Anda di halaman 1dari 23

MANAJEMEN KONFLIK

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG

Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi interaksi


antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam
institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf
dengan staf, staf dengan pasen, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf
dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali
dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan
manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai,
ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja.
Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya
kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam
melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan
produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak
kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi,
kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan
secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat,
perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian
individu.
B.

RUMUSAN MASALAH

Dalam makalah ini rumusan masalah yang dapat kami paparkan adalah sebagai
berikut :
1.

Apa pengertian manajemen konflik ?

2.

Apa saja teori- teori konflik?

3.

Bagaimana penyebab terjadinya konflik?

4.

Apa saja yang termasuk kategori konflik?

5.

Bagaiman proses konflik?

6.

Bagaimana penatalaksanaan konflik?

7.

Bagaimana tehnik manajemen konflik?

8.

Bagaimana peran pemimpin dalam penyelsaian konflik?

C.

TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari
penulisan makalah ini antara lain:
1.

Mengetahui pengertian dari manajemen konflik.

2.

Mengetahui teori-teori konflik.

3.

Mengetahui penyebab terjadinya konflik.

4.

Mengetahui kategori konflik.

5.

Mengetahui proses konflik.

6.

Mengetahui penatalaksanaan konflik.

7.

Mengetahui tehnik manajemen konflik.

8.

Mengetahui peran pemimpin dalam dalam penyelsaian konflik.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

PENGERTIAN MANAJEMEN KONFLIK

Konflik, menurut Deutsch ( 1969 ) didefinisikan sebagai suatu perselisihan atau


perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan
perilaku seseorang yang terancam.
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku
maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu
pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk
komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan
bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi
pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya
adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi
efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam
memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau
pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk
perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan
penafsiran terhadap konflik.
Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum
dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.
1.
keras.

Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang

2.
Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan
melalui persetujuan damai.
3.
Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari
kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang
terlibat.
4.
Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha
membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompokkelompok yang bermusuhan.
5.
Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan
politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari
peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam
mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap
sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan
penyelesaian konflik.

B.

TEORI-TEORI KONFLIK

Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:


1.

Teori hubungan masyarakat

Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi,


ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam
suatu masyarakat.
Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang
mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih
bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.
2.

Teori kebutuhan manusia

Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar


manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang
sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan,
partisipasi, dan otonomi.
Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang
tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan
itu.
3.

Teori negosiasi prinsip

Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan
perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi
dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan
negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah
tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua
belah pihak atau semua pihak.
4.

Teori identitas

Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering
berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak
diselesaikan.
Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang
mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di
antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
5.

Teori kesalahpahaman antarbudaya

Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara


komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.

Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai


budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak
lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
6.

Teori transformasi konflik

Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan


ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan
ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi,
meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang
berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan
pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

C.

PENYEBAB TERJADINNYA KONFLIK

Penyebab konflik, Edmund ( 1979 ) menyebutkan sembilan faktor umum yang


berkaitan dengan semua kemungkinan penyebab konflik, yaitu :
1.

Spesialisasi

Sebuah kelompok yang bertanggung jawab untuk suatu tugas tertentu atau area
pelayanan tertentu memisahkan dirinya dari keompok lain. Seringkali berakibat
terjadinya konflik antar kelompok.
2.

Peran yang bertugas banyak

Peran keperawatan membutuhkan seseorang untuk dapat menjadi seorang


manajer, seorang pemberi asuhan yang trampil, seorang ahli dalam hubungan
antar manusia, seorang negosiator, penasihat , dan sebagainya. Setiap sub
peran dengan tugas - tugasnya memerlukan orientasi yang berbeda - beda yang
dapat menyebabkan konflik.
3.

Interdependensi peran

Peran perawat pelaksana dalam praktek pribadi tidak akan serumit seperti peran
perawat dalam tim kesehatan yang multidisiplin, dimana tugas seseorang perlu
didiskusikan dengan orang lain yang mungkin bersaing untuk area - area
tertentu.
4.

Kekaburan tugas

Ini diakibatkan oleh peran yang mendua dan kegagalan untuk memberikan
tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atau
kelompok.
5.

Perbedaan

Sekelompok orang dapat mengisi peran yang sama tetapi perilaku sikap, emosi,
dan kognitif orang - orang ini terhadap peran mereka bisa berbeda.
6.

Kekurangan sumber daya

Persaingan ekonomi, pasien, jabatan, adalah sumber absolut dari konflik antar
pribadi dan antar kelompok.

7.

Perubahan

Saat perubahan menjadi lebih tampak, maka kemungkinan tingkat konflik akan
meningkat secara proporsional.
8.

Konflik tentang imbalan

Bila orang mendapat imbalan secara berbeda - beda, maka sering timbul konflik,
kecuali jika mereka terlibat dalam perbuatan sistem imbalan.
9.

Masalah komunikasi

Sikap mendua, penyimpangan persepsi, kegagalan bahasa, dan penggunaan


saluran komunikasi secara tidak benar, semuanya akan menyebabkan konfllik.
D.

KATEGORI KONFLIK

Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu
konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok,
konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi
1.

Konflik Intrapersonal

Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik


terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak
mungkin dipenuhi sekaligus.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat halhal sebagai berikut:
a.

Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing

b.
Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong perananperanan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
c.
Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara
dorongan dan tujuan.
d.
Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi
tujuan-tujuan yang diinginkan.

Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya


acapkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan
keadaan yang tidak menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
a.
Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan
pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
b.
Konflik pendekatan penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan
pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
c.
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang
dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2.

Konflik Interpersonal

Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain


karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara
dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam
perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa
peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan
mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3.

Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok

Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanantekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh
kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang
individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai
norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
4.

Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama

Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja manajemen
merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.

5.

Konflik antara organisasi

Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara


lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan
persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan
timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru,
harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
E.

PROSES KONFLIK

1.

Tahap I Potensi Oposisi dan Ketidakcocokan

Kondisi yang menciptakan terjadinya konflik meskipun kondisi tersebut tidak


mengarah langsung ke konflik. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh :
a.

Komunikasi yg kurang baik dalam organisasi shg menimbulkan

b.

ketidaknyamanan antar anggota organisasi.

c.
Struktur Tuntutan pekerjaan menyebabkan ketidaknyamanan antar
anggota organisasi
d.

Variabel Pribadi

e.

Ketidaksukaan pribadi atas individu lain

2.

Tahap II Kognisi dan Personalisasi

Apabila pada tahap I muncul kondisi yang negatif, maka pada tahap ini kondisi
tersebut didefinisikan, sesuai persepsi pihak yang berkonflik.
a.
Konflik yang dipersepsikan : kesadaran satu pihak atau lebih atas
adanya konflik yang menciptakan peluang terjadinya konflik
b.
Konflik yang dirasakan : keterlibatan emosional saat konflik yang
menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau kekerasan.
3.

Tahap III Maksud

Keputusan u/ bertindak dgn cara tertentu


a.
Persaingan : keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak
mempedulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tsb.
b.
Kolaborasi : situasi yg di dalamnya pihak2 yg berkonflik sepenuhnya
saling memuaskan kepentingan semua pihak.
c.

Penghindaran : keinginan menarik diri dari konflik

d.
Akomodasi : kesediaan satu pihak dlm konflik u/ memperlakukan
kepentingan pesaing di atas kepentingannya sendiri.
e.
Kompromi : satu situasi yg di dalamnya masing2 pihak yg berkonflik
bersedia mengorbankan sesuatu.
4.

Tahap IV Perilaku

Pada tahap ini konflik tampak nyata, mencakup pernyataan, tindakan dan reaksi
yg dibuat pihak2 yg berkonflik.
5.

Tahap V Hasil

Pada tahap ini konflik dapat ditentukan apakah merupakan Konflik Fungsional
atau Konflik Disfungsional.

F.

PENATALAKSANAAN KONFLIK

Manajemen atau penatalaksanaan konflik dapat dilakukan melalui upaya sebagai


berikut:
1.

Disiplin

Upaya disiplin digunakan untuk menata atau mencegah konflik, perawat


pengelola harus mengetahui dan memahami ketentuan peraturan organisasi.
Jika ketentuan tersebut belum jelas maka perlu dilakukan klarifikasi. Disiplin
merupakan cara untuk mengoreksi atau memperbaiki staf yang tidak diinginkan.
2.

Mempertahankan tahap kehidupan

Konflik dapat diatasi dengan membantu individu perawat mencapai tujuan sesuai
dengan tahapan kehidupannya, yang meliputi :
a.

Tahap dewasa muda

b.

Tahap dewasa menengah

c.

Tahap manusia diatas 55 tahun

3.

Komunikasi

Komunikasi merupakan seni yang penting untuk mempertahankan lingkungan


yang terapeutik. Melalui peningkatan komunikasi yang efektif maka konflik dapat
dicegah.
4.

Asertif training

Perawat yang asertif mengetahui bahwa mereka bertanggung jawab terhadap


pikiran, perasaan, dan tindakannya. Peningkatan kesadaran, training sensitivitas
dan training asertif dapat meningkatkan kemampuan pengelola keperawatan
dalam mengatasi perilaku konflik.
G.
1.

TEKNIK MANAJEMEN KONFLIK


Menetapkan tujuan

Apabila ingin terlibat dalam manajemen konflik, maka perawat perlu memahami
gambaran yang menyeluruh tentang masalah atau konflik yang akan
diselesaikan.
Tujuan yang ingin dicapai antara lain : meningkatkan alternatif penyelesaian
masalah konflik, bila perlu motivasi fihak yang terlibat untuk mendiskusikan
alternatif penyelesaian masalah yang mungkin diambil sehingga pihak yang
terlibat konflik dapat bertanggung jawab terhadap keputusan yang dipilih.

2.

Memilih strategi

a.
Menghindar Untuk mencegah konflik yang lebih berat pada situasi
yang memuncak, maka strategi menghindar merupakan alternatif penyelesaian
konflik yang bersifat sementara yang tepat untuk dipilih.
b.
Akomodasi Mengakomodasikan pihak yang terlibat konflik dengan cara
meningkatkan kerja sama dan keseimbangan serta mengembangkan
kemampuan penyelesaian masalah yang tepat dengan cara mengumpulkan data
yang akurat dan mengambil suatu kesepakatan bersama.
c.
Kompromi Dilakukan dengan mengambil jalan tengah di antara kedua
pihak yang terlibat konflik.
d.
Kompetisi Sebagai pimpinan, perawat dapat menggunakan kekuasaan
yang terkait dengan tugas stafnya melalui upaya meningkatkan motivasi antar
staf, sehingga timbul rasa persaingan yang sehat.
e.
Kerja sama Apabila pihak - pihak yang terlibat konflik bekerja sama
untuk mengatasi konflik tersebut, maka konflik dapat diselesaikan secara
memuaskan.
H.

PERAN PIMPINAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK

1.
Pemimpin perlu menganalisa jumlah dan tipe konflik yang terjadi
dalam organisasi sehingga bisa fokus mengatasinya.
2.
Manajer kesehatan seharusnya mengevaluasi setiap level konflik yang
terjadi dan melihat apakah organisasinya kuat dalam mengahdapi konflik.
3.
Ketika manajer terlibat konflik seharusnya berfikir eksplisit tentang
sejauh mana perhatian mereka terhadap organisasi.Ini menjadi salah satu kunci
untuk menentukan strategi pengelolaan konflik.
4.
Dalam negosiasi,manajer perlu menentukan dan mengidentifikasi isu
yang pasti akan dinegosiasikan.
5.
Manajer seharusnya hati-hati menentukan apakah sikap dalam
negosiasi telah memenuhi standar norma sebelum bernegosiasi.
6.
Manajer seharusnya tidak terlalu tertekan dalam mempersiapkan
sebuah negosiasi.
7.
Jika seorang manajer melibatkan pihak ketiga dalam penanganan
konflik mereka harus mengontrol proses dan hasil dari perdebatan/diskusi.

BAB III
PENUTUP

A.

KESIMPULAN

Konflik, menurut Deutsch ( 1969 ) didefinisikan sebagai suatu perselisihan atau


perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan
perilaku seseorang yang terancam.
Konflik akan timbul bila terjadi ketidak harmonisan antara seseorang dalam
suatu kelompok dan orang lain dari kelompok lain. Pada dasarnya konflik sesuatu
yang wajar terjadi. Konflik akan selalu terjadi, karena manusia dalam suatu
organisasi atau perusahaan masing-masing memiliki latar belakang keluarga dan
pendidikan yang berbeda-beda. Kadang kala juga ada perbedaan kebiasaan atau
pribadi yang kurang baik.
B.

SARAN

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki,


namun walaupun demikian akan mencoba memberi saran yang mungkin akan
dapat membangun. Adapun saran penyusun kepada para pembaca kiranya
dapat memahami isi tulisan, masukan, kritikan, dan tanggapan guna
penyempurnaan tulisan makalah ini.

Judul : Longitudinal Spillover Pengaruh Gaya Resolusi Konflik Hubungan Antara


Remaja-Orang Tua dan Persahabatan Remaja
Penulis :
1.
Muriel D. Van Doorn, Susan J. T. Branje, and Inge E. VanderValk (Utrecht
University)
2.

Irene H. A. De Goede (The Netherlands Institute for Social Research)

Tahun : 2011
Nama jurnal : Journal of Family Psychology
Volume dan halaman : Vol. 25, No. 1, 157161

Permasalahan

Konflik merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari remaja. Mengelola konflik


sangat penting dalam menjaga hubungan konstruktif. Penelitian menunjukkan
bahwa remaja yang menggunakan tingkat yang lebih tinggi agresif atau avoidant
resolusi konflik dengan orang tua mereka melaporkan tingkat yang lebih tinggi
masalah perilaku, sedangkan remaja yang ditangani konflik dengan orang tua
mereka dengan kompromi yang dilaporkan lebih rendah tingkat masalah
perilaku. Selain itu, remaja yang tidak memiliki kemampuan untuk

menyelesaikan konflik secara konstruktif dengan rekan-rekan yang ditemukan


berada pada risiko ketidakmampuan dan penolakan sosial.

Metode penelitian

Peserta : Peserta adalah 559 remaja awal (usia rata-rata 13,4) dan 327 remaja
menengah (usia rata-rata 17,7). Peserta direkrut dari berbagai (SMP) tinggi
sekolah yang terletak di provinsi Utrecht, Belanda.
Penelitian ini menggunakan dua gelombang dengan interval tiga tahun. Para
remaja awal yang relatif berpendidikan tinggi dengan kira-kira sepertiga dari
mereka mempersiapkan diri untuk kerja atau pelatihan kejuruan, dan dua pertiga
mempersiapkan tinggi pendidikan atau universitas.

Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui spillover efek antara
penggunaan gaya resolusi konflik pada hubungan remaja-orangtua dan
persahabatan remaja.

Landasan teori

Penelitian ini menggunakan teori


1.
Teori attachment (bowlbly) yaitu : menyatakan bahwa remaja membangun
model kerja internal hubungan berdasarkan pengalaman dalam hubungan
dengan orang tua mereka dan bahwa mereka akan menggunakan model
hubungan untuk memahami dan membangun hubungan mereka dengan temanteman.
2.
Teori pembelajaran sosial (bandura) yaitu : menekankan peran orang tua
sebagai agen sosialisasi penting bagi anak-anak mereka, dan menganggap
lingkungan rumah untuk menjadi yang pertama konteks di mana anak-anak
mencapai keterampilan resolusi konflik.

Hasil penelitian

Penelitian ini memperoleh hasil bahwa Hasil jelas menunjukkan bahwa konflik
remaja ' Resolusi gaya dengan orangtua mereka terkait dengan konflik Resolusi
gaya remaja gunakan dengan teman-teman mereka atas waktu. penelitian
menemukan hasil ini baik untuk kelompok awal-ke-menengah dan menengah-keakhir remaja dan untuk semua konflik tiga gaya resolusi, menyiratkan bahwa
hubungan dengan orang tua adalah dan tetap menjadi sumber penting dari
pengaruh pada anak-anak. Hal ini sejalan dengan teori attachment (Bowlby,
1969) dan teori pembelajaran sosial (Bandura, 1977), yang menekankan peran
penting orang tua-anak interaksi bermain di membangun dan memelihara
hubungan. Selain itu, Hasil dari penelitian ini dapat dijelaskan oleh gagasan
umum bahwa meskipun sementara peningkatan konflik parentadolescent dan
penurunan dukungan orangtua dirasakan dari remaja awal, kebanyakan
hubungan orangtua-remaja tetap dekat dan dengan demikian memiliki potensi
untuk tetap berpengaruh. Dengan demikian, seperti hubungan dengan orang tua

akan memperpanjang meskipun konflik yang intens, remaja mungkin mencoba


dan melaksanakan strategi konflik dengan orang tua mereka dan generalisasi
strategi dengan teman-teman mereka. Di tengah-ke-akhir remaja kami
menemukan membujur spillover efek positif pemecahan masalah dan konflik
keterlibatan dari persahabatan remaja terhadap adolescentparent hubungan,
yang sejalan dengan meningkatnya kemenonjolan persahabatan selama masa
remaja. Sebagai persahabatan remaja semakin ditandai dengan individualitas
dari seterusnya tengah remaja, perbedaan pendapat yang diperbolehkan dan
tidak diperlukan untuk memimpin pembubaran persahabatan. Ketika
persahabatan yang cukup aman, remaja 'pengalaman dan interaksi dengan
teman-teman memiliki potensi untuk generalisasi ke interaksi dengan orang tua
juga.

TEORI KONFLIK (RALF DAHRENDORF)

Sebelum melangkah lebih jauh, kita harus mengetahui apakah konflik social itu,
terus kemudian baru kita melangkah ke teori konflik yang di kemukakan oleh Ralf
Dahrendorf dan menguraikannya.

Konflik social adalah proses social antar perorangan atau kelompok masyarakat
tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan keentingan yang sangat
mendasar. Sehingga menimbulkan adanya semacam adanya gap atau semacam
jurang pemisahyang menganjal interaksi social di antara mereka yang bertikai
tersebut. Upaya untuk menghilangkan ganjalan tersebut dilakukan oleh masing
masing pihak melalui cara cara yang tidak wajar, tidak konstitusional sehingga
menimbulkan adanya semacam pertikaian kea rah bentuk fisik dan kepentingan
yang saling menjatuhkan. Misalnya, perbedaan kepentingan politik, baik politik
kenegaraan dalam satu Negara maupun antar Negara.

Teori konflik bertujuan mengatasi watak yang secara dominant bersifat arbiter
dari peristiwa peristiwa sejarah yang tidak dapat dijelaskan dengan
menurunkan peristiwa peristiwa tersebut dari elemen elemen struktur social.
[1]

Teori konflik yang dikemukakan Ralf Dahrendorf seringkali disebut teori konflik
dialektik yang artinya masyarakat mempunyai dua wajah, yakni konflik dan
consensus (kita tidak akan mengalami konflik kalau sebelumnya tidak ada
consensus). Contoh Badshah dan Aisyah dalam kelas ini tidak mungkin terlibat
dalam konflik karena mereka tidak pernah hidup bersama dan mengenal satu
sama lain, dan sebaliknya, konflik biasa menghantar seseorang pada consensus.
[2]

Kemudian teori konflik berorientasi ke study struktur dan instansi social. Dalam
karyanya ini tori konflik dan fungsional di sejajarkan, yang menurut fungsionalis
masyarakat adalah setatis atau mesyarakat berada dalam keadaan berubah
secara seimbang, akan menurut teori konflik masyarakat setiap saat akan
tunduk pada proses perubahan. Fungsionalisme menekankan pada keteraturan
masyarakat, sedangkan konflik melihat konflik dan pertikaian dalam system
social.fungsionalisme menyatakan bahwa setiap elemen masyarakat berperan
dalam menjaga stabilitas, sedangkan teori konflik melihat berbagai element
kemasyarakatan menyumbang terhadap Disintegrasi dan perubahan.

Fungsionalis cnderung melihat masyarakat secara informal di ikat oleh nilai,


norma dan nilai, teori konflik melihat apapun keteraturan yang terdapat dalam
masyarakat terdapat diri pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang
berada di atas, fungsionalis memusatkan perhatian terhadap kohesi yang di
ciptakan oleh nilai bersama masyerakat. Tori konflik menekankan pada peran
kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.[3]

Dalam hal itu berarti bahwa dalam masyarakat ada beberapa posisi yang
mendapatka kekuasaan dan otoritas untuk menguasai orang lain sehingga
kestabilan bias di capai. Factor social ini mengarahkan peda tesisnya , bahwa
distribusi otoritas atau kekuasaan yang berbeda-beda maerupakan factor yang
menentukan bagi terciptanya konflik social yang sistematis, yang menurutnya
berbagai posisi yang ada didalam masyarakat memiliki otoritas atau kekuasaan
dengan institusi yang berbeda

Perbedaan antara otoritas dan kekuasaan, kekuasaan bisanya cenderung


menaruh kepercayaan pada kekuatan sedangkan otoritas adalah kekuasaan
yang dilegitimasikan atau kekuasaan yang mendapat pengakuan umum.

Kekuasaan atau otoritas tidak bersifat tetap karena melekat pada posisi dan
bukan pada pribadi, oraang bias saja berkuasa atau mempunyai otoritas dalam
latarbelakang tertentu dan tidak mampunyai kekuasaan atau otoritas tertentu
dalam latarbelakng yang lain misalnya: dalam kelas seorang dosen mempunyai
otoritas atas mahasiswanya akan tetapi dalam pengaturan lain, mahasiswa juga
mempunyai otoritas atas dosennya, dimana sang dosen adalah salah seorang
diantara audiensinya.

2. OTORITAS

Ralf Dahrendorf memusatkan perhatiaanya pada struktur social yang lebih luas,
inti tesisnya adalah bahwa berbagai posisi didalam masyarakat mempunya
kualitas otoritas berbeda tak tertarik pada struktur posisi saja tetapi juga pada
konflik antar berbagi struktur posisi itu. Sumber struktur konflik harus di cari di
dalam tatanan peran social yang berpotensi untuk mendominasi atau
ditundukkan (1959:163)

Menurut Ralf Dahrendorf tugas pertama analilis konflik adalah mengidentifikasi


beberapa peran otoritas di dalam masyarakat. Otoritas yang melekat pada posisi
adalah merupakan unsure kunci dalam analisis Ralf Dahrendorf. Otoritas secara
tersirat Smenyatakan super ordinasi dan Subordinasi mereka yang menduduki
posisi otoritas diharap mengendalikan bawahan yang artinya mereka berkuasa
karena harapan dari orang yang berada di sekitar mereka bukan karena ciri-ciri
psikologinya.

Menurut Ralf Dahrendorf otoritas atau kekuasaan di dalam suatu perkumpulan


bersifat dialektik dalam sitiap perkumpulan hanya akan ada dua kelompok yang
bertentangan yakni kelompok yang berkuasa atau atasan dan kelompok yang
dikuasai atau bawahan. Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan yang
berbeda bahkan menurutnya mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama.
Ralf Dahrendorf tetap menyatakan bahwa kepentingan itu yang sepertinya
tampak sebagai fenomena psikologi,

Menurut Ralf Dahrendorf, otoritas atau kekuasaandi dalam suatu perkumpulan


bersifat dialektik, dalam setiap perkumpulan hanya akan terdapat dua kelompok
yang bertentangan, yakni kelompok yang mempunyai kekuasaan atau atasan
dan kelompok yang di kuasai atau bawahan. Kedua kelompok ini mempunyai
kepentingan yang berbeda, bahkan menurutnya mereka dipersatukan oleh
kepentinganyang sama, Ralf Dahrendorf menyatakan bahwa kepentingan itu
yang sepertinya tampak sebagai fenomena psikologi,pada dasarnya adalah
fenomena berskala luas. Mereka yang brada dalam kelompok atas atau
penguasa ingin tetap mempertahankan status quo sedangkan mereka berada di
bawah,(yang di kuasai atau bawahan) ingin supaya ada perubahan.

Konflik kepentingan pasti selalu ada dalam setiap kehidupan bersama atau
perkumpulan ataunegara walaupun secara sembunyi0sembunyi.yang berarti
legitimasi selalu tidak tetap dan selalu terancam.[4]

3. KONFLIK DAN PERUBAHAN

Menurut Ralf Dahrendorf ada toga tipe utama kelompok dalam konflik dan
perubahan, pertama adalah kelompok semu (guasi group) sejumlah pemegang
posisi dengan kepentingan yang sama( Ralf Dahrendorf 1959: 180) kelompok
semu ini adalah calon anggota tipe kedua, yakni kelompok kepentingan yang
keduanya di lukiskan oleh Dahrendorf seperti berikut metode perilaku yang
sama adalah karekteristik daro kelompok kepentingan yang di rekrut dari
kelompok yang yang lebih besar, kelompok kepentingan adalah kelompok dalam

pengertian sosiologi yang ketat, dan kelompok ini adalah agen riil dari konflik
kelompok, kelompok ini mempunyai struktur, bentuk organisasi, tujuan dan
program dan anggota peroranga. (Ralf Dahrendorf 1959 : 180)

Konflik berfungsi untuk menciptakan perubahan dan perkembangan, Ralf


Dahrendorf mengatakan bahwa sekali kelompok-kelompok yang bertentangan
muncul, maka mereka akan terlibat dalam tindakan-tindakan yang terarah
kepada perubahab di dalam struktur social, jika konflik itu adalah intensif atau
hebat, maka perubahan yang terjadi akan bersifat radikal. Dan jika konflik itu di
wujudkan dalam bentuk kekerasan maka akan terjadi perubahan struktur akan
tiba-tiba.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Teori fungsionalisme structural adalah teory dominan dalam sosiologi, teori


konflik adalah penantangutamanya dan menjadi alternative menggantikan posisi
dominant itu, dalam teory konflik ini setiap orang mempunyai angka dasar
kepentingan, mereka ingin dan mencoba mendapatkannya dimana masyarakat
selalu terlibat dalam situasi yang di ciptakan oleh keinginan-keinginan dalam
setiap orang dalam meraih kepentingannya. Dan pusat pada persepektif teori
konflik secara keseluruhan adalah suatu pemusatan pada kekuasaan atau
otoritas sebagai inti dari hubungan social.

Kemudian menjelaskan konflik dan perubahan, konflik konflik berfungsi untuk


mnciptakan perubahan dan perkembangan, dia mengatakan bahwa apabila
kelompok-kelompok, pertentangan muncul, maka mereka akan terlibat terhadap
tindakan-tindakan yang terarahkepada perubahan di dalam struktur social jika
konflik itu adalah intensif, maka perubahan akan bersifat radikal dan jika konflik
itu di wujudkan dalam bentuk kekerasan maka perubahan struktur akan berubah
dengan tiba-tiba.

DAFTAR PUSTAKA

Craib, Ian, Teory-Teory Social Modern. Jakarta; CV Rajawali

Goodman, Douglas J dan Ritzart, George, Teori Sosiologi Modern, Jakarta, Prenada
Media Group 2007

Raho, Bernard, Teori Sosiologi Modern, Jakarta. Prestasi Pustaka, 2007

Tim Sosiologi, Sosiologi Kelas 1 SMU, Jakarta, Yudistira. 2000

WWW. Filsafat Kita, F2G, Net


[1] Tim sosiologi, sosiologi kelas 1 SMU, yudistira. (Jakarta. 2000.) hal 58

[2] Bernard Raho, teori sosiologi modern, prestasi pustaka,( Jakarta ,2007), hal
78

[3] George ritzart, Douglas J. Goodman, teori sosiologi modern, prenada media
group.(Jakarta, 2007 hal 153)

[4] Ibid hal 15

KEKUASAAN
Dialektika Konflik
Teori Konflik Dialektika
MEMANDANG BAHWA PERUBAHAN SOSIAL TIDAK TERJADI MELALUI PROSES
PENYESUAIAN NILAI-NILAI YANG MEMBAWA PERUBAHAN, TETAPI TERJADI AKIBAT
ADANYA KONFLIK YANG MENGHASILKAN KOMPROMI-KOMPROMI YANG BERBEDA
DENGAN KONDISI SEMULA

ASUMSI DASAR TEORI KONFLIK DIALEKTIKA


- PERUBAHAN SOSIAL merupakan gejala yang melekat di setiap masyarakat
- KONFLIK adalah gejala yang melekat pada setiap masyarakat
- SETIAP UNSUR didalam suatu masyarakat memberikan sumbangan bagi
terjadinya -DISINTEGRASI dan PERUBAHAN-PERUBAHAN SOSIAL
Setiap masyarakat terintegrasi diatas PENGUASAAN atau DOMINASI oleh
sejumlah orang atas sejumlah orang-orang yang lain

UNSUR-UNSUR yang BERTENTANGAN dalam MASYARAKAT atau KONTRADIKSI


INTERN akibat PEMBAGIAN KEWENANGAN/OTORITAS yang TIDAK MERATA dapat
menyebabkan terjadinya PERUBAHAN SOSIAL

KONFLIK bersifat MELEKAT kepada MASYARAKAT, namun dalam kenyataannya


SISTEM dalam masyarakat tetap bisa berjalan
mengapa demikian ??
Karena kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sudah terwakili melalui
mekanisme yang terlembaga sehingga menghasilkan kompromi-kompromi
baru yang diterima

menurut dahrendorf, Karena adanya ASSOSIASI TERKOORDINASI secara


IMPERATIV (IMPETARATIVELY COORDINATED ASSOCIATIONS/ICA) yang mewakili
ORGANISASI-ORGANISASI yang berperan penting di dalam MASYARAKAT

ICA
Terbentuk atas HUBUNGAN-HUBUNGAN KEKUASAAN antara beberapa KELOMPOK
PEMERAN KEKUASAAN YANG ADA DALAM masyarakat
KEKUASAAN menunjukkan adanya faktor PAKSAAN oleh suatu kelompok atas
kelompok yang lain. Dalam ICA hubungan kekuasaan menjadi TERSAHKAN
atau TERLEGITIMASI
Dalam ICA terdapat RULING dan RULED (pemeran yang berkuasa dan pemeran
yang dikuasai) yang berkuasa berusaha mempertahankan STATUS QUO, yang
dikuasai berusaha mendapatkan STATUS QUO

Terdapat DIKOTOMI antara DOMINATOR dan SUB DOMINATOR (DOMINATED


GROUP dengan SUBJUGATED GROUP)

Dalam pandangan teori KONFLIK DIALEKTIKA: KEKUASAAN (POWER) dan


OTORITAS (AUTHORITY) merupakan sumber yang langka dan selalu
DIPEREBUTKAN dalam sebuah IMPERATIVELY COORDINATED ASSOCIATIONS

TEORI KONFLIK DIALEKTIKA LEBIH SESUAI DENGAN REALITAS SOSIAL


DAHRENDORF dengan teori KONFLIK DIALEKTIKA berusaha menyempurnakan
pendapat KARL MARX mengenai REALITAS SOSIAL
Realitas Sosial
SISTEM SOSIAL selalu berada dalam KONFLIK yang terus menerus (CONTINUAL
STATE OF CONFLICT)
Konflik tercipta karena KEPENTINGAN yang saling BERTENTANGAN dalam struktur
sosial
Kepentingan yang saling bertentangan merupakan refleksi dari perbedaan dalam
DISTRIBUSI KEKUASAAN antar kelompok yang MENDOMINASI dan TERDOMINASI
Kepentingan cenderung mempolarisasi kedalam dua kelompok kepentingan

Konflik bersifat DIALEKTIKA (suatu konflik menciptakan suatu kepentingan yang


baru, yang dibawah kondisi tertentu akan menurunkan konflik yang berikutnya)
Perubahan sosial adalah ciri/karakter yang selalu berada dimanapun
(UBIQUITOUS FEATURE) dalam setiap sistem sosial dan akibat dari konflik.
Konflik dapat diatasi oleh kekuasaan yang dihimpun di dalam ICA. ICA yang
dominan dapat meredam konflik
Dalam tinjauan KONFLIK DIALEKTIKA, suatu KEPENTINGAN bisa dinegoisasikan
antar kelompok dalam ICA jika sudah menjadi KELOMPOK KEPENTINGAN yang
bersifat RIIL
Sehingga,
Bersatunya INDIVIDU yang memiliki KEPENTINGAN yang SAMA dalam sebuah
kelompok yang TERORGANISIR menjadi hal yang penting.
Kepentingan yang SAMA dari beberapa INDIVIDU, jika tidak DIORGANISASI secara
FORMAL kedalam suatu KELOMPOK, merupakan KEPENTINGAN SEMU karena
tidak ada yang bisa mewakili/mengatasnamakan pemilik kepentinganPRASYARAT
KELOMPOK SEMU TERORGANISIR MENJADI KELOMPOK KEPENTINGAN

KONDISI TEKNIS dari suatu organisasi/ TECHNICAL CONDITIONS OF


ORGANIZATIONS (sejumlah orang yang mampu mengorganisasikan dan
merumuskan LATENT INTEREST menjadi MANIFEST INTEREST)
KONDISI POLITIS dari suatu organisasi/ POLITICAL CONDITIONS OF
ORGANIZATION (adanya KEBEBASAN POLITIK untuk berorganisasi yang diberikan
oleh masyarakat)
KONDISI SOSIAL bagi suatu organisasi/SOCIAL CONDITIONS OF ORGANIZATIONS
(adanya SISTEM KOMUNIKASI yang memungkinkan para anggota dari suatu
kelompok semu berkomunikasi satu sama lain dengan mudah)
Menurut penganut teori KONFLIK: KONFLIK TIDAK BISA DILENYAPKAN, TETAPI
HANYA BISA DI KENDALIKAN, AGAR KONFLIK LATENT TIDAK MENJADI MANIFEST
DALAM BENTUK VIOLENCE/KEKERASAN
BENTUK PENGENDALIAN KONFLIK: KONSILIASI (CONCILIATION), TERWUJUD
MELALUI LEMBAGA-LEMBAGA TERTENTU YANG MEMUNGKINKAN TUMBUHNYA
POLA DISKUSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DIANTARA FIHAK-FIHAK YANG
BERKONFLIK, LEMBAGA-LEMBAGA berfungsi EFFEKTIF jika:Bersifat OTONOM
dengan WEWENANG untuk MENGAMBIL KEPUTUSAN tanpa CAMPUR TANGAN
fihak lain
Kedudukan lembaga tersebut dalam masyarakt bersifat MONOPOLISTIS (hanya
lembaga tersebut yang berfungsi demikian)
Peran lembaga harus mampu MENGIKAT KELOMPOK KEPENTINGAN yang
BERLAWANAN. Termasuk KEPUTUSAN-KEPUTUSAN yang di HASILKAN
Harus bersifat DEMOKRATIS
PRASYARAT KELOMPOK KEPENTINGAN UNTUK KONSILIASI: Masing-masing
kelompok SADAR sedang BERKONFLIK
Kelompok-kelompok yang berkonflik TERORGANISIR secara JELAS
Setiap kelompok yang berkonflik harus PATUH pada RULE OF THE GAMES

; Mediasi (Mediation),Fihak yang berkonflik sepakat menunjuk fihak KETIGA untuk


memberi nasehat-nasehat penyelesaian konflik tujuannya MENGURANGI
IRASIONALITAS KELOMPOK YANG BERKONFLIK

; dan PERWASITAN (ARBITRATION), Dilakukan/terjadi jika fihak yang bersengketa


bersepakat untuk menerima atau terpaksa menerima hairnya fihak ketiga yang
akan memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk mengurangi konflik

Jika pengendalian konflik efektif maka, KONFLIK AKAN MENJADI KEKUATAN


PENDORONG TERJADINYA PERUBAHAN-PERUBAHAN SOSIAL YANG TERUS
BERLANJUT

James W. Vander Zanden, Menurut Zanden dalam


bukunya Sociology, konflik diartikan sebagai
suatu pertentangan mengenai nilai atau tuntutan
hak atas kekayaan, kekuasaan, status atau
wilayah tempat yang saling berhadapan,
bertujuan untuk menetralkan, merugikan
ataupun menyisihkan lawan mereka.

Anda mungkin juga menyukai