Anda di halaman 1dari 7

Kepemimpinan :

Kartono(2006:153) menyatakan kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang


konstruktif kepada orang lain untuk melakukan suatu usaha kooperatif mencapai tujuan yang sudah
direncanakan. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan jika kepemimpinan
merupakan suatu kemampuan atau keahlian sesorang untuk dapat memebrikan pengaruh positif
terhadap lingkungan disekitarnya dalam upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu, dalam
sebuah organisasi, kepemimpinan sangat dibutuhkan untuk memberikan dorongan kepada anggota
yang terdapat dalam organisasi tersebut sehingga dapata bekerja secara maksimal.

Fungsi : Ada lima fungsi kepemimpinan yang bersifat hakiki yang perlu diketahui:

(Danim, 2004 : 61)

- Pemimpin selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha

pencapaian tujuan.

- Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak

luar.

- Pemimpin selaku komunikator yang efektif.

- Mediator yang handal, khususnya dalam hubungan ke dalam untuk

menangani situasi konflik internal.

- Pemimpin selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral.

Dadftar Pustaka : - Kartono, Kartini (2006). Pemimpin dan Kepemimpinan. Rajawali : Jakarta

- http://repo.darmajaya.ac.id/336/3/BAB%20II%20.pdf
- Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok . PT Rineka Cipta.
Jakarta.

Konflik :

Definisi Konflik

Konflik dapat memiliki banyak arti. Konflik adalah berkelahi, bersaing, atau berkelahi. Konflik juga bisa
berarti ketidaksepakatan. Konflik adalah konflik yang terjadi antara apa yang diharapkan seseorang dari
dirinya, orang lain, dan organisasi dengan kenyataan yang diharapkannya. Konflik merupakan suatu
proses yang diawali dengan konflik laten. Jika tidak diselesaikan konflik akan berkembang dan
membahayakan organisasi. Konflik merupakan suatu hubungan yang selalu terjadi pada setiap manusia
selama ia berada dalam suatu hubungan (Umam, 2012).
Selain itu, konflik juga berarti perbedaan kepentingan atau ketidaksesuaian antara pihak-pihak yang
terlibat. Ada 4 jenis konflik, yaitu:

a. Konflik intrapersonal, yaitu konflik yang terjadi dalam diri sendiri. Konflik dapat berupa emosi dan
nilai-nilai dalam kehidupan. Misalnya, ketika Anda sedang bimbang dalam memilih antara berkata jujur
atau berbohong.

b. Konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi dengan orang lain, misalnya dalam hubungan suami
istri.

c. Konflik intragroup, yaitu konflik yang terjadi dalam suatu kelompok, misalnya perbedaan pendapat
yang terjadi dalam suatu kelompok kerja/tim.

d. Konflik antar kelompok, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok, misalnya antara manajemen
dengan serikat pekerja.

Banyak orang berpandangan bahwa konflik harus dihindari bahkan hilangkan karena akan merugikan
organisasi. Sebaliknya, ada yang bertentangan dengan gapan bahwa konflik tidak akan berakibat negatif
dan akan merugikan organisasi. Bahkan jika konflik dikelola dengan baik akan berdampak positif dan
membawa keuntungan bagi organisasi. Perbedaan pendapat tersebut dimaknai oleh Stephen Robbins
(1996), sebagai the conflict padarox, yakni adanya pemaknaan yang berbeda dalam memandang konflik.
Di satu sisi, konflik dianggap merugikan organisasi sehingga harus diminimalkan, tetapi di sisi lain konflik
dianggap mampu meningkatkan kinerja organisasi sehingga harus dioptimalkan.

Gambaran seperti itu bertolak dari pendapat Stoner dan Freeman (dalam Umam, 2012), yang
menyatakan bahwa konflik terdiri atas dua pandangan, pandangan tradisional (old view) yang
menyimpulkan bahwa konflik itu negatif harus dihindari, dan pandangan modern (current view) yang
berpandangan bahwa konflik dapat dikelola untuk berdampak positif.

2. Jenis Konflik Organisasi

Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat
klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas manfaat, ada pembagian atas pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik, dan sebagainya. Pertama, konflik dari fungsi. Berdasarkan fungsinya, kon flik dibagi menjadi
dua macam, yaitu konflik fungsional (konflik fungsional) dan konflik disfungsional (konflik disfungsional).
Konflik adalah konflik yang mendukung tujuan kelompok dan memperbaiki kinerja kelompok, sedangkan
konflik konflikonal adalah konflik yang merupakan tujuan kelompok. Batas yang menentukan apakah
suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional
bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok lain dan sebaliknya. Kriteria yang
membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut
terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan
kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan
fungsional. Sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja
kelompok maka konflik tersebut disfungsional.

Kedua, konflik dari pihak yang terlibat di dalamnya. Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik
maka dapat dibedakan menjadi empat sebagai berikut.

sebuah. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual) yang jika seseorang harus memilih
tujuan yang saling bertentangan, atau tugas yang melebihi batas kemampuannya.

b. Konflik antarindividu (conflict between individual) yang terjadi karena perbedaan kepribadian antara
individu yang dengan individu lain. satu

C. Konflik antara individu dan kelompok (konflik antar individu dan kelompok) yang terjadi jika individu
gagal menyesuaikan diri dengan norma norma kelompok tidak bekerja.

d. Konflik antar kelompok dalam tim kerja yang sama (konflik antar kelompok dalam organisasi yang
sama) yang terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing
berupaya untuk mencapainya.

Sementara itu, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur tim kerja, konflik dapat dibagi dalam empat
jenis.

sebuah. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara pegawai yang memiliki kedudukan yang tidak
sama dalam tim kerja. Misalnya, antara bawahan dan bawahan.

b. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau
setingkat dalam tim kerja. Misalnya, konflik antar pegawai atau antar departemen yang setingkat.

Konflik garis staf, yaitu konflik yang terjadi antara pegawai lini yang biasanya memegang kendali dengan
pejabat pejabat yang biasanya bekerja sebagai penasehat dalam tim kerja. d. Konflik peran, yaitu
konflik yang terjadi karena seseorang mengemban
C.

lebih dari satu peran yang saling bertentangan.

Secara garis besar, konflik kerja terbagi atas dua jenis sebagai berikut. Konflik subtantif, merupakan
pengalaman yang berkaitan dengan tu juan kelompok, pengalokasian sumber daya dalam suatu
organisasi, distribusi dan prosedur, dan pembagian jabatan pekerjaan. sebuah.

b. Konflik emosional, akibat adanya perasaan, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan akibat, serta
adanya terjadi antar pri badi (personality clashes).

Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari tiga sudut pandang berikut ini.

sebuah.

Pandangan tradisional. Dalam pandangan ini, konflik merupakan sesuatu

yang tidak diinginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.

b. Pandangan perilaku. Pandangan ini berpendapat bahwa konflik merupa kan suatu kejadian atau
peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan atau ganisasi yang bisa bermanfaat (konflik fungsional)
dan bisa merugikan organisasi (konflik disfungsional).

C. Pandangan interaksi. Menurut pandangan ini, konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat
terhindarkan dan sangat diperlukan bagi mimpin organisasi.

6. Cara dan Strategi Mengatasi Konflik dalam Organisasi

Mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. sebuah. Menghindar. konflik dapat
dilakukan jika masalah atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi
konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan
strategi yang mendukung pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menonton diri. Pimpinan tim kerja
yang terlibat dalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil
waktu untuk menentukan hal ini dan menentukan waktu untuk melakukan diskusi".

b. Mengakomodasi. Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan
masalah, khususnya jika masalah tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya
kerja sama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Anggota tim yang
menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan anggota lain dengan menempatkan kebutuhan
dia di tempat yang pertama.

C. Kompetisi. Gunakan metode ini jika Anda percaya bahwa Anda memiliki lebih banyak informasi dan
keahlian dibandingkan yang lainnya atau ketika Anda tidak ingin kompromikan nilai-nilai Anda. Metode
ini mungkin dapat memicu konflik, tetapi dapat menjadi metode yang penting untuk alasan-alasan
keamanan.

d. Kompromi atau negosiasi. Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada saat yang
bersamaan, saling memberi dan menerima, serta kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan
semua pihak.

e.

Memecahkan masalah atau kolaborasi. Pemecahan masalah atau kola

borasi dapat dilakukan melalui: (1) pemecahan sama-sama menang di

mana anggota tim yang terlibat tujuan kerja sama; (2)

perlu tanpa komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling satu sama
lainnya. Cara lain dalam mengelola konflik dalam organisasi adalah dengan inte grating, obliging,
domination, avoidance, dan compromising. berikut ini pena

jelasannya.
sebuah. Mengintegrasikan (memecahkan masalah). Dalam gaya ini, pihak-pihak yang berkepentingan
secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang di hadapi, kemudian mencari,
mempertimbangkan, dan memilih solusi pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-
isu

kompleks yang disebabkan oleh salah paham (salah paham), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan
masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Utamanya adalah memerlukan waktu yang lama
dalam penyelesaian masalah.

b. Mewajibkan (memperhalus). Seseorang yang bergaya mewajibkan lebih perhatian pada upaya untuk
memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut smothing (melicinkan), karena
berupaya untuk mengatasi perbedaan-perbedaan dan perbedaan pada persamaan atau kebersamaan di
antara pihak-pihak yang terlibat. kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya
kerja sama. Kelemahannya, penyelesaiannya penyelesaiannya dan tidak memecahkan masalah pokok
yang ingin dipecahkan.

C.

Mendominasi (memaksa). Orientasi pada diri sendiri yang tinggi dan rendahnya kepedulian terhadap
kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”.
Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan
masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak diterapkan dalam penyelesaian masalah,
masalah yang memecahkan tidak penting, dan untuk mengambil keputusan sudah mepet. Akan tetapi,
gaya ini tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat.
Ke kuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang diperlukan. Kelemahannya, sering kali
menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.

d.

Menghindari. Taktik menghindar (menghindar) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang
sepele, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk menghadapi konfrontasi jauh lebih besar daripada
keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah-malasah yang sulit
atau buruk. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang
mencengangkan atau mendua (situasi ambigu). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya
bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokoknya.
e. Berkompromi. Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang
memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan

daftar Pustaka : - Prof.Dr.Lijian Poltak Sinambela, 2016, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan
pertama, Bumi Aksara, Jakarta

- Umam, Khaerul. 2012. Manajemen Organisasi. Bandung: Pustaka Setia.

Uud nya yang mengatur

Pada Tahun 1957 sebenarnya sudah ada peraturan yang mengatur Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial yang pada waktu itu disebut dengan perselisihan perburuhan yaitu
Undang-undang No. 22 Tahun 1957. Menurut undang-undang ini, perselisihan perburuhan
diselesaikan oleh suatu lembaga yang disebut Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
(P4). Lembaga ini terdiri dari unsur pekerja, pengusaha dan pemerintah. 3 Proses penyelesaian
yang dilakukan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) sangat rumit dan panjang
karena melalui beberapa tahapan sehingga untuk menyelesaikan suatu perselisihan perburuhan
memerlukan waktu yang panjang dan tentunya juga memerlukan biaya yang besar. Dalam Pasal
1 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan yang dimaksud Perselisihan Perburuhan adalah “pertentangan antara majikan atau
perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhubung dengan
tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja,syarat-syarat kerja dan/atau
keadaan perburuhan”. Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang digunakan selama ini ternyata belum dapat mewujudkan
penyelesaian secara sederhana, cepat, adil dan murah, bahkan sebaliknya prosedurnya panjang
dan tidak ada jaminan kepastian hukum.

Daftar Pustaka
- https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/639/jbptunikompp-gdl-ekaputrisi-31901-7-unikom_e-1.pdf

Anda mungkin juga menyukai