Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan kesehatan yang memberikan

pelayanan kesehatan komprehensif mencapai aspek promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif bagi masyarakat. Maka dari itu adanya tuntutan peningkatan pelayanan

kesehatan menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh tenaga perawat.

(Udianto, Munif, & Gustian, 2017).

Globalisasi memberikan dampak positif bagi setiap profesi kesehatan untuk

selalu berupaya meningkatkan kinerja profesionalnya dalam berkontribusi pada

pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Tenaga profesional kesehatan

termasuk didalamnya tenaga keperawatan dituntut untuk memberikan pelayanan

kesehatan yang berkualitas. Pelayanan kesehatan yang berkualitas hanya dapat

diwujudkan dengan pemberian layanan kesehatan yang profesional, demikian juga

dengan pemberian asuhan keperawatan harus dilaksanakan dengan praktik

keperawatan yang profesional. Pelayanan kesehatan yang diberikan belum mampu

memenuhi tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang ideal termasuk

didalamnya asuhan keperawatan. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya kasus

yang terjadi akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit.

Metode pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya

berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih berorientasi

pada pelaksanaan tugas rutin. Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)

1
2

merupakan salah satu upaya meningkatkan pelayanan keperawatan di rumah Sakit

(Nugrahandini, 2015)

Pengembangan MPKP di Indonesia berdasarkan UU No.36 tahun 2009

bahwa tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi dan dalam melaksanakan

tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan yang dimiliki. Diperlukan adanya pengetahuan dan motivasi perawat

dalam pengembangan MPKP ini. Dengan adanya perbedaan tingkat pengetahuan

perawat tentang MPKP tentunya motivasi dalam pelaksanaaan MPKP juga berbeda.

Demikian pula halnya untuk menerapkan model praktik keperawatan

profesional harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh, setiap perawat harus

mempunyai motivasi yang tinggi untuk melaksanakan pelayanan asuhan

keperawatan. Pengelolaan asuhan keperawatan akan berhasil apabila seorang

perawat memiliki tanggung jawab, mempunyai pengetahuan tentang manajemen

keperawatan dan kemampuan memimpin orang lain di samping pengetahuan dan

keterampilan klinis yang harus dikuasainya pula (Nursalam, 2007)

Motivasi yang rendah dari perawat akan memberikan dampak terhadap

kinerja perawat yang rendah sehingga secara langsung menghasilkan mutu

pelayanan yang rendah. Sedangkan motivasi kerja yang tinggi dari perawat maka

bisa menghasilkan kinerja yang tinggi sehingga akan bisa mencapai tujuan dari

asuhan keperawatan yang maksimal dan tujuan dari rumah sakit yang pada

akhirnya akan tercapai mutu pelayanan rumah sakit yang tinggi dan memuaskan

masyarakat sebagai konsumen (Badi’ah, A. Mendri, 2008 dalam Nugrahandini,

2015).
3

Menurut American Enyclopedia dalam (M. Hasibuan, 2016) menyebutkan

bahwa motivasi sebagai kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok

pertentang) dalam diri seseorang yang membangkitkan topangan dan mengarahkan

tindak-tanduknya. Sedangkan menurut G.R. Terry dalam (M. Hasibuan, 2016)

mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang

individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan.motivasi itu

tampak dalam dua segi yang berbeda, yaitu dilihat dari segi aktif/dinamis, motivasi

tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan, dan

mengarahkan daya serta potensi tenaga kerja, agar secara produktif berhasil

mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan apabila

dilihat dari segi pasif/statis, motivasi akan tampak sebagai kebutuhan sekaligus

sebagai peranggsang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan

potensi serta daya kerja manusia tersebut ke arah yang diinginkan.

Hasil penelitian yang dilakukan (Udianto et al., 2017) di Ruang Rawat Inap

RSUD Blambangan Banyuwangi bahwa penerapan MPKP tim adalah baik.

Penelitian oleh Safitri. D.S (2018) dengan judul hubungan motivasi dengan

sikap perawat dalam pelaksanaan MAKP tim RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun

2018. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara motivasi

dengan sikap perawat dalam pelaksanaan MAKP Tim di Instalasi Rawat Inap.

Berbeda dengan hasil penelitian dari (Lobo, Herwanti, & Yudowaluyo,

2019). Penerapan metode asuhan keperawatan profesional di Ruang Kelimutu,

Ruang Komodo, dan Ruang Anggrek RSUD Prof Dr. W. Z. Johannes Kupang

berada dalam kategori kurang.


4

Menurut hasil penelitian dari (Dion, Fernandez, & Paun, 2019) berdasarkan

persepsi pasien yang dirawat, Implementasi MAKP Tim – Primer disebagian besar

ruangan rawat inap adalah Cukup Baik Namun, penerapan MAKP Tim-Primer

yang dilakukan oleh perawat belum memenuhi standar yang normatif yang

disebabkan oleh syarat tenaga Kepala Ruangan dan Perawat Primer belum

memenuhi kualifikasi pendidikan dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan

ruangan

Menurut (Yusnilawati, Mawarti, & Nurhusna, 2019) diketahui bahwa

penerapan metode tim di Rumah Sakit Umum Abdul Manaf dan Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Jambi menilai penerapan metode tim sangat baik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 perawat di ruang rawat inap Interna

dan Bedah RSUD Baubau, 2 perawat diruang interna mengatakan. Penerapan

MPKP perawat dianggap tidak ada bedanya dengan model penugasan fungsional,

belumnya terlaksanakan Penerapan MPKP karena kurangnya koordinasi antar

perawat. sedangkan 3 perawat diruang Bedah mengatakan Keberhasilan

pelaksanaan MAKP dapat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan motivasi

perawat. Pengetahuan berhubungan dengan pemahaman teori perawat dalam

mengelolah MPKP, Sikap antara lain tanggung jawab, disiplin,jujur, mampu

bekerjasama dalam kelompok sedangkan Motivasi yang terdiri dari internal,

eksternal, dan terdesak.

Berdasarkan uraian latar belakang maka Peneliti tertarik untuk meneliti

dengan judul : “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan Motivasi


5

Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna

dan Bedah RSUD Kota Baubau”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah hubungan Pengetahuan Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan Bedah

RSUD Kota Baubau ?

2. Bagaimanakah hubungan Sikap Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan Model

Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan Bedah RSUD

Kota Baubau ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan

Motivasi Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di

Ruang Interna dan Bedah RSUD Kota Baubau.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan Perawat dengan Motivasi

Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang

Interna dan Bedah RSUD Kota Baubau.

b. Untuk mengetahui hubungan Sikap Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan

Bedah RSUD Kota Baubau.


6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Peneliti

Sebagai proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan dalam

melakukan kajian-kajian ilmiah di bidang Ilmu Keperawatan Khususnya Model

Praktek Keperawatan Profesional (MPKP).

2. Manfaat bagi insitusi pendidikan

Di harapkan proposal penelitian ini dijadikan sebagai bahan kajian dalam

Ilmu Keperawatan Khususnya Bidang Manajemen Keperawatan

3. Manfaat bagi profesi Keperawatan

Untuk menambah informasi dalam kaidah keilmuan keperawatan dalam

bidang manajemen Keperawatan

4. Manfaat bagi tempat peneliti

Di harapkan agar menambah wawasan dan informasi dalam menjalankan

Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) sesuai dengan Kaidah

Kelimuan

5. Manfaaat bagi peneliti selanjutnya

Di harapkan agar di jadikan bahan kajian khususnya bagi peneliti

selanjutnya untuk memgembangkan hasil peneliti ini guna pengembangan ilmu

pengetahuan keperawatan khusus dalam bidang Manajemen keperawatan


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)

a. Pengertian

Model praktik keperawatan profesional atau MPKP adalah suatu system

(struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memfasilitasi perawat

profesional, mengatur dan pemberian asuhan keperawatan, termasuk

lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna, 2011)

Model praktik keperawatan professional (MPKP) adalah suatu model

pemberian asuhan keperawatan yang memberi kesempatan kepada perawat

profesioanal untuk menerapkan otonominya dalam merencanakan,

melaksanakan dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan kepada

klien (Manurung, 2011)

Hoffart dan Woods dalam (Suni, 2018), mendefinisikan MPKP sebagai

suatu sistem yang meliputi struktur, proses, dan nilai profesional yang

memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan

dan mengatur lingkungan untuk menunjang asuhan keperawatan. Dapat

disimpulkan bahwa MPKP merupakan suatu tatanan yang terdiri dari struktur,

proses, dan profesional value yeng mendorong perawat untuk memiliki

profesionalitas dan menjadi pemberi pelayanan keperawatan yang memadai.

Untuk mengimplementasikan Manajemen Keperawatan yang optimal,

diperlukan suatu metode pelaksanaan yang tepat sasaran, dapat diaplikasikan

dan memberikan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai suatu

7
8

model berarti sebuah ruang perawatan dapat menjadi contoh dalam praktik

keperawatan profesional di rumah sakit.Manajemen Keperawatan merupakan

suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh para pengelola keperawatan

untuk merencanakan, mengoganisasikan, mengarahkan dan mengawasi

sumber-sumber yang ada, baik sumber daya maupun sumber dana. Dengan

demikian diharapkan pengelola keperawatan dapat membeikan pelayanan

keperawatan yang efektif melalui penerapan asuhan kepeawatan profesional

baik kepada klien,keluarga dan masyarakat.

b. Tingkatan MPKP

Menurut Sitorus (2006) dalam (Nursalam, 2014), kategori MPKP dapat

diklasifikasikan berdasarkan tingkat pendidikan Perawat Primer (PP) menjadi:

a. MPKP Pemula

Pada tingkat ini kategori pendidikannnya PP masih DIII dan

diharapkan nantinya PP mempunyai kemampuan sebagai S1/Ners melalui

kesempatan peningkatan pendidikan. Praktik keperawatan pada tingkat ini

diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan professional tingkat

pemula dengan metode asuhan pemberian asuhan keperawatan modifikasi

keperawatan primer. Ketenagaan pada tingkat ini jumlah harus sesuai

kebutuhan, S1/Ners (1:25-30 klien), DIII Keperawatan sebagai perawat

primer pemula, DIII keperawatan sebagai PA. Dokumentasi keperawatan

mengacu standar rencana perawatan masalah actual.


9

b. MPKP Tingkat I

MPKP tingkat I, PP adalah S1/Ners, agar PP dapat memberikan

asuhan keperawatan berdasarkan ilmu dan teknologi diperlukan

kemampuan seorang ners spesialis yang akan berperan sebagai clinical

case manager (CCM). Praktik keperawatan pada tingkat ini diharapkan

mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dengan

metode asuhan pemberian asuhan keperawatan modifikasi keperawatan

primer. Ketenagaan pada tingkat ini jumlah harus sesuai kebutuhan, Ners

spesialis (1:25-30 klien) sebagai CCM, S1/Ners sebagai PP, DIII

Keperawatan sebagai PA. Dokumentasi keperawatan mengacu standar

rencana perawatan masalah aktual dan masalah risiko.

c. MPKP tingkat II

Praktik keperawatan pada tingkat ini diharapkan mampu

memberikan modifikasi keperawatan primer/asuhan keperawatan

profesional tingkat II. Metode pemberian asuhan keperawatan adalah

manajemen kasus dan keperawatan. Jumlah ketenagaan sesuai kebutuhan,

Ners spesialis: PP (1:1) Ners spesialis sebagai CCM, S1/Ners sebagai PP,

DIII keperawatan sebagai PA. Dokumentasi menggunakan clinical

pathway dan standar rencana keperawatan. Pada MPKP tingkat II

dibutuhkan minimal 1 orang CCM dengan kemampuan ners spesialis.

d. MPKP tingkat III

Praktik keperawatan diharapkan mampu memberikan modifikasi

keperawatan primer/asuhan keperawatan profesional tingkat III. Metode


10

pemberian asuhan keperawatan adalah manajemen kasus. jumlah tenaga

sesuai kebutuhan, doktor keperawatan klinik sebagai konsultan, ners

spesialis:PP (1:1) ners spesialis sebgaai CCM, DIII keperawatan sebagai

PA. Dokumentasi keperawatan menggunakan clinical pathway/standar

rencana keperawatan. Pada MPKP tingkat III, perawat dengan kemampuan

sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan, sehingga

diharapkan perawat lebih banyak melakukan penelitian keperawatan yang

dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan sekaligus mengembangkan

ilmu keperawatan.

c. Jenis Metode Asuhan Keperawatan Profesional dan Penetapan Jenis

Tenaga Keperawatan

Jenis Model Asuhan Keperawatan menurut Grant dan Massey (1997) dan

Marquis dan Huston (1998) dalam (Nursalam, 2014)

Model Deskripsi Penanggung


Jawab
Fungsional 1. Berdasarkan orientasi tugas dari Perawat
(bukan filosofi keperawatan. yang
model 2. Perawat melaksanakan tugasbertugas
MAKP ) (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal pada
kegiatan yang ada. tindakan
3. Metode fungsional dilaksanakan oleh tertentu.
perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama
pada saat perang dunia kedua. Pada
saat itu, karena masih terbatasnya
jumlah dan kemampuan perawat,
maka setiap perawat hanya melakukan
1–2 jenis intervensi keperawatan
kepada semua klien di bangsal.
Kasus 1. Berdasarkan pendekatan holistik dari Manajer
filosofi keperawatan. keperawatan
2. Perawat bertanggung jawab terhadap
11

asuhan dan observasi pada klien


tertentu.
3. Rasio: 1 : 1 (klien : perawat). Setiap
klien dilimpahkan kepada semua
perawat yang melayani seluruh
kebutuhannya pada saat mereka dinas.
Klien akan dirawat oleh perawat yang
berbeda untuk setiap sift dan tidak ada
jaminan bahwa klien akan dirawat
oleh orang yang sama pada hari
berikutnya. Metode penugasan kasus
biasanya diterapkan satu klien satu
perawat, umumnya dilaksanakan
untuk perawat privat atau untuk
khusus seperti isolasi, perawatan
insentif.
Tim 1. Berdasarkan pada kelompok filosofi Ketua Tim
keperawatan.
2. Enam sampai tujuh perawat
profesional dan perawat pelaksana
bekerja sebagai satu tim, disupervisi
oleh ketua tim.
3. Metode ini menggunakan tim yang
terdiri atas anggota yang berbeda-
beda dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap sekelompok
klien.
4. Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3
tim/grup yang terdiri atas tenaga
profesional, teknikal, dan pembantu
dalam satu kelompok kecil yang
saling membantu.
Primer 1. Berdasarkan pada tindakan yang Perawat
komprehensif dari filosofi Primer (PP)
keperawatan.
2. Perawat bertanggung jawab terhadap
semua aspek asuhan keperawatan.
3. Metode penugasan di mana satu orang
perawat bertanggung jawab penuh
selama 24 jam terhadap asuhan
keperawatan klien mulai dari klien
masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktik kemandirian
perawat, ada kejelasan antara pembuat
rencana asuhan dan pelaksana.
Metode primer ini ditandai dengan
12

adanya keterkaitan kuat dan terus-


menerus antara klien dan perawat
yang ditugaskan untuk merencanakan,
melakukan, dan koordinasi asuhan
keperawatan selama klien dirawat.
Tabel. 2.1 Model Asuhan Keperawatan Profesional.

d. Komponen MPKP

Berdasarkan MPKP yang sudah dikembangkan di berbagai rumah sakit,

Hoffart & Woods (1996) dalam (Suni, 2018) menyimpulkan bahwa MPKP

terdiri dari lima komponen, yaitu:

a. Nilai Profesional

Niai-niai profesional yang meliputi kesinambungan asuhan,dan

pembelajaran yang terus menerus agar dapat menunjang praktik

keperawatan yang bermutu. Profesionalisme keperawatan meupakan poses

dinamis bahwa profesi keperawatan yang telah terbentuk mengalami

perubahan dan pekembangan karakteristik sesuai dengan tuntunan profesi

dan kebutuhan masyarakat. Profesionalisasi merupakan proses pengakuan

tehadap sesuatu yang dirasakan ,dinilai,dan diterima secara spontan oleh

masyarakat. Sebagai contoh profesi ini baru mendapat pengakuan dari

profesi lain,kemudian dituntut untuk mengembangkan dirinya agar dapat

berpatisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, sehingga

keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat.Untuk mewujudkan

pengakuan tersebut,perawat harus memperjuangkan langkah-langkah

profesionalisasi sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial di

Indonesia.Proses ini merupakan tantangan bagi perawat di Indonesia,serta

perlu dipersiapkan dengan baik,berencana dan berkelanjutan .Sampai saat


13

ini keperawatan di Indonesia masih berada dalam proses jangka panjang

yang ditunjukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat

Indonesia.Perubahan yang terjadi mencakup seluruh aspek

keperawatan,yaitu:

1) Penataan pendidikan tinggi keperawatan

2) Pelayanan dan asuhan keperawatan

3) Pembinaan dan kehidupan keprofesian

4) Penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan.

Perawat sebagai sebuah profesi, dalam menjalankan praktik

keperawatan harus sesuai dengan kode etik keperawatan. (Sumijatun, 2010)

menyatakan kode etik perawat adalah suatu pernyataan atau keyakinan yang

mengungkapkan kepedulian moral, nilai dan tujuan keperawatan. Pada

model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga yang

merupakan awal dari penghargaan atas harkat dan martabat manusia.

Hubungan itu akan terus dibina selama klien dirawat diruang rawat tersebut

sehingga klien/keluarga menjadi mitra dalam memberi asuhan Keperawatan.

b. Pendekatan manajemen

Model praktek keperawatan mensyaratkan pendekatan manajemen

sebagai pilar praktik profesional.Proses manajemen harus diaksanakan

dengan disipin untuk menjamin pelayanan yang diberikan kepada klien atau

keluarga secara profesional. Di ruang perawatan yang telah menggunakan

MPKP pendekatan manajemen diterapkan dalam bentuk proses manajemen

yang terdiri dari: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),


14

pengarahan (directing), dan pengendaian (controlling) Manajemen

keperawatan meupakan suatu proses penyelesaian pekerjaan melalui

anggota staf perawat dibawah tanggung jawabnya,sehingga dapat

memberikan asuhan keperawatan profesional kepada klien dan keluarganya,

(Huber 1996, dalam (Sitorus & Panjaitan, 2011)

Tugas dan tingkatan manajemen keperawatan adalah bagaimana peran

manajer kepeawatan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya,untuk

mengarahkan staf perawat dalam penerapan asuhan keperawatan yang

berkualitas pada model praktik keperawatan profesional.Tingkatan

manajemen keperawatan yang dimaksud adalah manajer keperawatan

tingkat unit yang terdii dari kepala Ruangan (KaRu),perawat pimer (PP),dan

ketua tim{KaTim} sedangkan staf perawat pelaksanan atau asosiat adalah

PA (perawat asosiate).Manajer keperawatan diharapkan dapat berkoordinasi

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara terintegrasi dan

komprehensif,sehingga pemenuhan kebutuhan dasar klien dapat tercapai

melalui penerapan asuhan keperawatan. (Sitorus & Panjaitan, 2011)

menyatakan bahwa tugas manajer keperawatan adalah melakukan

koordinasi dan integrasi sumber-sumber yang tersedia melalui

perencanaan ,pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, sehingga lebih

efektif memberikan asuhan bagi klien dan keluarganya.

Agar tugas manajemen dapat terlaksana dengan baik,harus ada

orang-orang tertentu yang menjalankan peran-peran tertentu .Secara faktual

dapat dijelaskan bahwa agar proses manajemen dapat terlaksana dengan


15

baik,harus dilakukan tugas tugas pada tingkat manajemen secara

keseluruhan.Dapat dikatakan bahwa orang yang menjalankan tugas dan

kerja adalah sekelompok orang yang harus melakukan perilaku atau

tindakan tertentu,sehingga tugas itu dapat terwujud.Hal ini dimaknai dalam

manajemen keperawatan bahwa orang yang menjalankan tugas dan kerja

adalah sekelompok perawat yang melakukan asuhan keperawatan secara

komprehensif,untuk mewujudkan tugas-tugas manajerial yang telah

ditetapkan.Pelayanan kesehatan di rumah sakit yang memadai ditentukan

sebagian besar oleh gambaran pelayanan keperawatan yang ada didalamnya

(Kuntoro, 2010) Manajemen keperawatan yang efektif seyogyanya

memahaminya dan memfasilitasi pekerjaan atau kegiatan perawat pelaksana

yang meliputi:

1) Menetapkan penggunaan proses keperawatan

2) Melaksanakan intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan

3) Menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksanakan perawat

4) Menerima akuntabilitas untuk hasil hasil keperawatan

5) Mengendalikan lingkungan praktik keperawatan

Seluruh pelaksanaan kegiatan tersebut, senantiasa diinisiasi oleh

para manajer keperawatan melalui partisipasi dalam proses manajemen

keperawatan dengan melibatkan para perawat pelaksana.Adapun lingkup

manajemen keperawatannya adalah:


16

1) Manajemen Operasional

Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang

keperawatan yang terdiri dari tingkatan manajerial,yaitu: manajemen

puncak,manajemen menengah dan manajemen bawah. Manajemen

asuhan Manajemen asuhan keperawtan merupakan suatu proses

keperawatan yang menggunakan konsep-konsep manajemen di

dalamnya, seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan

pengendalian atau evaluasi. Pendekatan manajemen digunakan untuk

mengelola sumber daya yang ada meliputi: ketenagaan, alat, fasilitas

serta menetapkan Standar Asuhan Keperawatan (SAK). Pada Model

Praktik Keperawatan Profesional ini pendekatan manajemen tampak

pada peran perawat primer (PP) sebagai pembuat keputusan untuk klien

sebagai manager asuhan klinik. Kepala ruang berperan sebagai fasilitator

atau mentor (Sitorus & Panjaitan, 2011)

c. Sistem pemberian asuhan keperawatan

Sistem pemberian asuhan keperawatan (care delivery system)

merupakan metode bagi tenaga perawat yang digunakan dalam memberikan

pelayanan keperawatan kepada klien diberbagai tatanan pelayanan

kesehatan yang pelaksanaannya berdasarkan kaidah profesi keperawatan

dan merupakan inti praktek keperawatan. Penerapan asuhan keperawatan

melalui pendekatan gugat perawat profesional terhadap klien yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas layanan keperawatan pada klien.Klien yang

paling tepat untuk setiap unit atau organisasi,bergantung kepada


17

keterampilan dan keahlian staf,ketersediaan perawat professional, sumber

daya ekonomi dari organisasi,keakutan klien dan kerumitan tugas yang

harus diselesaikan (Marquis & Huston, 2010) Meskipun sebagian sIstem

pemberian asuhan keperawatan disusun untuk mengelola asuhan di rumah

sakit,sebagian dapat diadaptasikan ke tempat lain.Dalam memiih model atau

metode pengelolaan pemberian asuhan keperawatanSistem atau metode

tersebut merefleksikan falsafah organisasi, struktur, pola ketenagaan dan

populasi klien. Saat ini yang dikenal beberapa jenis metode pemberian

asuhan keperawatan, yang terdiri dari: metode kasus, fungsional, tim, primer

dan modifikasi. Pemberian asuhan keperawatan di Indonesia pada umumnya

menggunakan metode modifikasi yang mengabungkan antara metode tim

dan metode primer.

d. Hubungan professional

Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)

memungkinkan terjadinya hubungan profesional di antar perawat dan

praktisi kesehatan lainnya. Hubungan ini dapat terjadi melalui system

pendokumentasian keperawatan, operan tugas jaga, konfrensi awal dan

akhir, dan pembahasan kasus. Hubungan profesional dengan praktisi

kesehatan lain dikenal dengan kolaborasi dan juga dapat terjadi antara tim

kesehatan dengan penerima pelayanan keperawatan yaitu

klien/keluarga.Hubungan professional dalam pemberian pelayanan

keperawatan biasanya terjadi antar tim kesehatan dengan penerima

pelayanan keperawatan yaitu klien/keluarga.Pada pelaksanaannya hubungan


18

profesional terjadi secara internal atau hubungan yang terjadi antar

pembentuk pelayanan kesehatan,seperti hubungan antar perawat dengan

perawat,atau hubungan perawat dengan tim kesehatan lainnya

e. Kompensasi dan Penghargaan

Pada suatu layanan profesional, seseorang mempunyai hak atas

kompensasi dan penghargaan. Kompensasi merupakan faktor yang dapat

meningkatkan motivasi, pada Model Praktik Keperawatan Profesional

karena masingmasing perawat mempunyai peran dan tugas yang jelas

sehingga dapat dibuat klasifikasi yang obyektif sebagai dasar pemberian

kompensasi dan penghargaan. (Notoatmodjo, 2014) menyatakan dengan

pemberian kompensasi yang memadai merupakan suatu penghargaan

organisasi terhadap prestasi kerja para karyawannya, sehingga akan dapat

mendorong perilaku-perilaku atau performance karyawan sesuai dengan

yang diinginkan organisasi. Disamping itu kompensasi juga dapat

mempengaruhi prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan

Penghargaan adalah segala bentuk pengembalian fisik finansial maupun non

finansial yang diterima karyawan/staf atas jasa yang diberikan ke suatu

institusi.Kompensasi dalam bentuk finansial dapat berupa gaji, upah, bonus,

komisi, tunjangan, libur atau cuti dan sebagainya. Sedangkan kompensasi

dalam bentuk non finansial dapat berupa tugas yang menarik,tantangan

tugas,tanggung jawab tugas,peluang,pengakuan, pencapaian tujuan serta

lingkungan pekerjaan yang menarik. (Mulyadi yang di sampaikan oleh


19

(Suni, 2018) menyatakan bahwa penghargaan menghasikan dua macam

manfaat,yaitu:

1) Memberikan informasi:penghargaan dapat menarik perhatian personel

dan memberi informasi atau mengingatkan mereka tentang pentingnya

sesuatu yang diberi penghargaan dibandingkan dengan hal lain.

2) Memberikan motivasi:penghargaan akan meningkatkan motivasi

personel terhadap ukuran kinerja,sehingga membantu personel dalam

memutuskan bagaimana mereka mengalokasikan waktu dan usaha

mereka.

B. Tinjauan Tentang Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang dilakukan oleh manusia

terhadap suatu objek tertentu melalui proses pengindraan yang lebih dominan

terjadi melalui proses pengindraan penglihatan dengan mata dan pendengaran

dengan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat

menentukan dalam membentuk kebiasaan atau tindakan seseorang (overt

behavior) (Notoatmodjo, 2010)

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui berdasarkan

pengalaman manusia itu sendiri dan pengetahuan akan bertambah sesuai

dengan proses pengalaman yang dialaminya (Mubarak, 2011)

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana

diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti
20

seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula.

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek

positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang,

semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan

menimbulkan sikap positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (word

health organization), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh

pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan, A. & M., 2016)

2. Dimensi Proses Kongnitif

Dalam Taksonomi Bloom (1956) yang lama, Taksonomi Bloom baru

secara umum juga menunjukkan penjenjangan atau hierarki, yaitu dari tingkat

kognitif yang sederhana ke proses kognitif yang lebih rumit atau kompleks.

Namun, Taksonomi yang baru lebih fleksibel sifatnya.. Adapun dimensi proses

kognitif menurut Anderson, L. W and Krathwohl, D. 2001 yang diterjemahkan

oleh A. Prihantoro (2010) meliputi:

a. Mengingat (C1)

Mengingat yaitu mengambil pengetahuan dari memori jangka

panjang. Dalam hal ini mengingat merupakan usaha untuk memperoleh

kembali pengetahuan baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah

lama didapatkan. Mengingat meliputi kegiatan mengenali (recognizing)

dan memanggil kembali (recalling).

b. Memahami (C2)

Memahami yaitu mengkontruksi makna dari materi pembelajaran,

termasuk apa yang diucapkan, ditulis dan digambarkan oleh guru.


21

Memahami berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai

sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami meliputi

kegiatan menafsirkan (interpreting), mencontohkan (exemplifying),

mengklasifikasikan (classifying), merangkum (summarizing),

menyimpulkan (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan

(explaining).

c. Mengaplikasikan (C3)

Menerapkan yaitu menggunakan atau menerapkan suatu prosedure

dalam keadaan tertentu. Menerapkan menunjuk pada proses kognitif yang

memanfaatkan atau mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan

percobaan atau menyelesaikan permasalahan. Mengaplikasikan meliputi

kegiatan mengeksekusi (executing) dan mengimplementasikan

(implementing).

d. Menganalisis (C4)

Menganalisis berarti memecah materi menjadi bagian-bagian

penyusunnya dan menentukan hubungan hubungan antara bagian itu serta

menentukan hubungan antara bagian-bagian tersebut dengan keseuruhan

struktur atau tujuan. Kemampuan menganalisis merupakan jenis

kemampuan yang banyak dituntut dari kegiatan pembelajaran di

sekolahsekolah. Berbagai mata pelajaran menuntut siswa memiliki

kemampuan menganalisis dengan baik. Menganalisis meliputi kegiatan

membedakan (differentiating), mengorganisasi (organizing),

mengatribusikan (attributing).
22

e. Mengevaluasi (C5)

Mengevaluasi yaitu mengambil keputusan berdasarkan kriteria atau

standar. Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif yang memberikan

penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Mengevaluasi

meliputi kegiatan memeriksa (checking) dan mengeritik (critiquing)

f. Mencipta (C6)

Mencipta yaitu memadukan bagian-bagian untuk membentuk

sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang

orisinal. Perbedaan menciptakan dengan kategori berpikir kognitif lainnya

adalah pada kategori yang lain seperti mengerti, menerapkan, dan

menganalisis

Berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah direvisi, menghafal dan

mengingat kembali informasi diklasifikasikan sebagai berpikir tingkat rendah

sedangkan menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi sebagai berpikir

tingkat tinggi. Taksonomi Bloom dianggap merupakan dasar bagi berpikir

tingkat tinggi. Tiga aspek kognitif yang meliputi mengingat (C1), memahami

(C2) dan aplikasi (C3) menjadi bagian dari keterampilan berpikir tingkat

rendah. Sedangkan tiga aspek kognitif lainya yang meliputi analisa (C4),

evaluasi (C5), dan mencipta (C6). (Abdullah, 2015)

C. Tinjauan Tentang Sikap

1. Pengertian

Seorang individu sangat erat hubunganya dengan sikapnya masing-

masing sebagai ciri pribadinya. Sikap pada umumnya sering diartikan sebagai
23

suatu tindakan yang dilakukan individu untuk memberikan tanggapan pada

suatu hal. Pengertian sikap dijelaskan oleh (Saifudin, 2013) sikap diartikan

sebagai suatu reaksi atau respon yang muncul dari sseorang individu terhadap

objek yang kemudian memunculkan perilaku individu terhadap objek tersebut

dengan cara-cara tertentu.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek.Manifestasi sikap tidak dapat dilihat

langsung tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi

yang bersifat emosional terhadap stimulus social (S. Notoadmodjo, 2012)

Sikap juga merupakan evaluasi atau reaksi perasaan mendukung atau

memihak (favorable) maupun perasaan tidak memihak (unfavorable) pada

objek tertentu.(Saifudin, 2013)

2. Tingkatan sikap

Kartwohl & Bloom (Dimyati & Mudjiono, 1994; Syambasri Munaf,

2001) membagi ranah afektif menjadi 5 kategori yaitu :

a. Menerima (receiving) (A1)

Kategori ini merupakan tingkat afektif yang terendah yang

meliputi penerimaan masalah, situasi, gejala, nilai dan keyakinan secara

pasif.Penerimaan adalah semacam kepekaan dalam menerima rangsanagn

atau stimulasi dari luar yang datang pada diri peserta didik. Hal ini dapat

dicontohkan dengan sikap peserta didik ketika mendengarkan penjelasan


24

pendidik dengan seksama dimana mereka bersedia menerima nilai-nilai

yang diajarkan kepada mereka danmereka memiliki kemauan untuk

menggabungkan diri atau mengidentifikasi diri dengan nilai itu.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini

adalah : memilih, mempertanyakan, mengikuti, memberi, menganut,

mematuhi, dan meminati.

b. Menanggapi (responding) (A2)

Kategori ini berkenaan dengan jawaban dan kesenangan

menanggapi atau merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai

yang dianut masyarakat. Atau dapat pula dikatakan bahwa menanggapi

adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif untuk

mengikutsertakan dirinya dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi

terhadapnya dengan salah satu cara. Hal ini dapat dicontohkan dengan

menyerahkan laporan tugas tepat pada waktunya.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini

adalah : menjawab, membantu, mengajukan, mengompromi, menyenangi,

menyambut, mendukung, menyetujui, menampilkan, melaporkan,

memilih, mengatakan, memilah, dan menolak.

c. Penilaian (valuing) (A3)

Kategori ini berkenaan dengan memberikan nilai, penghargaan dan

kepercayaan terhadap suatu gejala atau stimulus tertentu. Peserta didik

tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan akan tetapi berkemampuan

pula untuk menilai fenomena itu baik atau buruk. Hal ini dapat
25

dicontohkan dengan bersikap jujur dalam kegiatan belajar mengajar serta

bertanggungjawab terhadap segala hal selama proses pembelajaran.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini

adalah : mengasumsikan, meyakini, melengkapi, meyakinkan,

memperjelas, memprakarsai, mengundang, menggabungkan,

mengusulkan, menekankan, dan menyumbang.

d. Mengelola (organization) (A4)

Kategori ini meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi sistem

nilai, serta pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimiliki. Hal ini dapat

dicontohkan dengan kemampuan menimbang akibat positif dan negatif

dari suatu kemajuan sains terhadap kehidupan manusia.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini

adalah : menganut, mengubah, menata, mengklasifikasikan,

mengombinasi, mempertahankan, membangun, membentuk pendapat,

memadukan, mengelola, menegosiasikan, dan merembuk.

e. Karakteristik (A5)

Kategori ini berkenaan dengan keterpaduan semua sistem nilai

yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan

tingkah lakunya. Proses internalisais nilai menempati urutan tertinggi

dalam hierarki nilai. Hal ini dicontohkan dengan bersedianya mengubah

pendapat jika ada bukti yang tidak mendukung pendapatnya.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini

adalah : mengubah perilaku, berakhlak mulia, mempengaruhi,


26

mendengarkan, mengkualifikasi, melayani, menunjukkan, membuktikan

dan memecahkan.

3. Komponen sikap

Menurut Allport (1954) dalam (Notoatmodjo, 2010) sikap terdiri dari 3

komponen pokok, yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek

Artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran

seseorang terhadap suatu objek. Sikap orang terhadap perilaku

mempraktekan MPKP misalnya, berarti bagaimana pendapat atau

keyakinan orang tersebut terhadap Konsep MPKP

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

Artinya bagaimana penilaian orang tersebut terhadap suatu objek.

Misalnya, sikap perawat terhadap Pelaksanaan MPKP, berarti bagaimana

Perawat menilai terhadap, apakah yang dikerjakan perawat tentang MPKP

termasuk perilaku yang biasa saja atau perilaku yang salah menjalankan

konsep MPKP.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Artinya sikap merupakan suatu komponen yang mendahului

tindakan atau perilaku terbuka. Misalnya, sikap terhadap Pelaksanaan

MPKP, adalah apa yang dilakukan Manajer Perawat bila ada Perawat tim

yang menjalankan MPKP.


27

4. Pengukuran Sikap

Menurut Azwar (2011), salah satu aspek yang sangat penting guna

memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah pengungkapan dan

pengukuran. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan

sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap

mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap,

yaitu kalimat bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap.

Pernyataan ini disebut dengan pernyataan favorable. Sebaliknya pernyataan

sikap mungkin pula dapat berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap yang

bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap objek sikap. Pernyataan

seperti ini disebut unfavorable

Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas

pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang.

Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak

semua negative yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung

sama sekali objek sikap. Isi kuesioner: Favorable dengan nilai item yaitu: 4:

Sangat Setuju (SS) 3: Setuju (S) 2: Tidak Setuju (TS) 1: Sangat Tidak

Setuju (STS) Unfavorable dengan nilai item: 1: Sangat Setuju (SS) 2: Setuju

(S) 3: Tidak Setuju (TS) 4: Sangat Tidak Setuju (STS)

D. Motivasi

1. Pengertian

Motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong

dilakukannya suatu tindakan (action/activities) dan memberikan kekuatan


28

(energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan, atau

mengurangi ketidakseimbangan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja.

Dorongan atau semangat kerja sangat dipengaruhi oleh faktor atasan/pimpinan,

teman kerja, sarana fisik, kebijakan/aturan, imbalan, jenis pekerjaan, dan

tantangan (Ravianto, 2008)

Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni movere yang

mempunyai arti yang biasa disebut “menggerakkan” (Winardi, 2011)

Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang

bertingkahlaku (Donsu, 2017)

Menurut (Gitosudarmo, Indriyo dan Mulyono, 2009) motivasi adalah

suatu faktor yang mendorong untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh

karena itu motivasi seringkali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku

seseorang. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang pasti memiliki suatu

faktor yang mendorong aktivitas tersebut. Oleh karena itu, faktor pendorong dari

seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu pada umumnya adalah

kebutuhan serta keinginan orang tersebut.

Menurut (Nursalam, 2015) berdasarkan bentuknya motivasi terdiri atas :

a. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri individu

b. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu.

c. Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit secara

serentak dan menghentak dengan cepat sekali.


29

Menurut Nursalam (2015) motivasi mempunyai tiga unsur utama yaitu

kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada

ketidakseimbangan antara apa yang mereka miliki dengan apa yang mereka

hadapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada

pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada

tujuan merupakan inti dari motivasi.

Abraham Maslow mengemukakan teori motivasi yang dinamakan

Maslow’s Need Hierarchy Theory. Maslow dalam (M. S. P. Hasibuan, 2011)

mengemukakan bahwa lima hirarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :

a. Physiological Needs Physiological Needs

Physiological Needs Physiological Needs yaitu kebutuhan untuk

mempertahankan hidup. Yang termasuk ke dalam kebutuhan ini adalah

kebutuhan makan, minum, perumahan, dan sebagainya. Keinginan untuk

memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku atau bekerja

giat.

b. Safety and Security Needs Safety and Security Needs

Safety and Security Needs Safety and Security Needs adalah

kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman

kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini

mengarah kepada dua bentuk: (1) Kebutuhan akan keamanan jiwa di tempat

pekerjaan; (2) Kebutuhan akan kemananan harta di tempat pekerjaan pada

waktu jam kerja


30

c. Affiliation or Acceptance Needs

Affiliation or Acceptance Needs adalah kebutuhan sosial, teman,

afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan

kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Karena manusia adalah

makhluk sosial, sudah jelas ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial yang

terdiri dari empat golongan, yaitu: (1) Kebutuhan akan diterima orang lain

(sense of belonging); (2) Kebutuhan akan dihormati (sense of importance);

(3) Kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement); (4)

Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation)

d. Esteem or Status Needs

Esteem or Status Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan

pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat

lingkungannya. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang

digunakan sebagai simbol status itu.

e. Self Actualization

Self Actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan

menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk

mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan.

Selanjutnya Maslow mengemukakan bahwa orang dewasa secara normal

memuaskan kira-kira 85 persen kebutuhan fisiologis, 70 persen kebutuhan rasa

aman, 50 persen kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, 40 persen kebutuhan

harga diri, dan hanya 10 persen dari kebutuhan aktualisasi diri.


31

2. Klasifikasi Motivasi

a. Motivasi Kuat/tinggi

Motivasi dikatakan kuat apabila dalam diri seseorang dalam

kegiatan-kegiatan sehari-hari memiliki harapan yang positif, mempunyai

harapan yang tinggi, dan memiliki keyakinan yang tinggi bahwa penderita

akan menyelesaikan pengobatannya tepat pada waktu yang telah ditentukan.

b. Motivasi Sedang

Motivasi dilakukan sedang apabila dalam diri manusia memiliki

keinginan yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, namun memiliki

keyakinan yang rendah bahwa dirinya dapat bersosialisasi dan mampu

menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

c. Motivasi Lemah/rendah

Motivasi dikatakan lemah apabila di dalam diri manusia memiliki

harapan dan keyakinan yang rendah, bahwa dirinya dapat berprestasi.

Misalnya bagi seseorang dorongan dan keinginan mempelajari pengetahuan

dan keterampilan baru merupakan mutu kehidupannya maupun mengisi

waktu luangnya agar lebih produktif dan berguna (Irwanto, 2008).

Pengukuran motivasi menggunakan kuesioner dengan skala Likert yang

berisi pernyataan-pernyataan terpilih dan telah diuji validitas dan realibilitas.

a. Pernyataan positif ( Favorable)

1) Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan pernyataan

kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner diskor 4.


32

2) Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner yang

diberikan melalui jawaban kuesioner diskor 3.

3) Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan pernyataan

kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner diskor 2.

4) Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju dengan

pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner diskor

1.

b. Pernyataan negatif ( Unfavorable )

1) Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan pernyataan

kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner diskor 1.

2) Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner yang

diberikan melalui jawaban kuesioner diskor 2.

3) Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan pernyataan

kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner diskor 3.

4) Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju dengan

pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner diskor

4.

Kriteria motivasi dikategorikan menjadi :

a. Motivasi Kuat                  : 67 – 100%

b. Motivasi Sedang              : 34 – 66%

c.  Motivasi Lemah               : 0 – 33% (Hidayat, 2009)


33

E. Kerangka Teori

Faktor Internal : MPKP :


1. Pendidikan 1. Nilai Profesional
2. Pengetahuan 2. Pendekatan
3. Sikap Manajemen
4. Beban Kerja 3. Sistem pemberian
5. Kompetensi asuhan keperawatan
6. Lama Kerja 4. Hubungan
Profesional
Faktor Eksternal : 5. Kompensasi dan
1. Reword Penghargaan
2. Tunjangan
3. Motivasi
Mutu Kualitas
Pelayanan
Keperawatan

Gambar 2.1 : Kerangka Teori


Kepuasan Pasien
Sumber : (Nursalam,2014 & Suni,2018)

F. Kerangka Konsep

Berdasarkan penulusuran kepustakaan yang dilakukan oleh peneliti, secara

sistematis dapat disusun kerangka konsep penelitian yang digambarkan sebagai

berikut:

Variabel Independen Variabel dependen

Pengetahuan
Motivasi Perawat
dalam Pelaksanaan
Sikap
MPKP

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep


34

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Hubungan

F. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Dependent : Motivasi Kuesioner Menggunakan Ordinal
Motivasi merupakan Skala Likert Bila
pernyataan tentang Jawaban
dorongan perawat Sangat Setuju= 4,
dalam menerapkan Setuju = 3, Tidak
prosedur tindakan Setuju=2, Sangat
MPKP Tidak Setuju=1,
Dengan 10
pernyataan
1. Tinggi : Jika
Responden
Menjawab
76-100 %
2. Sedang : Jika
Menjawab
60 – 75 %
3. Rendah: Jika
Responden
Menjawab ≤
60 %
35

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Independent
1. Pengetahuan Pengetahuan Kuesioner bila jawaban Ya = Interval
perawat yaitu 1 dan jawaban
pemahaman Tidak = 0.
perawat tentang Dengan 10
prosedur penerapan pertanyaan :
MPKP 1. Baik : Bila
responden
menjawab
76-100 %
2. Cukup : bila
menjawab
60 – 75 %
3. Kurang :
Bila
Responden
Menjawab ≤
60 %
2. Sikap Sikap perawat yaitu Kuesioner Menggunakan Ordinal
respon atau Skala Likert
tanggapan perawat Bila Jawaban
terhadap penerapan Sangat Setuju= 4,
MPKP Setuju = 3,
Kurang Setuju=2,
Tidak Setuju=1,
Dengan 10
pernyataan
1. Baik : Jika
Responden
Menjawab
76-100 %
2. Cukup : bila
menjawab 60
– 75 %
3. Rendah : Jika
Responden
36

Menjawab ≤
60 %
(Hidayat, 2009, (Abdullah, 2015)

Tabel: : 2.2: Definisi Operasional

B. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Nol

a. Tidak ada hubungan Pengetahuan Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan

Bedah RSUD Kota Baubau.

b. Tidak ada hubungan Sikap Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan Model

Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan Bedah

RSUD Kota Baubau

2. Hipotesis Alternatif

a. Ada hubungan Pengetahuan Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan Model

Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan Bedah

RSUD Kota Baubau.

b. Ada hubungan Sikap Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan Model Praktik

Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan Bedah RSUD Kota

Baubau

.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan

rancangan studi cross sectional. Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian

dimana variabel yang termasuk faktor hubungan variabel dan variabel yang

termasuk efek diobservasi pada waktu yang sama (Notoatmodjo,2012)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Interna dan Bedah RSUD Kota Baubau

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2021

C. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subyek yang memenuhi kriteria yang

telah ditetapkan (Nursalam,2013)

Sedangkan menurut Sugiyono, populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulan (Sugiyono,2011)

Populasi dalam penelitian ini adalah 37 Perawat yang terdiri dari Ruang

Interna dan Bedah

37
38

2. Sampel

Jumlah Sampel pada penelitian ini adalah 37 Perawat Ruang Interna dan

Bedah RSUD Kota Baubau

3. Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan total sampling yaitu semua anggota populasi dijadikan sebagai

sampel penelitian.(Notoatmodjo, 2012).

D. Metode Pengempulan Data

1. Data primer

Data hasil jawaban awal pengetahuan dan sikap Perawat yang

dikumpulkan dengan mengadakan teknik kuesioner.

2. Data sekunder

Data diperoleh dari data Diklat dan Perawat Ruang Interna dan Bedah

RSUD Kota Kota Baubau.

E. Instrumen Penelitian

Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan kuesioner (Emiliana Tawuru

May, 2020) dan telah di modifikasi sesuai variabel dalam penelitian.

1. Motivasi Pelaksanaan MPKP

Instrumen pada Variabel ini menggunakan kuesioner likert scale

dengan skala Interval dimana responden diminta untuk memberikan

pendapatnya mengenai motivasi dalam pelaksanaan MPKP yang mereka

lakukan di ruang Perawatan Bedah dan Interna dengan kriteria penilaian sangat
39

tidak setuju (STS) 1, tidak setuju (TS) dinilai 2, Setuju (S) dinilai 3, Sangat

Setuju (SS) dinilai 4.

2. Sikap

Selanjutnya Instrumen yang sama pada Variabel ini menggunakan

kuesioner likert scale dengan skala Interval dimana responden diminta untuk

memberikan pendapatnya mengenai Sikap dalam pelaksanaan MPKP yang

mereka lakukan di ruang Perawatan Bedah dan Interna dengan kriteria

penilaian Sangat Tidak Setuju (STS) 1, Tidak Setuju (ST) dinilai 2, Setuju (S)

dinilai 3, Sangat Setuju (SS) dinilai 4.

3. Pengetahuan

Kuesioner selanjutnya menggunakan metode Skala Interval tetapi untuk

menilai Tingkat Pengetahuan perawat dalam pelaksaanaan MPKP dengan

kriteria penilaian 1 Baik , 2 Cukup dan 3 Kurang.

F. Pengolahan Data

1. Editing

Pada tahap ini, penulis melakukan penilaian terhadap data yang diperoleh

kemudian diteliti apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam pengisiannya.

2. Coding

Setelah dilakukan editing, penulis memberikan kode tertentu pada tiap-

tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan analisis data.

3. Tabulating

Setelah dilakukan pengkodean dan skoring pada semua data selanjutnya

data diolah menggunakan Komputer program SPSS Versi 21.00.


40

G. Analisis Data

Dari data hasil disajikan dalam bentuk analitik sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Dilakukan dengan menyatakan hasil analisis tiap variabel dari hasil

penelitian. Analisis dilakukan berdasarkan nilai minimal, maksimal, rata-rata,

simpangan baku, dan distribusi frekwensi.

2. Analisis Bivariat

Metode Korelasi bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor

berkaitan dengan variasai pada faktor lain. Metode Korelasional digunakan

untuk 1) Mengukur hubungan di antara berbagai variabel, 2) meramalkan

variable tak bebas dari pengetahuan kita tentang variable bebas, dan 3)

Meratakan jalan untuk membuat rancangan penelitian eksperimental (Akbar,

Purnomo Setiady dan Usman, 2017).

Untuk melakukan interpretasi kekuatan hubungan antara dua variabel

dilakukan dengan melihat angkat koefisien korelasi hasil perhitungan dengan

menggunakan kriteria sebagai berikut:

a. 0.00-0.25, maka kedua variabel mempunyai hubungan sangat lemah.

b. 0.26-0.50, maka kedua variabel mempunyai hubungan cukup.

c. 0.51-0.75, maka kedua variabel mempunyai hubungan kuat

d. 0.76-0.99, maka kedua variabel mempunyai hubungan sangat kuat

e. 1.00 maka kedua variabel mempunyai hubungan sempurna

Uji Korelasi Spearman dan Kendall Teknik Korelasi yang digunakan

adalah Uji Korelasi Spearman Rank dan Uji Korelasi Kendall Tau, Teknik
41

korelasi ini digunakan untuk mencari koefisien korelasi antara data ordinal dan

data ordinal lainnya. Teknik korelasi ini dapat digunakan dengan rumus;

6∑ 2
d
Yho=1− 2
N ( N −1)

Keterangan :

Yho = Koefesien Korelasi Rank Order

1 = Bilangan Konstan

6 = Bilangan Konstan

d = perbedaan antara pasangan jenjang

N =Jumlah individu dalam sampel

∑ = sigma atau jumlah

(Akbar, Purnomo Setiady dan Usman, 2017)

H. Etika Penelitian

Menurut (Aziz Alimul Hidayat, 2014), etika penelitian diperlukan untuk

menghindari terjadinya tindakan yang tidak etis dalam melakukan penelitian, maka

dilakukan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Lembar Persetujuan (Informed consent)


Lembar persetujuan berisi penjelasan mengenai penelitian yang

dilakukan, tujuan penelitian, tata cara penelitian, manfaat yang diperoleh

responden, dan resiko yang mungkin terjadi. Pernyataan dalam lembar

persetujuan jelas dan mudah dipahami sehingga responden tahu bagaimana

penelitian ini dijalankan. Untuk responden yang bersedia maka mengisi dan

menandatangani lembar persetujuan secara sukarela.


42

2. Anonimitas
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode

3. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Confidentiality yaitu tidak akan menginformasikan data dan hasil

penelitian berdasarkan data individual, namun data dilaporkan berdasarkan

kelompok.

4. Sukarela
Peneliti bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau tekanan secara

langsung maupun tidak langsung dari peneliti kepada calon responden atau

sampel yang akan diteliti.


43
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

1. Profil

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2001

tentang Pembentukan Kota Baubau, maka RSUD Kabupaten Buton diserahkan

kepada Pemerintah Kota Baubau dan berubah nama menjadi RSUD Kota

Baubau. Hal tersebut sejalan dengan penyerahan aset-aset Pemerintah

Kabupaten Buton yang ada di wilayah administratif Kota Baubau kepada

Pemerintah Kota Baubau, termasuk seluruh SDM yang ada di RSUD

Kabupaten Buton tersebut.Pada bulan Agustus tahun 2008 rumah sakit pindah

di Palagimata dan beroperasi secara penuh dengan status kepemilikin oleh

Pemerintah Kota Baubau.

2. Keadaan Geografis

Rumah Sakit  Umum Daerah Kota Baubau secara geografis terletak

di Kecamatan Murhum bagian utara diantara 5º47’-5º48’ Lintang Selatan dan

122º59’-122º60’ Bujur Timur, berlokasi di Jalan Drs. H. La ode Manarfa

No.20 Kelurahan Baadia,Kecamatan Murhum, Kota Baubau, dengan luas tanah

6000 m² dan luas bangunan 2071,10 m². Dengan lokasi yang sangat strategis

dan dikelilingi oleh pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya

sehingga sangat potensial untuk pengembangan di masa mendatang.

43
45

RSUD Kota Baubau merupakan rumah sakit rujukan bagi fasilitas

kesehatan yang menjadi milik Pemerintah Kota Baubau untuk itu keadaan

geografis dan demografi RSUD Kota Baubau digambarkan dari keadaan

geografis dan demografi Kota Baubau.

3. Lingkungan Fisik

Seiring dengan pertumbuhan penduduk Kota Baubau dan perkembangan

pembangunan wilayah Kota Baubau, sarana dan prasarana rumah sakit yang

ada dinilai sudah tidak layak lagi, maka sejak tahun 2002 Pemerintah Kota

Baubau merencanakan relokasi ke tempat yang lebih luas di kawasan

Palagimata. Pembangunan fisik secara bertahap dimulai tahun 2003 diatas

lahan seluas 4 Hadan luas bangunan 2071,10 m².

4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pelayanan yang telah diselenggarakan RSUD Kota Baubau melayani 8

poliklinik dan 5 penunjang medis terdiri dari :

a. Poliklinik

1) Poliklinik Umum

2) Poliklinik Gigi

3) Poliklinik Penyakit Dalam

4) Poliklinik Kesehatan Anak

5) Poliklinik Penyakit Bedah

6) Poliklinik Obstetri dan Gynekologi

7) Poliklinik Mata

8) Poliklinik THT
46

9) Poliklinik Edelweis

b. Instalasi penunjang medik

1) Instalasi Radiologi

2) Instalasi Rehabilitasi Medik

3) Instalasi Laboratorium

4) Instalasi Gizi

5) Instalasi Farmasi

c. Sarana pelayanan rawat inap dilaksanakan di ruang perawatan:

1) Ruang Perawatan Penyakit Dalam

2) Ruang Perawatan Bedah

3) Ruang Perawatan Anak

4) Ruang Perawatan Obstetri dan Gynekologi

5) Ruang Perawatan Intensif (ICU)

6) Ruang Perawatan Perinatologi

Dalam menunjang pelaksanaan tupoksinya, RSUD Kota Baubau telah

dilengkapi sarana pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, dan pelayanan

non medis. Dari segi jumlah, secara umum, sarana dan prasarana tersebut

belum memadai. Hal ini disebabkan karena pesatnya perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi kesehatan sehingga sarana dan prasarana penunjang

masih perlu ditingkatkan dimasa mendatang dalam rangka mengoptimalkan

pelayanan kepada masyarakat.


47

B. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

Tabel 4.1
Distribusi Umur responden di ruangan Interna dan Bedah
RSUD Kota Baubau
Umur Frekuensi
n %
<30 Tahun 16 43.2
30-40 Tahun 17 45.9
>40 Tahun 4 10.8
Total 37 100.0
Sumber : Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa karakteristik umur responden

dikelompokkan menjadi 3 yaitu umur <30 tahun, 30-40 tahun, dan >40 tahun.

hasil analisa yang dilakukan terhadap 37 responden diperoleh sebagian besar

responden berumur 30-40 tahun yaitu 17 responden (45,9%) dan sebagian kecil

responden berumur >40 tahun yaitu 4 responden (10,8%)

Tabel 4.2
Distribusi Jenis Kelamin responden di ruangan Interna dan Bedah RSUD
Kota Baubau
Jenis Kelamin Frekuensi
N %
Laki-laki 17 45.9
Perempuan 20 54.1
Total 37 100.0
Sumber : Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian responden

memiliki jenis kelamin perempuan sebesar 20 orang (54,1%) dan sebagian

kecil berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang (45,9).


48

Tabel 4.3
Distribusi Pendidikan responden di ruangan Interna dan Bedah RSUD
Kota Baubau
Pendidikan Frekuensi
n %
D3 11 29.7
Ners 23 62.2
S2 3 8.1
Total 37 100
Sumber : Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 37 responden sebagian

besar responden memiliki pendidikan Ners yaitu sebanyak 23 orang (62,2%)

dan sebagian kecil responden berpendidikan S2 yaitu sebanyak 3 orang (8,1%).

Tabel 4.4
Distribusi Pengetahuan responden di ruangan Interna dan Bedah RSUD
Kota Baubau
Pengetahuan Frekuensi
n %
Baik 21 56.8
Cukup 14 37.8
Kurang 2 5.4
Total 37 100.0
Sumber : Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 37 responden sebagian

responden memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 21 responden (56.8%)

dan sebagian kecil memiliki pengetahuan kurang sebanyak 2 responden

(5.4%).
49

Tabel 4.5

Distribusi Sikap responden di ruangan Interna dan Bedah RSUD Kota


Baubau
Sikap Frekuensi
n %
Baik 17 45.9
Cukup 16 43.2
Rendah 4 10.8
Total 37 100.0

Sumber : Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 37 responden sebagian

responden memiliki sikap baik yaitu sebanyak 17 responden (45.9%) dan

sebagian kecil memiliki sikap rendah sebanyak 4 responden (10.8%).

Tabel 4.6
Distribusi Motvasi responden di ruangan Interna dan Bedah RSUD Kota
Baubau
Motivasi Frekuensi
n %
Tinggi 14 37.8
Kurang 19 51.4
Rendah 4 10.8
Total 37 100.0
Sumber : Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 37 responden sebagian

responden memiliki motivasi kurang yaitu sebanyak 19 responden (51,4%) dan

sebagian kecil memiliki motivasi rendah sebanyak 4 responden (10,8%)


50

2. Analisis Bivariat

a. Variabel Pengetahuan dengan Motivasi Pelaksanaan Model Praktik

Keperawatan Profesional (MPKP)

Tabel 4.7
Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan Model
Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan Bedah
RSUD Kota Baubau
Motivasi Pelaksanaan (MPKP)
Jumlah
Pengetahuan Tinggi Sedang Rendah
n % n % n % n %
Baik 12 57.1 8 38.1 1 4.8 21 100.0
Cukup 2 14.3 11 78.6 1 7.1 14 100.0
Kurang 0 0.0 0 0.0 2 100 2 100.0
Total 14 37.8 19 51.4 4 10.8 37 100.0
Analisis Spearman's rho : Corelation Coefficient : 0.510
Sig. (2-tailed) : 0.001
Sumber : Data Primer, 2021

Menunjukan bahwa Pengetahuan Perawat dengan Motivasi

Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang

Interna dan Bedah RSUD Kota Baubau dengan kategori baik sebesar

(57.1%), Uji Korelasi Spearman di atas, diketahui nilai signifikansi atau

Sig. (2-tailed) sebesar 0.001, karena nilai Sig. (2-tailed) 0.001 < lebih kecil

dari 0.005, diperoleh nilai p-value = 0.001 atau lebih kecil dari a = 0.05,

yang artinya hubungan Pengetahuan Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan

Bedah RSUD Kota Baubau adalah signifikan, Hasil analisis Correlation

Coefficient dengan Spearman’s rho sebesar 0.510 yang artinya, tingkat

kekuatan hubungan (korelasi) anatara variabel pengetahuan Perawat dengan

Motivasi Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)

adalah 0.510 atau kuat


51

b. Variabel Sikap dengan Motivasi Pelaksanaan Model Praktik

Keperawatan Profesional (MPKP)

Tabel 4.8
Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan Model
Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan Bedah
RSUD Kota Baubau
Motivasi Pelaksanaan (MPKP)
Jumlah
Sikap Tinggi Sedang Rendah
n % n % n % n %
Baik 13 76.5 4 23.5 0 0.0 17 100.0
Cukup 1 6.3 15 93.8 0 0.0 16 100.0
Rendah 0 0.0 0 0.0 4 100 2 100.0
Total 14 37.8 19 51.4 4 10.8 37 100.0
Analisis Spearman's rho : Corelation Coefficient : 0.813
Sig. (2-tailed) : 0.000
Sumber : Data Primer, 2021

Menunjukan bahwa Sikap Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan

Bedah RSUD Kota Baubau dengan kategori baik sebesar (76.5%), Uji

Korelasi Spearman di atas, diketahui nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed)

sebesar 0.00, karena nilai Sig. (2-tailed) 0.000 < lebih kecil dari 0.005,

diperoleh nilai p-value = 0.000 atau lebih kecil dari a = 0.05, yang artinya

hubungan sikap Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan Model Praktik

Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan Bedah RSUD Kota

Baubau adalah signifikan, Hasil analisis Correlation Coefficient dengan

Spearman’s rho sebesar 0.813 yang artinya, tingkat kekuatan hubungan

(korelasi) anatara variabel pengetahuan Perawat dengan Motivasi

Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah 0.813

atau sangat kuat


52

C. Pembahasan

1. Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan Model

Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengetahuan Perawat dengan

Motivasi Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di

Ruang Interna dan Bedah RSUD Kota Baubau dengan kategori baik sebesar

(57.1%), Uji Korelasi Spearman di atas, diketahui nilai signifikansi atau Sig.

(2-tailed) sebesar 0.001, karena nilai Sig. (2-tailed) 0.001 < lebih kecil dari

0.005, diperoleh nilai p-value = 0.001 atau lebih kecil dari a = 0.05, yang

artinya hubungan Pengetahuan Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan Model

Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan Bedah RSUD

Kota Baubau adalah signifikan, Hasil analisis Correlation Coefficient dengan

Spearman’s rho sebesar 0.510 yang artinya, tingkat kekuatan hubungan

(korelasi) anatara variabel pengetahuan Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah 0.510 atau kuat.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana

diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti

seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula.

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek

positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang,

semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan

menimbulkan sikap positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (word
53

health organization), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh

pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan, A. & M., 2016)

Pengetahuan perawat berperan dalam tingkatan pendidikan dalam upaya

memperbaiki kinerja perawat kecenderungan untuk mempunyai kinerja lebih

baik, kemampuan secara kognitif dan keterampilan juga semakin meningkat.

Seorang perawat untuk melakukan analisa memerlukan kemampuan

intelektual, interpersonal, dan teknikal yang memadai sehingga pendidikan

formal dan informal akan berdampak bukan hanya kuantitas namun juga pada

kualitas pendokumentasian asuhan keperawatan.

Dapat dilihat pada tabel 4.3 hasil bahwa pendidikan dari 37 responden

masih mendominasi pendidikan Ners sebesar 23 responden (62.2%).

Hal tersebut sejalan penelitian (Nugrahandini, 2015) bahwa pengetahuan

perawat dengan motivasi pelaksanaan MPKP didapatkan hasil 0,003 (p< 0,05)

menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Koefisien 𝜏 = 0,527

menunjukkan arah koefisien positif. Menurut Sugiyono (2008) koefisien yang

positif menunjukkan adanya hubungan yang positif dari kedua variabel yang

diteliti. Sedangkan nilai 𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =4,11 lebih besar dari 𝑧𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,96

mendukung Ha untuk diterima. kesimpulannya “ ada hubungan antara

pengetahuan perawat dengan motivasi pelaksanaan MPKP di RS Jogja Kota

Yogyakarta”. Hubungan antara pengetahuan dengan motivasi pelaksanaan

MPKP masuk dalam kategori sedang

Model praktik keperawatan professional (MPKP) adalah suatu model

pemberian asuhan keperawatan yang memberi kesempatan kepada perawat


54

profesioanal untuk menerapkan otonominya dalam merencanakan,

melaksanakan dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan kepada

klien (Manurung, 2011)

Menurut Pandagan peneliti bahwa untuk Meningkatnya pengetahuan

perawat tentang pelaksanaan MPKP dapat dilakukan dengan beberapa cara

yaitu dengan sosialisasi, pelatihan berkelanjutan, dan belajar ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi. Melalui tindakan dan belajar, seseorang akan

bertambah kepercayaan dirinya dan berani mengambil sikap terhadap sesuatu

yang akhirnya akan meningkatkan motivasi.

2. Hubungan Sikap Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan Model Praktik

Keperawatan Profesional (MPKP)

Hasil penelitian menunjukan bahwa Sikap Perawat dengan Motivasi

Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang

Interna dan Bedah RSUD Kota Baubau dengan kategori baik sebesar (76.5%),

Uji Korelasi Spearman di atas, diketahui nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed)

sebesar 0.00, karena nilai Sig. (2-tailed) 0.000 < lebih kecil dari 0.005,

diperoleh nilai p-value = 0.000 atau lebih kecil dari a = 0.05, yang artinya

hubungan sikap Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan Model Praktik

Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Interna dan Bedah RSUD Kota

Baubau adalah signifikan, Hasil analisis Correlation Coefficient dengan

Spearman’s rho sebesar 0.813 yang artinya, tingkat kekuatan hubungan

(korelasi) anatara variabel pengetahuan Perawat dengan Motivasi Pelaksanaan


55

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah 0.813 atau sangat

kuat

Sikap perawat memiliki peluang lebih banyak untuk meningkatkan

motivasi pelaksanaan MPKP karena perubahan sikap bisa dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya sistem imbalan yang baik, faktor lingkungan kerja,

gaya supervisi, kebijakan dan prosedur yang mendukung. Sikap perawat yang

mendukung pelaksanaan MPKP merupakan modal yang bagus untuk

meningkatkan mutu pelaksanaan MPKP tersebut. Peluang yang lebih besar

pada sikap daripada tingkat pengetahuan perawat untuk meningkatkan motivasi

pelaksanaan MPKP perlu disiasati bersama oleh segala komponen di rumah

sakit tidak hanya perawat juga dukungan dari tingkat manajemen rumah sakit.

Meningkatkan kerjasama dengan bagian lain untuk meningkatkan dukungan.

(Safitri, 2018).

Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh (Usmara, 2006 dalam

Nugrahandini, 2015) bahwa motivasi merupakan kekuatan yang bisa

menggerakkan manusia untuk bersikap dengan cara tertentu yang muncul

karena adanya suatu kebutuhan. Koefisien 𝜏 = 0,491 menunjukkan arah

koefisien positif mengandung pengertian bahwa sikap yang mendukung akan

meningkatkan motivasi pelaksanaan MPKP. Dapat dijelaskan bahwa motivasi

mampu menggerakkan perawat untuk memiliki sikap mendukung adanya

pelaksanaan MPKP dimana perawat membutuhkan pengakuan atas segala

tindakan yang sudah dilakukan secara profesional. Di dalam sikap sendiri ada

respon tentang harapan untuk mencapai suatu tujuan, harapan merupakan


56

bagian dari motivasi intrinsik dalam diri seorang perawat. Sehingga motivasi

yang muncul dari dalam tiap perawat akan menumbuhkan sikap yang baik

untuk mendukung terlaksananya MPKP.

Sejalan dengan teori (S. Notoadmodjo, 2012) bahwa Sikap merupakan

reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus

atau objek.Manifestasi sikap tidak dapat dilihat langsung tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional

terhadap stimulus social

Penelitian yang dilakukan oleh (Safitri, 2018) tentang motivasi

Pelasanaan MPKP bahwa didapatkan setengahnya (50%) atau sebanyak 19

responden memiliki motivasi kuat dengan sikap positif dalam pelaksanaan

MAKP Tim di di IRNA II Bedah, IRNA III Orthopaedi, dan IRNA IV Saraf

RSUD dr Sayidiman Magetan tahun 2018. Dari hasil pengujian statistik dengan

uji korelasi rank Spearman dengan SPSS versi 23.0, antara motivasi dengan

sikap perawat dalam pelaksanaan MAKP Tim didapatkan Sig. (2-tailed) 0.000

sehingga kurang dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa HA diterima. Artinya ada

hubungan antara motivasi dengan sikap perawat dalam pelaksanaan MAKP

Tim di RSUD dr Sayidiman Magetan

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 37 responden yang

memiliki sikap baik sebesar 17 responden (45.9%), sikap cukup sebesar 16

responden (43.2%) dan sikap rendah sebesar 4 responden (10.8%).


57

Menurut pandangan peneliti bahwa Keberhasilan pelaksanaan MAKP

dapat dipengaruhi oleh sikap dan motivasi perawat. Sikap antara lain tanggung

jawab, disiplin,jujur, mampu bekerjasama dalam kelompok. Motivasi yang

terdiri dari internal, eksternal, dan terdesak. Untuk itu diperlukan strategi untuk

meningkatkan sikap dan motivasi perawat dalam pelaksanaan MAKP


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa dari 37 responden di ruang

Interna dan Bedah RSUD Kota Baubau didapatkan pernyataan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan motivasi pelaksanaan Model

Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di ruang Interna dan Bedah RSUD

Kota Baubau dengan nilai p-value = 0,001

2. Terdapat hubungan antara sikap dengan motivasi pelaksanaan Model Praktik

Keperawatan Profesional (MPKP) di ruang Interna dan Bedah RSUD Kota

Baubau dengan nilai p-value = 0,000

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit

Perlu melakukan peninjauan ulang terhadap manajemen keperawatan yang

berkaitan dengan Model Praktik Keperawatan Profesional serta melakukan

penelitian disemua ruangan dan dilakukan rutin setiap bulan. Hal tersebut

dilakukan untuk meningkatkan penerapan patient safety di RSUD Kota

Baubau.

2. Bagi Perawat

Diharapkan untuk selalu meningkatkan motivasi diri/ instrinsik dalam

melaksanakan MPKP agar lebih baik lagi, salah satu cara meningkatkan

58
59

kemampuan diri dengan banyak belajar, menumbuhkan rasa tanggung jawab

dalam pelaksanaan MPKP

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlunya diteliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi dalam pelaksanaan

MPKP. Memperbanyak penelitian dalam bidang manajemen keperawatan

untuk mengembangkan ilmu keperawatan


60

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, R. S. (2015). Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013.


bumi Aksara.

Akbar, Purnomo Setiady dan Usman, H. (2017). Metodologi Penelitian Sosial. PT.
Bumi Aksara.

Aziz Alimul Hidayat. (2014). metode penelitian kebidanan dan teknik analisis data. In
Narratives of Therapists’ Lives.

Badi’ah, A. Mendri, K. R. H. (2008). Hubungan Motivasi Perawat dengan Kinerja


Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 12.
https://123dok.com/document/ynepwkly-hubungan-motivasi-kinerja-panembahan-
senopati-manajemen-pelayanan-kesehatan.html?utm_source=related_list

Donsu, J. D. (2017). Psikologi Keperawatan. Pustaka Baru.

Emiliana Tawuru May. (2020). Kuesioner MPKP. Id.Scribd.Com.


https://id.scribd.com/document/463770646/kuesioner-MPKP

Gitosudarmo, Indriyo dan Mulyono, A. (2009). Prinsip Dasar Manajemen: Vol. Edisi 3.
BPFE-YOGYAKARTA.

Hasibuan, M. (2016). Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah Edisi Ke-7. In


Jakarta: Bumi Aksara.

Hasibuan, M. S. P. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi Jakarta:


Bumi Aksara.

Kuntoro, A. (2010). Buku ajar manajemen keperawatan. Nuha Medika.

Manurung, S. (2011). Keperawatan Professional (Trans Info Media (ed.)).

Marquis, B., & Huston, C. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Teori
& Aplikasi. Managemen Keperawatan.

Mubarak, W. I. (2011). Promosi kesehatan untuk kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan Cetakan Kedua. Rineka Cipta.

Notoatmodjo. (2014). Notoatmodjo. Pengetahuan Sikap Dan Perilaku.


61

Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan, Teori & Aplikasi. In Jakarta: Rineka


Cipta.

Nugrahandini, E. (2015). Hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan motivasi


pelaksanaan model praktik keperawatan profesional di rumah sakit jogja kota
yogyakarta.

Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Salemba Medika.

Nursalam. (2013). Nursalam. In Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Salemba Medika.

Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan. Salemba Medika.

Ratna, S. (2011). Manajemen Keperawatan : Manajemen Keperawatan di Ruang


Rawat. Sagung Seto.

S. Notoadmodjo. (2012). PENDIDIKAN DAN PERILAKU KESEHATAN.


JAKARTA: PT Rineka Cipta (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan.

Safitri, D. S. (2018). HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN SIKAP PERAWAT


DALAM PELAKSANAAN MAKP TIM (Studi Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.
Sayidiman Magetan). (Doctoral Dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika
Jombang).

Saifudin, A. (2013). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. In Sikap Manusia:


Teori dan Pengukurannya.

Sitorus & Panjaitan. (2011). Manajemen keperawatan: manajemen keperawatan di


ruang rawat. EGC.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R & D Bandung Alfabeta.


Metode Penelitian.

Sumijatun. (2010). Konsep dasar menuju keperawatan profesional. TIM.

Suni, A. (2018). Kepemimpinan, manajemen keperawatan : teori dan aplikasi dalam


praktik klinik manajemen keperawatan (Yanita Nur Indah Sari (ed.)). Bumi
Medika.

Wawan, A. & M., D. (2016). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. In Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia.
62

Winardi. (2011). Motivasi Permotivasian dalam Manajemen. PT Raja Grafindo


Persada.

Anda mungkin juga menyukai