadap lingkungan kerjanya.

Kajian mengenai penyebab atau sumber-sumber konflik dalam organisasi


ddimaksudkan sebagai dasar pertimbangan bagi pimpinan organisasi khususnya para
pemimpin lembaga pendidikan dalam mengendalikan konflik. Apabila berbagai konflik
dikelola secara baik, maka konflik dapat dimanfaatkan sebagai media untuk mengkritisi
kinerja organisasi. Dengan demikian keberadaan konflik tidak prlu dipandang sebagai
peristiwa yang merisaukan bagi pimpinan, tetapi justru dengan munculnya konflik,
organisasi menjadi dinamis.

Winardi mengemukakan beberapa hal yang menjadi sumber terjadinya konflik dalam
organisasi, yaitu :

1. Interdependensi Arus Kerja (Work-Flow Interdependence)


Kita mengetahui, bahwa suatu organisasi harus di-manage sebagai sistem yang
terdiri dari bagian-bagian interdependen, yang masing-masing melaksanakan
fungsi-fungsi khusus, tetapi terkoordinasi dalam wujud pembagian kerja. Andaikata
interdependensi arus kerja adalah demikian rupa hingga seseorang atau kelompok
harus mengandalkan diri pada kontribusi-kontribusi tugas dari pihak lain untuk
melaksanakan tugas mereka, maka kondisi-kondisi yang muncul matang untuk
terjadinya konflik.
2. Asimetri (Asymetry)
Terdapat adanya asimetri pada hubungan-hubungan kerja, apabila satu pihak
sangat berbeda dalam kekuasaan, nilai-nilai, dan atau status dibandingkan dengan
pihak lain, dengan siapa ia secara teratur berinteraksi. Konflik karena asimetri
cenderung terjadi, apabila seseorang yang memiliki kekuasaan rendah memerlukan
bantuan, orang yang memiliki kekuasaan tinggi yang tidak bereaksi terhadap
permintaan tersebut dan apabila yang memiliki nilai-nilai yang secara dramatik
berbeda sekali dipaksa untuk bekerjasama melaksanakan suatu tugas atau apabila
seseorang yang berstatus tinggi diharuskan untuk berinteraksi dengan dan
mungkin tergantung pada pihak lain yang bersattus lebih rendah. Sebuah contoh
umun tentang kasus terakhir adalah apabila seorang menejer dpaksa untuk
berhubungan dengan menejer lain hanya melalui sekretarisnya.

3. Ambiguitas Peranan (Role Ambiguity or Domain Ambiguity)


Kurangya pengarahan yang cukup atau kejelasan tujuan-tujuan serta tugas-tugas
bagi orang-orang dalam peranan kerja mereka dapat menyebabkan timbulnya
situasi penuh stres dan yang cenderung menimbulkan konflik. Pada tingkat
kelompok atau departemen, hal tersebut seringkali muncul sebagai ambiguitas
domain-domain atau jurisdiksi-jurisdiksi. Maksudnya, dua kelompok cenderung
berkonflik apabila tidak ada satu pun di antara mereka memahami siapa yang
bertanggung jawab terhadap apa.

4. Kelangkaan Sumber Daya (Resource Scarcity)


Kebutuhan-kebutuhan aktual atau yang dipersepsi persaingan mendapatkan
sumber-sumber daya langka, menyebabkab hubungan-hubungan kerja antara
individu-individu dan atau kelompok-kelompok cenderung mengalami konflik. Hal
tersebut terutama relevan bagi setiap individu-individu atau kelompok-kelompok
yang berada dalam organisasi-organisasi yang sedang mengalami kemunduran,
berbeda dengan organisasi-organisasi yang sedang berkembang.

Sumber-sumber daya biasanya langka dalam masa mundurnya suatu organisasi,


dengan akibat bahwa serringkali terjadi pemotongan-pemotongan atau
pengurangan-pengurangan (budget). Mengingat bahwa berbagai orang atau
kelompok-kelompok berupaya untuk memposisikan diri mereka demikian rupa,
sehingga mereka dapat meraih bagian maksimum ddari perbedaan sumber-
sumber daya yang ada, maka pihak lain akan menentangnya atau melaksanakan
tindakan-tindakan kontra guna mempertahankan kepentingan mereka masing-
masing. Sumber-sumber daya bersifat esensial bagi ketahanan dan kemakmuran
individu-individu dan kelompok-kelompok di dalam organisasi-organisasi.
Akibatnya adlah kelangkaan sumber daya seringkali menyebabkan timbulnya
konflik.
Robins mengemukakan ada empat faktor yang menyebabkan konflik kelompok:
saling ketergantungan kerja, perbedaan tujuan, perbedaan persepsi, dan tuntutan
yang akan membedakan suatu spesialis.

C. MODEL PENYELESAIAN KONFLIK


Winardi berpendapat bahwa, manejemen konflik meliputi kegiatan-kegiatan: (1)
Menstimulasi konflik, (2) Mengurangi atau menekan konflik, dan (3) Menyelesaikan
konflik.

Stimulasi konflik diperlukan pada saat unit-unit kerja mengalami penurunan


produktivitas atau terdapat kelompok-kelompok yang belum memenuhi standar kerja
yang ditetapkan. Metode yang dilakukan dalam menstimulasi konflik yaitu:

a. Memasukkan anggota yang memiliki sikap, prilaku serta pandangan yang berbeda
dengan norma-norma yang berlaku.
b. Merestrukturisasi organisasi terutama rotasi jabatan dan pembagian tugas-tugas
baru.
c. Menyampaikan informasi yang bertentangan dengan kebiasaan yang di alami
d. Meningkatkan persaingan dengan cara menawarkan insentif,promosi jabatan
ataupun penghargaan lainnya.
e. Memilih pimpinan baru yang lebih demokratis.

Tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik tinggi dan menjurus
pada tindakan destruktif disertai penurunan produktivitas kerja di tiap unit/bagian.
Metode pengurangan konflik dengan jalan mensubstitusi tujuan-tujuan yang dapat
diterima oleh kelompok-kelompok yang sedang konflik, menghadapkan tantangan
baru kepada kedua belah pihak agar dihadapi secara bersama, dan memberikan
tugas yang harus dikerjakan bersama sehingga timbul sikap persahabatan antara
anggota-anggota kelompok.

Penyelesaian konflik (conflict resolution) merupakan tindakan yang dilakukan


pimpinan organisasi dalam menghadapi pihak-pihak yang sedang berkonflik.
Metode penyelesaian konflik yang paling banyak digunakan menurut Winardi
adalah dominasi, kompromis, dan pemecahan problem secara integratif. Setiap
pimpinan organisasi berbeda dalam merespon/menanggapi konflik. Teori tentang
prilaku konflik (conflict behavior) disimpulkan oleh Blake dan Mouton, Filley, Hall,
Thomas dan Kilmann terdapat lima macam cara orang menanggaapi konflik yaitu:
menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi dan bekerja sama.

Menghindari, merupakan salah satu reaksi terhadap konflik yaitu salah satu ataulah
kedua belah pihak berupaya tidak terlibat dengan masalah-masalah yang dapat
menimbulkan perbedaan atau pertentangan. Sebagian orang menyukai
menghindar dari konflik, pengalaman menyakitkan yang pernah dialami oleh
individu maupun kelompok membuat mereka ingin menarik diri dari konflik.
Kecenderungan untuk menghindari konflik dapat juga didasarkan pada suatu
pandangan bahwa konflik merupakan tindakan yang bijaksana ketika isu konflik
tidak penting dan dampak negatif lebih besar daripada manfaat/keuntungannya.

Untuk merubah sikap orang lain tidaklah mudah, maka teknik menghindar dari
konflik dapat memberikan kesempatan pihak lain untuk berpikir/menyegarkan
ingatan dan mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang
dipertentangkan. Teknik menghindar dari konflik menjadi lebih baik apabila pihak
lain dapat memecahkan masalah lebih efektif.

Mengakomodasi, berarti mengalah terhadap berbagai kehendak/kemauan orang


lain. Akomodasi dapat berarti memelihara suatu hubungan dengan pihak lain, atau
suatu usaha memadukan orang-orang yang terpisah. Menyerahkan keputusan
kepada pihak lain dirasakan lebih baik daripada mengambil resiko untuk
mengasingkan orang lain. Nilai yang diyakini oleh akomodator bahwa konflik
bermakna negatif dan merugikan. Teknik akomodasi merupakan suatu itikad baik
jika salah satu pihak merasa salah dan mengijinkan pihak lain untuk melaksanakan
keinginannya. Akomodasi dijadikan alternatif untuk menanggapi konflik apabila
ingin menjaga hubungan baik.

Kompetisi, atau persaingan adalah suatu bentuk perjuangan secara damai yang
terjadi apabila dua pihak berlomba untuk berebut mencapai suatu tujuan yang
sama. Kompetisi dapat bersifat merugikan apabila perjuangan individu atau
kelompok dalam mengejar berbagai keinginan dengan mengorbankan pihak
lain.konflik di pandang sebagai suatu permainan untuk dimenangkan. Masing-
masing pihak merasakan bahwa harus ada pemenang dan yang dikalahkan dalam
suatu konflik. Pihak yang bersaing menggunakan berbagai strategi untuk
memenangkan persaingan berupa ancaman, argumentasi atau bujukan. Persaingan
dapat berjalan secara teratur dan jujur apabila kedua belah pihak mengakui norma-
norma untuk melakukan persaingan secara adil. Tanpa aturan yang jelas, maka
persaingan mudah berkembang menjadi pertikaian yang tidak dapat dikendalikan.

Kompromi, merupakan reaksi terhadap konflik dengan cara mencari jalan tengah
yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang terlibat. Masing-masing pihak
mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian penyelisihan. Sikap yang
diperlukan agar dapat me;aksanakan kompromi adalah satu pihak yang bersedia
merasakan dan mengerti keadaan pihak lain. Kedua kubu tidak ada yang menang
atau yang kalah, masing-masing memberi kelonggaran atau konsesi. Kedua pihak
mendapatkan apa yang diinginkan tetapi tidak penuh, dan kehilangan tetapi tidak
seluruhnya.

Kolaborasi, atau kerjasama adalah kesediaan untuk menerima kebutuhan pihak lain.
Dalam kolaborasi adda peluang untuk memenuhi kepentingan kedua belah pihak
di dalam konflik. Kerjasama /kolaborasi sangat berguna jika masing-masing pihak
yang sedang konflik mempunyai tujuan yang berbeda dan kompromi tidak
mungkin dilakukan. Cara kolaborasi memungkinkan kedua belah pihak yang
terlibat konflik bekerjasama dan mencari pemecahan masalah secara tuntas dan
memuaskan. Tujuan kolaborasi adalah untuk mendapatkan keinginan ari masing-
masing kelompok, sehingga kedua belah pihak menang dan tidak ada yang
dikalahkan. Karena itu dapat memperkuat hubungan dan menimbulkan rasa saling
menghormati pada kedua belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai