Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MANAJEMNEN KONPLIK

IMPLEMENTASI TEORI MANAJEMEN KONFLIK DALAM


PENYELESAIAN KONFLIK DI INDONESIA

Di susun Oleh :

Nama : Natalia Marbun


Npm : 20.011.111.016
Jurusan : Ilmu Pemerintahan

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU


SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS
DARMA AGUNG MEDAN 2022
IMPLEMENTASI TEORI MANAJEMEN KONFLIK DALAM PENYELESAIAN
KONFLIK DI INDONESIA

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang
mempunyai karakteristik yang beragam. Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata
sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama, kepercayaan, aliran politik, serta
budaya dan tujuan hidupnya. Dalam sejarah umat manusia, perbedaan inilah yang selalu
menimbulkan konflik. Selama masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindarkan
dan selalu akan terjadi.
Lembaga sebagai bagian dari proses perkembangan manusia juga tidak terlepas dari
berbagai macam konflik. Banyak yang beranggapan bahwa konflik itu selalu menimbulkan
dampak negatif, padahal dalam kondisi tertentu konflik justru sangat diperlukan untuk
kepentingan perubahan dan pengembangan keperibadian seseorang.
Konflik dapat terjadi antara individu-individu, antara kelompok-kelompok dan antara
organisasi organisasi. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada pandangan
yang sama sekali bertentangan tanpa ada kompromi, kemudian menarik kesimpulan yang
berbeda dan cenderung bersifat tidak toleran, maka dapat dipastikan akan timbul konflik
tertentu.
Ada dua macam konflik yang terjadi, yaitu konflik substantif dan konflik emosional.
Konflik subtantif (subtantive conflicts) meliputi ketidak sesuaian paham tentang hal-hal
seperti: tujuan-tujuan, alokasi sumber daya, kebijakan- kebijakan, serta penugasan-
penugasan. Sedangkan konflik emosional (emotional conflicts) timbul karena perasaan
marah, ketidakpercayaan, ketidaksenangan, takut dan sikap menentang, maupun bentrokan-
bentrokan kepribadian. Kedua macam konflik ini akan selalu muncul pada setiap organisasi.
Meskipun demikian, konflik tidak perlu dihindari apalagi ditakuti. Konflik hanya butuh
penyelesaian yang baik, karena konflik apabila dikelola dengan benar justru berubah menjadi
kekuatan baru yang sangat besar dalam berinovasi serta sangat potensial untuk
pengembangan sebuah organisasi.
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar
dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku
maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan
intrepretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang
diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena
komunikasi efektif antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil
para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan kearah hasil tertentu
yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat,
atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerja sama dalam
memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan
oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik
menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka
mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Beberapa strategi mengatasi konflik antara lain adalah (1) Contending (bertanding);
(2) Yielding (mengalah); (3) Problem Solving (pemecahan masalah); (4) With Drawing
(menarik diri); dan (5) Inaction (diam) tidak melakukan apapun, dimana masing-masing
pihak saling menunggu langkah berikut dari pihak lain.
Manajemen konflik sangat dibutuhkan oleh organisasi atau sebuah lembaga untuk
dapat mengembangkan dan mengarahkan organisasi ke arah yang lebih baik, dengan
timbulnya masalah akan dapat lebih mematangkan pemikiran dalam organisasi atau lembaga.

1.2 Kerangka Pemikiran

Pengertian Konflik
Konflik menurut istilah “conflict” di dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian,
peperangan, atau perjuangan. Bagi Pruitt dan Rubin, konflik berarti persepsi mengenai
perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa
aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.
b. Jenis-jenis Konflik
1.Konflik di dalam individu Konflik ini timbul apabila individu merasa bimbang terhadap
pekerjaan mana yang harus dilakukan, bila berbagai permintaan pekerjaan saling
bertentangan atau individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama Konflik ini timbul akibat tekanan yang
berhubungan dengan kedudukan atau perbedaan-perbedaan kepribadian.
3. Konflik antara individu dan kelompok Konflik ini berhubungan dengan gara individu
menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja
mereka.Contoh, seseorang yang dihukum karena melanggar norma-norma kolompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama adanya pertentangan kepentingan
antar kelompok
5. Konflik antar organisasi Akibat adanya bentuk persaingan ekonomi dalam system
perekonomian suatu Negara. Konflik semacam ini sebagai sarana untuk mengembangkan
produk baru, teknologi, jasa-jasa, harga yang lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya
yang tersedia secara efisien. Selain itu, kategori konflik yang terjadi biasanya ada tiga yaitu :
konflik resiko kecil (pendirian rumah ibadah) yang tidak mengikuti peraturan pemerintah ,
konflik resiko menengah (perayaan hari raya) yang mengganggu ketertiban umum bagi
agama lain, dan konflik besar yaitu terjadi perkelahian dan pembunuhan antar umat
beragama.

2. TINJAUAN PUATAKA

2.1. Pengertian Manajemen Konflik


Manajemen konflik adalah suatu proses aksi dan reaksi yang di ambil oleh para
pelaku konflik atau pihak ketiga secara rasional dan seimbang,dalam rangka pengendalian
situasi dan kondisi perselisihan yang terjadi antara beberapa pihak
Asumsi orang mengenai konflik akan mempengaruhi gaya manajemen konflik orang
ketika menghadapi situasi konflik. Apabila orang tersebut menjabat posisi kepemimpinan
atau jabatan manajerial, maka hal itu akan mempengaruhi gaya kepemimpinan dan gaya
manajemennya. Untuk itu sebelum membahas apa itu manajemen konflik? Peneliti akan
sedikit membahas konflik.
Konflik dapat didefinisikan sebagai peristiwa sosial yang mengandung penentangan atau
ketidaksetujuan (Lestari, 2012: 101). Thomas (dalam Lestari, 2012: 101) mendefinisikan
konflik sebagai proses yang bermula saat salah satu pihak menganggap pihak lain
menggagalkan atau berupaya menggagalkan kepentingannya. Situasi konflik dapat diketahui
berdasarkan munculnya anggapan tentang ketidakcocokan tujuan dan upaya untuk
mengontrol pilihan satu sama lain, yang membangkitkan perasaan dan perilaku untuk saling
menentang (Lestari, 2012: 101).
Erikson kemudian menjelaskan bahwa konflik terjadi dalam tiga level. Level pertama konflik
yang terjadi ketika kepribadian anak atau individu berhadapan dengan tuntutan orangtua atau
masyarakat. Level kedua adalah konflik terjadi di dalam diri individu, misalnya antara
percaya dan tidak percaya. Level ketiga adalah konflik yang terjadi dalam menentukan cara
beradaptasi (dalam Lestari, 2012: 101).
Konflik akan berdampak negatif bila tidak terkelola dengan baik. Agar konflik dapat
terkelola dengan baik maka diperlukan manajemen konflik. Wirawan (2010: 129)
mendefinisikan manajemen konflik sebagai proses pihak yang terlibat atau pihak ketiga
menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar
menghasilkan resolusi yang diinginkan.
Selanjutnya Robbins (dalam Winardi, 2003: 271) menjelaskan manajemen konflik
sebagai proses pengkoordinasian dengan menggunakan tehnik-tehnik resolusi dan stimulasi
untuk meraih tingkatan konflik yang diinginkan sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik
tersebut “stimulating and creating it as well as diminishing or channeling it".
Sementara itu Moore (2004: 176) mengatakan bahwa manajemen konflik atau lazim
disebut mengelola konflik adalah kecenderungan seseorang dalam menata atau mengatur
pertentangan dalam wujud sikap dan perilaku. Sebab masalah yang lahir dari pertentangan
merupakan sesuatu yang menghambat, merintangi, atau mempersulit seseorang mencapai
maksud dan tujuan tertentu.
Selanjutnya Dafidoff (1991: 139) memberikan penjelasan bahwa manajemen konflik
adalah kecenderungan pilihan sikap dalam menghadapi, mengenali, mengidentifikasi, dan
menempatkan kondisi-kondisi yang dilakukan sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan
tekanan lingkungan tempat ia hidup. Hal senada juga dikemukakan oleh Toomey (dalam
Wirawan: 134)

2.2. Tujuan Manajemen Konflik


1) mencegah kemungkinan terjadinya konflik
2) menghindari dari adanya konflik yang terjadi
3) mengurangi dampak resiko yang diakibatkan oleh adanya konflik; dan
4) menyelesaikan konflik dalam waktu sesingkat mungkin.

Fungsi manajemen konflik untuk menyelesaikan suatu konflik dalam sebuah organisasi
memiliki beberapa manfaat seperti dibawah ini.
 Meningkatkan kinerja dan keaktifan karyawan.
 Mengembangkan kemampuan karyawan.
 Melatih kemampuan menyelesaikan konflik.
 Meningkatkan rasa saling menghormati.

2.3. Pengertian Konflik Menurut Para Ahli

Berikut ini adalah beberapa pengertian konflik menurut para ahli:

a. Alo Liliweri Konflik adalah suatu bentuk pertentangan alamiah yang berasal dari individu
ataupun kelompok karena mereka terlibat mempunyai perbedaan kepercayaan, sikap,
kebutuhan, dan nilai.

b. De Moor Dalam sebuah sistem sosial, bisa dikatakan ada konflik jika para penghuni
sistem tersebut membiarkan dirinya atau kelompoknya dibimbing oleh tujuan atau nilai yang
bertentangan dan hal tersebut terjadi secara besar-besaran.

c. Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin Istilah “conflict” dalam bahasa aslinya mempunyai
arti sebagai perkelahian, peperangan, dan perjuangan yang berbentuk konfrontasi fisik antara
beberapa pihak.

d. Lewis A. Coser Konflik merupakan suatu perjuangan tentang nilai atau tuntutan atas
status, kekuasaan, bertujuan untuk menetralkan, mencederai, dan melenyapkan lawan.

e. M.Z Lawang Konflik adalah suatu bentuk perjuangan untuk mendapatkan status, nilai, dan
juga kekuasaan saat tujuan dari pihak yang berkonflik tak hanya memperoleh keuntungan,
namun juga menundukkan saingannya.

3.PEMBAHASAN

3.1. Teori Manajemen Konflik

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku


maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan
yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah
laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
(interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga,
yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena
komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah- langkah yang
diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil
tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian
konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif,
bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri,
kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau
pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses
manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan
bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik. Fisher dkk
(2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam
menggambarkan situasi secara keseluruhan.

1) Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras


2) Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan
damai.
3) Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan
mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
4) Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan
baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
5) Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas
dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan
politik yang positif. Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan
dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya
misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.
Keberadaan konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan, dengan kata lain bahwa
konflik selalu hadir dan tidak dapat dielakkan.Konflik sering muncul dan terjadi pada setiap
organisasi, dan terdapat perbedaan pandangan dalam mengartikan konflik. Konflik adalah
benturan dari bermacam-macam paham, perselisihan, tidak adanya kata mufakat, terjadinya
pergesekan, bahkan perkelahian, atau perlawanan dengan senjata perang.
Sedangkan menurut Adam Ibrahim Indrawijaya, konflik adalah bentuk pertikaian
yang terjadi antara seseorang dengan orang lain, seseorang dengan kelompok, antara
kelompok dengan kelompok, ataupun antara kelompok dengan organisasi atau mungkin
antara perseorangan dengan organisasi secara menyeluruh. Konflik adalah gejala yang
menunjukkan seorang individu atau kelompok yang menunjukkan sikap atau perilaku
bermusuhan terhadap orang.

Definisi konflik yang diajukan berhubungan dengan tiga macam tipe konflik
dasar,yaitu:
a. Konflik tujuan ( goal conflict ), yang akan terjadi apabila keadaan akhir yang diinginkan
atau hasil – hasil yang dipreferensi ternyata tidak sesuai satu sama lainnya.
b. Konflik kognitif ( cognitive conflict ), yang timbul apabila para individu menyadari bahwa
ide – ide atau pemikiran mereka tidak konsisten satu sama lainnya.
c. Konflik afektif ( affective conflict ), yaitu konflik yang timbul apabila perasaan – perasaan
atau emosi – emosi tidak sesuai satu sama lainnya, maksudnya orang – orang mengamuk satu
sama lainnya.
Sedangkan Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak
terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat
adanya konflik yang menghasilkan kompromi yang berbeda dengan kondisi semula10. Teori
ini didasarkan pada pemilikan sarana-sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas
dalam masyarakat. Jadi manajemen konflik ialah suatu alat pengelolaan konflik yang dapat
menetralisir adanya konflik dalam suatu organisasi atau lembaga yang dapat memberikan
dampak positif maupun negatif. atau kelompok lain,sehingga memengaruhi kinerja salah satu
individu atau kelompok yang berkonflik

3.2. Aspek-Aspek Manajemen Konflik


Robbins (2002: 215) berpendapat mengenai beberapa aspek gaya manajemen konflik
yang sering dilakukan oleh seseorang, antara lain sebagai berikut:
a. Competing atau kompetisi, yaitu merupakan gaya yang berorientasi pada kekuasaan,
dimana seseorang akan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk memenangkan
konflik dengan lawannya.
b. Kolaborasi atau pemecah masalah, yaitu merupakan gaya mencari solusi integratif jika
kepentingan kedua belah pihak terlalu penting untuk dikompromikan. Gaya ini cenderung
lebih suka menciptakan situasi yang memungkinkan agar tujuan dapat dicapai. Mencari solusi
agar dapat diterima semua pihak, tujuan pribadi juga tercapai sekaligus hubungan dengan
orang lain menjadi lebih baik.
c. Penghindaran, yaitu merupakan gaya yang cenderung memandang konflik tidak produktif
dan sedikit menghukum. Aspek negatif dari gaya ini adalah melempar masalah pada orang
lain dan mengesampingkan masalah atau bahasa lainnya adalah menarik diri atau
bersembunyi untuk menghindari konflik.
d. Akomodasi atau penolong ramah, yaitu merupakan gaya yang sangat mengutamakan
hubungan dan kurang mementingkan kepentingan pribadi. Orang yang menggunakan gaya ini
cenderung kurang tegas dan cukup kooperatif, mengabaikan kepentingan sendiri demi
kepentingan orang lain.
e. Kompromi atau pendamai penyiasat, yaitu merupakan gaya yang lebih berorientasi pada
jalan tengah karena setiap orang punya sesuatu untuk ditawarkan dan sesuatu untuk diterima.
Nilai gaya ini terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi.

3.3. Strategi Dalam Manajemen Konflik


Untuk memanajemen konflik yang dialami individu, ada beberapa strategi yang dapat
dilakukan, menurut Devitto (1997: 270-274) strategi itu antara lain, sebagai berikut:
a. Penghindaran dan Melawan secara aktif. Penghindaran berkaitan dengan menghindar
secara fisik yang nyata, misalkan meninggalkan ruangan. Akan tetapi daripada menghindar
dari pokok persoalan lebih baik berperan aktif pada konflik yang dihadapi. Menjadi
pembicara dan pendengar yang aktif dan bertanggung jawab terhadap setiap pemikiran dan
perasaan.
b. Memaksa dan berbicara. Kebanyakan remaja perempuan tidak menghadapi pokok
persoalan melainkan memaksakan posisinya pada orang lain, baik secara fisik maupun
emosional. Alternatif yang nyata adalah berbicara dan mendengar, keterbukaan, empati, dan
sikap positif.
c. Menyalahkan dan empati. Remaja perempuan juga lebih cenderung menyalahkan orang
lain untuk menutupi perilaku sendiri. Hal seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah. Akan
lebih baik untuk mencoba berempati, memahami cara orang lain menilai sesuatu sebagai
sesuatu hal yang berbeda.
d. Mendiamkan dan memfasilitasi ekspresi secara terbuka. Salah satu strategi remaja
perempuan menghadapi konflik dengan cara mendiamkan orang lain. Cara ini juga tidak
menyelesaikan konflik. Pastikan bahwa setiap orang diizinkan mengekspresikan dirinya
secara bebas dan terbuka, tanpa ada yang merasa lebih rendah dan lebih tinggi.
e. Gunnysucking dan focus pada masa sekarang. Gunnysucking merupakan istilah yang
berarti menyimpan keluhan- keluhan yang ada sehingga dapat muncul pada waktu yang
berbeda. Jika hal itu dilakukan maka masalah tidak akan dapat selesai, akan muncul dendam
dan perasaan bermusuhan. Fokuskan konflik di sini dan sekarang dan pada orang yang
dimaksud bukan pada yang lain.
f. Manipulasi dan spontan. Menghindari konflik terbuka dan berusaha menyembunyikan
konflik dengan tetap berperilaku menyenangkan, namun lebih baik ekspresikan perasaan
secara spontan karena solusi konflik bukan masalah siapa yang kalah dan menang tapi
pemahaman dari kedua belah pihak.
g. Penerimaan pribadi. Mengekspresikan perasaan positif pada orang lain.
h. Melawan “di bawah dan di atas ikat pinggang”. Membawa konflik pada area dimana lawan
bisa memahami dan dapat mengatasi.
i. Argumentatif dan agresi verbal. Kesediaan menjelaskan secara argumentatif mengenai
sudut pandang dalam konflik tanpa harus menyerang harga diri dari lawan.

3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Manajemen konflik


Ketika menghadapi situasi konflik, orang berperilaku tertentu untuk menghadapi
lawannya. Perilaku mereka membentuk satu pola atau beberapa pola tertentu. Pola perilaku
orang dalam menghadapi situasi konflik disebut sebagai gaya manajemen konflik. Menurut
Wirawan (2010: 135-138) manajemen konflik yang digunakan pihak-pihak yang terlibat
konflik dipengaruhi oleh sejumlah fahktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
manajemen konflik antara lain:
a. Asumsi mengenai konflik. Asumsi seseorang mengenai konflik akan mempengaruhi pola
perilakunya dalam menghadapi situasi konflik. Karena ketika seseorang telah memiliki
asumsi pandangan tentang konflik maka ia akan berfikir bagaimana caranya mengatasi
konflik tersebut.
b. Persepsi mengenai penyebab konflik. Persepsi seseorang mengenai penyebab konflik akan
mempengaruhi gaya manajemen konfliknya. Persepsi seseorang yang menganggap penyebab
konflik menentukan kehidupan atau harga dirinya akan berupaya untuk berkompetisi dan
memenangkan konflik. Sebaliknya, jika orang menganggap penyebab konflik tidak penting
bagi kehidupan dan harga dirinya, ia akan menggunakan pola perilaku menghindar dalam
menghadapi konflik.
c. Ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya. Seseorang yang menyadari bahwa ia menghadapi
konflik akan menyusun strategi dan taktik untuk menghadapi lawan konfliknya. Karena
dengan menyusun strategi dan taktik merupakan suatu unsur penting dalam manajemen
konflik, yang pada intinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu konflik yang
dihadapi terselesaikan.
d. Pola komunikasi dalam interaksi konflik. Konflik merupakan proses interaksi komunikasi
diantara pihak-pihak yang terlibat konflik. Jika proses komunikasi berjalan dengan baik,
pesan kedua belah pihak akan saling dimengerti dan diterima secara persuasif, tanpa
gangguan dan menggunakan humor yang segar. Dengan menggunakan komunikasi
interpersonal yang dianggap efektif, akan dapat memahami pesan dengan benar, dan
memberikan respon sesuai dengan yang diinginkan.

3.5. Aspek-aspek yang terkait dengan manajemen konflik

Menurut Gottman dan Korkoff (Mardianto, 2000) menyebutkan bahwa secara garis
besar ada dua manajemen konflik, yaitu :

a.Manajemen konflik destruktif Adalah bentuk penanganan konflik dengan menggunakan


acaman, paksaan, atau kekerasan. Adanya usaha ekspansi yang meninggi di atas isu awalnya
atau bisa dikatakan individu cenderung menyalahkan.

Dalam konflik destruktif, pihak-pihak yang terlibat konflik tidak fleksibel atau kaku,
karena tujuan konflik di definisikan secara sempit yaitu untuk mengalahkan satu sama lain.
Interaksi konflik berlarut- larut, siklus konflik tidak terkontrol karena menghindari isu konflik
yang sesungguhnya. Interaksi pihak-pihak yang terlibat konflik membentuk spiral yang
panjang yang makin lama makin menjauhkan jarak pihak-pihak yang terlibat konflik. Pihak-
pihak yang terlibat konflik menggunakan teknik manajemen konflik kompetisi, ancaman,
konfrontasi, kekuatan, agresi, dan sedikit sekali menggunakan negoisasi untuk menciptakan
win & win solution. Konflik jenis ini merusak kehidupan dan menurunkan kesehatan
organisasi. Konflik destruktif sulit diselesaikan karena pihak-pihak yang terlibat konflik
berupaya saling menyelamatkan muka mereka. Upaya menyelamatkan muka membuat
konflik berlangsung lama,menghabiskan sumber-sumber pribadi dan organisasi,serta
menurunkan produktivitas pribadi dan organisasi.

b. Manajemen konflik konstruktif


Merupakan bentuk penanganan konflik yang cenderung \ melakukan negosiasi
sehingga terjadi satu tawar menawar yang menguntungkan serta tetap mempertahankan
interaksi sosialnya. Selain itu dapat pula menggunakan bentuk lain yang disebut reasoning
yaitu sudah dapat berpikir secara logis dalam penyelesaian masalah.

Konflik konstruktif merupakan konflik yang prosesnya mengarah kepada mencari


solusi mengenai substansi konflik. Konflik jenis ini membangun sesuatu yang baru atau
mempererat hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik. Interaksi pihak-pihak yang terlibat
konflik merupakan interaksi membangun dan makin mendekatkan jarak interaksi sosial
diantara mereka dan membantu pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencapai objek
mereka. Disamping itu konflik jenis ini memungkinkan interaksi konflik yang keras kembali
normal dan sehat . akhir dari konflik konstruktif antara lain yaitu win&win solution,solusi
kolaborasi atau kompromi,serta meningkatkan perkembangan dan kesehatan organisasi.

4.PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Manajemen konflik individu dengan cara komunikasi yang baik dengan pasangan secara
intens agar tidak menimbulkan dugaan-dugaan konflik dan tetap berfikir secara positif, pada
subjek tersebut adalah sama-sama memiliki kurangnya pengalaman dalam manajemen
konflik dan juga memberikan pengaruh pikiran negatif yang berlebihan sehingga
menimbulkan perilaku-perilaku konflik. Terus cara-cara penyelesaian konflik yang amat
sangat minim sehingga kurangnya kreatifitas dalam menyelesaikan masalah konflik.
2. Konflik yang sering di alami oleh subjek ini hanya masalah komunikasi saja karena salah
paham dan dengan pertengkaran adu mulut saja tidak sampai menjurus kekerasaan.
3. Langkah-langkah yang baik digunakan untuk menagani konflik yaitu dengan cara
melakukan negosiasi sehingga terjadi satu tawar menawar yang menguntungkan serta tetap
mempertahankan interaksi sosialnya. Selain itu dapat pula menggunakan bentuk lain yang
disebut reasoning yaitu sudah dapat berpikir secara logis dalam penyelesaian masalah.

4.2. Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan pembaca serta
pengendalian diri, pengetahuan yang luas dan dapat mengatasi segalah masalah atau konflik
dimana dan kapan pun dengan menggunakan metode teknik Manajemen Konflik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Wahid, “Pribumisasi Islam,” Muntaha Azhari dan Abdul Mun’im Saleh (ed.),
Islam Indonesia Menatap Masa Depan, Jakarta: P3M, 1989
AgusDwianto, MewujudkanGoog Governance MelaluiPelayanan Public, Yogyakarta,
University Press, 2008
Novri Susan, PengantarSosiologiKonflik Dan Isu-IsuKonflikKontemporer, Jakarta, Pt.
PajarInterpratama Offset,
Novri Susan,2010, pengantarsosiologikonflikdanisu-isukonflikkontemporer, Jakarta,
Pt.FajarInterpratama Offset
Nurhasim, Konflik Dan DinamikaPolitikLokal: KelasPemodal-Negara Versus Masyarakat,
Jakarta, PusatPenelitianPolitik-LIPI (P2P-LIPI), 2002
Soehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002

Anda mungkin juga menyukai