Anda di halaman 1dari 20

TUGAS ETIKA PROFESI

MAKALAH MANAGEMEN KONFLIK

Disusun oleh:
AYUK ARIYANTI 165060701111034

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Organisasi adalah suatu unit sosial yang dikoordinasikan secara sengaja, terdiri dari dua
orang atau lebih yang berfungsi pada suatu basis yang relatif berkesinambungan untuk mencapai
tujuan serta serangkaian tujuan (Robbins, 2003). Perilaku organisasi didefinisikan sebagai
pemahaman, perkiraan, dan pengelolaan atas perilaku manusia dalam organisasi (Luthans, 2005).
Di dalam sebuah organisasi tentu saja terjadi dinamika organisasi sebagai upaya
menyeimbangkan interaksi yang membentuk pola perilaku. Salah satu dinamika yang paling
sering terjadi dalam organisasi adalah konflik baik yang bersifat individu, kelompok, maupun
antar kelompok (Greenberg, 2005:10–11).
Salah satu indikator kesuksesan organisasi tercermin pada kinerja yang dihasilkan secara
komprehensif, baik kinerja dari aspek finansial, aspek manusia, aspek metode kerja dan
lingkungan yang kondusif. Terkait dengan kinerja sumber daya manusia (SDM) dipengaruhi oleh
dua katagori faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal SDM (Kaushal dan Kwantes
20006). Faktor internal SDM merupakan suatu keadaan atau kondisi yang ada dalam diri
individu karyawan dan dapat mempengaruhi secara langsung pada kinerja. Faktor internal
tersebut bisa meliputi pengetahuan, semangat, sikap, kepuasan, kedisiplinan, stress, komitmen
dan masih banyak lainnya. Hal-hal tersebut tentu saling terkait dan memberikan dampak secara
langsung yang signifikan bagi kemajuan organisasi atau lembaga. Begitu pula dengan faktor
eksternal di mana suatu kondisi atau keadaan disekitar kita yang secara tidak langsung dapat
memberikan pengaruh pada kinerja. Faktor eksternal tersebut meliputi lingkungan kerja,
kebijakan pemerintah atau lembaga, adanya persaingan, sistem manajemen lembaga, budaya dan
peran pemimpin serta faktor lainnya.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi terdapat interaksi baik dalam
satu faktor internal, antara faktor internal dan eksternal ataupun antar faktor eksternal organisasi.
Interaksi tersebut akan membentuk pola perilaku tertentu sehingga terbentuk perilaku organisasi
yang akan menentukan keberlanjutan organisasi tersebut dalam jangka pendek, menengah,
maupun jangka panjang. Proses interaksi dalam organisasi tidaklah ada jaminan akan selalu
terjadi kesesuaian atau kecocokan antar individu ataupun antar kelompok. Perbedaan sifat
antarindividu, perbedaan kepentingan, perbedaan persepsi, dan perbedaan-perbedaan lainnya
akan membawa organisasi ke dalam sebuah konflik. Seperti halnya yang diungkapkan dalam
penelitian Irawati (2007) bahwa berbagai perbedaan yang muncul dalam organisasi yang dapat
menimbulkan silang pendapat, pertengkaran atau bahkan konflik di dalam tubuh organisasi.
Konflik adalah situasi dimana dua atau lebih individu merasa dirinya saling berseberangan
(Newstrom and Davis, 2002). Konflik adalah sebuah proses di mana salah satu pihak merasa
keinginan atau ketertarikannya berseberangan dengan pihak lain (Kreitner and Kinicki, 2008).
Berdasarkan uraian diatas upaya untuk mengatasi konflik dalam suatu organisasi sangatlah
diperlukan untuk menghindari hal-hal buruk yang dapat terjadi. Peran seorang atasan atau
manager diperlukan untuk memutuskan bagaimana sebuah konflik dapat terselesaikan. Strategi
pada manajemen konflik diperlukan bagi individu dan kelompok sebagai upaya untuk suatu
proses perbaikan hubungan personal yang berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan. Menurut
Kwantes et al. (2008) dibutuhkan lima strategi mengelola konflik yaitu dengan mewajibkan,
mengintegrasikan, menghindari, mendominasi dan mengorbankan serta memberikan dampak
pada kinerja personal dan kinerja kelompok.
Artikel ini berfokus pada pembahasan konflik dan management konflik pada suatu
organisasi. Selain itu akan dibahas mengenai jenis-jenis konflik, penyebabnya, serta strategi
dalam penyelesaiannya. Artikel ini mengambil sumber dari beberapa jurnal baik nasional
maupun internasiaona yang berfokus pada bahasan seputar konflik pada organisasi ataupun
perusahaan.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan dari latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan suatu permasalahan,
yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan konflik dalam suatu organisasi?
2. Apa yang dimaksud dengan manajemen konflik dalam organisasi?
3. Faktor-faktor apa saja yang memicu terjadinya konflik?
4. Bagaimana peran seorang manager didalam situasi konflik organisasi?
5. Bagaimana strategi penyelesaian konflik yang terjadi dalam suatu organisasi?
1.3 Batasan Masalah
Diperlukan ruang lingkup atau batasan masalah dalam pembahasan suatu tema dalam artikel
sehingga pembahasan dapat lebih terarah dan jelas. Adapun batasan masalah dalam artikel ini
adalah sebagai berikut :
1. Sumber artikel diambil dari jurnal.
2. Hanya membahas seputar konflik dan managemen konflik dalam suatu organisasi.

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka penulis ini dilakukan
dengan tujuan yaitu:
1. Mengetahui konsep konflik dalam suatu organisasi
2. Mengetahui managemen konflik yang diterapkan di suatu organisasi
3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan konflik
4. Mengetahui bagaimana peran manajer dalam menghadapi situasi konflik yang terjadi di
suatu organisasi
5. Mengetahui strategi yang dapat digunakan dalam penyelesaian konflik

1.5 Manfaat Penelitian


Dengan melakukan penulisan artikel ini diharapkan dapat diambil beberapa manfaat sebagai
berikut :
1. Pembaca dapat mengetahui dan memahami seputar tentang konflik dan manajemen konflik
yang terjadi di suatu organisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konflik
Konflik berarti suatu kondisi yang bertentangan satu sama lain. Hal tersebut mengacu pada
ketidaksepakatan antara orang atau anggota organisasi. Ketidaksepakatan tesebut menjadi
sesuatu yang melekat dalam hubungan antara semua manusia. Larfela (1988) berpendapat serupa
mengenai konflik yaitu: "Bagian dari proses kompetisi yang merupakan dasar bagi kelangsungan
hidup dan keberhasilan evolusi makhluk hidup”. Menurut definisi ini, jelas bahwa konflik selalu
terjadi antara orang, sekelompok orang, anggota suatu organisasi dan antar organisasi yang
saling berkaitan satu sama lain.
Kata konflik mengandung banyak pengertian, ada pengertian negatif, pengertian netral dan
pengertian positif. Dalam pengertian negatif, konflik dikaitkan dengan sifatsifat animalistik,
kebuasan, kekerasan, barbarisme, perusakan, penghancuran, irasionalisme, tanpa kontrol
emosional, huru-hara, pemogokan perang, dan lain sebagainya. Dalam pengertian positif, konflik
dihubungkan dengan dengan peristiwa petualangan, tantangan, hal-hal baru, inovasi,
pembersihan, pembenahan, pemurnian, pembaharuan, penerangan batin, kreasi, pertumbuhan,
perkembangan, rasionalitas, mawas diri, perubahan, dan seterusnya. Sedangkan dalam pengertian
yang netral, konflik diartikan sebagai akibat biasa dari keanekaragaman individu manusia dengan
sifat-sifat yang berbeda, dengan kepentingan dan tujuan hidup yang tidak sama pula.
Konflik dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) berdasarkan bentuknya (Schermerhom, dkk:
1985) yaitu berupa perselisihan (disagreement) dan ketegangan (the presence of tension).
Konflik yang merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pengalokasian
sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi kebijakan dan prosedur serta pembagian jabatan
pekerjaan disebut dengan Substantive Conflicts. Sementara konflik yang terjadi akibat adanya
perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan serta adanya
pertentangan/ketegangan antar individu ( personality clashes) disebut Emotional Conflicts.
2.2 Manajemen Konflik
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil
para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang
mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan
mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola
komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
dan penafsiran terhadap konflik.
Menurut Boardman dan Horowits (1994), karakteristik kepribadian berpengaruh terhadap
gaya manajemen konflik individu. Karakteristik kepribadian yang terutama berpengaruh
terhadap gaya manajemen konflik individu adalah kecenderungan agresif, kebutuhan untuk
mengontrol dan menguasai, orientasi koperatif atau kompetitif, kemampuan berempati, dan
kemampuan untuk menemukan alternatif penyelesaian konflik.

2.3 Macam-macam Konflik


Menurut T. Hani Handoko ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian
tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan
pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari
kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sarna, dimana hal ini sering diakibatkan oleh
perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antar peranan
(seperti antara manajer dan bawahan).
3. Konflik antara individu dan kelompok, yang berhubungan dengan era individu menanggapi
tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh
seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena
melanggar norma-norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan antar
kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dan sistem
perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan
produk baru, teknologi, dan jasa, harga-harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya
lebih efisien.

2.4 Sebab-Sebab Timbulnya Konflik


Penyebab timbulnya konflik dapat dikelompokkan atas dua bagian besar yaitu, karakteristik
individu dan faktor situasi ( Tosi, dkk: 1986 ). Ada tiga jenis karakteristik individu yang dapat
memicu terjadinya konflik yaitu
a. Nilai Sikap dan Kepercayaan ( Values, Attitude and Beliefs).
Perasaan tentang apa yang benar da apa yang salah dan predisposisi untuk bertindak positif
maupun negatif terhadap suatu kejadian dan juga nilai-nilai yang dipegang dapat menciptakan
ketegangan ketegangan di antara individu dan kelompok dalam suatu organisasi.
b. Kebutuhan dan Kepribadian ( Needs and Personality).
Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan
kepribadian setiap orang, bahkan hal ini dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi.
c. Perbedaan Persepsi ( Perceptual Differences).
Persepsi dan penilaian dapat memicu munculnya konflik.
Beberapa kondisi lingkungan dapat mendorong terjadinya konflik antara pihak pihak yang
terlibat dalam suatu organisasi ataupun dengan pihak-pihak yang berada diluar organisisasi. Ada
enam jenis kondisi lingkungan yang dapat memicu terjadinya konflik yaitu:
a. Kesempatan dan Kebutuhan Berinteraksi (Opportunity and Needs to Interaction)
Kemungkinan konflik akan terjadi sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan
jarang berinteraksi satu dengan yang lainnya. Sejalan dengan meningkatnya asosiasi diantara
pihak-pihak yang terlibat, semakin meningkat pula terjadinya konflik.
b. Kebutuhan untuk Berkonsensus (Needs for Consensus).
Ada banyak hal dimana para manajer dari berbagai departemen yang berbeda harus memiliki
persetujuan bersama, hal ini di satu sisi akan dapat menekan konflik ketingkat yang lebih
minimal, namun di sisi lain, karena semakin banyaknya pihak yang terlibat dalam pengambilan
keputusan diperlukan adanya konsensus antar pihakpihak yang terlibat, sehingga seringkali hal
ini didahului oleh munculnya konflik sebelum kesepakatan disetujui.
c. Ketergantungan Satu Pihak Terhadap Pihak Lain (Dependency of One Party to Another).
Dalam hal ini cenderung yang terjadi adalah, jika satu pihak gagal dalam melaksanakan
suatu tugas tertentu, maka pihak lain juga akan terkena dampaknya, sehingga akan mendorong
munculnya konflik antara pihak yang diberikan kepercayaan untuk menjalankan tugas tersebut
dengan pihak yang memberikan tugas.
d. Perbedaan Status (Status Differences).
Sering konflik muncul disebabkan oleh adanya pandangan bahwa pihak yang memiliki
jabatan ( status) lebih tinggi lebih baik dibandingkan pihak yang berada di bawahnya.
e. Rintangan Komunikasi ( Communication Barriers ).
Sering kali komunikasi dianggap sebagai " pedang bermata dua ", tanpa adanya komunikasi
akan mendorong munculnya konflik, tetapi dengan komunikasi itu sendiri dapat menjadi sumber
konflik.
f. Batas-batas Tanggungjawab dan Yurisdiksi Yang Tidak Jelas ( Ambiguous Responsibilities
and Jurisdictions).
Orang-orang dengan jabatan dan tanggung jawab yang jelas akan dapat mengetahui apa
yang dituntut dari dirinya masing-masing. Ketika terjadi ketidak jelasan tanggung jawab dan
yurisdiksi, kemungkinan terjadinya konflik akan semakin besar.

2.5 Proses Konflik


Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Konflik memiliki awal,
dan melalui banyak tahap sebelum berakhir. Ada banyak pendekatan yang baik untuk
menggambarkan proses suatu konflik antara lain menurut Luthans (2006: 140) sebagai berikut:
a. Antecedent Conditions or latent Conflic
Merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan, atau mengawali sebuah episode
konflik. Terkadang tindakan agresip dapat mengawali proses konflik. Atecedent conditions dapat
tidak terlihat, tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum
tentu mengawali proses suatu konflik. Sebagai contoh, tekanan yang didapat departemen
produksi suatu perusahaan untuk menekan biaya bisa menjadi sumber frustasi ketika manager
penjualan ingin agar produksi ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar yang mendesak
b. Perceived Conflict.
Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam
keadaan terancam dalam batas-batas tertentu.Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja
melakukan sesuatu yang berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai
ancaman. Seperti dalam kasus dia atas, bila manager penjualan dan manager produksi memiliki
kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah permintaan pasar yang mendesak, bukanya
konflik yang akan muncul melainkan kerjasama yang baik. Tetapi jika perilaku keduanya
menimbulkan perselisihan, proses konflik itu akan cenderung berlanjut.
c. Felt Conflict
Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena itulah jika orang merasakan adanya
perselisihan baik secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut,
maupun kegusaran akan bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak
lain, sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana
untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut.
d. Manifest Conflict
Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut.Begitu
banyak bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini adalah berbagai argumentasi,
tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah
yang konstruktif.
e. Conflict Resolution or Suppression
Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam berbagai cara. Kedua belah
pihak mungkin mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut. Mereka bahkan
mungkin mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang
akan datang. Konflik juga dapat dikatakan selesai jika satu pihak berhasil mengalahkan pihak
yang lain.
f. Conflict Alternatif
Ketika konflik terselesaikan, tetap ada perasaan yang tertinggal. Terkadang perasaan lega
dan harmoni yang terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan
persoalan di antara kedua belah pihak dan dapat meminimasik konflik-konflik yang mungkin
terjadi di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan tidak enak dan
ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi yang potensial untuk episode konflik yang
selanjutnya
2.6 Peran Manajemen Konflik dalam Organisasi
Para manajer bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam memperoleh
informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan, demikian pula untuk
mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada pihak-pihak lain. Salah satu titik pening dari
tugas seorang manajer dalam melaksanakan komunikasi yang efektif didalam organisasi bisnis
yang ditanganinya adalah memastikan bahwa arti yang dimaksud dalam instruksi yang diberikan
akan sama dengan arti yang diterima oleh penerima instruksi demikian pula sebaliknya (the
intended meaning of the same). Hal ini harus menjadi tujuan seorang manejer dalam semua
komunikasi yag dilakukannya. Dalam hal me-manage bawahannya, manajer selalu dihadapkan
pada penentuan tuntuan pekerjaan dari setiap jabatan yang dipegang dan ditangani oleh
bawahannya (role expectaties) dan konflik dapat menimbulkan ketegangan yang akan berefleksi
buruk kepada sikap kerja dan perilaku individual. Manajer yang baik akan berusaha untuk
meminimasasi konsukensi negatif ini dengan cara membuka dan mempertahankan komunikasi
dua arah yang efektif kepada setiap anggota bawahannya. Disinilah manajer dituntut untuk
memenuhi sisi lain dari ketrampilan interpersonalnya, yaitu kemampuan untuk menangani dan
menyelesaikan konflik.

2.7 Dampak Konflik


Menurut Wijono (1993), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan
dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang
dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat
seperti:
1. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja
2. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masingmasing.
3. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun
antar kelompok dalam organisasi
4. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan
produktivitas kerja semakin meningkat
5. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya
melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling)
dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif
dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan
menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-
jam kerja berlangsung
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan
kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul
perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak
dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit
tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya
4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari
atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi
5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over

2.8 Strategi / Gaya Manajemen Konflik


Diagram lima gaya menangani konflik, menurut Mukhsin M Jamil (2007:83)

Gambar 2.1 Strategi / Gaya Manajemen Konflik


a. Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak
terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang
berkonfrontasi untuk menenangkan diri.
b. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah,
khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya
kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan.
c. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan
keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan
nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode
yang penting untuk alasanalasan keamanan.
d. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling
memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat
menguntungkan semua pihak.
e. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
- Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja
yang sama.
- Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan
saling memperhatikan satu sama lainnya
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Penulisan Artikel


Penulisan artikel ini dibuat secara ringkas, padat dan tuntas. Selain itu artikel juga bersifat
informatif dan faktual berdasarkan sumber dan teori yang diambil dari jurnal-jurnal terdahulu
yang dirasa masih sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini.

3.2 Data yang Diambil


Data yang diambil merupakan data sekunder yang mana diambil dari data penelitian yang
sudah ada
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Studi Kasus
PT. Sumi Rubber Indonesia merupakan perusahaan industri yang bergerak dalam bidang
pengolahan bahan mentah karet menjadi ban dan bola golf. Perusahaan ini terletak di kawasan
Indotaisei, Cikampek Karawang. Perusahaan ini memiliki 16 departemen salah satunya adalah
departemen Purchasing juga merupakan departemen yang diasumsikan sebagai “daerah basah”.
Asumsi ini muncul ini karena didalam internal departemen itu sendiri terdapat transaksi keluar
barang masuk dan proses pembeliannya. Di departemen Purchasing terdapat 12 karyawan staf, 2
chief staf, 1 asisten manager, 1 manager dan 1 general manager. Dalam 1 hari departemen ini
bisa melakukan pembelian barang diatas 1 Milyar. Dengan banyak dan besarnya transaksi uang
yang dilakukan di dalam departemen Purchasing setiap harinya inilah yang menimbulkan konflik
internal. Setiap staf yang menangani perkerjaan pembelian seringkali timbul rasa curiga satu
sama lain karena ada rasa iri terhadap jumlah transaski pembelian barang yang dilakukan.

4.2 Pembahasan
Ada 8 bentuk perilaku buruk diantaranya pelecehan seksual, agresi dan kejahatan, bullying,
ketidaksopanan, penipuan, penyalahgunaan obat ditempat kerja, cyberslacking, sabotase dan
pencurian (Ivancevich, 2006 : 263). Didalam departemen Purchasing itu sendiri, peneliti
menemukan perilaku buruk yang terjadi yaitu seperti yang disajikan dalam tabel berikut
Tabel 4.1 Perilaku Buruk Karyawan PT Sumi Rubber Indonesia
Dimensi fisik Dimensi aktif dan Dimensi langsung tidak langsung
verbal pasif
Fisik Aktif Langsung Tidak langsung
- Mengganggu orang lain - Pencurian
ketika bekerja - Sabotase
- Menghancurkan property
- Mengkonsumsi sumber
daya yang diperlukan
Pasif - Melambatkan kerja dengan - Datang terlambat rapat
sengaja - Menunda pekerjaan untuk
- Menolak menyediakan membuat target tampak
sumber daya yang buruk
diperlukan - Menyebabkan orang lain
- Meniggalkan wilayah kerja menunda tindakan
ketika target masuk
Tabel 4.1 Perilaku Buruk Karyawan PT Sumi Rubber Indonesia (lanjutan)
Verbal Aktif - Ancaman - Menyebarkan gossip
- Teriakan - Mengadu
- Hinaan dan sarkasme - Berbicara dibelakang
- Memamerkan status - Merendahkan pendapat
- Evaluasi kerja yang tidak - Mengirimkan informasi
adil yang menolak
Pasif - Gagal membalas panggilan - Gagal mengirimkan
telepon informasi
- Mendiamkan target - Gagal menyangkal gosip
- Menolak permintaan target yang salah
- Gagal membela target
- Gagal memperingatkan
bahaya yang akan
muncul

Karyawan dalam satu departemen Purchasing seringkali timbul kesalahpahaman karena


komunikasi yang dijalin tidak efektif. Beberapa faktor penyebab komunikasi yang terjadi yang
tidak efektif didalam organisasi khususnya departemen Purchasing ini adalah Faktor
kemampuan individu dalam berkomunikasi, tingkat pendidikan yang berbeda dari mulai D3
hingga S2, serta ketidaknyaman dalam bekerja karena perilaku buruk yang kerap terjadi. Hal
yang paling penting adalah kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh setiap individu karena itu
merupakan faktor penentu kesuksesan setiap individu maupun organisasi untuk bertahan dalam
persaingan bisnis. Kemampuan komunikasi seseorang dalam organisasi diperlukan dalam
membangun tim kerja dan dalam aktivitas organisasi.
Komunikasi yang efektif dianggap penting karena menentukan tepat tidaknya komunikasi
yang dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsip komunikasi yang efektif yang diutarakan
menurut Rismi Somad (2014:131) yang disebut REACH ( Respect, Empathy, Audible, Clarity,
Humble) :
1. Menghargai (respect): Dengan membangun komumikasi dengan rasa hormat dan sikap
saling menghargai dan menghormati, maka kita akan membangun kerjasama yang
meningkatkan efektivitas kinerja sebagai individu maupun kelompok.
2. Empati (empathy) : kemampuan untukn mendengarkan atau mengerti terlebih dahulu
sebelum didengarkan atau dimenegerti orang lain. Dengan memahami dan mendengar orang
lain maka kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan dengan orang lain.
3. Memahami (audible) : Pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan
dengan baik dengan penggunaan media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual.
Penggunaan media ini membantu agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan
baik.
4. Jelas (clarity) : kejelasan dari pesan sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau
berbagai openafsiran yang berlainan. Clarity bisa diartiikan juga keterbukaan dan
tranparansi, yang dapat meningkatkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim.
5. Rendah hati (humble) : sikap yang merupakan unsur terkait dengan membangun rasa
menghargai orang lain yang didasarkan oleh sikap rendah hati yang kita miliki.
Melihat kasus konflik yang terjadi di PT Sumi Rubber Indonesia maka pihak manajemen
melakukan beberapa langkah untuk meningkatkan komunikasi yang efektif didalam departemen
Purchasing yaitu
1. Melakukan breafing setiap hari sebelum bekerja antara 15 hingga 30 menit, didalam
breafing ini setiap karyawan wajib melakukan pelaporan atas jobdesk pekerjaan yang
ditangani baik itu progress kemajuan kerjanya, kendala yang dihadapi dan sharing pendapat
satu sama lain. Hal ini bertujuan untuk membuat pekerjaan dalam satu team tersebut berjalan
dengan lancar.
2. Memberikan laporan pekerjaan secara individu kepada atasan baik secara tertulis dalam
bentuk weekly report maupun secara oral. Manager selalu berusaha menjalin komunikasi
dengan baik dengan bawahannya serta memberikan masukan terhadap masalah yang
dihadapi.
3. Melakukan rapat dengan depertemen lain seminggu sekali untuk membahas terkait barang
yang dipesan, spesifikasi barang dan masalah yang dihadapi oleh setiap departemen atas
barang yang sudah dipesan jika terjadi reject ataupun kerusakan.
4. Melakukan kunjungan langsung atau melihat barang yang dibeli secara langsung dengan
didampingi oleh supplier dan departemen yang terkait untuk melakukan pengechekan atas
spesifikasi atas barang yang dipesan.
5. Departemen purchasing memberikan kemudahan kepada karyawannya dalam berkomunikasi
dengan menyediakan media seperti laptop, komputer,dan handphone sehingga kinerja kerja
yang dihasilkan lebih cepat dan maksimal.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Konflik adalah situasi dimana dua atau lebih individu merasa dirinya saling berseberangan
(Newstrom and Davis, 2002). Konflik adalah sebuah proses di mana salah satu pihak merasa
keinginan atau ketertarikannya berseberangan dengan pihak lain (Kreitner and Kinicki, 2008).
Terjadinya konflik pasti terjadi pada suatu organisasi yang mana banyak terjadi interaksi dari dua
orang atau lebih. Untuk itu, peranan manajemen konflik sangatlah dibutuhkan untuk menangani
konflik agar tidak berlanjut berkepanjangan serta memberburuk kondisi organisasi. Menurut
Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku
atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin
atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau
tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Terdapat lima jenis konflik yang dapat terjadi. 1) konfik dalam diri individu, 2) konflik
antar individu dalam organisasi yang sama, 3) konflik antara individu dan kelompok, 4) konflik
antar kelompok dalam organisasi yang sama, dan 5) konflik antar organisasi. Tosi, dkk : 1986
berpendapat bahwa penyebab timbulnya konflik dapat dikelompokkan atas dua bagian besar
yaitu karakteristik individu dan faktor situasi. Menurut Mukhsin M Jamil (2007:8) terdapat lima
strategi managemen konflik yang dapat diterapkan yaitu 1) menghindar, 2) mengakomodasi. 3)
kompetisi, 4) kompromi atau negoisasi, dan 5) memecahkan masalah atau kolaborasi.
Konflik tidak selalu berdampak buruk bagi organisasi. Jika upaya penanganan dan
pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan
muncul melaui perilaku sesorang sebagai sumber daya manusia yang potensial seperti
meningkatnya ketertiban, kedisiplinan, hubungan kerja sama yang produktif, meningkatnya
motivas kerja, dan lain-lain.
Pada kasus konflik yang terjadi di department purchasing PT. Sumi Rubber Indonesia
terdapat beberapa perilaku buruk karyawan yang ditunjukkan seperti pencurian, sabotase, datang
terlambat, menunda pekerjaa, dan lain-lain. Menurut penelitian penyebab konflik tersebut timbul
akibat kesalahpahaman karena komunikasi yang terjalin tidak efektif. Beberapa penyebab
buruknya komunikasi adalah kemampuan individu dalam berkomunikasi, tingkat pendidikan
yang berbeda, serta ketidaknyamanan dalam bekerja. Oleh sebab itu komunikasi yang efektif
dianggap penting dalam penanganan kasus tersebut. Menurut Rismi somad (2014: 131) ada lima
prinsip komunikasi efektif yang disebut REACH ( Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble).

5.2 Saran
Peran manajer dalam menghadapi konflik yang terjadi disuatu organisasi sangatlah penting.
Manajer dapat menjadi pihak ketiga yang dapat menyelesaikan konflik yang terjadi antar
karyawannya. Oleh karena itu keterampilan seorang manajer dalam berkomunikasi sangat
dibutuhkan agar suatu konflik dapat terselesaikan. Seorang manajer dapat memilih strategi-
strategi penanganan konflik berdasarkan jenis konflik yang terjadi. Selain peran manajer
komunikasi yang efektif baik antar individu maupun antar kelompok juga harus dijaga agar
terjadinya konflik dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA

A.M. Chaudhry and R. Asif.. (2015). Organizational Conflict and Conflict Management: a
synthesis of literature. Journal of Business and Management Research, 9 (2015) 238-244
Anwar, Choerul (2015). Manajemen Konflik Untuk Menciptakan Komunikasi Yang Efektif
(Studi Kasus Di Departemen Purchasing PT. Sumi Rubber Indonesi). Jurnal Interaksi, Vol 4
No 2, Juli 2015, Hal 148 - 157
Dr.Digvijaysinh Thakore. (2013). Conflict And Conflict Management. IOSR Journal Of
Business And Management (IOSR-JBM) E-issn: 2278-487X. Volume 8, Issue 6 (Mar. - Apr.
2013), Pp 07-16
Heridiansyah, Jefri. (2014). Manajemen Konflik Dalam Sebuah Organisasi. Jurnal STIE
Semarang, Vol 6, No 1, Edisi Februari 2014
Kristianto, Heru . (2015). Hubungan Antara Komitmen Organisasional Dan Gaya Manajemen
Konflik Karyawan Bank Milik Pemerintah Daerah Tingkat Ii Di Provinsi Diy
Kurnia Dani, Aditya. (2016). Hubungan Komunikasi Organisasi Dan Komitmen Organisasi
Dengan Manajemen Konflik Pada Guru Di Sekolah Islam Bunga Bangsa Samarinda.
eJournal Psikologi, Volume 4, Nomor 2, 2016: 189-199.
Madalinaa, Oachesu (2016). Conflict Management, A New Challenge. Procedia Economics And
Finance 39 ( 2016 ) 807 – 814
Mardianto, Koentjoro & Purnamaningsih. (2000). Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari
Status Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan Pecinta Alam Di Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Jurnal Psikologi No.2 Tahun 2000 Hal 111 – 119
Muspawi, Mohamad. (2014). Manajemen Konflik ( Upaya Penyelesaian Konflik Dalam
Organisasi ). Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora. Volume 16, Nomor 2,
Hal. 41-46 Juli – Desember 2014
Nuryasman MN. (2009). Peranan Manajemen Konflik Dalam Organisasi. Jurnal
Manajemen/Tahun XIII, No.01, Februari 2009: 99-109.
Setyawardani, Titis dan Noermijati. (2012). Proses Terjadinya Konflik dalam Organisasi (Studi
Kasus pada BUMD PT.X). Jurnal Aplikasi Manajemen, Volume 10, Nomor 4, Desember
2012
Wartini, Sri. (2015). Strategi Manajemen Konflik Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja
Teamwork Tenaga Kependidikan. Jurnal Manajemen Dan Organisasi Vol VI, No 1, April
2015
Yuningsih, Ani. (2011). Implementasi Komunikasi Organisasi dalam Manajemen Konflik The
Arena Model of Conflict Strategies Approach. Jurnal Prosiding SNaPP2011: Sosial,
Ekonomi, dan Humaniora. Vol 2, No.1, Tahun 2011
Wijayati, Dewie Tri. (2009). Model Konseptual Manajemen Konflik Dalam Organisasi. Jurnal
Bisnis Dan Manajemen Vol. I, No. 2, Februari 2009

Anda mungkin juga menyukai