Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERILAKU DAN ETIKA ORGANISASI

KONFLIK ORGANISASI

OLEH
LIZA MERIANTI
NIM : 01220332052

MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN


PASCASARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
T.A 2012 2013

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi sebagai suatu sistem terdiri dari komponen-komponen (subsistem) yang saling
berkaitan atau saling tergantung (inter dependence) satu sama lain dan dalam proses kerja
sama untuk mencapai tujuan tertentu (Kast dan Rosenzweigh, 1974). Sub-subsistem yang
saling tergantung itu adalah tujuan dan nilai-nilai (goals and values subsystem), teknikal
(technical subsystem), manajerial (managerial subsystem), psikososial (psychosocial
subsystem), dan subsistem struktur (structural subsystem). Dalam proses interaksi antara
suatu subsistem dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian
atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik
antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatar
belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain sifat-sifat pribadi yang
berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang buruk, perbedaan nilai, dan sebagainya.
Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi kedalam suasana konflik.
Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung
itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju
pencapaian tujuan organisasi. Namun, sabagaimana dikatakan oleh Gibson, et al. (1997:437),
selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan
konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau
tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain.
B. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami konflik dalam organisasi dan cara penyelesaian konflik.

BAB II

KONFLIK ORGANISASI
A. Pengertian Konflik
Secara definitif konflik memiliki pengertian yang berbeda-beda, demikian juga para ahli
dalam memberikan definisi konflik tidak ada yang sama, karena sudut pandang mereka yang
berbeda. Kata konflik berasal dari kata confligere, conflictum yang berarti saling berbenturan.
Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian,
pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonis (Kartono, 1998)
Robbin (1984) menyatakan konflik adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk mengimbangi usaha-usaha orang lain dengan cara merintangi yang menyebabkan frustrasi
dalam mencapai tujuan atau meningkatkan keinginannya. Konflik juga dapat didefinisikan
sebagai suatu keadaan yang di dalamnya terdapat kecekcokan maksud antara nilai-nilai atau
tujuan-tujuan, berpacu menuju tujuan dengan cara yang tidak atau kelihataanya kurang sejalan
sehingga yang satu berhasil sementara yang lainnya tidak, juga merupakan konflik (Kolman &
Thomas; Barelson & Steiner dalam Said, 1988) Mastenbroek (1987) melihat konflik sebagai
ketentuan yang tidak dapat dijalankan, pernyataan ketidakpuasan, proses pengambilan keputusan
yang tidak tepat.
Sementara itu konflik organisasi diartikan sebagai ketidaksesuaian antara dua atau lebih
anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan
bahwa mereka harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja, atau
karena mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi (Handoko, 1997).
Sedang mengenai terjadinya konflik, Owens (1991) mengatakan bahwa konflik dapat terjadi
karena adanya perbedaan pandangan, hasrat (keinginan), persepsi, nilai, maupun tujuan baik
antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok.
Berdasarkan pengertian tersebut, konflik dapat dinyatakan sebagai suatu keadaan dari
seseorang atau kelompok orang dalam suatu system social yang memiliki perbedaan dalam
memandang suatu hal dan diwujudkan dalam perilaku yang tidak atau kurang sejalan dengan
pihak lain yang terlibat di dalamnya ketika mencapai tujuan tertentu (Soetopo & Supriyanto,
2003). Selanjutnya konflik itu pada dasarnya adalah proses yang dinamis dan keberadaanya lebih
banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Jadi, jika

suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik itu dapat dikatakan
tidak ada (Nimran, 1999).
B. Pandangan Tentang Konflik
Terdapat beberapa pandangan mengenai konflik;
1.

Dari sudut pandang tradisional


Menyatakan bahwa konflik itu berbahaya dan harus dihindari, karena itu menunjukkan
adanya kerusakan fungsi dalam kelompok. Konflik dilihat sebagai hasil yang
disfungsional sebagai akibat dari buruknya komunikasi, kurangnya keterbukaan dan
kepercayaan diantara anggota organisasi, dan kegagalan manajer untuk memberikan
respon atas kebutuhan dan aspirasi dari para pekerja (Gitosudarmo & Sudita, 2000).

2.

Pandangan hubungan manusiawi


Menyatakan bahwa konflik adalah sesuatu yang lumrah dan alami dalam setiap kelompok
dan organisasi. Karena keberadaan konflik dalam organisasi tidak dapat dihindari, maka
konflik tidak harus bersifat buruk, tetapi memiliki potensi kekuatan yang positif di dalam
menentukan kinerja kelompok. oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik.

3.

Pandangan interaksionis
Menyatakan bahwa konflik tidak hanya dapat menjadi kekuatan positif di dalam
kelompok, tetapi justru mutlak perlu bagi kelompok agar dapat menghasilkan semangat
dan kreativitas (Muhyadi, 1989; Nimran, 1999). oleh karena itu konflik harus diciptakan.
pandangan ini didasari keyakinan bahwa organisasi yang tenang, harmonis, damai ini
justru akan menjadi statis, stagnan dan tidak inovatif. dampaknya adalah kinerja
organisasi menjadi rendah.
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut setiap pimpinan dapat melihat bagaimana

dirinya menyoroti konflik yang terjadi dalam penyelenggaraan perusahaan. Hal yang perlu
digarisbawahi adalah konflik itu wajar dan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
organisasi, perlu diambil nilai positifnya karena adanya konflik berarti menandakan adanya
dinamika dalam organisasi tersebut. Karena itu konflik tidak perlu ditakuti, sebuah konflik dapat
menimbulkan perubahan positif yang pada gilirannya dapat mendorong efektifnya organisasi.

C. Jenis-jenis Konflik
Beberapa penulis telah mengidentifikasi jenis-jenis konflik yang dihadapi oleh setiap
individu dalam organisasi. Handoko (1997) membedakan ada lima jenis konflik dalam
kehidupan organisasi, yaitu;
1.

Konflik dalam diri individu, konflik ini dialami oleh individu dengan dirinya sendiri
karena adanya tekanan peran dan ekspektasi diluar berbeda dengan keinginan atau
harapannya.

2.

Konflik antar individu dalam organisasi, konflik yang terjadi antar individu dengan
individu lain dalam sebua organasasi, biasanya disebabkan oleh adanya perbedaan sifat
dan perilaku setiap orang dalam organisasi. Konflik bisa terjadi antar karyawan karena
tidak lengkapnya uraian pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang manajer,
dan sistem koordinasi yang tidak jelas.

3.

Konflik antar individu dan kelompok, terjadi apabila konflik antara individu dengan
sebuah unit kerja dalam satu organisasi. berupa kesalahpahaman tentang apa yang
seharusnya dikerjakan oleh seseorang. contohnya Konflik bisa terjadi antarkaryawan
karena tidak lengkapnya uraian pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang
manajer, dan sistem koordinasi yang tidak jelas.

4.

Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, terjadi apabila diantara unit-unit
kelompok mengalami pertentangan dengan unit kelompok lain, pertentangan ini bila
berlarut-larut akan membuat koordinasi dan integrasi kegiatan menjadi terkendala atau
mengalami kesulitan. Misalnya antara divisi pembelian bahan baku dan divisi keuangan.
Divisi pembelian mengganggap akan efektif apabila bahan baku dibeli dalam jumlah
besar dibanding sedikit-sedikit tetapi makan waktu berulang-ulang. Sementara divisi
keuangan menghendaki jumlah yang lebih kecil karena terbatasnya anggaran. Misal
lainnya antara divisi produksi dan divisi pemasaran. Divisi pemasaran membutuhkan
produk yang beragam sesuai permintaan pasar. Sementara divisi produksi hanya mampu
memproduksi jumlah produksi secara terbatas karena langkanya sumberdaya manusia
yang akhli dan teknologi yang tepat.

5.

Konflik antar organisasi. konflik antara organasisasi, penyebabnya karena adanya ketidak
cocokan suatu badan terhadap kinerja suatu organisasi.

Ditinjau dari fungsinya ada 2 macam jenis konflik :


1. Konflik konstruktif, adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan
organisasi. contohnya adalah persaingan bisnis antara Rumah sakit A & dan rumah sakit
B sama- sama berebut pelanggan & bersaing secara sehat pada akhirnya kedua
perusahaan berusaha meningkatkan kualitas pelayanan agar menarik minat pelanggan
2. Konflik destruktif, adalah konflik yang berdampak negative bagi pengembangan
organisasi.
Ditinjau dari segi instansional, konflik dibagi menjadi 3 jenis, yaitu;
1. Konflik kebutuhan individu dengan peran yang dimainkan dalam organisasi. tidak jarang
kebutuhan dan keinginan bertentangan atau tidak sejalan dengan kebutuhan atau
kepentingan organisasi, hal ini bias memunculkan konflik.
2. Konflik peranan dengan peranan, setiap karyawan organisasi memiliki peranan yang
berbeda-beda dan adanya perbedaan peran tiap individu tersebut memunculkan konflik
karena setiap individu berusaha untuk memainkan perantersebut dengan sebaik-baiknya.
3. Konflik individu dengan individu lainnya, konflik seringkali muncul jika seorang
individu berintegrasi dengan individu lain, disebabkan oleh latar belakang, polapikir, pola
tindak, kepribadian, minat, persepsi, dan sejumlah karakteristik berbeda lainnya.
Ditinjau dari masalah yang menjadi sumber konflik, konflik dapat dibedakan menjadi;
1. Konflik tujuan. adanya perbedaan tujuan antar individu kelompok atau organisasi bias
memunculkan konflik.
2. Konflik peranan, setiap individu memiliki peran lebih dari satu. Peran yang dimainkan
yang jumlahnya banyak tersebut, sering kali memunculkan konflik.
3. Konflik nilai, nilai yang dianut seseorang sering kali tidak sejalan dengan system nilai
yang dianut organisasi atau kelompok.
4. Konflik kebijakan, konflik ini muncul karena seorang individu atau kelompok tidak
sependapat dengan kebijakan yang ditetapkan organisasi.

D. Penyebab Konflik
Konflik dapat dikarenakan oleh berbagai macam hal. Secara umum penyebab konflik adalah :
1.

Adanya tindakan yang bertentangan dengan hati nuraninya, ketidakpastian mengenai


kebutuhan yang harus dipenuhi, konflik peranan, konflik kepribadian, dan konflik tugas
di luar kemampuannya.

2.

Perbedaan peranan (atasan dengan bawahan), kepribadian, dan kebutuhan (konflik


vertical).

3.

Individu mendapat tekanan dari kelompoknya atau individu bersangkutan telah


melanggar

norma-norma

kelompok

sehingga

dimusuhi

atau

dikucilkan

oleh

kelompoknya. Berubahnya visi, misi, tujuan , sasaran, policy, strategi dan aksi individu
tersebut dengan visi, misi, tujuan, sasaran, policy, strategi dan aksi organisasi.
4.

Karena ambisi salah satu atau kedua kelompok untuk lebih berkuasa, ada kelompok yang
menindas, ada kelompok yang melanggar norma-norma budaya kelompok lainnya
(konflik primordial)

5.

Karena perebutan kekuasaan organisasi baik ekonomi maupun politik (konflik horizontal
dan konflik elit poltitik).

Menurut smith, Mazzarella, dan Pieele (1981), sumber terjadinya konflik adalah :
1. Masalah komunikasi, yang bias terjadi pada masing masing atau gabungan dari unsurunsur komunikasi, yaitu, sumber komunikasi, pesan, penerima pesan, dan saluran.
2. Struktur organisasi, tipa departemen/ fungsi dalam organisasi mempunyai tujuan,
kepentingan dan program sendiri-sendiri yang sering kali berbeda dengan yang lain.
3. Factor manusia, sifat dan kepribadian manusia satu dan dengan yang lainya berbeda dan
unik.
E. Persepsi terhadap Konflik
Dalam buku Husaini Usman (223, 2004) dikemukakan gambaran singkat tentang persepsi
lama dan baru terhadap konflik.
No
1
2
3

Lama (Dampak Negatif)


Semua konflik berakibat negatif
Harus dihindari (tradisional)
Berdampak negative bagi organisasi

Baru (Dampak Positif)


Konflik dapat berakibat positif dan negative
Harus dikelola
Berdampak positif bagi organisasi (functional)
7

F.

4
5
6

(disfunctional)
Mengganggu norma yang sudah mapan
Menghambat efektifitas organisasi
Mengganggu hubungan kerja sama

Merevisi dan memperbarui norma


Meningkatkan efektifitas organisasi
Menambah intim hubungan

7
8
9

(menghambat komunikasi)
Mengarah ke disintegrasi
Menghabiskan waktu dan tenaga
Stress, frustrasi, tegang, kurang

Menuju ke integrasi
Menghemat waktu dan tenaga
Mampu menyesuaikan diri, dan meningkatkan

10

konsentrasi, dan kurang puas


Tidak mampu mengambil tindakan

kepuasan
Mampu mengambil tindakan

Proses Konflik
Menurut Pondi (1999), proses konflik dimulai dari :
1.

Tahap 1 : Laten Konflik


yaitu tahap munculnya factor- factor yang menjadi penyebab konflik dalam organisasi.
bentuk-bentuk dasar dari situasi ini adalah persaingan untuk memperebutkan sumber daya
yang terbatas, konflik peran, persaingan perebutan posisi dalam organisasi.

2.

Tahap 2 : Perceived Conflik


konflik yang dipersepsikan, pada tahap ini salah satu pihak memandang pihak lain sebagai
penghambat atau mengancam pencapaian tujuan.

3.

Tahap 3 : Felt konflik


Pada tahap ini konflik tidak hanya sekedar dipandang ada tetapi sudah benar-benar
dirasakan.

4.

Tahap 4 ; Manifest konflik


konflik yang dimanifestasikan. Pada tahap ini perilaku tertentu sebagai indicator konflik
sudah mulai ditunjukkan seperti adanya sabotase, agresi terbukavkonfrontasi, rendahnya
kinerja dll.

5.

Tahap 5 : konflik resolution


pada tahap ini konflik yang terjadi diselesaikan dengan bebagai macam cara dan
pendekatan

6.

Tahap 6 ; Conflik Aftermath.


8

jika konflik benar-benar telah diselesaikan maka hal itu akan meningkatkan hubungan
antar anggota organisasi. hanya saja jika penyelesaian tidak tepat maka akan dapat
menimbulkan konflik baru.
G.

Strategi Pengendalian Konflik


Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan
juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara
lain :

1.

Introspeksi diri
Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja
yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat
mengukur kekuatan kita.

2.

Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.


Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat
mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka
atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk
sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari
semua sudut pandang.

3.

Identifikasi sumber konflik


Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat
teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.

4.

Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan
konflik :
a. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas
kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu
membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan
kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang kalah (win-win solution) akan
terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang
berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan bawahan, dimana
9

atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan


bawahan.
b. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik
ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi
menang kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing
pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara.
Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali,
ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang
menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain
mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying
behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama
atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara
kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d.

Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut
sama sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan
mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (winwin solution)

e. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama.
Pengelolaan konflik bertujuan untuk mengembangkan dan memberikan serangkaian
pendekatan, alternatif untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong
perubahan perilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat (Fisher, 2000). Menurut Johnson
setiap orang memiliki Relegiusitas masing-masing dalam mengelola konflik. RelegiusitasRelegiusitas ini merupakan hasil belajar, biasanya dimulai dari masa kanak-kanak dan berlanjut
hingga remaja (Supratiknya, 1995). Berdasarkan dua pertimbangan di atas, Johnson
mengemukakan 5 gaya dalam mengelola konflik, yaitu :
1. Gaya kura-kura
10

Seperti halnya kura-kura yang lebih senang menarik diri untuk bersembunyi di balik
tempurungnya, maka begitulah orang yang mengalami konflik dan menyelesaikannya dengan
cara menghindar dari pokok persoalan maupun dan orang-orang yang dapat menimbulkan
masalah. Orang yang menggunakan gaya ini percaya bahwa setiap usaha memecahkan konflik
hanya akan sia-sia. Lebih mudah menarik diri dari konflik, secara fisik maupun psikologis,
daripada menghadapinya.
2. Gaya ikan hiu
Menyelesaikan masalah dengan gaya ini adalah menaklukkan lawan dengan cara menerima
solusi konflik yang ditawarkan. Bagi individu yang menggunakan cara ini, tujuan pribadi
adalah yang utama, sedangkan hubungan dengan pihak lain tidak begitu penting. Konflik
harus dipecahkan dengan cara satu pihak menang dan pihak lain kalah. Mencari kemenangan
dengan cara menyerang, mengungguli, dan mengancam.
3. Gaya kancil
Pada gaya ini, hubungannya sangat diutamakan dan kepentingan pribadi menjadi kurang
penting. Penyelesaian konflik menggunakan cara ini adalah dengan menghindari masalah
demi kerukunan.
4. Gaya rubah
Gaya ini lebih menekankan pada kompromi untuk mencari tujuan pribadi dan hubungan baik
dengan pihak lain yang sama-sama penting.
5. Gaya burung hantu
Gaya ini sangat mengutamakan tujuan-tujuan pribadi sekaligus hubungannya pihak lain, bagi
orang-orang yang menggunakan gaya ini untukmenyelesaikan konflik menganggap bahwa
konflik adalah masalah yang harus dicari pemecahannya yang mana harus sejalan dengan
tujuan pribadi maupun tujuan lawan. Gaya ini menunjukkan bahwa konflik bermanfaat
meningkatkan hubungan dengan cara mengurangi ketegangan yang terjadi antar dua pihak
yang bertikai.
Prijosaksono dan Sembel (2003) mengemukakan berbagai alternative penyelesaian konflik
dipandang dari sudut menang-kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran manajemen
konflik yaitu :
1. Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)
Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau bekerja sama.
Tujuan adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau
kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang

11

paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang
biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya. Proses ini memerlukan komitmen
yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan
jangka panjang yang kokoh. Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masingmasing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan
berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.
2. Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)
Kuadran kedua ini memastikan bahwa ada pihak yang memenangkan konflik dan pihak lain
kalah. Biasanya menggunakan kekuasaan atau pengaruh untuk mencaril kemenangan.
Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan berikutnya,
sehingga terjadilah suatu suasana persaingan atau kompetisi di antara kedua pihak. Gaya
penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa
harus berada dalam posisi kalah, sehingga hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang
membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.
3. Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)
Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kalah-menang ini berarti ada
pihak berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya
digunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga
merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau
menciptakan perdamaian yang kita inginkan. Mengalah dalam hal ini bukan berarti kalah,
tetapi kita menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian terhadap konflik yang
timbul antara kedua pihak.
4. Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)
Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan
mengabaikan masalah yang timbul. Bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk
menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Cara
ini sebenarnya hanya bias dilakukan untuk potensi konflik yang ringan dan tidak terlalu
penting.
Sedangkan Dunnete (1976) memberikan lima strategi untuk mengatasi konflik dalam lima
kemungkinan yaitu ;

12

1. Jika kerja sama rendah dan kepuasan diri sendiri tinggi, maka gunakan pemaksaan (forcing) atau
competing,
2. Jika kerja sama rendah dan kepuasan diri sendiri rendah, maka gunakan penghindaran
(avoiding),
3. Jika kerjasama dan kepuasan diri sendiri cukup (seimbang), maka gunakan kompromi
(compromising),
4. Jika kerja sama tinggi dan kepuasan diri sendiri tinggi, maka gunakanlah kolaboratif
(collaborating), dan
5. Jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri rendah, maka gunakan penghalusan (smoothing).

BAB III
PENUTUP
Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan
dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik
agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya
konflik. Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus
mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang sesuai
sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik

13

maka akn diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan selalu
terus terjadi dalam organisasi.
Kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat
dieliminir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu
pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun konflik antara
kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik merugikan organisasi.
Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi
sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami
eskalasi secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi.

KEPUSTAKAAN
Fisher, dkkk. 2002. Mengelola Konflik, Ketrampilan Dan Strategi Untuk Bertindak. The British
Council
Luthans F. Organizational Behavior, Mc Graw Hill, Singapore, 1981
Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Munandar AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi Pengendalian
Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 987
Robbins, SP. Organizational Behaviour, Prentice Hall, Siding, 1979.
14

Winardi. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), Mandar


Mardianto, A. dkk. 2000. Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari Status Keikutsertaan
Dalam Mengikuti Kegiatan Pencinta Alam Di Universitas Gajah Mada. Jurnal Psikologi
No. 2
Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan). Bandung.
Penerbit: CV. Mandarmaju.

15

Anda mungkin juga menyukai