Anda di halaman 1dari 18

7.2.2.

Pesan Nonverbal
1
Nikita Krushchev pernah berpidato di hadapan Kongres Amerika. Setelah usai, orang
bertepuk tangan. Dan Krushchev pun bertepuk tangan juga seperti pendengarnya. Penonton
televisi yang menyaksikan kejadian itu memandang Krushchev sombong dan takabur. Orang
Rusia justru bertepuk tangan untuk menghargai penghargaan pendengarnya.
Orang mengungkapkan penghormatan kepada orang lain dengan cara yang bermacam-
macam. Orang Arab menghormati orang asing dengan memeluknya. Orang-orang Polinesia
menyalami orang lain dengan saling memeluk dan mengusap punggung. Seorang Ainu, di
Jepang, bila berjumpa dengan saudaranya, memegang tangannya, kemudian dengan cepat
melepaskan genggamannya dan memegang kedua telinga saudaranya. Setelah itu, masing-
masing saling mengusap wajah dan bahu. Orang Jawa menyalami orang yang dihormatinya
dengan "sungkem". Orang Jawa duduk bersila menyambut kedatangan orang yang mulia; orang
Belanda malah berdiri tegak.
Tepuk tangan, pelukan, usapan, duduk, dan berdiri tegak adalah pesan nonverbal yang
menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati kita. Pada Bab 4
kita sudah membahas petunjuk nonverbal sebagai sumber informasi untuk membentuk persepsi
kita tentang orang lain. Pada bagian ini kita akan mengulas bagaimana orang menggunakan
pesan nonverbal dalam komunikasi. Kita akan mengulas fungsi pesan nonverbal, klasifikasi
pesan nonverbal, dan perincian jenis-jenis pesan nonverbal.
Fungsi Pesan Nonverbal

2
Betapapun kekurangannya —seperti disindir Korzybski dan kawan-kawan- bahasa telah
sanggup menyampaikan informasi kepada orang lain. Dalam hubungannya dengan bahasa,
mengapa pesan nonverbal masih dipergunakan? Apa fungsi pesan nonverbal? Mark L. Knapp
(1972: 912) menyebut lima fungsi pesan nonverbal: (1) Repetisi-mengulang kembali gagasan
yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya, setelah saya menjelaskan penolakan saya, saya
menggelengkan kepala berkali-kali, (2) Substitusi— menggantikan lambang-lambang verbal.
Misalnya, tanpa sepatah kata pun Anda berkata. Anda dapat menunjukkan persetujuan dengan
mengangguk-angguk, (3) Konradiksi-menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain
terhadap pesan verbal. Misalnya, Anda memuji prestasi kawan Anda dengan mencibirkan bibir
Anda, “Hebat, kau memang hebat,” (4) komplemen—melengkapi dan memperkaya makna pesan
nonverbal. Misalnya, air muka Anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap
dengan kata-kata; (5) aksentuasi-menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya,
Anda mengungkapkan betapa jengkelnya Anda dengan memukul mimbar.
Knapp membahas fungsi pesan nonverbal dalam hubungannya dengan pesan verbal.
Yang lebih penting kita ketahu ialah tinjauan psiko logis terhadap peranan pesan nonverbal
dalam perilaku komunikasi. Mengapa kita harus memperhatikannya? Sejauh mana pesan
nonverbal melancarkan atau menghambat efektivitas komunikasi? Dale G. Leathers (1976: 4-7),
penulis Nonverbal Communication Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan
nonverbal sangat penting.
Pertama, faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi
interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatapmuka, kita banyak menyampaikan
gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lain pun lebih
banyak 'membaca', pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal. Menurut Birdwhistell,
barangkali tidak lebih dari 30% sampai 35% makna sosial percakapan atau interaksi dilakukan
dengan kata-kata." Sisanya dilakukan dengan pesan nonverbal. Mehrabian, penulis The Silent
Message, bahkan memperkirakan 930o dampak pesan diakibatkan oleh pesan nonverbal. Dalam
konteks ini juga kita dapat memahami mengapa kalimat-kalimat yang tidak lengkap dalam
percakapan masih dapat diberi arti. Anda maklum apa yang dimaksud oleh rekan Anda ketika ia
melukiskan kecantikan seorang wanita dengan kalimat yang tidak selesai, “Pokoknya ….”
ketika Anda melihat gerak kepala, tubuh, dan tangannya.
Kedua, perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal ketimbang
pesan verbal. Anda boleh menulis surat kepada pacar Anda dan mengungkapkan gelora
kerinduan Anda. Anda akan tertegun, Anda tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk
menyatakan sesuatu yang begitu mudah diungkapkan melalui pesan nonverbal. Bagaimana harus
Anda tuliskan dalam surat Anda getaran suara, tarkan napas, kesayuan mata, dan detak jantung?
Menurut Mahrabian (1967), hanya 700 perasaan kasih sayang dapat dikomunikasikan dengan
kata-kata. Selebihnya, 38%o dikomunikasikan lewat suara, dan 55% dikomunikasikan melalui
ungkapan wajah (senyum, kontak mata, dan sebagainya).
Ketiga, pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari
penipuan, distorst, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara
sadar. Sejak Zaman Prasejarah, wanita selalu mengatakan 'tidak' dengan lambang verbal, tetapi
pria jarang tertipu. Mereka tahu ketika 'tidak' diucapkan, seluruh anggota tubuhnya mengatakan
“ya”. Kecuali aktor-aktor yang terlatih, kita semua lebih jujur berkomunikasi melalui pesan
nonverbal. Komunikate, pada gllirannya, juga lebih percaya pada pesan nonverbal ketimbang
pesan verbal. Dalam situasi komunikasi yang disebut 'double binding'- ketika pesan nonverbal
bertentangan dengan pesan verbal - orang bersandar pada pesan nonverbal.
Keemmpat, pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan
untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya
memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan. Di atas telah kita
sebutkan bahwa pesan nonverbal mempunyai fungsi repetis, substitusi, kontradiksi, komplemen,
dan aksentuasi. Semua ini menambah kadar informasi .dalam penyampaian pesan.
Kelima, pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan
dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam paparan verbal
selalu terdapat redundansi (lebih banyak lambang dari yang diperlukan), repetist, ambiguity
(kata-kata yang berarti ganda), dan abstraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk
mengungkapkan pikiran kita secara verbal daripada secara nonverbal.
Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi
komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan atau emosi secara tidak
langsung. Sugesti di sini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit
(secara tersirat). Sugesti paling efektif disampaikan melalui pesan-pesan nonverbal. Leathers
(1976) menulis “if you solicit the sexual favors of a minor by non verbally you are free from
legal sanctions.” (JIka Anda meminta pelayanan seksual dari anak di bawah umur secara verbal,
Anda dapat menerima hukuman penjara. Jika Anda melakukan hal yang sama secara non verbal.
Anda bebas dari hukuman.) Ini salah contoh. Kita dapat memuji orang secara verbal, tetapi
mengecamnya secara nonverbal. Ini pun sukar dituntut secara hukum.

Klasifikasi Pesan Nonverbal

3
Belum ada kesepakatan di antara para ahli komunikasi nonverbal tentang pesan
nonverbal. Duncan menyebutkan enam jenis pesan nonverbal: (1) kinesik atau gerak tubuh; (2)
paralinguistik atau suara, (3) proksemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial; (4) olfaksi
atau penciuman, (5) sensitivitas kulit; dan (6) faktor artifaktual seperti pakaian dan kosmetik.
Scheflen menyebutnya dengan istilah lain: kinesik, sentuhan (tactile), bau-bauan (odorific),
teritorial, proksemik, dan artifaktual. Dalam buku ini, sambil mengikuti klasifikasi Leathers
dengan sedikit per ubahan, kita akan membagi pesan nonverbal pada tiga kelompok besar; pesan
nonverbal visual yang meliputi kinesik, roksemik, dan artifaktual; pesan nonverbal auditif yang
di sini hanya terdiri dari satu macam saja yaitu pesan paralinguistik; dan pesan nonverbal
nonvisual nonauditif, artinya tidak berupa kata-kata, tidak terlihat, dan tidak terdengar, dan
meliputi sentuhan dan penciuman.
Pesan kinesik— yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti terdiri dari tiga
komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.
Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampakan paling sedikit sepuluh kelompok
makna: kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman,
minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers (1976: 33) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang
wajah sebagai berikut:
1. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan tak senang, yang
menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau jelek;
2. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan,
3. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam suatu situasi,
4. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataannya
sendiri: dan
5. Wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurangnya pengertian.

Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan
untuk mengkomunikasikan berbagai makna. Menurut Galloway, pesan gestural kita gunakan
untuk mengungkapkan:
1) mendorong/membatasi,
2) menyesuaikan/mempertentangkan,
3) respon sif/tak responsif,
4) perasaan positif/negatif,
5) memperhatikan/tidak memperhatikan,
6) melancarkan/tidak reseptif
7) menyetujui/menolak.

Pesan gestural yang mempertentangkan (incongruous) terjadi bila pesan gestural


memberikan arti lain dari pesan verbal atau pesan lainnya. Pesan gestural tak responsif
menunjukkan gestur yang tidak ada kaitannya dengan pesan yang diresponsnya. Pesan gestural
negatif mengungkapkan sikap dingin, merendahkan, atau menolak. Pesan gestural tak responsif
mengabaikan permintaan untuk bertindak.
Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan. Postur ABRI ketika berdiri
tegak berbeda dengan postur murid di hadapan gurunya, atau postur santri di hadapan kiai.
Mehrabian menyebutkan tiga makna yang dapat disampaikan postur: immediacy, power, dan
responsiveness. Immediacy adalah ungkapan kesukaan atau ketidaksukaan terhadap individu
yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian
positif. Power mengungkap kan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat
membayang kan postur orang yang tinggi hati di depan Anda dan postur orang yang merendah.
Individu mengkomunikasikan responsiveness bila ia bereaksi secara emosional pada lingkungan,
secara positif dan negatif. Bila postur Anda tidak berubah, Anda mengungkapkan sikap yang
tidak responsif.
Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan
mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain. Antropolog Edward T.
Hall menyebutkan empat macam jarak yang dipergunakan oleh orang Amerika ketika
berhubungan dengan orang lain. Kita ingin menegaskan orang Amerika, karena pengaturan jarak
ini bergantung pada kebudayaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Di Indonesia, tampaknya
belum ada penelitian tentang perbedaan pengaturan jarak. Sebagai pengantar, kita lihat
klasifikasi jarakdari Edward T. Hall pada Tabel 7. Pesan proksemik juga diungkapkan dengan
mengatur ruangan objek dan rancangan interior. Pesan proksemik dapat mengungkapkan status
soslal-ekonomi, keterbukaan, dan keakraban. Sebagai contoh, Anda dapat membaca kembali
“Proses Pengelolaan Pesan”, pada Bab 4.

Tabel proksemik Atau Penganturan Jarak

4
Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan— tubuh pakaian, dan kosmetik.
Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang
lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh
ialah upaya kita untuk membentuk citra tubuh dengan pakaian dan kosmetik. “Pakaian
menyampaikan pesan. Pakaian terlihat sebelum suara terdengar ..... Pakaian tertentu
berhubungan dengan perilaku tertentu.” Kefgen dan Touchie- Specht, 1971: 10-11). Umumnya
pakaian kita pergunakan untuk menyampaikan identitas kita, untuk mengungkapkan kepada
orang lain Siapa Kita. Menyampaikan identitas berarti menunjukkan kepada orang lain
bagaimana perilaku kita dan bagaimana orang lain sepatutnya memperlakukan kita. Selain itu,
pakaian dipakai untuk menyampaikan perasaan (seperti blus hitam ketika wanita berduka cita,
atau pakaian yang semarak ketika kita ceria), status dan peranan (seperti seragam pegawai
kantor), dan formalitas (seperti memakai sandal untuk menunjukkan situasi informal dan
memakai batik untuk situasi formal). Kosmetik, seperti dinyatakan oleh M.S. Wetmore Cosmetic
Studio di En cino, California, dapat mengungkapkan kesehatan (dengan menggunakan base
make up untuk meralakan noda kulit), sikap yang ekspresif dan komunikatif (dengan 'memoles',
mata), dan kehangatan (dengan meng atur warna bibir).
Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara
mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda
bila diucapkan dengan cara yang berbeda. Lihatlah kalimat di bawah ini:

Ayah Sidin mengambil rantai anjing.

Berhentilah pada Ayah dan mengucapkan dengan nada memanggil: Ayah Sidin mengambil
rantai anjing. Sekarang Anda berhenti pada kata Sidin: Ayah Sidin mengambil rantai. Atau Anda
berhenti pada rantai: Ayah Sidin mengambil rantai anjing. Cara mengucapkan yang berbeda
memberikan arti yang sangat berlainan. Kalimat di atas, juga dapat diucapkan dengan intonasi
yang berlainan untuk menunjukkan pertanyaan, keraguan, keyakinan, atau penolakan.
Pesan paralinguistik terdri atas— antara lain—nada, kualitas suara, volume, kecepatan,
dan ritme. Nada (pitch) menunjukkan jumlah getaran atau “gelombang” yang dihasilkan sumber
bunyi. Makin banyak jumlah getaran, makin tinggi nada. Orang yang memilih stereo tentu
mengenal perbedaan nada. Orang yang berbicara tanpa banyak perubahan nada disebut monoton.
Nada dapat mengungkapkan gairah, ketakutan,kesedihan, kesungguhan, atau kasih sayang. Nada
dapat memperteguh dampak kata yang kita ucapkan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
nada sering digunakan untuk mengungkapkan identitas diri dan mempengaruhi orang lain
(Addington, 1968).
Kualitas suara menunjukkan “penuh” atau “tipisnya” suara. Bandingkanlah tape recorder
yang portabel dengan recorder yang “hi-fi”. Reproduksi suara keduanya berbeda, menunjukkan
kualitas suara yang berlainan. Bandingkan juga violin, viola, dan cello. Masing-masing alat
musik ini memiliki kualitas suara yang khas. Begitu pula setiap individu mempunya kualitas
suara tersendiri, sehingga kualitas suara mengungkapkan identitas dan kepribadiannya.
Volume menunjukkan tinggi-rendah suara, Bila kita marah atau menegaskan sesuatu, kita
cenderung menaikkan volume suara kita. Bila kita ingin mengungkapkan perasaan sayang atau
pengertian, kita merendahkan volume suara kita. Dalam suasana romantis, pecinta jarang
bercakap-cakap dengan suara keras. Seperti volume, kecepatan dan ritme dapat menggarisbawahi
pernyataan dan mengungkapkan perasaan. Memang, secara keseluruhan, pesan paralinguistik
adalah alat yang paling cermat untuk menyampaikan perasaan kita kepada orang lain. Tidak
setiap orang memiliki kemampuan yang sama untuk mengungkapkan emosi melalui pesan
paralinguistik. Tetapi sebagaimana kemampuan berbahasa dapat ditingkatkan, begitu pula
kemampuan paralinguistik.
Pesan sentuhan dan bau-bauan (tactile and olfactory messages) termasuk pesan
nonverbal nonvisual dan nonvokal. Penelitian tentang sentuhan dan bau-bauan sebagai pesan
komunikasi masih jarang sekali. Dari segi kepekaan manusia kepada sentuhan dan bau-bauan,
kurangnya perhatian para peneliti padanya sangat mengherankan. Serat-serat pengindraen dari
kulit (penerima sentuhan) yang masuk ke tulang belakang berjumlah lebih dari setengah juta.
Dalam otak sendiri terdapat daerah perekam sentuhan yang cukup besar. Sementara itu,
penciuman adalah 'the most ex perienced of senses'. Penglihatan tidak berfungsi ketika tidak ada
cahaya. Telinga boleh mendengarkan, tetapi tidak mendengar. Indra perasa seringkali tidak
bekerja. Namun, indra pencium bekerja setiap saat (Be dichek, 1960: 21).
Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan berbagai
emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sejak kecil, manusia telah terlazimkan untuk
menerima sentuhan biasanya ungkapan keakraban dan kasih sayang. Alma I. Smith, peneliti dari
Cutaneous Communication Laboratory (Laboratorium Komunikasi Kulit) di Princeton, telah
meneliti kemampuan kulit untuk menyampaikandan menerima pesan. Smith melaporkan
berbagai perasaan yang dapat disampaikan sentuhan, tetapi yang paling biasa dikomunikasikan
sentuhan ada lima: tanpa perhatian (detached), kasih sayang (mothering), takut (fearful), marah
(angry), dan bercanda (playful).
Bau-bauan telah digunakan manusia untuk berkomunikasi secara sadar dan tidak sadar.
Pada dunia binatang telah lama diketahui kebiasaan menyampaikan informasi lewat bau-bauan.
Dr. Harry Wiener dari New York Medical College menyimpulkan bahwa hal yang sama juga
telah dilakukan manusia: Manusia menyampaikan dan menerima pesan kimiawi eksternal
(external chemical messenger). Kebanyakan komunikasi melalui bau-bauan berlangsung secara
tak sadar. (Bila Anda emosional atau dalam keadaan tegang, tubuh Anda mengeluarkan keringat,
yang menyampaikan bau yang khas.) Kini, orang telah mencoba menggunakan bau-bauan buatan
seperti parfum untuk menyampaikan pesan.
Belum seluruh gejala bau-bauan sebagai pesan terungkapkan dalam penelitian ilmiah.
Memang, bidang komunikasi nonverbal masih memiliki daerah-daerah yang masih 'perawan' dan
menanti penelitian untuk menjelajahinya. Kita akan mengakhiri cerita komunikasi nonverbal
dengan mengutip Sigmund Freud:
No mortal can keep a secret. If his lips are silent he chatters with his-fingertips;
betrayal oozes out of him at every pore.
(Tidak ada manusia yang dapat menyimpan rahasia. Jika bibirnya diam ia berceloteh
dengan ujung jarinya; rahasia membersit dari pori-pori kulitnya.)

7.2.3 Organisasi, Struktur, dan Imbauan


Pesan Organisasi Pesan

Aristoteles, dalam buku klasik tentang komunikasi De Arte Rhetorica, menerangkan


peranan taxis dalam memperkuat efek pesan persuasif. Yang dimaksud dengan taxis ialah
pembagian atau rangkaian penyusunan pesan. Ia menyarankan agar setiap pembicaraan disusun
menurut urutan: pengantar, pernyataan, argumen, dan kesimpulan. Diperlukan ribuan tahun
setelah itu untuk menguji pandangan Aristoteles secara empiris. Betulkah pesan yang
diorganisasikan secara baik memudahkan pengertian, pengingat, dan perubahan sikap? Betulkah
penyusunan pembicaraan sebaiknya mengikuti urutan tertentu?
Pada tahun 1952, Beighley meninjau berbagai penelitian yang membandingkan efek
pesan yang tersusun dengan pesan yang tidak tersusun. Ia menemukan bukti yang nyata yang
menunjukkan bahwa pesan yang diorganisasikan dengan baik lebih mudah dimengerti daripada
pesan yang tidak tersusun baik. Ia meneliti pesan-pesan tertulis. Lebih dari sepuluh tahun
kemudian, Petrie meneliti serangkaian studi pesan tertulis. Hasil-hasil penelitian tampaknya tidak
seragam; sebagian menunjukkan bahwa pesan yang tersusun baik memudahkan pengingatan,
sebagian lagi menyimpulkan tidak ada perbedaan antara pesan tersusun dan tidak tersusun dalam
memudahkan pengingatan.
Beberapa penelitian eksperimental menelaah efek organisasi pesan pada pengingatan dan
perubahan sikap. Thompson (1960) melaporkan bahwa orang lebih mudah mengingat pesan yang
tersusun, walaupun organisasi pesan kelihatan tidak mempengaruhi kadar perubahan sikap.
Anehnya, Darnell (1963) melaporkan hal yang sebaliknya: pengingatan tampaknya tidak
terpengaruh oleh organisasi pesan, tetapi perubahan sikap sangat dipengaruhinya. Walaupun
penelitian-penelitian ini mem buktikan hal-hal yang bertentangan, para peneliti sepakat bahwa
penyajian pesan tersusun lebih efektif daripada penyajian pesan yang tidak tersusun; dengan kata
lain, tidak ada satu penelitian pun yang membuktikan bahwa pesan yang tidak tersusun baik
mempunyai pengaruh yang lebih efektif daripada pesan yang tersusun baik.
Karena itu, sudah sejak lama retorika menunjukkan cara-cara menyusun pesan—
mengikuti pola yang disarankan Aristoteles. Retorika mengenal enam macam organisasi pesan:
deduktif, induktif, kronologis, logis, spasial, dan topikal. Urutan deduktif dimulai dengan
menyatakan dulu gagasan utama, kemudian memperjelasnya dengan keterangan penunjang,
penyimpulan, dan bukti. Sebaliknya, dalam urutan induktif kita mengemukakan perincian-
perincian dan kemudian menarik kesimpulan. Dengan urutan kronologis, pesan disusun
berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa; dengan urutan logis, pesan disusun berdasarkan
sebab ke akibat atau akibat ke sebab; dengan urutan spasial, pesan disusun ber dasarkan tempat;
sedangkan dengan urutan topikal, pesan disusunber dasarkan topik pembicaraan: klasifkasinya,
dari yang penting kepada yang kurang penting, dari yang mudah kepada yang sukar, dari yang
dikenal kepada yang asing (Rakhmat, 1982: 46).
Sesudah urutan-urutan pesan di atas, psikologi komunikasi menambahkan lagi satu
urutan yang boleh kita sebut sebagai urutan psikologis. Urutan ini mengikuti sistem berpikir
manusia seperti yang dipolakan oleh John Dewey. Seperti tampak pada Tabel 8, para psikolog
menyebutkan butir-butir yang berbeda dengan urutan yang kira-kira sama.
`Urutan yang paling terkenal, dan yang paling dahulu, dikemukakan oleh Alan H.
Monroe pada akhir tahun 1930-an. Urutan ini, kemudian disebut "motivated sequence,
menyarankan lima langkah dalam penyusunan pesan:
1. attention (perhatian)
2. need (kebutuhan)
3. satisfaction (pemuasan)
4. visualization (visualisasi)
5. action (tindakan)
Jadi, bila Anda ingin mempengaruhi orang lain, rebutlah lebih dahulu perhatiannya,
selanjutnya bangkitkan kebutuhannya, berikan petunjuk bagaimana cara memuaskan kebutuhan
itu, gambarkan dalam pikiran nya keuntungan dan kerugian apa yang akan diperolehnya bila ia
menerapkan atau tidak menerapkan gagasan Anda, dan akhirnya doronglah ia untuk bertindak.
Bila Anda berkata kepada teman Anda, “Lihat rambutmu!” Anda berada pada tahap pertama.
Bila kemudian Anda menyatakan bahwa rambut itu perlu dipotong, Anda berusaha meyakinkan
dia akan kebutuhannya sendiri. Katakan bahwa sudah saatnya memotong rambut. Ini pemuasan.
Anda tentu akan menjelaskan, bila tidak dipotong cepat-cepat, rambut itu akan mengganggunya,
menyebabkan dia kelihatan tidak rapi; sedangkan bila dipotong, ia akan tampak gagah, sopan,
rapi, dan tampan. Ini usaha visualisasi. "Ayo, cukurlah rambulmu sekarang" adalah saran Anda
supaya komunikate melakukan tindakan.

1. Struktur Pesan

Bayangkan Anda harus menyampaikan informasi di hadapan khalayak yang tidak


sepaham dengan Anda. Anda harus menentukan apakah bagian penting dari argumentasi Anda
yang harus didahulukan atau bagian yang kurang penting. Apakah kita harus membiarkan hanya
argumen-argumen yang menunjang kita saja atau harus membicarakan yang pro dan kontra
sekaligus. Untuk menjawab pertanyaan yang pertama banyak penelitian telah dilakukan di
sekitar konsep primacy-recency. Koehler et al. (1978: 170-171), dengan mengulip Cohen,
menyebutkan kesimpulan penelitian tersebut sebagai berikut:
1) Bila pembicara menyajikan dua sisi persoalan (yang pro dan kontra), tidak ada
keuntungan untuk berbicara yang pertama, karena berbagai kondisi (waktu, khalayak,
tempat dan sebagainya) akan menentukan pembicara yang paling berpengaruh.
2) Bila pendengar secara terbuka memihak satu sisi argumen, sisi yang lain tidak mungkin
mengubah posisi mereka. Sikap nonkompromistis ini mungkin timbul karena kebutuhan
untuk mempertahankan harga diri. Mengubah posisi akan membuat orang kelihatan tidak
konsisten, mudah dipengaruhi dan bahkan tidak jujur.
3) Jika pembicara menyajikan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih mudah dipengaruhi
oleh sisi yang disajikan lebih dahulu. Jika ada kegiatan di antara penyajian, atau jika kita
diperingatkan oleh pembicara tentang kemungkinan disesatkan orang, maka apa yang
dikatakan terakhir lebih banyak memberikan efek. Jika pendengar tidak tertarik pada
subjek pembicaraan kecuali setelah menerima informasi tentang hal itu, mereka akan
sukar mengingat dan menerapkan informasi tersebut. Sebaliknya, jika mereka sudah
tertarik pada suatu persoalan, mereka akan mengingatnya baik-baik dan menerapkannya.
4) Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dihendaki atau yang diterima
disajikan sebelum gagasan yang kurang dihendaki. Jika pada awal penyajian,
komunikator menyampaikan gagasan yang menyenangkan kita, kita akan cenderung
memperhatikan dan menerima pesan-pesan berikutnya. Sebaliknya, jika ia memulai
dengan hal-hal yang tidak menyenangkan kita, kita akan menjadi kritis dan cenderung
menolak gagasan berikutnya, belapapun baiknya.
5) Urutan pro-kon lebih efektif daripada urutan kon-pro bila digunakan oleh sumber yang
memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.
6) Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu cukup lama di
antara dua pesan, dan pengujian segera terjadi setelah pesan kedua.

2. Imbauan Pesan (Message Appeals)


Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain maka kita harus menyentuh
motif yang menggerakkan atau mendorong perilaku komunikate. Dengan perkataan lain, kita
secara psikologis mengimbau khalayak untuk menerima dan melaksanakan gagasan kita. Para
peneliti psikologi komunikasi telah meneliti efektivitas imbauan pesan: apakah komunikate akan
lebih terpengaruh oleh imbauan emosional atau imbauan rasional? Apakah komunikate lebih
tergerak oleh imbauan ganjaran daripada imbauan takut? Motif-motif apakah yang dapat kita
sentuh dalam pesan kita supaya kita berhasil mengubah sikap dan perilaku komunikate? Dalam
uraian kila yang lerakhir ini, kita akan membicarakan imbauan rasional, imbauan emosional,
imbauan takut, imbauan ganjaran dan imbauan motivasional.
Imbauan rasional didasarkan pada anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk
rasional yang baru bereaksi pada imbauan emosional,bila imbauan rasional tidak ada.
Menggunakan imbauan rasional artinya meyakinkan orang lain dengan pendekatan logis atau
penyajian bukti bukti.
Imbauan rasional biasanya menggunakan silogisme, yakni rangkaian pengambilan
kesimpulan melewati premis maior dan premis minor. Banyak penelitian yang menggunakan
silogisme klasik tidak memperkuat anggapan bahwa manusia itu rasional. Ternyata sikap
sebelumnya, kredibilitas pembicara dan kepribadiannya, lebih mempengaruhi penilaian kita
kepada pembicara ketimbang silogisme yang digunakannya (Burgoon dan Betinghaus, 1980:
145). Penelitian lain yang menggunakan imbauan rasional menggunakan pembuktian (evidence)
sebagai indikator. Sayang sekali, seperti dinyatakan Burgoon dan Betinghaus, sedikit sekali
penelitian dilakukan dalam menelaah pembuktian. Tambahan pula, penelitian yang ada tidak
menunjukkan data yang jelas tentang perbedaan antara efek pesan yang menggunakan
pembuktian dan yang tidak menggunakan pembuktian. Burgoon dan Betinghaus kemudian
menyarankan hal-hal berikut:
1) Penggunaan pembuktian sangat bergantung pada topik pesan. Kita tidak mengharapkan
pembuktian terperinci jika pesan dirancang untuk mempengaruhi komunikate agar
membeli jenis minuman tertentu. Dalam situasi ini penggunaan testimoni atau sekadar
menyentuh alat indra barangkali lebih efektif. Namun belum ada penelitian yang
berusaha menunjukkan dengan pasti topik yang bagaimana yang cocok dengan
pembuktian tertentu.
2) Khalayak mungkin berbeda-beda dalam banyak faktor, misalnya usia, seks, pendidikan,
dan lain-lain. Kita dapat menduga bahwa pembuktian yang persuasif pada kelompok
orang tertentu mungkin tidak persuasif pada kelompok yang lain.
3) Sistem klasifikasi pembuktian yang ada sekarang ini berasal dari sistem hukum. Belum
ada penelitian apakah sistem klasifikasi ini ada kaitannya dengan perilaku komunikate.
Secara keseluruhan, imbauan rasional belum dapat ditentukan efektivitasnya. Ini agak berbeda
dengan imbauan emosional.
Imbauan emosional menggunakan pernyataan-pernyataan atau bahasa yang menyentuh
emosi komunikate. Sudah lama diduga bahwa kebanyakan tindakan manusia lebih didasarkan
kepada emosi daripada sebagai hasil pemikiran. Menurut Emil Dovifat (1968: 121). “Die
Masse ... habe eine kleinen Verstand, aber ein grosses Herz.” (Masa mempunyai otak kecil,
tetapi hati yang besar.)Tahun 1936 Harmann meneliti pengaruh selebaran emosional dan rasional
dalam mempengaruhi perilaku politik dalam pemilihan umum. Ia menemukan bahwa pesan yang
menggunakan imbauan emosional lebih berhasil daripada pesan-pesan rasional. Lewan dan
Stotland (1961) menunjukkan bahwa pengaruh imbauan emosional amat dipengaruhi oleh
pengalaman sebelumnya. Dengan demikian efek imbauan emosional akan kurang kuat bila topik
yang dibicarakan bukan sesuatu yang baru; artinya, komunikate bereaksi berdasarkan kerangka
rujukan yang sudah mapan. Bettinghaus (1973) menyarankan kepada kita hal-hal berikut ini
untuk membangkitkan emosi manusia: (1) gunakan bahasa yang penuh muatan emosional untuk
melukiskan situasi tertentu. Jadi, jangan mengatakan, “Mereka membakar apotek”, tetapi
katakanlah, “Orang-orang yang tidak bertanggungjawab secara tidak berperikemanusiaan
membinasakan apotek,” (2) hubungkan gagasan yang di ajukan dengan gagasan yang tengah
populer atau tidak populer; (3) hubungkan gagasan dengan unsur-unsur visual dan nonverbal
yang membangkitkan emosi, misalnya meminta sumbangan untuk korban banjir dengan
menampilkan foto-foto yang melukiskan mereka; (4) tampakkan pada diri komunikator petunjuk
nonverbal yang emosional, misalnya suara yang bergetar, air muka yang melankolis dan mata
yang berlinang-linang.
Imbauan takut menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan.
Penelitian pertama yang menelaah imbauan takut dilakukan oleh Janis dan Feshbach (1953).
Mereka menyampaikan topik kerusakan gigi pada siswa-siswa sekolah menengah. Sebagian
menerima pesan yang sangat menakutkan, dan sebagian lagi menerima pesan yang kurang
menakutkan. Mereka menemukan bahwa tingkat imbauan takut yang rendah lebih efektif dalam
mengubah sikap anak-anak terhadap kesehatan gigi. Mereka menduga ingkat imbauan takut yang
tingg menimbulkan kecemasan yang tinggi sehingga komunikate kurang memperhatikan pesan
dan lebih banyak memusatkan perhatian pada kecemasannya sendiri.
Penelitian selanjutnya melaporkan bahwa efektivitas imbauan takut bergantung pada
jenis pesan, kredibilitas komunikator, dan jenis kepribadian penerima. Bila komunikator
memiliki kredibilitas yang tinggl, imbauan takut yang rendah lebih berhasil (Hewgill, dan Miller,
1965). Bila komunikate dihadapkan pada topik yang sangat penting baginya, imbauan takut yang
tinggilah yang efektif. Makin kurang penting satu topik, makin kecil keberhasilan (Colburn,
1967). Bila komunikate mempunyai kepribadian yang tidak mudah terlibat secara personal dalam
satu pernyataan, ia kurang terpengaruh oleh imbauan pesan yang tinggi (Goldstein, 1959). Begitu
pula, komunikate yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah sangat efektif dipengaruhi oleh
imbauan takut yang tinggi (Higbee, 1969). Tampaknya penggunaan imbauan takut harus
digunakan secara sangat hati-hati.
Imbauan ganjaran menggunakan rujukan yang menjanjikan komunikate sesuatu yang
mereka perlukan atau yang mereka inginkan. Bila saya menjanjikan kenaikan pangkat untuk
Anda kalau Anda bekerja baik, saya menggunakan imbauan ganjaran (reward appeals). Sangat
sedikit penelitian yang membuktikan dampak penggunaan ganjaran dalam situasi komunikasi
yang persuasif. Memang ada penelitian.yang membuktikan bahwa orang yang dijanjikan
mendapat 20 dollar mengubah sikapnya lebih banyak daripada individu yang dijanjikan dengan
satu dollar. Rogers (1971) menunjukkan pengaruh imbalan uang terhadap adopsi vasektomi di
negara-negara Asia. Rasanya kondisi semacam ini sangat masuk akal sehingga tidak perlu
dibuktikan lagi. Tidak perlu ada penelitian untuk membuktikan bahwa orang lebih banyak
mengubah sikapnya bila dibayar lebih mahal.
Imbauan motivasional menggunakan imbauan motif (motive appeals) yang menyentuh
kondisi intern dalam diri manusia. Dengan menggunakan berbagai mazhab psikologi, kita dapat
mengklasifkasikan motif pada dua kelompok besar; motif biologis dan motif psikologis. Manusia
bergerak bukan saja didorong oleh kebutuhan biologis seperti lapar dan dahaga, tetapi juga
karena dorongan psikologis seperti rasa ingin tahu, kebutuhan akan kasih sayang, dan keinginan
untuk memuja. Di bawah ini saya jabarkan berbagai motif beserta imbauannya:
Dengan berakhirnya pembicaraan tentang organisasi, struktur, dan imbauan pesan,
berakhir jugalah pembicaraan kita tentang psikologi komunikasi. Saya ingin berpisah dengan
Anda dengan membacakan puisi Katherine Mansfield:

I want, by understanding my self,


to understand others.
I want to be all
that I am capable of becoming...
This all sounds
very strenuous and serious.
But now that I have wrestled with it,
its no longer so.
I feel happy-deep down
All is well.

Anda mungkin juga menyukai