Anda di halaman 1dari 13

COVER

MATA KULIAH LOGIKA

SESAT PIKIR

DIKERJAKAN OLEH

NAMA : AULIA RAHMAN

NIM : 041070997

UPBJJ : PADANG

UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS HUKUM ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
2020.1

i
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur tidak lupa kita ucapkan kehadirat Allah Subhahu Wa Ta’ala yang berkat
anugerah dari-Nya kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “SESAT PIKIR” ini.
Sholawat serta selama kita haturkan kepada junjungan agung Nabi Besar Muhammad
Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang telah memberikan pedoman kepada kita jalan yang
sebenar-benarnya jalan berupa ajaran agama islam yang begitu sempurna dan menjadi rahmat
bagi alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena mampu menyelesaikan makalah ini sebagai pemenuh tugas
pada mata kuliah Logika di Universitas Terbuka. Selain itu, kami mengucapkan banyak
terima kasih kepada berbagai pihak yang membantu kami untuk merampungkan makalah ini
sampai selesai. Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah
tersusun. Hanya lebih pendekatan pada studi banding atau membandingkan beberapa materi
yang sama dari berbagai referensi

Demikian yang bisa kami sampaikan,Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas kepada kita semua, makalah ini memiliki banyak kekurangan sehingga kami mohon
untuk saran dan kritik yang sifatnya membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik
dalam rangka perbaikan makalah-makalah yang akan datang Terima Kasih.

Bukittinggi, 12 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................................iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang. ............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 1
BAB II ........................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
A. Kesesatan Berfikir ........................................................................................................... 2
B. Bentuk-bentuk Kesesatan Relevansi ............................................................................... 2
C. Kesalahan formal............................................................................................................. 5
D. Klasifikasi Fallacy Formal .............................................................................................. 5
E. Kesesatan Bersifat Semantik/Bahasa .............................................................................. 7
F. Kesesatan Karena Bahasa................................................................................................ 7
BAB III....................................................................................................................................... 9
PENUTUP.................................................................................................................................. 9
Kesimpulan............................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Dalam kesempatan kali ini, penulis akan membahas tentang beberapa tema yang
menurut penulis penting untuk dikaji dalam keilmuan logika. Pembahasan ini meliputi tentang
beberapa kesalahan dalam berfikir dan kesalahan dalam bahasa yang ada dalam ilmu logika.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dari kesesatan berfikir?
2. Bagaimana bentuk-bentuk dari kesalahan relevansi?
3. Bagaimana kesalahan formal dalam ilmu logika?
4. Apa yang dimaksud dengan Klasifikasi Fallacy Formal?
5. Bagaimana dengan kesesatan bersifat semantik/bahasa dalam ilmu logika?
6. Bagaimana dengan kesesatan karena bahasa dalam ilmu logika?

C. Tujuan Penulisan
1. Memaparkan apa yang ada dalam rumusan masalah pertama.
2. Memaparkan apa yang ada dalam rumusan masalah kedua.
3. Memaparkan apa yang ada dalam rumusan masalah ketiga.
4. Memaparkan apa yang ada dalam rumusan masalah keempat.
5. Memaparkan apa yang ada dalam rumusan masalah kelima.
6. Memaparkan apa yang ada dalam rumusan masalah keenam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kesesatan Berfikir
Ilmu logika lahir bersamaan dengan lahirnya Filsafat Barat di Yunani. Dalam
usaha untuk menyebar luaskan pemikiran-pemikirannya, para filusuf Yunani banyak
yang mencoba membantah pemikirannya dengan para filusuf lainnya dengan
menunjukkan kesesatan penalarannya. Sejak awal, logika telah menaruh perhatian atas
kesesatan penalaran tersebut. Kesesatan penalaran ini disebut dengan kesesatan berfikir
(fallacia/fallacy)
Kesesatan berfikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya
tidak logis, salah arah dan menyesatkan. Ini karena adanya suatu gejala berfikir yang
disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.
Kesesatan relavansi timbul ketika seseorang menurunkan suatu kesimpulan yang
tidak relevan pada premisnya atau secara logis kesimpulan tidak terkandung bahkan tidak
merupakan implikasi dari premisnya.

B. Bentuk-bentuk Kesesatan Relevansi


1. Argumentum ad Hominem.
Kesesatan ini terjadi jika kita berusaha agar orang lain menerima atau menolak suatu
usul yang tidak berdasarkan penalaran, melainkan karena alasan yang berhubungan
dengan kepentingan atau keadaan orang yang mengusulkan dan orang yang diusuli.
Contoh : Menolak land reform karena pembagian tanah itu selalu dituntut oleh orang
komunis.
Jadi, usul land reform itu perbuatan orang komunis dan perbuatan orang komunis itu
jahat.
2. Argumentum ad Veccundiam atau Argumentum Auctoritas.
Kesesatan ini sama dengan Argumentum ad Hominem, yaitu menerima atau menolak
sesuatu tidak berdasarkan nilai penalarannya, akan tetapi karena orang yang
mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, dapat dipercaya dan seseorang
yang ahli.
3. Argumentum ad Baculun.
Baculum artinya tongkat. Kesesatan ini terjadi jika penerimaan atau penolakan suatu
penalaran didasarkan atas adanya ancaman hukuman, jika tidak menyetujui akan

2
dihukum, dipenjarakan, dipukuli, bahkan dipersulit hidupnya dan diteror. Teror pada
hakikatnya adalah suatu paksaaan untuk menerima suatu gagasan karena ketakutan.

4. Argumentum ad Misericordiam.
Argumentum ad Misericordiam adalah penalaran yang ditujukan untuk menimbulkan
belas kasihan agar dapat diterima. Argumen ini biasanya berhubungan dengan usaha
agar suatu perbuatan dimaafkan. Penalaran ini biasanya diungkapkan dalam
pengadilan. Seperti, terdakwa mengingatkan hakim bahwa ia mempunyai anak, istri,
keluarga dan yang lain-lain.

5. Argumentum ad Populum.
Argumentum ad Populum banyak dijumpai dalam kampanye politik, seperti pidato-
pidato, demonstrasi dan propaganda. Karena Argumentum ad Popolum ditujukan
kepada rakyat, kepada suatu masa atau kepada halayak ramai, maka dalam
Argumentum ad Populum perlu pembuktian sesuatu secara klogis tidak dipentingkan,
yang diutamakan adalah menggugah perasaan masa pendengar atau membakar emosi
pendengar agar menerima suatu konklusi tertentu.

6. Kesesatan Non Causa Pro Causa.


Kesesatan Non Causa Pro Causa terjadi apabila kita menganggap sesuatu sebagai
sebab, padahal sebenarnya bukan sebab atau bukan sebab yang lengkap.

7. Kesesatan Aksidensi.
Sifat atau kondisi aksidental adalah sifat yang kebetulan, tidak harus ada dan tidak
mutlak. Kesesatan aksidensi terjadi jika kita menerapkan prinsip atau pernyataan
umum kepada peristiwa-peristiwa tertentu, tetapi karena keadaannya yang bersifat
aksidental, maka menyebabkan penerapan itu tidak cocok.
Contoh : Makan adalah suatu perbuatan baik. Tetapi jika makan pada waktu harus
berpuasa, maka penalaran tersebut sesat karena faktor aksidensi.
8. Kesesatan Komposisi atau Divisi.
Kesesatan karena komposisi dan divisi terjadi ketika menyimpulkan bahwa predikat
itu juga berlaku untuk kelompok kolektif seluruhnya. Maka disini penalaran kita sesat
karena komposisi.
Contoh : Jika film itu bagus, belum tentu semua pemerannya bermain bagus.
9. Petition Principia.
Petition Principia adalah kesesatan ketika membuktikan sesuatu. Penalaran yang
disusun menggunakan konklusinya atau apa yang hendak kita buktikan itu sebagai
3
premis, sudah tentu dengan kata-kata atau ungkapan yang berbeda dengan bunyi
konklusinya.
Contoh : Manusia harus berlaku adil. Karena adil adalah perintah Tuhan yang
tercantum dalam Kitab Suci. Sebagai alasan (premis), dikemukakan bahwa Kitab Suci
itu berisi perintah Tuhan. Disini dibuktikan bahwa perintah Tuhan itu tercantum dalam
Kitab Suci karena Kitab Suci berisi perintah Tuhan.

10. Ignoratio Elenchi.


Ignoraito Elenchi atau disebut pula kesesatan penalaran yang tidak disebabkan oleh
bahasa. Kesalahan ini terjadi ketika konklusi yang diturunkan dari premis tidak
relavan dengan premis itu.
Contoh : Dalam suatu pengadilan, seorang pembela dengan panjang lebar berhasil
membuktikan bahwa pembunuhan adalah suatu perbuatan yang sangat keji dan
menarik kesimpulan bahwa terdakwa melakukan perbuatan sekeji itu.

11. Kesesatan Karena Pertanyaan yang Kompleks.


Sebuah pertanyaan atau perintah seringkali bukan pertanyaan yang tunggal dan dapat
dijawab dengan tepat dengan satu jawaban, meskipun pertanyaannya berbentuk
kalimat tunggal.
Contoh : Rumah itu terdiri atas bagian-bagian apa saja?. Dapat dijawab: atap, dinding,
langit-langit, dan sebagainya.
Pertanyaan itu sebetulnya terdiri atas sejumlah pertanyaan. Demikian juga perintah
untuk menyebutkan jenis-jenis kalimat dapat dijawab dengan kalimat tanya dan
kalimat berita, atau kalimat pasif dan aktif, atau dengan kalimat panjang atau pendek.
Kalau kita bertanya: jam berapa kamu bangun?, maka pertanyan itu tidak kompleks.
Karena terdiri dari satu peretanyaan, akan tetapi pertanyaan itu mengandung sebuah
pernyataan di dalamnya, yaitu “bahwa kamu tidur”. Kalau ASEAN menuntut supaya
Vietnam menarik mundur tentaranya dari Kampuchea, di dalamnya terkandung
pernyataan bahwa Vietnam telah memasuki Kampuchea dengan tidak sah. Kalau
perjanjian Camp David mengenai otonomi Palestina ditafsirkan berbeda oleh Mesir
dan Israel, itu disebabkan karena bunyi kalimat-kalimat yang bersangkutan
mengandung makna yang kompleks, sehingga Negara yang satu dapat menunjuk
makna Negara lainnya. Biasanya suatu persetujuan diplomatik memang mengandung
makna majemuk yang kelak dapat ditafsirkan menurut situasinya.

12. Argumentum ad Ignoratiam.

4
Kesesatan ini terjadi pada hal-hal yang berkaitan erat dengan sesuatu yang tidak
terbuktikan. Seperti: gejala psikis, telepati dan semacamnya. Hal itu sulit di buktikan
baik oleh pendukung maupun penentangnya.

C. Kesalahan formal
Penalaran dapat sesat kalau bentuknya tidak tepat dan tidak sahih. Kesesatan
inilah yang disebut dengan kesalahan formal. Kesalahan formal adalah kesalahan yang
terjadi karena pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika.
Sesat pikir tidak hanya terjadi dalam fakta-fakta saja, melainkan juga dalam
bentuk penarikan kesimpulan yang sesat dikarenakan tidak dari premis-premisnya yang
menjadi acuannya. Sesat pikir juga bisa terjadi ketika menyimpulkan sesuatu lebih luas
dari dasarnya. Seperti: kucing berkumis, candra berkumis. Jadi, candra Kucing.
Sesat pikir juga terjadi dalam berbagai hal, seperti:

1. Definisi,
Kesesatan dalam definisi terjadi karena kata-katanya sulit, abstrak, negatif dan
mengulang; (kesesatan: mengulang apa yang didefinisikan).
Contoh : Hukum waris adalah hukum untuk mengatur warisan.

2. Klasifikasi,
Kesesatan dalam definisi terjadi pada dasar penggolongan yang tidak jelas, tidak
konsisten dan tidak bisa menampung seluruh fenomena yang ada.
Contoh : Musim menurut kegiatannya dapat dibagi menjadi musim tanam, musim
menyiangi, musim hujan dan musim panen; (kesesatan: musim kemarau dan musim
hujan bukanlah kegiatan).

3. Perlawanan,
Kontraris hukumnya jika salah satu proposisi salah, berarti yang lain tentu benar.
Contoh : Jika semua karyawan korupsi dinilai salah, berarti semua karyawan tidak
korupsi pasti benar.

4. Dalam mengolah proposisi majemuk.


Menyamakan antara proposisi hipotesis kondisional dan prposisi kondisional.
Contoh : Jika mencuri maka dihukum. Berarti jika dihukum berarti dia mencuri.

D. Klasifikasi Fallacy Formal


1. Fallacy of Four Terms (kekeliruan karena menggunakan empat term).

5
Kekeliruan berfikir karena menggunakan empat term dalam silogisme terjadi karena
term penengah diartikan ganda, sedangkan harusnya terdiri dari tiga term. Seperti :
Semua perbuatan mengganggu orang lain diancam dengan hukuman
Menjual barang di bawah harga tetangganya adalah mengganggu kepentingan orang
lain.
Jadi, menjual harga di bawah tetangganya diancam dengan hukuman.

2. Fallacy of Undistributed Middle (kekeliruan karena kedua term penengah tidak


mencakup).
Contoh kekeliruan berfikir karena tidak satupun dari kedua term penengah mencakup :
Orang yang terlalu banyak belajar kurus.
Dia kurus sekali
Karena itu tentulah ia banyak belajar.

3. Fallacy of Illicit Process (kekeliruan karena proses tidak benar).


Kekeliruan berfikir karena term premis tidak mencakup tapi dalam konklusi
mencakup. Seperti :
Kuda adalah binatang, sapi bukan kuda. Jadi ia bukan binatang.

4. Fallacy of Two Negatife Premises (kekeliruan karena menyimpulkan dari dua premis
yang negatif)
Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negative
sebenarnya tidak bisa ditarik konklusi. Contoh :
Tidak satupun barang yang baik itu murah dan semua barang di toko itu adalah tidak
murah. Jadi, semua barang di toko itu adalah baik.

5. Fallacy of Affirming the Consequent (kekeliruan karena mengakui akibat).


Kekeliruan dalam berfikir dalam Silogisme Hipotetika karena membenarkan akibat
kemudian membenarkan sebabnya. Contoh :
Bila pecah perang, harga barang-barang naik. Sekarang harga barang naik, jadi perang
telah pecah.

6. Fallacy of Denying Antecedent (kekeliruan karena menolak sebab).


Kekeliruan berpikir dalam Silogisme Hipotetika karena mengingkari sebab, kemudian
disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana. Contoh :
Bila datang elang, maka ayam berlarian. Sekarang elang tidak datang, jadi ayam tidak
berlarian.

6
7. Fallacy of Disjunction (kekeliruan dalam bentuk disyungtif).
Kekeliruan berpikir terjadi dalam Silogisme Disyungtif karena mengingkari alternatif
pertama, kemudian membenarkan alternatif lain. Padahal menurut patokan,
pengingkaran alternatif pertama bisa juga tidak terlaksananya alternatif yang lain.
Contoh :
Dari menulis cerita atau pergi ke Surabaya. Dia tidak pergi ke Surabaya, jadi dia tentu
menulis cerita.

8. Fallacy of Inconstistency (kekeliruan karena tidak konsisten).


Kekeliruan berfikir karena tidak runtutnya pertanyaan yang satu dengan pertanyaan
yang diakui sebelumnya. Contoh :
Tuhan adalah Mahakuasa, karena itu Ia bisa menciptakan Tuhan lain yang lebih kuasa
dari Dia

E. Kesesatan Bersifat Semantik/Bahasa


Semantik berkaitan dengan ilmu kata, yaitu bagaimana kejadian dan pengertian
sesuatu kata. Kesalahan semantik itu dapat disebut dengan ambiguitas. Ambiguitasberasal
dari amb (bahasa latin) yang mempunyai arti sekitar atau sekeliling, dan kataagree yang
dapat diartikan sesuatu yang mendorong pikiran ke segala arah (Heru Suharto, 1994).
Berarti ambiguitas adalah kata-kata yang mempunyai arti lebih dari satu, atau bisa juga
disebut hemonim.
Hemonim adalah kesesatan karena adanya kata-kata. Kata disini adalah kata kata
yang memiliki banyak arti, yang dalam logika yang biasanya disebut ambiguitas.
Diantara cara-cara untuk menghindar ambiguitas adalah :
1. Menunjukkan langsung adanya kesesatan semantik dengan mengemukakan konotasi
sejati,
2. Memilih kata-kata yang hanya arti tunggal,
3. Menggunakan wilayah yang tepat, apakah universal atau partikular,
4. Dapat juga dengan konotasi subjektif yang berlaku khusus atau objektif yang bersifat
komprehensif. (Heru Suharto, 1994).

F. Kesesatan Karena Bahasa


Kesesatan karena bahasa terjadi karena beberapa hal; biasanya kata-kata dalam
bahasa dapat memiliki arti yang berbeda dan arti yang sama pun bisa ada pada kata-kata

7
yang berbeda. Kesesatan dalam bahasa bisa hilang karena bahasa itu biasanya hilang atau
berubah kalau penalaran dari bahasa disalin ke bahasa lain.
Berikut ini beberapa kesesatan karena bahasa :

1. Kesesatan Karena Aksen atau Tekanan.


Perbedaan arti dan kessatan penalaran terjadi dalam ucapan tiap-tiap suku kata yang
diberikan tekanan, karena perubahan tekanan dapat membawa perubahan arti. Contoh:
Tiap pagi pasukan mengadakan apel.
Apel itu buah.
Jadi, tiap paagi pasukan mengadakan buah.
2. Kesesatan Karena Term Ekuivok.
Term ekuivok (term yang mempunyai lebih dari satu arti) adalah apabila dalam satu
penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah term yang sama, maka terjadilah
kesesatan penalaran. Contoh:
Abadi adalah sifat Ilahi.
Adam adalah mahasiswa abadi.
Jadi, Adam adalah mahasiswa yang bersifat Ilahi.
3. Kesesatan Karena Methaphora (kiasan).
Kesesatan dalam kiasan terjadi karena dalam suatu penalaran sebuah arti kiasan
disamakan dengan arti sebenarnya atau arti sebaliknya. Cukup luar biasa apabila orang
mencampur adukkan arti sebenarnya dan arti kiasan dari sesuatu kata atau ungkapan.
Kesesatan ini sering disengaja dalam lawak.
4. Kesesatan Karena Amfiboli.
Kesesatan amfiboli terjadi kalau konstruksi sebuah kalimat itu demikian rupa,
sehingga artinya menjadi bercabang. Contoh:
Mahasiswa yang duduk diatas meja yang paling depan.
Apa yang paling depan, mahasiswa atau mejanya?

8
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Demikian apa yang dapat penulis sajikan dan paparkan dalam makalah ini. Semoga
apa yang ada dalam makalah yang ringkas ini, para pembaca bisa mendapatkan kesimpulan
dan inti-inti dari pembahasan yang ada dalam makalah ini, seperti pengertian tentang
kesesatan berfikir, bentuk-bentuk kesesatan relevansi yang meliputi: 1) Argumentum ad
Hominem, 2) Argumentum ad Veccundiam atau Argumentum Auctoritas, 3) Argumentum ad
Baculun, 4) Argumentum ad Misericordiam, 5) Argumentum ad Populum, 6) Kesesatan Non
Causa Pro Causa, 7) Fallacy of Disjunction (kekeliruan dalam bentuk disyungtif), 8) Fallacy
of Inconstistency (kekeliruan karena tidak konsisten). Kemudian pengertian tentang
Kesesatan Bersifat Semantik/Bahasa dan juga pengertian tentang kesesatan karena bahasa.

9
DAFTAR PUSTAKA

Surajiyo, Asnanto. Sugeng, Andiani, Sri. Dasar-dasar logika. Bumi aksara: Jakarta, 2006.
Soekadijo, R.G. Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Pustaka Gramedia: Jakarta.
Mundiri. Logika. Raja Grafindo Persada: 2012.
R.G Soekadijo. Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Pustaka Gramedia: Jakarta.
Hlm., 11.
Asnanto Surajiyo, Sugeng, Sri Andiani. Dasar-dasar logika. Bumi Aksara: Jakarta, 2006.
Hlm., 105.
R.G Soekadijo. Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Pustaka Gramedia: Jakarta.
Hlm., 14.
Ibid, hlm. 111.
Mundiri. Logika. Raja Grafindo Persada: 2012. Hlm., 211.
Asnanto Surajiyo, Sugeng, Sri Andiani. Dasar-dasar logika. Bumi Aksara: Jakarta, 2006.
Hlm., 107.
R.G Soekadijo. Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Pustaka Gramedia: Jakarta.
Hlm., 12.

10

Anda mungkin juga menyukai