MANAJEMEN KONFLIK
DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Vera Sesrianti M.Kep.
OLEH :
Ameliya Gufrani (1914401001)
Nadya Putri Galisa (1914401178)
Rafid Rahman Dhana (1914401182)
Salsabila (1914401191)
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian konflik?
2. Bagaimana persepsi atau pandangan terhadap konflik?
3. Bagaimana tingkat atau macam-macam konflik?
4. Apa penyebab atau sumber terjadinya konflik?
5. Bagaimana fungsi manajemen konflik?
6. Bagaimana strategi dalam penyelesaiaan konflik?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Pengertian konflik
2. Mengetahui persepsi atau pandangan terhadap konflik
3. Mengetahui tingkat atau macam-macam konflik
4. Mengetahui penyebab atau sumber terjadinya konflik
5. Mengetahui fungsi manajemen konflik
6. Mengetahui strategi dalam penyelesaiaan konflik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konflik
Istilah konflik berasal dari bahasa latin, com dan yang berarti bersama
dan fligere yang berarti melanggar, menabrak, menemukan dan membentur. Dengan
demikian, konflik merupakan ekspresi pertikaian individu dengan individu, kelompok
dengan kelompok lain karena beberapa alasan.
Konflik organisasi (organizational conflict) adalah ketidak sesuaian antara dua
atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisai yang timbul karena
adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya-sumber daya yang
terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka
mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi.
Konflik selalu dimaknai negatif oleh masyarakat pada umumnya. Konflik
dipandang sebagai pemicu kerusuhan dan kehancuran. Namun, pada dasarnya konflik
adalah suatu pertentangan antara 2 pihak atau lebih yang jika penanganannya baik,
maka berdampak baik dan jika buruk maka akan membawa banyak permasalahan.
Demikian halnya dalam organisasi, meskipun kehadiran konflik sering menimbulkan
ketegangan tetap diperlukan untuk kemajuan dan perkembangan dalam organisasi.
Sedangkan menurut Handoko (2012:346) konflik ornganisasi adalah (Organizational
Confict) adalah ketidakseusaian antara dua pihak atau lebih anggota-anggota atau
kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka
harus membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja
dan/atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai,
atau persepsi.
Berdasarkan manfaatnya, konflik dapat dikelompokkan kedalam konflik
fungsional dan disfungsional. Menurut Gibson (dalam Mulyasa 2012:) konflik
fungsional adalah suatu konfrontasi diantara kelompok yang menambah keuntungan
kinerja. Pertentangan antar kelompok yang fungsional dapat memberikan manfaat
bagi peningkatan efektivitas dan prestasi organisasi. Konflik ini juga diperlukan untuk
membangun kreatifitas. Adapun konflik disfungsional adalah konfrontasi atau
pertentangan antar kelompok yang merusak, merugikan, dan menghalangi pencapaian
tujuan organisasi.
Menurut Mulyasa, pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap
yaitu:
1. Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan diantara individu,
organsasi, dan lingkungan yang merupakan potensi terjadinya konflik.
2. Konflik terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul
dirasakan oleh individu dan mereka mulai memikirkannya.
3. Pertentangan, yaitu kondisi ketika konflik berkembang menjadi
perbedaan pendapat diantara individu atau kelompok yang saling
bertentangan.
4. Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi
permusuhan secara terbuka.
5. Akibat konflik, yaitu konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan
dan kinerja organisasi. Jika konflik terkelola dengan baik maka akan
menimbulkan keuntungan, seperti saling tukar pikiran, ide, dan
menimbulkan kreatifitas. Akan tetapi jika tidak dikelola dengan baik dan
melampaui batas maka akan menimbulkan kerugian.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa konflik dapat fungsional atau pun
berperan salah (disfungsional). Secara sederhana hal ini berarti bahwa konflik
mempunyai potensi bagi pengembangan atau pengganggu pelaksanaan kegiatan
organisasi tergantung bagaimana konflik tersebut dikelola.[4]
E. Manajemen Konflik
Manajemen konflik adalah serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun
pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan
yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk
tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi
kepentingan dan interpretasi.
Menurut Handoko (2012:349-352) ada tiga bentuk manajemen konflik, yakni:
1. Metode Stimulasi Konflik
Stimulasi konflik dalam satuan-satuan organisasi di mana pelaksanaan
kegiatan lambat karena tingkat konflik terlalu rendah. Manajer dalam kelompok
seperti ini perlu merangsang timbulnya persaingan dan konflik yang dapat
mempunyai efek penggemblengan.
Metode stimulasi konflik meliputi:
1) pemasukan atau penempatan orang luar ke dalam kelompok,
2) penyusunan kembali organisasi,
3) penawaran bonus, pembayaran intensif dan penghargaan untuk mendorong
persaingan,
4) pemilihan manajer-manajer yang tepat,
5) perlakuan yang berbeda dari kebiasaan.
2. Metode Pengurangan konflik
Pengurangan atau penekanan konflik bila terlalu tinggi atau menurunkan
produktifitas.metode ini mengelola tingkat konflik melalui “pendinginan suasana”
tetapi tidak menangani masalah-masalah yang semula menimbulkan konflik.
Dua metode yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik. Pendekatan
efektif pertama adalah mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan
yang bisa lebih diterima kedua kelompok. Metode efektif kedua adalah
mempersatukan kedua kelompok yang bertentangan untuk menghadapi “ancaman”
atau “musuh” yang sama.
3. Metode Penyelesaian konflik
Metode penyelesaian konflik dengan kegiatan-kegiatan para manajer yang
dapat secara langsung mempengaruhi pihak-pihak yang bertentangan.
Ada tiga metode penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu:
a. Dominasi atau Penekanan
Dapat dilakukan dengan cara: 1) kekerasan (forcing), yang bersifat penekanan
otokratik; 2) penenangan (smoothing) merupakan cara yang lebih diplomatis; 3)
penghindaran (avoidance) dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi yang
tegas; 4) Aturan mayoritas (majority rule) mencoba untuk menyelesaikan konflik
antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara melalui prosedur yang adil.
b. Kompromi
Melalui kompromi, manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui
pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Bentuk-bentuk kompromi meliputi permisahan (separation) dimana pihak yang
sedang bertentangan dipisahkan sampai mereka mencapai persetujuan; arbitrasi
(perwasitan), dimana pihak ketiga diminta memberi pendapat; kembali ke peraturan-
peraturan yang berlaku, dimana kemacetan dikembalikan pada ketentuan-ketentuan
tertulis yang berlaku dan menyetujui bahwa peraturan-peraturan yang memutuskan
penyelesaian konflik; penyuapan dimana salah satu pihak menerima kompensasi
dalam pertukaran untuk tercapainya penyelesaian konflik.
c. Pemecahan masalah integrative
Dengan metode ini, konflik antar kelompok dirubah menjadi situasi
pemecahan masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui teknik-teknik
pemecahan masalah.
Ada 3 jenis metode pemecahan konflik integratif:
1. Konsensus, dimana pihak-pihak yang sedang bertentangan bertemu bersama untuk
mencari penyelesaian terbaik masalah mereka.
2. Konfrontasi, dimana pihak-pihak yang saling berhadapan menyatakan
pendapatnya secara langsung satu sama lain dan dengan kepemimpinan yang
terampil dan kesediaan untuk menerima penyelesaian secara rasional.
3. Penggunaan tujuan-tujuan yang lebih tinggi dapat juga menjadi metode
penyelesaian konflik bila tujuan tersebut disetujui bersama.
Prinsip-prinsip pelaksanaan manajemen konflik menurut Soetopo (2010:138) yang perlu
diperhatiakan oleh para manajer, organisator, atau pemimpin, antara lain:
1. Perlakukanlah secara wajar yang alamiah
Konflik yang timbul dalam penyelenggaraan satuan pendidikan adalah sebagai
sesuatu yang wajar dan ilmiah. Konfilk kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
organisasi, tak perlu dihindari tapi harus dihadapi pimpinan melalui manajemen
konflik. Oleh karena itu, pelaksanaan manajemen konflik perlu dilakukan secara
wajar dan ilmiah sebagaimana pelaksanaan manajemen di bidang lainnya.
2. Pandanglah sebagai dinamisator orgnisasi
Konflik merupakan dinamisator organisasi. Pandanglah bahwa organisasi
tanpa konflik berarti diam, statis, dan tidak mencapai kemajuan yang diharapkan.
Namun demikian, konflik yang ada harus dimanaj agar dinamika yang terjadi benar-
benar dapat menjadi sesuatu yang positif untuk menghasilkan perubahan sekaligus
mendukung perkembangan dan pencapaian tujuan pendidikan.
3. Media pengujian kepemimpinan
Kepemimpinan tidak hanya diuji ketika membawa anggota mencapai tujuan
berdasarkan rutinitas tugas formal belaka. Kepemimpinan yang bersangkutan akan
lebih diuji ketika menghadapi konflik. Melalui manajemen konflik, dirinya akan
memiliki kepemimpinan yang dapat diandalkan untuk membawa roda organisasi
secara dinamis positif dalam mencapai tujuan di masa pendatang.
4. Fleksibilitas strategi
Strategi manajemen konflik yang digunakan para pemimpin adalah fleksibel.
Artinya, pemilihan penggunaan strategi dimaksud sangat bergantung kepada: 1) jenis,
materi konflik, dan sumber penyebabnya, 2) karakteristik pihak-pihak yang
berkonflik, 3) sumber daya yang dimiliki dan mendukung, 4) kultur masyarakat dan
iklim organisasi, 5) antisipasi dampak konflik, serta 6) intensitas dan keleluasaan
konflik.
Langkah-langkah dalam manajemen konflik menurut Soetopo (2010:183-139)
adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan analisis konflik
Langkah ini dimaksudkan untuk mendefinisikan atau menentukan konflik apa
yang timbul dalam penyelenggaraan satuan pendidikan. Perlu diketahuai bahwa
konflik ada yang nyata maupun tersembunyi. Konflik yang nyata akan mudah dikenali
dan dianalisis, tetapi konflik yang terembunyi tidak demikian adanya. Konflik yang
tersembunyi perlu dibuka melalui pemberian stimulus yang terencana supaya menjadi
terbuka.
Pemimpin pendidikan pada langkah ini harus dapat menetukan sumber
penyebabnya, faktor-faktor yang mempengaruhinya, jenis-jenisnya, dan keterlibatan
pihak-pihak yang berkonflik.
2. Evaluasi konflik
Evaluasi konflik adalah suatu upaya untuk memutuskan kualitas suatu konflik
yang telah dirumuskan. Kualitas suatu konflik dapat ditinjau dari dua segi, yaitu
intensitas dan keluasannya. Keduanya saling terkait satu sama lain. Atas dasar ini.
Kualitas konflik dapat diklasifikasikan menjadi: (a) konflik ringan/kecil (jika
intensitas rendah dan keleluasaan kecil), (b) konflik sedang (jika intensitas sedang dan
keleluasaan sedang), (c) konflik besar/berat (jika intensitas tinggi dan keleluasaan
besar).
3. Pemilihan strategi manajemen konflik
Apabila konflik yang ada sudah jelas maka akan memudahkan manajer dalam
memilih strategi manajemen konflik secara tepat. Ada beberapa pedoman yang perlu
diperhatikan manajer dalam memilih strategi manajemen konflik, antara lain:
a) Pahamilah beberapa prinsip dalam pelaksanaan manajemen konflik
b) Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, pilihlah diantara strategi manajemen
konflik yang disarankan.
c) Laksanankan strategi manajemen konflik yang dipilih.
d) Evaluasilah pelaksanaan strategi manajemen konflik yang dipilih tersebut
untuk mengetahui keberhasilannya
e) Strategi yang telah dipilih dapat dipertahankan bila menunjukan hasil yang
baik, tetapi bila hasilnya tidak atau kurang baik maka perlu dipilihkan
strategi lain secara berkelanjutan.
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan:
1. Konflik adalah ekspresi pertikaian individu dengan individu, kelompok dengan
kelompok lain karena beberapa alasan
2. Persepsi atau cara pandang terhadap konflik itu berubah dari masa ke masa, yang
awalnya konflik selalu di pandang negative, tetapi kini konflik tidak selalu di
pandang negative.
3. Tingkat atau macam konflik terdiri dari konflik pada diri sendiri (intrapersonal)
hingga konflik antar organisasi (interorganisasi).
4. Penyebab ada sumber sebuah konflik itu beraneka ragam, salah satunya adalah
karena kesalahan komunikasi atau pun perbedaan cara pandang yang mengarah
pada suatu pertentangan yang akhirnya menimbulkan suatu kinflik.
5. Fungsi managemen konflik antara lain fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian,
fungsi kepemimpinan, dan fungsi pengawasan.
6. Startegi dalam menyelesaikan suatu konflik sangat beraneka ragam, strategi tersebut
antaralain forcing (pemaksaan), avoding (penghindaran), compromising(pengompr
omian), collaborating, smoothing (penghalusan).
B. Saran
Hendaknya makalah ini bisa digunakan sebagai salah satu sumber
pembelajaran dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, khususnya
bagi penyusun dan pembaca.