Anda di halaman 1dari 23

Program Studi : Manajemen Keperawatan

Dosen Pengampu : Santy, S.Kep., Ns., M.Kep

“Ringkasan Manajemen Konflik, Budaya Organisasi Dan Iklim Organisasi”

ERNI

4201017048

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IST BUTON

BAUBAU

2021
Manajemen Konfilk

A. Definisi Manajemen Konfilk


Terdapat banyak definisi mengenai konflik yang bisa jadi disebabkan
oleh perbedaan pandangan dan setting dimana konflik terjadi. Dibawah ini
bisa terlihat perbedaan definisi tersebut: Conflict is a process in which one
party perceives that its interests are being opposed ora negatively affected by
another party . Konflik merupakan suatu bentuk interaksi diantara beberapa
pihak yang berbeda dalam kepentingan, persepsi dan tujuan .
Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota
organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka,
atau aktivitas kerja dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan,
penelitian, atau pandangan yang berbeda. Para anggota organisasi atau sub-
unit yang sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan
mereka mengungguli yang lainnya .
Konflik merupakan sebuah situasi dimana dua orang atau lebih
menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh
salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua
belah pihak. Konflik adalah perilaku anggota organisasi yang dicurahkan
untuk beroposisi terhadap anggota yang lain, prosesnya dimulai jika satu
pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi atau akan menghalangi
sesuatu yang ada kaitan dengan dirinya atau hanya jika ada kegiatan yang
tidak cocok.
B. Pandangan Konflik
Terdapat tiga pandangan mengenai konflik. Hal ini disebabkan karena
adanya pandangan yang berbeda mengenai apakah konflik merugikan, hal
yang wajar atau justru harus diciptakan untuk memberikan stimulus bagi
pihak-pihak yang terlibat untuk saling berkompetisi dan menemukan solusi
yang terbaik. Pandangan itu adalah sebagai berikut :
1. Pandangan Tradisional (The Traditional View). Pandangan ini
menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai
sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat
konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence,
destruction, dan irrationality.
2. Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View). Pandangan
ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi
dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang
tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan
dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan
kinerja organisasi.
3. Pandangan Interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini
cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa
kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi
statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut
aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun
secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable),
kritis-diri (self-critical), dan kreatif.
C. Sumber Konflik
Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik. Agus M.
Hardjana mengemukakan sepuluh penyebab munculnya konflik , yaitu:
1. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikas
2. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang
3. Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan
jabatan
4. Masalah wewenang dan tanggung jawab
5. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama
6. Kurangnya kerja sama
7. Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada
8. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan
9. Pelecehan pribadi dan kedudukan
10. Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi
merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya.
Stoner sendiri menyatakan bahwa penyebab yang menimbulkan terjadinya
konflik adalah :
1. Pembagian sumber daya (shared resources)
2. Perbedaan dalam tujuan (differences in goals)
3. Ketergantungan aktivitas kerja (interdependence of work activities)
4. Perbedaan dalam pandangan (differences in values or perceptions)
5. Gaya individu dan ambiguitas organisasi (individual style and
organizational ambiguities)
Robbins sendiri membedakan sumber konflik yang berasal dari
karakteristik perseorangan dalam organisasi dan konflik yang disebabkan oleh
masalah struktural. Dari sini kemudian Robbins menarik kesimpulan bahwa
ada orang yang mempunyai kesulitan untuk bekerja sama dengan orang lain
dan kesulitan tersebut tidak ada kaitannya dengan kemampuan kerja atau
interaksinya yang formal. Konflik perseorangan ini disebut Robbins dengan
konflik psikologis.
Untuk itulah Robbins kemudian memusatkan perhatian pada sumber
konflik organisasi yang bersifat struktural. Sumber-sumber konflik yang
dimaksudkan Robbins, yaitu:
1. Saling ketergantungan pekerjaan
2. Ketergantungan pekerjaan satu arah
3. Diferensiasi horizontal yang tinggi
4. Formalisasi yang rendah
5. Ketergantungan pada sumber bersama yang langka
6. Perbedaan dalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan
7. Pengambilan keputusan partisipatif
8. Keanekaragaman anggota
9. Ketidaksesuaian status
10. Ketakpuasan peran
11. Distorsi komunikasi
D. Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang
digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik
berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi
konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik dilihat dari
posisi seseorang dalam suatu organisasi.
1. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat
dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi
konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah
sebagai berikut :
Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara  karyawan yang
memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya,
antara atasan dan bawahan.
Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka
yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi.
Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang
setingkat. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan
lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf
yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi. Konflik
peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih
dari satu peran yang saling bertentangan.

2. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya


a. Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner
membagi konflik menjadi lima macam , yaitu: Konflik dalam diri
individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika
seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau
karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
Termasuk dalam konflik individual ini, menurut Altman, adalah
frustasi, konflik tujuan dan konflik peranan . Konflik antar
individu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan
kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.
b. Konflik antara individu dan kelompok (conflict between
individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan
diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja. Konflik
antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among
groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena
masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan
masing-masing berupaya untuk mencapainya. Masalah ini terjadi
karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan
atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama
lain dan berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan
karenanya hal ini mempengaruhi organisasi secara keseluruhan.
c. Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik
ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi
menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya,
dalam perebutan sumberdaya yang sama.
3. Konflik Dilihat dari Fungs
Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua
macam, yaitu:
a. konflik fungsional (Functional Conflict). Konflik fungsional
adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok,
dan memperbaiki kinerja kelompok.
b. konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik
disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan
kelompok. Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah
suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas
(kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok,
tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula,
konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak
fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan
apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah
dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada
kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan
kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu,
maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian
sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja,
tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut
disfungsional.
E. Penerapan Manajemen Konflik Dalam Organisasi
Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola konflik secara serius
agar keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner
mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan konflik, yaitu:
1. merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya
rendah karena tingkat konflik yang terlalu kecil. Termasuk dalam cara ini
adalah:
minta bantuan orang luar
a. menyimpang dari peraturan (going against the book)
b. menata kembali struktur organisasi
c. menggalakkan kompetisi
d. memilih manajer yang cocok
2. meredakan atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau
kontra-produktif.
3. menyelesaikan konflik. metode penyelesaian konflik yang disampaikan
Stoner adalah:
a. dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan,
perlunakan, penghindaran, dan penentuan melalui suara terbanyak.
b. Kompromi.
c. pemecahan masalah secara menyeluruh.
Model penanganan konflik yang lain juga disampaikan oleh Sondang,
yaitu dengan cara tidak menghilangkan konflik, namun dikelola dengan cara :
1. bersaing
2. kolaborasi
3. mengelak
4. akomodatif
5. kompromi
Cara lain juga dikemukakan Theo Riyanto, yaitu dengan secara dini
melakukan tindakan yang sifatnya preventif, yaitu dengan cara :menghindari
konflik, mengaburkan konflik. Mengatasi konflik dengan cara:
1. Dengan kekuatan (win lose solution)
2. Dengan perundingan
F. Manajemen Konflik
Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai
akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau
lebih. (Marquis dan Huston, 1998). Konflik timbul akibat ketidakseimbangan
antara hubungan-hubungan kesenjangan status sosial, kurang meratanya
kemakmuran, dan akses yang tidak seimbang terhadap sumber daya, serta
kekuasaan yang tidak seimbang yang kemudian menimbulkan masalah-
masalah seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan, dan
kejahatan. Masing-masing tingkat tersebut saling berkaitan, membentuk
sebuah rantai yang memiliki potensi kekuatan untuk menghadirkan
perubahan, baik yang konstruktif maupun yang dekstruktif.
1. Langkah-langkah Penyelesaian konflik
a. Pengkajian
1). Analisis situasi. Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu
yang diperlukan, lakukan pengumpulan fakta pengkajian lebih
mendalam, siapa yang terlibat dan peran masing-masing, tentukan
situasinya jika dapat diubah.
2). Analisis dan mematikan isu yang berkembang. Jelaskan masalah
dan perioritas fenomena yang terjadi, tentukan masalah utama yang
memerlukan suatu penyelesaian, hindari penyelesaian semua
masalah dalam satu waktu.
3). Menyusun tujuan. Jelasakan tujuan spesifik yang akan dicapai.
b. Identifikasi
1). Mengelola perasaan. Hindari respon emosional : marah, sebab
setiap orang mempunyai respon yang berbeda terhadap kata-kata,
ekspresi, dan tindakan.
c. Intervensi   
1). Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
2). Menyelesaikan metode dalam menyelesaikan konflik. Memerlukan
metode yang berbeda-beda. Pilih metode yang paling sesuai untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi.
2. Strategi penyelesaian konflik
a. Kompromi atau Negosiasi
Strategi penyelesaian konflik semua yang terlibat saling
menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. “lose-lose
situation” kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal
yang telah dibuat.
b. Kompetisi
Strategi “win-lose” sebagai penyelesaian konflik. Hanya ada
satu orang atau kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan
yang kalah. 
c. Akomodasi
Seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan, dan
memberi kesempatan pada orang lain untuk menang.
d. Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara
mengurangi komponen emosional dalam konflik. Individu yang
terlibat berupaya mencapai kebersamaan dari pada perbedaan dengan
penuh kesadaran dan introfeksi diri.
e. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik ini menyadari tentang
masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak
menyelesaikan masalah. Strategi ini dipilih bila ketidak ada
sepakatan dan membahayakan kedua belah pihak.
f. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution”  dalam
kolaborasi, kedua unsur yang terlibat menentukan tujuan bersama dan
bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan.
G. Negosiasi
Menurut Marquis dan Huston, (1998) Negosiasi yaitu suatu
pendekatan yang kompetitif. Negosiasi dirancang sebagai suatu pendekatan
kompromi untuk menyelesaikan konflik. Berbagai pihak yang terlibat
menyerah dan lebih menekankan waktu mengakomodasi perbedaan-
perbedaan antara keduanya.
Menurut Smeltzer, (1991) ada dua tipe dasar negosiasi :
1). Setiap orang menang (kooperatif).
2). Hanya satu orang yang menang (kompetitif).
Sebagai negotiator penting untuk :
1). Memaksimalkan kemenangan kedua pihak untuk mencapai tujuan
bersama.
2). Meminimalkan kekalahan, bagi yang kalah tetap dapat mengikuti
tujuan bersama.
3). Membuat kedua belah pihak merasa puas terhadap hasil organisasi

1. Sebelum Negosiasi
a. Tiga kriteria yang harus dipenuhi sebelum memulai negosiasi :
1). Masalah harus dapat dinegosiasikan.
2). Negotiator harus tertarik  terhadap “take and give” selama
proses negosiasi.
3). Harus saling percaya.
b. Langkah-langkah sebelum melaksanakan negosiasi :
- Mengumpulkan informasi tentang masalah sebanyak mungkin,
karena pengetahuan adalah kekuatan.
- Dimana manajer harus memulai, karena tugas manajer
melakukan kompromi, mereka harus memilih tujuan yang
utama.
- Memilih alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana.
Efektifitas dan efisiensi.
- Mempunyai agenda yang disembunyikan. Agenda negosiasi
dapat ditawarkan jika alternatif negosiasi tidak dapat
disepakati. 
2. Selama Negosiasi
a. Filih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.
b. Dengarkan dengan seksama, dan perhatikan respons nonverbal
yang nampak.
c. Berfikirlah positif dan selalu terbuka untuk menerima semua
alternatif informasi yang disampaikan.
d. Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan
lawan bicara anda. Konsentrasi dan perhatikan.
e. Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan
masalah-masalah pribadi yang disampaikan pada saat negosiasi.
f. Hindarkan untuk menyalahkan orang lain  terhadap konflik
yang terjadi.
g. Jujur.
h. Usahakan bersikap bahwa anda memerlukan suatu penyelesaian
yang baik.
i. Jangan langsung menyetujui terhadap solusi yang ditawarkan,
tetapi berfikir dan mintalah waktu untuk menjawabnya.
j. Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah selama
negosiasi berlangsung, istirahatlah sebentar.
k. Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang belum begitu
anda pahami.
l. Bersabarlah.
3. Kunci Sukses dalam Melakukan Negosiasi
a. Lakukan
1). Jelaskan tujuan negosiasi, bukan posisinya. Pastikan bahwa
anda mengetahui keinginan orang lain.
2).Perlakukanlah orang lain sebagai teman dalam
menyelesaikan masalah bukan sebagai musuh. Hadapi
masalah yang ada, bukan orangnya.
3). Ingat bahwa setiap orang mengharapkan penyelesaian yang
dapat diterima, jika anda dapat menyajikan sesuatu dengan
baik dan menarik.
4). Dengarkan dengan baik-baik apa yang akan dikatakan dan
apa yan tidak. Perhatikan pergerakan tubuhnya.
5). Lakukan sesuatu yang sederhana, tidak berbelit-belit.
6). Antisipasi penolakan.
7). Tahu apa yang dapat anda berikan.
8). Tunjukkan beberapa alternatif pilihan.
9). Tunjukkan keterbukaan dan ketaatan jika orang lain sepakat
dengan pendapat anda.
10). Bersikaplah asertif, bukan agresif.
11). Hati-hati ! anda mempunyai suatu kekuasaan untuk
mrmutuskan.
12). Pergunakan pergerakan tubuh jika anda menyetujui atau
tidak terhadap suatu pendapat.
13). Konsisten terhadap sesuatu yang anda anggap benar.
2. Hindari
o Sikap yang tidak baik, sinis, kasar dan menyepelekan.
o Trik yang tidak baik, manipulasi.
o Distorsi.
o Tergesa – gesa dalam proses negosiasi.
o idak berurutan.
o Membuat hanya satu pilihan.
o Memaksakan kehendak.
o Berusaha menekankan pada satu pendapat.
H. Kolaborasi
Kolaborasi adalah bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa
elemen yang terkait baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat
secara langsung dan tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat. Nilai-
nilai yang mendasari sebuah kolaborasi adalah tujuan yang sama, kesamaan
persepsi, kemauan untuk berproses, saling memberikan manfaat, kejujuran,
kasih sayang serta berbasis masyarakat. (CIFOR/PILI, 2005).

Budaya Organisasi
A. Definisi
Budaya berasal dari bahasa sansekerta yakni budhayah. Menurut
kamus umum bahasa indonesia , budaya pada percakapan yang lazim adalah
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. (PDK,1993).
Budaya organisasi adalah sistem, simbol dan interaksi unik pada
setiap organisasi yang dianut oleh anggota-anggotanya yang membedakan
organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Meliputi; cara berpikir,
berprilaku, berkeyakinan yg sama” dimiliki anggota unit, seperangkat
karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu.
Budaya organisasi merupakan kumpulan pengetahuan, pengalaman,
arti, keyakinan, perilaku, kekuatan dan kesejahteraan yang dibutuhkan oleh
suatu organisasi Veninga (1982,dalam Huber thn 2000).
B. Karakteristik Budaya
Ada beberapa karakteristik budaya sebagai berikut:
1. Mempelajari = Kultur diperlukan dan diwujudkan dalam belajar, observasi
dan pengalaman
2. Saling Berbagi = Individu dalam kelompok, keluarga dan masyarakat
saling berbagi kultur
3. Transgenerasi = Merupakan kumulatif dan melampaui
4. generasi satu kegenerasi lain
5. Persepsi Pengaruh = Membentuk perilaku dan struktur bagaimana
seseorang menilai dunia
6. Adaptasi = Kultur dudasarkan pada kapasitas seseorang berubah atau
beradaptasi
C. Budaya Organisasi Perawat
Terkait dengan :
1. Lingkungan dan personalitas organisasi
2. Keyakinan
3. Gaya Manajemen dan Filosofi organisasi
4. Sistem dan Prosedur Manajemen
5. Norma – norma
6. Prosedur prosedur tertuli
D. Fungsi Budaya Organisasi
Beberapa fungsi budaya organisasi sebagai berikut:
1. Memberikan tujuan, arti, kesenangan pada kehidupan untuk melakukan
sesuatu.
2. Mempermudah dalam membuat keputusan
3. Menentukan bagaimana kita melihat dan memahami persoalan
4. Memberi arti, makna dan bobot pada masalah tertentu.
5. Meningkatkan stabilitas sistem
6. Mekanisme kontrol
E. Perubahan Budaya
Perubahan budaya paling mungkin terjadi bila kebanyakan atau semua
kondisi berikut ini ada :
1. Suatu kritis dramatis
2. Pergantian kepemimpinan
3. Organisasi yang muda dan kecil
4. Budaya lemah
Iklim Organisasi

A. Definisi
Stinger (Wirawan, 2007) mendefinisikan bahwa iklim organisasi
sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi
serta berfokus  pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai,
sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi.
Tagiuri dan Litwin mengatakan bahwa iklim organisasi merupakan kualitas
lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami
oleh anggota organisasi dan mempengaruhi perilaku mereka serta dapat
dilukiskan dalam satu set karateristik atau sifat organisasi.
Luthans (Simamora, 2004) disebutkan bahwa iklim organisasi adalah
lingkungan internal atau psikologi organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi
praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi.
Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi
seseorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi
penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa
baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi. Batasan
pengertian iklim organisasi itu bisa dilihat dalam dimensi iklim organisasi.
Steve Kelneer menyebutkan enam dimensi iklim organisasi sebagai berikut :
1. Flexibility conformity. Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi
organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan serta
melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini
berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur
yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung
di dalam mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya
tujuan organisasi.
2. Resposibility Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai
elaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas
hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang
berjalan.
3. Standards. Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen
memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang
telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang
sesuai atau kurang baik.
4. Reward. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan
dan pengakuan atas pekerjaan yang baik.
5. Clarity. Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa
yang diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan
organisasi.
6. Tema Commitmen. Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan
bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat
dibutuhkan.
B. Aspek-Aspek Iklim Organisasi
Stringer (Wirawan, 2007) menyebutkan bahwa karakteristik atau dimensi
iklim organisasi dapat mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk
berperilaku tertentu. Ia juga mengatakan enam dimensi yang diperlukan,
yaitu:
1. Struktur. Struktur merefleksikan perasaan bahwa karyawan diorganisasi
dengan baik dan mempunyai definisi yang jelas mengenai peran dan
tanggung jawab mereka. Meliputi posisi karyawan dalam perusahaan.
2. Standar-standar. Mengukur perasaan tekanan untuk memperbaiki kinerja
dan derajat kebanggaan yang dimiliki karyawan dalam melakukan
pekerjaannya dengan baik. Meliputi kondisi kerja yang dialami karyawan
dalam perusahaan.
3. Tanggung jawab. Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka
menjadi “pimpinan diri sendiri” dan tidak pernah meminta pendapat
mengenai keputusannya dari orang lain. Meliputi kemandirian dalam
menyelesaikan pekerjaan.
4. Pengakuan. Perasaan karyawan diberi imbalan yang layak setelah
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Meliputi imbalan atau upah
yang terima karyawan setelah menyelesaikan pekerjaan.
5. Dukungan. Merefleksikan perasaan karyawan mengenai kepercayaan dan
saling mendukung yang berlaku dikelompok kerja. Meliputi hubungan
dengan rekan kerja yang lain.
6. Komitmen. Merefleksikan perasaan kebanggaan dan komitmen sebagai
anggota organisasi. Meliputi pemahaman karyawan mengenai tujuan yang
ingin dicapai oleh perusahaan.
Menurut model Pines, iklim kerja sebuah organisasi dapat diukur melalui
empat dimensi sebagai berikut :
1. Dimensi Psikologikal, yaitu meliputi variabel seperti beban kerja, kurang
otonomi, kurang pemenuhan sendiri (self-fulfilment clershif), dan kurang
inovasi.

2. Dimensi Struktural, yaitu meliputi variabel seperti fisik, bunyi dan tingkat
keserasian antara keperluan kerja dan struktur fisik.
3. Dimensi Sosial, yaitu meliputi aspek interaksi dengan klien (dari segi
kuantitas dan ciri-ciri permasalahannya), rekan sejawat (tingkat dukungan
dan kerja sama), dan penyelia-penyelia (dukungan dan imbalan).
4. Dimensi Birokratik, yaitu meliputi Undang-undang dan peraturan-
peraturan konflik peranan dan kekaburan peranan.
C. Pendekatan Iklim Organisasi
James dan Jones dalam Toulson dan Smith (1994:455) membagi iklim
organisasi dalam tiga pendekatan, yaitu:
1. Multiple measurement – organizational approach
Pendekatan ini memandang bahwa iklim organisasi adalah serangkaian
karakteristik deskriptif dari organisasi yang mempunyai tiga sifat,
yaitu: relatif tetap selama periode tertentu, berbeda antara organisasi
satu dengan organisasi lainnya, serta mempengaruhi perilaku orang
yang berada dalam organisasi tersebut. Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi adalah ukuran, struktur, kompleksitas sistem, gaya
kepemimpinan, dan arah tujuan organisasi.
2. Perseptual measurement – organizational attribute approach
Pendekatan ini juga memandang iklim organisasi sebagai atribut
organisasi, tetapi pendekatan ini lebih menekankan penggunaan
pengukuran persepsi daripada pengukuran secara obyektif seperti
ukuran dan struktur organisasi.
3. Perseptual measurement – individual approach
Pendekatan ini memandang iklim sebagai serangkaian ringkasan atau
persepsi global yang mencerminkan sebuah interaksi antara kejadian
yang nyata dalam organisasi dan persepsi terhadap kejadian tersebut.
Pendekatan ini menekankan pada atribut organisasi yang nyata ke
sebuah ringkasan dari persepsi individu. Dengan pendekatan ini,
variabel intervensi yang disebabkan oleh kejadian-kejadian baik yang
dialami oleh individu maupun organisasi dapat mempengaruhi
perilaku individu-individu tersebut. Oleh karena itu, iklim organisasi
dapat berlaku sebagai variabel bebas maupun terikat.
D. Dimensi Iklim Organisasi
Toulson dan Smith (1994:457) menerangkan dalam jurnalnya bahwa
konsep iklim organisasi pertama kali dikemukakan oleh Litwin dan Stringer
pada tahun 1968. Iklim organisasi oleh Litwin dan Stringer, dijabarkan atau
diukur melalui lima dimensi, yaitu:
1. Responsibility (tanggung jawab)
Tanggung jawab (responsibility) adalah perasaan menjadi pimpinan
bagi diri sendiri, tidak selalu harus mengecek ulang semua keputusan
yang diambil, ketika karyawan mendapat suatu pekerjaan, karyawan yang
bersangkutan mengetahui bahwa itu adalah pekerjaannya (Toulson &
Smith, 1994:457).
2. Identity (identitas)
Identitas (identity) adalah perasaaan memiliki (sense of belonging)
terhadap perusahaan dan diterima dalam kelompok (Toulson & Smith,
1994:457).
3. Warmth (kehangatan)
Kehangatan (warmth) adalah perasaan terhadap suasana kerja yang
bersahabat dan lebih ditekankan pada kondisi keramahan atau
persahabatan dalam kelompok yang informal, serta hubungan yang baik
antar rekan kerja, penekanan pada pengaruh persahabatan dan kelompok
sosial yang informal (Toulson & Smith, 1994:457).
4. Support (dukungan)
Dukungan (support) adalah hal-hal yang terkait dengan dukungan
dan hubungan antar sesama rekan kerja yaitu perasaan saling menolong
antara manajer dan karyawan, lebih ditekankan pada dukungan yang
saling membutuhkan antara atasan dan bawahan (Toulson & Smith,
1994:457).
5. Conflict (konflik)
Konflik (conflict) merupakan situasi terjadi pertentangan atau
perbedaan pendapat antara bawahan dengan pimpinan dan bawahan
dengan bawahan. Ditekankan pada kondisi dimana manajer dan para
pekerja mau mendengarkan pendapat yang berbeda. Kedua belah pihak
bersedia menempatan masalah secara terbuka dan mencari solusinya
daripada menghindarinya (Toulson & Smith,1994:457).
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Menurut Higgins (1994:477-478) ada empat prinsip faktor-faktor yang
mempengaruhi iklim, yaitu :
1. Manajer/pimpinan
Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau
manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, seperti aturan-aturan,
kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama masalah-
masalah yang berhubungan dengan masalah personalia, distribusi imbalan,
gaya komunikasi, cara-cara yang digunakan untuk memotivasi, teknik-
teknik dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara manajemen dan
kelompok, interaksi antar kelompok, perhatian pada permasalahan yang
dimiliki karyawan dari waktu ke waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan
kesejahteraan karyawan.
2. Tingkah laku karyawan
Tingkah laku karyawan mempengaruhi iklim melalui kepribadian
mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan yang mereka
lakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi karyawan
memainkan bagian penting dalam membentuk iklim. Cara seseorang
berkomunikasi menentukan tingkat sukses atau gagalnya hubungan antar
manusia.
Berdasarkan gaya normal seseorang dalam hidup atau mengatur sesuatu,
dapat menambahnya menjadi iklim yang positif atau dapat juga
menguranginya menjadi negatif.
3. Tingkah laku kelompok kerja
Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal hubungan
persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok
dalam organisasi. Kelompok-kelompok berkembang dalam organisasi
dengan dua cara, yaitu secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan
informal, sebagai kelompok persahabatan atau kesamaan minat.
4. Faktor eksternal organisasi
Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada
organisasi tersebut. Keadaan ekonomi adalah faktor utama yang
mempengaruhi iklim. Contohnya dalam perekonomian dengan inflasi yang
tinggi, organisasi berada dalam tekanan untuk memberikan peningkatan
keuntungan sekurang-kurangnya sama dengan tingkat inflasi. Seandainya
pemerintah telah menetapkan aturan tentang pemberian upah dan harga
yang dapat membatasi peningkatan keuntungan, karyawan mungkin
menjadi tidak senang dan bisa keluar untuk mendapatkan pekerjaan pada
perusahaan lain. Di lain pihak, ledakan ekonomi dapat mendorong
penjualan dan memungkinkan setiap orang mendapatkan pekerjaan dan
peningkatan keuntungan yang besar, sehingga hasilnya iklim menjadi
lebihpositif.

Anda mungkin juga menyukai