Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Sopiah (2008), konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih
banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya.
Menurut Sentot Imam (2009), konflik adalah suatu proses yang mulai bila satu pihak
merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera
mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi pihak pertama.
Gibson, et al (1997:437) mengatakan bahwa, hubungan saling tergantung dapat
melahirkan konflik, apabila masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau
tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain. Konflik sendiri dapat
menjadi masalah serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat
kompleksitas organisasi tersebut.
Negosiasi menurut Sopiah (2008), merupakan suatu proses tawar-menawar antara
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.  Negosiasi menurut Ivancevich (2007) sebuah proses
dimana dua pihak atau lebih yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan.
Kesimpulan dari definisi negosiasi diatas adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-
pihak yang berkonflik dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan
pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.
Dalam kehidupan berorganisasi baik itu organisasi bisnis maupun non bisnis, selalu ada
dinamika kehidupan orang-orang yang ada didalamnya. Konflik bisa saja terjadi dalam
kehidupan berorganisasi karena faktor ketidakcocokan atau ketegangan antara lain sifat
pribadi yang berbeda-beda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang tidak jelas, perbedaan
nilai, dsb. Suatu organisasi dapat tampil optimal maka individu dan kelompok yang saling
berinteraksi dan tergantung tersebut harus bisa menciptakan hubungan kerja yang saling
mendukung satu sama lain, sehingga memudahkan pencapaian tujuan organisasi. Pada
makalah ini, penulis akan meninjau ulang selengkapnya mengenai konflik dan negosiasi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah definisi dari konflik?
2. Bagaimanakah tipe dan lokus konflik?

1
3. Bagaimanakah proses dari konflik tersebut?
4. Bagaimanakah definisi dari negosiasi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mendeskripsikan mengenai definisi dari konflik.
2. Untuk mendeskripsikan mengenai tipe dan lokus konflik.
3. Untuk mendeskripsikan mengenai proses dari konflik tersebut.
4. Untuk mendeskripsikan mengenai definisi dari negosiasi.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu :
1) Manfaat Teoritis
Secara teoritis, makalah ini bermanfaat sebagai landasan dalam pengembangan
media pembelajaran atau penerapan media pembelajaran lebih lanjut dan sebagai
referensi dan memperkaya wawasan serta pengembangan ilmu pengetahuan mengenai
konflik dan negosiasi.
2) Manfaat Praktis
Secara praktis hasil makalah ini bermanfaat bagi berbagai pihak yaitu bagi
pembaca, lembaga dan penulis lain. Manfaat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
● Bagi pembaca, dapat meningkatkan motivasi dan semangat dalam mengikuti
pembelajaran karena dikemas secara menarik.
● Bagi lembaga, dapat menjadi umpan balik untuk meningkatkan motivasi dan
prestasi dalam pembelajaran.
● Bagi penulis lain, dapat menjadi rujukan, sumber informasi dan bahan
referensi penelitian selanjutnya agar bisa lebih dikembangkan dalam materi –
materi yang lainnya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Konflik


Tidak terdapat definisi singkat mengenai konflik, tetapi pendapat yang paling umum
adalah bahwa konflik merupakan sebuah persepsi. Jika tidak ada seorang pun yang
menyadari suatu konflik, maka pada umumnya tidak ada konflik yang terjadi. Juga
diperlukan untuk memulai proses konflik yang merupakan pertentangan atau ketidaksesuaian
dan interaksi.
Kita mendefinisikan konflik secara luas sebagai sebuah pưoses yang dimulai ketika
salah satu pihak memandang pihak lainnya telah memengaruhi secara negatif atas suatu hal
yang dipedulikan oleh pihak yang pertama. Konflik menggambarkan poin di mana aktivitas
yang sedang berlangsung ketika interaksi menjadi ketidaksepakatan antarpihak. Terdapat
kisaran yang luas mengenai pengalaman orang yang terlibat dalam konflik di dalam
organisasi : ketidaksesuaian tujuan, perbedaan atas interpretasi kenyataan, ketidaksepakatan
yang berdasarkan pada ekspektasi atas perilaku, dan sebagainya. Definisi kita mencakup level
konflik secara lengkap dari tindakan yang terang-terangan dan kejam terhadap bentuk dari
ketidaksepakatan yang hampir tidak kentara.
Terdapat ketidaksepakatan atas peranan konflik dalam kelompok dan organisasi. Salah
satu pemikiran ilmu menyatakan bahwa konflik harus dihindari-yang mana mengindikasikan
kegagalan fungsi di dalam kelompok. Kita menyebut ini sebagai paridangan tradisional.
Sudut pandang lainnya tidak hanya berpendapat bahwa konflik dapat merupakan paksaan
yang positif dalam kelompok tetapi juga beberapa konflik sangat diperlukan bagi kelompok
untuk bekerja dengan lebih efektif. Kita menamakannya pandangan interaksionis. Mari
melihat dengan lebih mendalam dari masing-masing.
● Pandangan Tradisional atas Konflik
Pandangan tradisional atas konflik sejalan dengan tingkah laku mengenai perilaku
kelompok yang berlaku pada tahun 1930-an hingga 1940-an. Konflik dipandang sebagai hasil
atas disfungsional (kegagalan fungsi) akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan
dan kepercayaan di antara orang-orang, serta kegagalan dari para manajer untuk menjadi
responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan mereka. Konflik dipadankan
dengan istilah kekerasan, penghancuran, dan ketidakrasionalan.
Sementara anggapan bahwa seluruh konflik itu buruk dan harus dihindari tentu saja
menawarkan sebuah pendekatan yang sederhana untuk melihat pada perilaku orang yang

3
menciptaan ketidaksepakatan, para peneliti menyadari bahwa beberapa level konflik menjadi
tak terelakkan. Kita hanya memerlukan studi mengenai penyebab konflik dan memperbaiki
kegagalan fungsi tersebut untuk meningkatkan kinerja kelompok dan organisasi.
● Pandangan Interaksionis atas Konflik
Pandangan interaksionis atas konflik mendorong konflik atas dasar bahwa kerja sama
kelompok yang harmonis, damai, dan tenang rentan untuk menjadi statis, acuh tak acuh, dan
tidak responsif terhadap kebutuhan untuk perubahan dan inovasi. Kontribusi utama dari
pandangan ini adalah memahami bahwa level konflik yang minimal dapat membantu
menjaga suatu kelompok menjadi bersemangat, kritis terhadap diri sendiri, dan kreatif.
Pandangan interaksionis tidak berpendapat bahwa seluruh konflik adalah baik. Konflik
fungsional akan mendukung tujuan kelompok, meningkatkan kinerjanya, dan bahkan
merupakan bentuk konflik yang bersifat konstruktif (membangun). Konflik yang merintangi
kinerja kelompok bersifat destruktif (menghancurkan) atau konflik disfungsional. Apakah
yang membedakan konflik fungsional dari konflik disfungsional? Dalam skala besar, hal ini
bergantung pada tipe konflik dan lokus konflik. Berikut ini kita akan meninjau ulang masing-
masing dari poin di atas secare bergiliran.
2.2 Tipe dan Lokus Konflik
● Jenis Konflik
Salah satu sarana untuk memahami konflik adalah dengan mengidentifikasi tipe dari
ketidaksepakatan, atau konflik tersebut mengenai apa. Apakah sebuah ketidaksepakatan
mengenai tujuan? Ataukah tentang orang-orang yang hanya saling merampas satu sama lain
dengan cara yang salah? Ataukah tentang cara terbaik untuk menyelesaikan segala
sesuatunya? Meskipun tiap-tiap konflik adalah unik, tetapi para peneliti harus
menggolongkan konflik ke dalam tiga kategori : tugas, hubungan, atau proses.
Konflik tugas terkait dengan kandungan dan tujuan pekerjaan. Konflik hubungan
menitikberatkan pada hubungan interpersonal. Konflik proses mengenai bagaimana
menyelesaikan segala pekerjaan yang ada. Studi menunjukkan bahwa konflik hubungan,
sedikitnya dalam penetapan pekerjaan, hampir selalu mengalami kegagalan fungsi, Mengapa?
Terlihat bahwa gesekan dan permusuhan interpersonal sangat melekat dalam konflik
hubungan yang meningkatkan bentrokan kepribadian dan menurunkan saling pengertian
bersama, yang mana menghambat penyelesaian dari tugas organisasi. Dari ketiga tipe, konflik
hubungan juga terlihat yang paling melelahkan secara psikologis bagi para individu. Oleh
karena mereka cenderung berkisar pada kepribadian, Anda dapat melihat bagaimana konflik
hubungan dapat menjadi sangat destruktif. Namun, kita tidak dapat mengharapkan untuk

4
mengubah kepribadian dari para teman sekerja, dan kita secara umum akan merasa
tersinggung atas kritikan yang diarahkan pada siapa kita yang dibandingkan dengan
bagaimana kita berperilaku.
Sementara para ahli menyetujui bahwa konflik hubungan terjadi karena kegagalan
fungsi, terdapat lebih sedikit kesepakatan mengenai apakah konflik tugas dan proses
merupakan konflik fungsional. Riset awal menyarankan bahwa konflik tugas di dalam
kelompok terkait dengan kinerja kelompok yang lebih tinggi, tetapi tinjauan terbaru atas 116
riset mendapati bahwa konflik tugas pada dasarnya tidak terkait dengan kinerja kelompok.
Namun, terdapat faktor-faktor yang dapat menciptakan suatu hubungan antara konflik dan
kinerja.
Salah satu faktor tersebut adalah apakah konflik termasuk manajemen puncak atau
terjadi bersamaan dengan yang lebih rendah dalam organisasi. Konflik tugas antara tim- tim
manajemen puncak secara positif terkait dengan kinerja mereka, sedangkan konflik yang
lebih rendah dalam organisasi secara negatif terkait dengan kinerja kelompok. Hasil tinjauan
ini juga menemukan bahwa penting mengenai apakah tipe konflik lainnya yang terjadi pada
waktu yang sama atau tidak. Jika konflik tugas dan hubungan terjadi secara bersamaan, maka
konflik tugas lebih cenderung negatif, sedangkan jika konflik tugas terjadi dengan sendirinya,
maka lebih cenderung positif. Terakhir, beberapa ahli menyatakan bahwa kekuatan dari
konflik itu penting-jika konflik tugas sangat rendah, maka orang tidak benar-benar terlibat
atau membahas permasalahan yang penting. Jika konflik tugas terlalu tinggi, maka pertikaian
akan cepat memburuk menjadi konflik kepribadian. Menurut pandangan ini, level konflik
tugas yang moderat adalah yang optimal. Untuk mendukung pernyataan ini, salah satu studi
di Cina menemukan bahwa level konflik tugas yang moderat dalam tahap awal
perkembangan dapat meningkatkan kreativitas dalam kelompok, tetapi level yang tinggi akan
menurunkan kinerja dari tim.
Terakhir, kepribadian dari tim juga merupakan faktor penting. Sebuah riset terbaru
memperlihatkan bahwa tim yang terdiri atas individu yang, secara rata-rata, memiliki
keterbukaan yang tinggi dan stabilitas emosional secara lebih baik dapat mengubah konflik
tugas menjadi kinerja kelompok. Alasannya mungkin dikarenakan tim-tim yang terbuka dan
emosional yang stabil dapat menempatkan konflik tugas dalam sudut pandang dan
menitikberatkan pada bagaimana varians dalam gagasan-gagasan yang dapat membantu
memecahkan permasalahan, dan bukannya membiarkan hal ini memburuk hingga menjadi
konflik hubungan.

5
Bagaimana dengan konflik proses? Para peneliti menemukan bahwa konflik proses
berkisar pada delegasi dan peranan. Konflik mengenai delegasi sering kali berkisar pada
kelalaian, dan konflik mengenai peranan dapat menyisakan perasaan terpinggirkan beberapa
anggota kelompok. Dengan demikian, konflik proses sering kali dipersonalisasikan lebih
tinggi dan dengan cepat berpindah menjadi konflik hubungan. Hal ini juga benar, tentu saja,
pernyataan mengenai bagaimana melakukan segala sesuatunya dapat mengurangi waktu bila
dibandingkan dengan benar-benar melakukannya.
● Lokus Konflik
Cara lain untuk memahami konflik adalah dengan mempertimbangkan lokus, atau di
mana konflik terjadi. Di sini terdapat tiga tipe dasar. Konflik dyadic adalah konflik di antara
dua orang. Konflik intragrup terjadi di dalam sebuah kelompok atau tim. Konflik
antarkelompok adalah konflik yang terjadi di antara kelompok atau tim.
Hampir semua literatur mengenai konflik tugas, hubungan, dan proses
mempertimbangkan konflik intragrup (di dalam kelompok). Hal yang masuk akal bahwa
kelompok dan tim sering kali dibentuk hanya untuk melaksanakan suatu tugas tertentu saja.
Namun, tidak serta merta menyampaikan kepada kita mengenai ruang konflik lainnya.
Sebagai contoh, riset telah menemukan bahwa bagi konflik tugas intragrup adalah untuk
memengaruhi kinerja di dalam tim, hal ini penting bahwa tim-tim memiliki iklim yang
mendukung yang mana kesalahan tidak akan diberikan hukuman dan setiap anggota
kelompok akan memberikan dukungan kepada yang lain. Namun konsep ini bermanfaat
dalam memahami efek dari konflik antarkelompok bagi organisasi? Berpikirlah mengenai,
katakan, tim sepak bola NFL. Bagi sebuah tim untuk menyesuaikan diri dan berkembang,
barang kali konflik tugas dalam suatu jumlah tertentu baik bagi kinerja tim, terutama ketika
para anggota tim dari salah satu tim mendukung para anggota dari tim lainnya? Kemungkinan
tidak. Pada kenyataannya, jika kelompok kelompok saling bersaing satu sama lain sehingga
hanya salah satu tim saja yang akan "menang," maka konflik antartim hampir tak terelakkan
lagi. Kapan hal ini menguntungkan, dan kapan menjadi mengkhawatirkan?
Salah satu studi yang menitikberatkan pada konflik antarkelompok menemukan bahwa
saling memengaruhi di antara posisi seorang individu di dalam sebuah kelompok dan cara
individu tersebut mengelola konflik di antara kelompok. Para anggota kelompok yang secara
relatif berada di sekeliling kelompok-kelompok mereka sendiri lebih baik pada
menyelesaikan konflik di antara kelompok mereka dan yang satunya lagi. Tetapi ini terjadi
hanya ketika para anggota yang berada di sekeliling tersebut masih bertanggung jawab
terhadap kelompok mereka. Dengan demikian, pada inti dari kelompok kerja Anda tidak

6
lantas membuat Anda menjadi orang terbaik untuk mengelola konflik dengan kelompok-
kelompok lainnya.
Pertanyaan menarik lainnya mengenai ruang konflik adalah apakah konflik-konflik
saling berinteraksi atau saling menahan satu sama lain atau tidak. Asumsikan, misalnya,
bahwa Dana dan Scott berada pada tim yang sama. Apa yang terjadi jika mereka tidak rukun
secara pribadi (konflik dyadic) dan tim mereka juga memiliki konflik kepribadian yang
tinggi? Apa yang terjadi kepada tim mereka jika dua para anggota tim lainnya, Shawna dan
Justin, bergaul dengan baik? Juga dimungkinkan untuk mengajukan pertanyaan ini pada
tingkat intragrup dan antarkelompok. Konflik antarkelompok yang teramat sangat cukup
dapat menegangkan pada para anggota kelompok dan akan memengaruhi cara mereka dalam
berinteraksi. Salah satu studi menemukan, sebagai contoh, bahwa level konflik yang tinggi di
antara tim-tim yang disebabkan oleh para individu yang menitikberatkan pada kepatuhan
dengan norma di dalam tim-tim mereka.
Sehingga, dalam memahami konflik yang fungsional dan yang disfungsional tidak
hanya memerlukan untuk mengidentifikasi tipe dari konflik semata, tetapi kita juga perlu
mengetahui di manakah konflik tersebut terjadi. Mungkin bahwa sementara konsep-konsep
mengenai konflik tugas, hubungan, dan proses bermanfaat dalam memahami konflik
intragrup atau bahkan konflik dyadic, mereka kurang bermanfaat dalam menjelaskan efek
dari konflik antarkelompok.
Secara singkat, pandangan lama bahwa seluruh konflik harus dihilangkan merupakan
pandangan yang sempit. Pandangan yang interaksionis bahwa konflik dapat menstimulasi
pembahasan secara aktif tanpa merembes ke dalam hal yang negatif, emosi-emosi yang
mengganggu masih belum sempurna. Berpikir mengenai konflik dalam hal tipe dan lokusnya
dapat membantu kita dalam menyadari bahwa kemungkinan menjadi tak terelakkan dalam
sebagian besar organisasi, dan ketika itu terjadi, maka kita dapat berupaya untuk membuatnya
seproduktif mungkin.
2.3 Proses Konflik
Proses konflik memiliki lima tahapan: pertentangan yang berpotensial atau
ketidaksesuaian, kesadaran dan personalisasi, niatan, perilaku, dan hasil (lihat Tampilan 14-
1).

● Tahap I: Pertentangan yang Berpotensial atau Ketidaksesuaian

7
Tahap pertama dari konflik adalah penampilan kondisi-penyebab atau sumber-yang
menciptakan peluang bagi konflik untuk timbul. Kondisi-kondisi ini tidak lantas mengarah
secara langsung pada konflik, tetapi salah satu dari meeka yang diperlukan jika hal ini
muncul ke permukaan. Kita mengelompokkan kondisi-kondisi ke dalam tiga kategori umum :
komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Komunikasi Susan telah bekerja pada manajemen rantai pasokan pada Bristol-Myers
Squibb selama tiga tahun. Dia sangat menikmati pekerjaan karena manajernya, Harry,
merupakan seorang bos yang hebat. Kemudian Harry dipromosikan dan Chuck menempati
posisi tersebut. Enam bulan kemudian, Susan mengatakan bahwa pekerjaannya sangat
mengecewakan. "Harry dan saya berada pada gelombang yang sama. Tetapi tidak demikian
dengan Chuck. Dia mengatakan kepada saya sesuatu hal dan saya melakukannya. Kemudian
dia berkata kepada saya bahwa saya telah salah dalam melakukannya. Saya berpendapat
bahwa dia bermaksud suatu hal tetapi mengatakan sesuatu hal yang lain. Hal ini terjadi sejak
hari pertama dia datang. Saya berpendapat bahwa tidak ada satu haripun yang berjalan tanpa
dia tidak meneriakkan sesuatu pada saya. Anda tahu, terdapat beberapa orang yang Anda
dapati sangat mudah untuk berkomunikasi dengan mereka, Chuck bukan merupakan salah
satu dari orang-orang itu!"
Penjelasan Susan tersebut menggambarkan bahwa komunikasi dapat menjadi sumber
konflik. Pengalamannya merepresentasikan kekuatan yang bertentangan yang muncul dari
semantik kesulitan, kesalahpahaman, dan "kebisingan" dalam saluran komunikasi. Faktor-
faktor ini, seiring dengan jargon dan informasi yang tidak memadai, dapat menjadi hambatan
bagi komunikasi dan kondisi pendahuluan yang berpotensial bagi konflik. Kondisi yang
berpotensial konflik ditemukan meningkat pada kondisi dengan komunikasi yang terlalu
sedikit atau ferlalu banyak. Komunikasi yang fungsional sampai pada titik tertentu, setelah itu
akan kemungkinan berkomunikasi secara berlebihan, dan meningkatkan risiko konflik.
Struktur Charlotte adalah seorang tenaga bagian penjualan dan Mercedes merupakan
manajer kredit perusahaan pada Portland Furniture Mart, sebuah retailer furnitur yang
memberikan potongan harga yang besar. Wanita-wanita tersebut telah mengenal satu sama
lain selama bertahun-tahun dan memiliki banyak persamaan : Mereka tinggal hanya terpisah
jarak dua blok, dan anak perempuan tertua mereka duduk di sekolah menengah yang sama
dan merupakan teman akrab. Jika Charlotte dan Mercedes memiliki pekerjaan yang berbeda,
mereka dapat menjadi teman, tetapi pada tempat kerja mereka sering tidak sepakat. Pekerjaan
Charlotte adalah untuk menjual furnitur, dan dia melakukannya denuan baik. Sebagian besar
dari penjualannya dibayarkan secara kredit. Oleh karena pekeriaan Mercedes adalah untuk

8
meminimalkan kerugian atas kredit, maka dia secara teratur harus mengurangi pengajuan
kredit dari para konsumen Charlotte. Tidak ada hal yang lebih pribadi di antara kedua wanita
tersebut : kebutuhan dari pekerjaan mereka hanya mengarahkan mereka ke dalam konflik.
Konflik di antara Charlotte dan Mercedes bersifat struktural. Istilah struktur dalam
konteks ini meliputi variabel-variabel seperti ukuran kelompok, derajat spesialisasi dalam
pekerjaan yang ditugaskan kepada para anggota kelompok, kejelasan yurisdiksional,
kesesuaian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem pemberian imbalan, dan
tingkat ketergantungan di antara kelompok.
Besaran dan spesialisasi dapat menstimulasi konflik. Semakin besar kelompok dan
semakin terspesialisasi aktivitasnya, maka akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya
konflik. Kedudukan tetap dan konflik terkait secara terbalik; yang berpotensial bagi konflik
yang terbesar adalah ketika para anggota kelompok berusia lebih muda dan ketika tingkat
perputarannya tinggi.
Semakin besar ketidakjelasan mengenai di manakah tanggung jawab atas tindakan
tersebut terletak, semakin besar berpotensi untuk konflik. Ketidakjelasan secara
yurisdiksional meningkatkan pertikaian antarkelompok untuk mengendalikan sumber daya
dan wilayah kekuasaan. Keanekaragaman tujuan di antara kelompok-kelompok juga
merupakan sumber utama bagi konflik. Ketika kelompok-kelompok di dalam sebuah
organisasi mencari tujuan akhir yang beraneka ragam, beberapa di antaranya-seperti
penjualan dan kredit pada Portland Furniture Mart-pada dasarnya bertentangan, maka
peluang untuk konflik meningkat. Sistem pemberian imbalan juga menciptakan konflik
ketika keuntungan dari salah seorang anggota merupakan beban dari anggota lainnya.
Terakhir, jika sebuah kelompok bergantung pada kelompok lainnya (kebalikan dari dua
kelompok yang saling menguntungkan secara independen), atau jika saling ketergantungan
memungkinkan salah satu kelompok memperoleh keuntungan yang merupakan beban dari
kelompok lainnya, maka kekuatan yang bertentangan akan distimulasi.
Variabel-Variabel Pribadi : Apakah Anda pernah bertemu dengan orang yang langsug
tidak Anda sukai? Barangkali Anda tidak setuju dengan sebagian besar dari opininya. Bahkan
karakteristik-karakteristik yang tidak signifikan-suaranya, ekspresi wajahnya pilihan kata-
katanya-mungkin telah menjengkelkan Anda. Kadang kala kesan kita bersifat negatif. Ketika
Anda harus bekerja dengan orang-orang yang tidak Anda sukai maka potensi untuk konflik
akan muncul.
Kategori terakhir kita mengenai potensial sumber konflik adalah variabel pribadi, yang
mana meliputi kepribadian, emosi, dan nilai. Orang-orang yang memiliki sifat kepribadian

9
tinggi yang tidak menyenangkan, neurotisisme, atau pengawasan diri sendiri yang rentan
terlibat kekacauan dengan orang lain lebih sering-dan untuk bereaksi dengan buruk ketika
konflik terjadi. Emosi juga dapat menyebabkan konflik bahkan ketika mereka tidak diarahkan
pada orang lain. Seorang karyawan yang marah selama hari kerjanya dan menghasilkan
pertemuan yang dipenuhi dengan ketegangan. Orang-orang lebih lanjut cenderung untuk
menyebabkan konflik ketika nilai mereka bertentangan.

Tampilan 14-1 Proses Konflik

Tahap I
Pertentangan Tahap II
yang Kesadaran dan Tahap III
Tahap IV Tahap V
berpotensial atau personalisasi Niat
Perilaku Hasil
ketidaksesuaian
Dipandang Niat untuk
Kondisi yang sebagai menanganikonflik : Konflik Meningkatkan
mendahului : konflik Persaingan, terbuka : kerja
komunikasi, berkolaborasi, perilaku para kelompok
struktur, dan Dirasakan mencurigakan, pihak dan
reaksi orang Menurunkan
variabel pribadi sebagai menghindari, dan
lain kerja
konflik mengakomodasi
kelompok

● Tahap II: Kesadaran dan Personalisasi


Jika kondisi yang tercantum pada Tahap I secara negatif memengaruhi sesuatu yang
dipedulikan oleh pihak lain, maka berpotensial untuk pertentangan atau ketidaksesuaian
menjadi diwujudkan dalam tahap kedua. Sebagaimana yang kita nyatakan dalam definisi kita
mengenai konflik, salah satu atau lebih pihak harus waspada terhadap terjadinya kondisi yang
mendahului. Namun, karena ketidaksepakatan yang dipandang sebagai konflik tidak berarti
dipersonalisasikan. Ini terjadi pada level yang dirasakan sebagai konflik, ketika para individu
menjadi terlibat secara emosional, bahwa mereka mengalami kecemasan, ketegangan,
frustasi, atau permusuhan.
Ingatlah dua poin. Pertama, Tahap II penting karena inilah di mana permasalahan
konflik cenderung didefinisikan, di mana pihak-pihak memutuskan mengenai apakah konflik
tersebut. Jika ketidaksepakatan mengenai gaji merupakan situasi yang impas(peningkatan
atas gaji sesuai dengan yang Anda inginkan berarti akan terdapat jauh lebih sedikit untuk
saya). Saya akan menjadi jauh lebih kecil untuk bersedia berkompromi daripada jika saya
mendefinisikan konflik sebagai potensi atas situasi kemenangan kedua belah pihak (jumlah

10
dolar dalam kumpulan gaji akan ditingkatkan sehingga keduanya akan memperoleh gaji yang
ditambahkan sesuai yang kita inginkan). Definisi dari konflik penting karena
menggambarkan kemungkinan serangkaian penyelesaian.
Poin kedua kita adalah bahwa emosi memegang peranan yang besar dalam membentuk
persepsi. Emosi yang negatif memungkinkan kita untuk terlalu menyederhanakan
permasalahan, kehilangan kepercayaan, dan menempatkan interpretasi negatif perilaku dari
pihak lain. Sebaliknya, perasaan positif akan meningkatkam kecenderungan kita untuk
melihat hubungan yang potensial di antara elemen-elemen permasalahan, mengambil sudut
pandang yang lebih luas mengenai situasi, dan mengembangkan solusi- solusi yang inovatif.
● Tahap III: Niat
Niat memengaruhi antara persepsi dan emosi orang-orang serta perilaku terbuka
mereka, Mereka berkeputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Niat adalah sebuah
tahapan berbeda karena kita harus mengambil kesimpulan atas maksud orang lain untuk
mengetahui bagaimana memberikan tanggapan atas perilakunya.
Banyak konfik yang meningkat hanya karena salah satu pihak memberikan atribut niat
yang salah kepada pihak lainnya. Perilaku seseorang dapat saja berbelok dari niat, sehingga
perilaku tidak selalu secara akurat mencerminkan niat dari seseorang. Dengan menggunakan
dua dimensi kegotongroyongan (suatu keadaan yang mana salah satu pihak berupaya untuk
memuaaskan perhatian dari pihak lain) dan ketegasan (keadaan yang mana salah satu pihak
berupaya untuk memuaskan perhatiannya sendiri kita dapat mengidentifikasi lima niat dalam
menangani konflik : bersaing (tegas dan tidak mau bekerja sama), berkolaborasi (tegas dan
bekerja sama), menghindari (tidak tegas dan tidak mau bekerja sama), mengakomodasi (tidak
tegas dan bekerja sama), dan berkompromi (di tengah-tengah antara ketegasan dan
kegotongroyongan).
Bersaing : Ketika seseorang berupaya untuk memuaskan kepentingannya sendiri tanpa
memperhatikan dampak terhadap pihak lainnya yang berkonflik, orang tersebut sedang
bersaing. Misalnya, Anda dikatakan sedang bersaing ketika Anda bertaruh hanya ada satu
pemenang.
Berkolaborasi : Ketika pihak-pihak yang melakukan konflik mengenai keinginan
masing-masing untuk memuaskan sepenuhnya perhatian dari semua pihak, terdapat kerja
sama dan pencarian atas hasil yang saling menguntungkan. Dalam berkolaborasi, para pihak
bermaksud untuk memecahkan permasalahan dengan menjernihkan perbedaan dan bukannya
mengakomodasi sudut pandang yang bervariasi. Jika Anda berupaya untuk menemukan

11
solusi kemenangan bagi semua pihak yang memungkinkan tujuan dari kedua pihak benar
benar tercapai, itulah yang dinamakan dengan berkolaborasi.
Menghindar : Seseorang akan mengakui suatu konflik telah terjadi dan ingin menarik
diri dari atau menyembunyikan diri dari konflik tersebut. Contoh dari menghindar meliputi
berusaha untuk mengabaikan sebuah konflik dan menghindari orang lain dengan siapa Anda
tidak setuju.
Mengakomodasi : Pihak yang berupaya untuk menenangkan lawan yang bersedia untuk
menempatkan kepentingan dari lawan di atas kepentingannya sendiri, berkorban untuk
mempertahankan hubungan. Kita mengacu niatan ini sebagai mengakomodasi. Mendukung
opini dari orang lain meskipun Anda berkeberatan mengenai hal itu, adalah contoh dari
mengakomodasi.
Berkompromi : Dalam berkompromi, tidak ada pemenang atau kalah. Bahkan, terdapat
suatu kesediaan untuk pembagian objek konflik dan menerima solusi dengan kepuasan yang
kurang sempurna bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu, hal yang menjadi ciri pembeda
pada berkompromi adalah bahwa tiap-tiap pihak bermaksud untuk menyerahkan sesuatu hal.
Niat tidak selalu tetap. Selama rangkaian konflik, mereka akan berubah jika para pihak
dapat melihat sudut pandang lain atau memberikan tanggapan secara emosi atas perilaku
orang lain. Orang-orang secara umum memiliki pilihan di antara lima niat untuk menangani
konflik. Kita dapat memprediksikan niat seseorang dengan cukup baik dari kombinasi antara
intelektual dengan karakteristik kepribadian.
● Tahap IV: Perilaku
Kelika sebagian besar orang berpikir mengenai konflik, mereka cenderung
menitikberatkan pada Tahap IV karena di tahap ini konflik menjadi terlihat. Tahap perilaku
meliputi pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat oleh para pihak yang sedang
berkonflik, biasanya sebagai upaya terang terangan untuk mengimplementasikan niatan
mereka sendiri. Sebagai hasil dari kesalahan dalam perhitungan atau tindakan yang tidak
bijaksana, maka upaya terang-terangan ini kadang akan menyimpang dari natan semula.
Tahap IV merupakan proses interaksi yang dinamis. Sebagal contoh, Anda mengajukan
tuntutan terhadap saya, saya memberikan tanggapan dengan berdebat. Anda mengancam
saya, saya balik mengancam Anda, dan sebagainya. Seluruh konflik terjadi di suatu tempat
bersama dengan rangkaian ini. Pada bagian yang lebih rendah adalah konflik yang dicirikan
hampir tidak kentara, secara tidak langsung, dan bentuk ketegangan yang sangat terkendali,
misalnya seorang mahasiswa yang mengajukan pertanyaan di kelas mengenai hal yang baru
saja dibahas oleh pengawas. Intentitas konflik akan meningkat seiring dengan mereka

12
bergerak ke atas di sepanjang rangkaian hingga mereka menjadi sangat destruktif.
Pemogokan, kerusuhan, dan peperangan merupakan yang sangat jelas dalam kisaran atas ini.
Konflik yang mencapai kisaran atas dari rangkaian hampir selalu bersifat disfungsional.
Konflik yang fungsional umumnya terbatas pada kisaran bawah dari rangkaian.
Jika sebuah konflik bersifat disfungsional, apa yang dapat para pihak lakukan untuk
menurunkannya? Atau sebaliknya, opsi apa yang ada jika konflik menjadi terlalu rendah dan
perlu untuk ditingkatkan? Hal ini akan membawa kita kepada teknik teknik manajemen
konflik. Tampilan 14-4 memberikan daftar mengenai resolusi utama dan teknik stimulasi
yang memungkinkan para manajer untuk mengendalikan level konflik. Kita telah
menggambarkan beberapa niatan untuk menangani konflik. Di bawah kondisi- kondisi yang
ideal, niatan sescorang akan diterjenmahkan ke dalam perilaku yang dapat diperbandingkan.
● Tahap V: Hasil
Aksi-reaksi yang saling memengaruhi di antara para pihak yang sedang berkonflik
menciptakan konsekuensi. Seperti yang diperlihatkan dalam model kita (lihat Tampilan 14-
1), maka hasil-hasil ini akan menjadi fungsional, jika konflik dapat meningkatkan kinerja
kelompok, atau disfungsional, jika menghambat kinerja.
Hasil yang Fungsional : Bagaimana mungkin konflik dapat bertindak sebagai kekuatan
untuk meningkatkan kinerja kelompok? Sulit untuk memvisualisasikan situasi yang mana
serangan secara terbuka atau yang keras dapat menjadi fungsional. Tetapi dimungkinkan
untuk melihat seberapa rendah atau moderat dari suatu level konflik dapat meningkatkan
efektivitas kelompok. Perhatikan bahwa seluruh contoh kita menitikberatkan pada konflik
tugas dan proses serta tidak memasukkan varietas hubungan.
Konflik bersifat konstruktif ketika dia meningkatkan kualitas dari keputusan,
menstimulasi kreativitas dan inovasi, mendorong kepentingan dan keingintahuan di antara
para anggota kelompok, menyediakan media bagi permasalahan untuk dipublikasikan dan
melepaskan ketegangan, serta membantu perkembangan evaluasi diri sendiri maupun
perubahan. Konflik merupakan penangkal bagi kelompok pemikir. Tidak memungkinkan
bagi kelompok untuk secara pasif mengesahkan keputusan yang didasarkan pada asumsi-
asumsi yang lemah, pertimbangan yang tidak memadai atas alternatif-alternatif yang relevan,
atau kelemahan lainnya. Konflik menantang status quo dan memajukan penciptaan gagasan-
gagasan baru, mempromosikan penilaian ulang dari tujuan dan aktivitas kelompok, serta
meningkatkan probabilitas bahwa kelompok akan memberikan tanggapan terhadap
perubahan. Sebuah pembahasan secara terbuka menitikberatkan pada urutan tujuan yang
lebih tinggi cenderung lebih dapat memberikan hasil yang fungsional. Kelompok-kelompok

13
yang secara ekstrem bertentangan tidak dapat mengelola ketidaksepakatan yang mendasari
mereka secara efektif dan cenderung kurang optimal menerima solusi, atau mereka pada
umumnya menghindari mengambil keputsan daripada memecahkan konflik. Studi riset dalam
lingkungan yang beragam menegaskan fungsionalitas dari pembahasan secara aktif. Para
anggola tim dengan perbedaan yang lebih besar dalam gaya bekerja dan pengalaman juga
cenderung untuk membagikan lebih banyak informasi satu sama lain.
Pengamatan-pengamatan ini mengarahkan kita untuk memprediksi manfaat bagi
organisasi meningkatkan keragaman budaya pada tenaga kerja. Juga menjadi bukti apa saja
yang mengindikasikannya, pada hampir semua kondisi. Heterogenitas di antara kelompok
dan para anggota organisasi dapat meningkatkan kreativitas, meningkatkan kualitas
keputusan, dan memfasilitasi perubahan dengan mendorong fleksibilitas dari anggota. Para
peneliti membandingkan kelompok yang mengambil keputusan terdiri atas para individu
yang seluruhnya dari etnis Kaukasian dengan kelompok yang juga para anggotanya terdiri
atas kelompok etnis Asia, Hispanik, dan ras Kulit Hitam. Kelompok yang beragam secara
etnis menghasilkan gagasan-gagasan yang lebih efektif dan yang lebih dapat dikerjakan
dengan mudah, serta gagasan-gagasan yang unik yang mereka hasilkan cenderung berkualitas
lebih tinggi daripada gagasan unik yang dihasilkan oleh kelompok yang seluruhnya hanya
terdiri atas etnis Kaukasia.
Hasil yang Disfungsional : Konsekuensi dari konflik yang bersifat destruktif terhadap
kinerja kelompok atau organisasi yang secara umum dikenal: oposisi tidak terkendali yang
melahirkan ketidakpuasan, yang mana berperan untuk membubarkan ikatan bersama dan
akhirnya mengarah pada kehancuran kelompok. Dan tentu saja, kumpulan literatur yang
banyak mendokumentasikan bagaimana konflik disfungsional dapat menurunkan efektivitas
kelompok. Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan adalah komunikasi yang
buruk, penurunan dalam kekompakan kelompok, dan kurangnya usaha pencapaian tujuan
kelompok akibat pertikaian di antara para anggota. Semua bentuk dari konflik-bahkan variasi
yang bersifat fungsional-cenderung untuk menurunkan kepuasan dan kepercayaan dari
anggota kelompok. Ketika pembahasan secara aktif beralih menjadi konflik yang terbuka di
antara para anggota, maka pembagian informasi di antara para anggota akan mengalami
penurunan secara signifikan. Pada titik ekstrem. konflik dapat membawa fungsi dalam
kelompok menjadi berhenti dan mengancam kelangsungan hidup kelompok.
Kami menambahkan bahwa keanekaragaman biasanya dapat meningkatkan kinerja
kelompok dan pengambilan keputusan. Namun, jika perbedaan-perbedaan dari opini menjadi
terbuka di sepanjang garis kesalahan secara demografis, maka akan menghasilkan konflik-

14
konflik yag berbahaya dan pembagian informasi mengalami penurunan. Sebagai contoh, jika
terjadi perbedaan opini yang berdasar pada perbedaan gender dalam anggota tim, sehingga
seluruh pria akan mempertahankan satu opini sedangkan para mempertahankan opini lainnya,
maka para anggota kelompok akan cenderung untuk berhenti mendengarkan satu sama lain.
Mereka menjadi pilih kasih dalam kelompok dan tidak akan memasukkan sudut pandang dari
sisi lainnya ke dalam manajer dalam situasi ini perlu untuk memusatkan lebih banyak
perhatian terhadap kesalahan tersebut dan menekankan untuk berbagi tujuan kepada tim.
Mengelola Konflik Fungsional : Jika para manajer memahami bahwa dalam beberapa
situasi konflik dapat memberikan manfaat, apa yang dapat mereka lakukan untuk mengelola
konflik secara efektif dalam organisasi mereka? Mari kita lihat pada beberapa pendekatan
yang digunakan oleh organisasi untuk mendorong orang-orang untuk menantang sistem dan
mengembangkan gagasan-gagasan yang baru.
Salah satu dari kunci untuk meminimalkan konflik yang kontraproduktif adalah dengan
memahami kapan sebenarnya terjadinya ketidaksepakatan. Banyak konlik yang muncul
sehubungan dengan orang-orang yang menggunakan bahasa yang berbeda untuk membahas
serangkaian tindakan yang pada umumnya sama. Sebagai contoh, seseorang dari bagian
pemasaran akan menitikberatkan pada "mendistribusikan permasalahan”, sementara itu
seseorang dari bagian operasional akan berbicara mengenai "manajemen rantai pasokan"
untuk menggambarkan permasalahan yang pada dasarnya sama. Manajemen konflik yang
berhasil akan mengenali pendekatan yang berbeda ini dan berupaya untuk menyelesaikan
mereka dengan mendorong pembahasan secara terbuka dan jujur dengan menitikberatkan
pada kepentingan dan bukannya permasalahan (kita akan membahas lebih jauh mengenai hal
ini ketika kita akan membedakan gaya perundingan yang disributif dan integratif).
Pendekatan lainnya adalah dengan membiarkan kelompok yang menentang mengambil
bagian dari solusi yang sangat penting bagi mereka dan kemudian menitikberatkan pada
bagaimana sisi satunya dapat mencapai terpenuhinya kebutuhan pokoknya. Tidak ada satu
pun sisi yang dengan tepat persis memperoleh apa yang diinginkannya, tetapi masing-masing
sisi memperoleh bagian yang paling penting dari agendanya.

Kelompok-kelompok yang berhasil menyelesaikan konflik akan membahas perbedaan


opini secara terbuka dan dipersiapkan untuk mengelola konflik ketika hal itu muncul. Konflik
yang paling merusak adalah konflik yang tidak pernah ditangani secara langsung. Sebuah
pembahasan yang terbuka akan membuatnya menjadi jauh lebih mudah untuk
mengembangkan berbagi persepsi dari permasalahan yang dimiliki, juga memungkinkan bagi

15
kelompok untuk bekerja menuju pada solusi yang dapat diterima bersama. Para manajer perlu
menekankan untuk berbagi kepentingan dalam menyelesaikan konflik, sehingga kelompok
yang tidak setuju satu sama lain tidak menjadi terlalu tertanam dalam sudut pandang mereka
dan mulai melakukan konflik secara pribadi. Kelompok-kelompok dengan gaya konflik kerja
sama akan melakukan identifikasi yang mendasarinya dengan kuat terhadap keseluruhan
tujuan kelompok tersebut lebih efektif daripada kelompok dengan gaya yang kompetitif.
Perbedaan-perbedaan lintas budaya dalam strategi penyelesaian konflik akan
didasarkan pada kecenderungan dan motif yang sifatnya kolektivistik. Budaya-budaya
kolektivistik memandang orang sebagai ke dalam situasi sosial, sedangkan budaya
individualistik melihat mereka sebagai otonom. Sebagai hasilnya, para kolektivistik lebih
cenderung berupaya untuk mempertahankan hubungan dan mempromosikan kebaikan dari
kelompok sebagai suatu keseluruhan. Mereka akan menghindari ekspresi konflik secara
langsung, lebih memilih metode yang tidak langsung untuk menyelesaikan perbedaan opini.
Para kolektivistik juga menjadi lebih tertarik dalam menampilkan perhatian dan bekerja
melalui pihak-pihak ketiga untuk menyelesaikan pertikaian, sedangkan para individualistik
akan lebih cenderung untuk menghadapi perbedaan opini secara langsung dan secara terbuka.
Beberapa riset telah mendorong teori ini. Dibandingkan para negosiator Jepang yang
bersifat kolektivistik, rekan tandingan mereka yang lebih individualistik yaitu AS lebih
cenderung untuk melihat penawaran dari rekan tandingan mereka sebagai hal yang tidak adil
dan menolak mereka. Studi lainnya mengungkapkan bahwa sedangkan para manajer AS lebih
cenderung untuk menggunakan taktik-taktik yang bersaing dalam menghadapi konflik,
berkompromi dan menghindar merupakan metode dalam manajemen konflik yang sangat
disukai di Cina. Namun, hasil data dari wawancara menyarankan bahwa tim manajemen
puncak dalam perusahaan yang berteknologi tinggi di Cina lebih memilih kolaborasi daripada
berkompromi dan menghindari. Dalam mempertimbangkan konflik–sifat, penyebab, dan
konsekuensi-kita sekarang beralih pada negosiasi, yang mana sering kali digunakan untuk
menyelesaikan konflik.

2.4 Negosiasi
Negosiasi menyerap interaksi dari hampir setiap orang dalam kelompok dan organisasi.
Yang terlihat dengan jelas : Tenaga kerja mengadakan perundingan dengan manajemen.
Terdapat hal yang tidak begitu jelas : Para manajer melakukan negosiasi dengan para
karyawan, para rekan, dan para bos; tenaga bagian penjualan akan bernegosiasi dengan para

16
konsumennya; agen pembelian melakukan negosiasi dengan para pemasoknya. Dan terdapat
yang hampir tidak kentara : Seorang karyawan sepakat untuk menutupi kolegan selama
beberapa menit sebagai pertukaran untuk manfaat pada masa mendatang. Dalam struktur
organisasi yang longgar saat ini, yang mana para anggota bekerja sama dengan para rekan
atas yang tidak memiliki otoritas secara langsung dan dengan siapa saja yang bahkan tidak
boleh berbagi bos yang sama, keahlian negosiasi menjadi sangat penting.
Kita dapat mendefinisikan negosiasi sebagai suatu proses yang terjadi ketika dua atau
lebih pihak memutuskan bagaimana mengalokasikan sumber daya yang langka. Meskipun
kita umumnya berpikir mengenai hasil dari negosiasi dalam istilah ekonomi secara langsung,
seperti melakukan negosiasi atas harga dari sebuah mobil, setiap negosiasi dalam organisasi
juga memengaruhi hubungan di antara para negosiator dan yang para negosiator rasakan
mengenai diri mereka sendiri. Bergantung pada seberapa banyak pihak-pihak yang akan
berinteraksi satu sama lain, kadang kala mempertahankan hubungan sosial dan berperilaku
secara etis akan menjadi sama pentingnya dengan mencapai hasil perundingan dengan segera.
Perlu diperhatikan bahwa kita menggunakan istilah negosiasi dan perundingan secara
bergantian. Dalam bahasan ini, kita akan membedakan dua strategi perundingan, memberikan
sebuah model dalam proses negosiasi, memastikan peranan individu yang berbeda dalam
efektivitas negosiasi, dan memberikan secara ringkas mengenai negosiasi dengan pihak
ketiga.
● Strategi Perundingan
Terdapat dua pendekatan umum mengenai negosiasi-perundingan distributif dan
perundingan integratif. Sebagaimana yang diperlihatkan pada Tampilan 14-2, keduanya
berbeda dalam tujuan dan motivasi, fokus, kepentingan, pembagian informasi, serta durasi
hubungan. Mari kita mendefinisikan masing-masing dan mengilustrasikan perbedaannya.
Perundingan Distributif : Anda melihat sebuah mobil bekas yang diiklankan pada
penjualan secara online yang kelihatannya bagus. Anda pergi untuk melihat mobil tersebut.
Mobil tersebut sempurna, dan Anda menginginkannya. Pemilik memberitahukan kepada
Anda harga yang diminta. Anda tidak ingin membayar dengan harga setinggi itu. Anda
berdua melakukan negosiasi. Strategi bernegosiasi yang mana Anda terlibat di dalamnya
disebut dengan perundingan distributif. Ini mengidentifikasikan fitur yang mana
beroperasional di bawah kondisi impas-yaitu, setiap keuntungan yang saya peroleh
merupakan beban Anda, dan sebaliknya. Setiap dolar yang dapat Anda peroleh dari penjual
untuk dipotong dari harga mobil adalah jumlah dolar yang Anda hemat, dan setiap dolar yang
didapatkan penjual dari Anda akan menjadi beban Anda. Intisari dari perundingan distributif

17
adalah melakukan negosiasi atas siapa yang memperoleh pembagian dari bagian yang tetap.
Dengan bagian yang tetap, yang dimaksud adalah satu set jumlah barang atau jasa yang harus
dibagikan. Ketika bagian tersebut sifatnya tetap, atau para pihak meyakininya, maka mereka
akan cenderung untuk melakukan perundingan secara distributif.

Tampilan 14-2 Perundingan Distributif versus Perundingan Integratif

Karakteristik
Perundingan
Tujuan Memperoleh sebanyak mungkin bagian Memperluas bagian sehingga kedua
pihak menjadi terpuaskan
Motivasi Menang-kalah Sama-sama menang
Fokus Posisi (saya tidak dapat pergi melampaui Kepentingan (dapatkah anda
poin ini pada permasalahan tersebut) menjelaskan mengapa permasalahan
ini menjadi sangat penting bagi anda?)
Kepentingan Bertentangan Selaras
Pembagian informasi Rendah (pembagian informasi hanya Tinggi (pembagian informasi akan
akan memungkinkan pihak lain untuk memungkinkan tiap-tiap pihak untuk
dapat mengambil keuntungan) menemukan cara untuk memuaskan
kepentingan dari masing-masing
pihak)
Durasi hubungan Jangka pendek Jangka panjang

Contoh yang sangat banyak dikutip dari perundingan distributif adalah negosiasi di
antara tenaga kerja dan manajemen mengenai jumlah gaji. Pada umumnya, pengajuan tenaga
kerja di meja perundingan ditujukan untuk memperoleh sebanyak mungkin uang dari
manajemen. Oleh karena setiap sen yang tenaga kerja negosiasikan akan meningkatkan beban
manajemen, masing-masing pihak akan berunding secara agresif dan memperlakukan orang
lain sebagai lawan untuk dikalahkan.
Esensi dari perundingan distributif digambarkan dalam Tampilan 14-3. Pihak A dan B
merepresentasikan dua negosiator. Masing-masing memiliki sebuah titik sasaran yang
mendefinisikan apakah yang ingin dia capai. Masing-masing juga memiliki titik pertahanan,
yang mana menandai hasil terendah yang dapat diterima-titik di bawah yang mana pihak akan
memutuskan negosiasi daripada menerima kesepakatan yang kurang menguntungkan. Area di
antara dua titik
Tampilan 14-3iniMenjaga
merupakan
Zonakisaran aspirasi dari masing- masing pihak. Sepanjang terdapat
Perundingan
beberapa tumpang tindih di antara kisaran aspirasi A dan B, terdapat kisaran kesepakatan
yang terjadi yang mana setiap aspirasi dari salah satu pihak dapat terpenuhi.

18
Titik sasaran dari pihak A Kisaran aspirasi pihak B
Kisaran
penyelesaian

Kisaran Titik Titik Titik sasaran


aspirasi pertahanan pertahanan dari pihak B
pihak A dari pihak B dari pihak A

Ketika Anda terlibat dalam perundingan distributif, salah satu hal terbaik yang dapat
Anda lakukan adalah dengan mengajukan penawaran pertama dan lakukan dengan cara yang
agresif. Mengajukan penawaran yang pertama memperlihatkan kekuasaan; individu yang
berkuasa jauh lebih cenderung untuk mengajukan penawaran awal, menyampaikan pertama
kali dalam pertemuan, dan dengan demikian akan memperoleh keuntungan. Alasan lain
adalah karena merupakan sebuah strategi yang baik untuk menahan bias yang dijelaskan
dalam Bab 6. Orang-orang cenderung untuk melekat pada informasi awal. Ketika titik yang
melekat tersebut ditetapkan, maka mereka gagal untuk : secara memadai yang didasarkan
pada informasi berikut. Seorang negosiator yang cerdik akan menetapkan jangkar dengan
penawaran mula-mula, dan memberikan skor pada studi mengenai negosiasi memperlihatkan
bahwa jangkar tersebut akan sangat menguntungkan orang yang menetapkannya.
Katakan bahwa Anda mendapat tawaran pekerjaan, dan pemilik usaha prospektif Anda
bertanya kepada Anda berapa jumlah gaji permulaan yang Anda inginkan Anda baru saja
diberikan sebuah hadiah-Anda memiliki peluang untuk menetapkan jangkar, artinya bahwa
Anda harus meminta gaji tertinggi yang menurut pendapat Anda merupakan penawaran yang
wajar yang dipertimbangkan oleh pemilik usaha. Dengan meminta jutaan dolar hanya akan
membuat kita terlihat sangat konyol, yang mana mengapa kita sarankan memiliki tujuan akhir
yang tinggi atas apa yang nmenurut pendapat Anda beralasan. Seringnya, sisi kehati-hatian
kita justru membuat kita melakukan kesalahan, mengkhawatirkan pendapat pemilik usaha
dan kemudian menetapkan jumlah yang jauh lebih sedikit. Wajar untuk merasa takut saat
melakukan negosiasi gaji, dan benar bahwa menyesuaikan para pemilik usaha tidak menyukai
para kandidat yang kaku dalam negosiasi gaji, tetapi menyukai tidaklah sama dengan
melakukan apa yang diperlukan untuk merekrut atau mempertahankan seseorang. Apa yang
sangat sering terjadi adalah bahwa kita meminta lebih sedikit daripada yang dapat kita
peroleh.
Taktik perundingan distributif lainnya adalah dengan mengungkapkan tenggat waktu.
Erin adalah seorang manajer sumber daya manusia. Dia sedang melakukan negosiasi gaji

19
dengan Ron, calon pegawai baru yang sangat diperlukan. Oleh karena Ron mengetahui
bahwa perusahaan memerlukan dirinya, maka dia mengendalikan peranan dan meminta gaji
yang luar biasa serta paket manfaat. Erin mengatakan kepada Ron bahwa perusahaan tidak
dapat memenuhi permintaannya. Ron memberitahukan kepada Erin bahwa dia akan
mengakhirinya. Perusahaan menjadi khawatir Ron akan beralih ke pesaing, maka Erin
menyampaikan kepada Ron bahwa dia sedang berada di bawah tekanan dan harus mencapai
kesepakatan dengannya segera, atau dia akan menawarkan pekerjaan kepada calon pegawai
lainnya. Akankah Anda menganggap Erin merupakan negosiator yang cerdik? Memang
benar. Para negosiator yang mengungkapkan konsesi tenggat waktu yang cepat kepada
tandingan yang bernegosiasi dengan mereka, membuat mereka menjadi mempertimbangkan
kembali posisi mereka. Meskipun para negosiator tidak berpendapat bahwa taktik ini bekerja
dengan baik, tetapi pada kenyataannya, para negosiator yang mengungkapkan tenggat waktu
berjalan dengan lebih baik.
Perundingan Integratif Jake adalah butik mewah di Chicago berumar lirma talun yang
dimiliki oleh Jim Wetzel dan Lance Lawson Pada tahap awal bisnisnya, Wetzel dan La
memindahkan jutaan dolar barang dagangan dari para desainer yang selalu baru dan terkini.
Mereka mengembangkan hasil yang baik, banyak desainer yang mengirimkan bagian kepada
Jake tanpa persyaratan pembayaran di muka. Ketika perekonomian memburuk pada tahun
2008, Jake mendapat masalah dengan persediaan barang yang akan dijual, dan para desainer
tidak akan dibayar atas apa yang telah mereka kirimkan kepada gerai. Terlepas dari fakta
bahwa banyak desainer yang bersedia untuk bekerja sama dengan gerai dengan rencana
permbayaran yang ditangguhkan, Wetzel dan Lawson berhenti memenuhi permintaan mereka
Salah seorang desainer, Doo-Ri Chung, mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan Jake
hanya karena masalah arus kas karena selarna ini telah sama-sama berjuang. Tingkah laku
Mrs. Chung mengungkapkan pernyataan dari perundingan integratif. Sebaliknya dengan
perundingan distributif, perundingan integratif mengasumsikan bahwa salah satu atau lebih
kemungkinan kesepakatan yang dapat menciptakan solusi kemenangan bagi kedua belah
pihak. Tentu saja, sebagaimana yang ditunjukkan dalam contoh Jake dan kita akan
menyorotinya selanjutnya, kedua pihak harus terlibat agar perundingan integratif dapat
berjalan dengan baik.
Dalam istilah perilaku intraorganisasi, perundingan integratif lebih dipilih dibandingkan
perundingan distributif karena pertama membentuk hubungan dalam jangka panjang.
Perundingan integratif mengikat para negosiator dan memungkinkan mereka untuk
meninggalkan meja perundingan bila mereka merasa bahwa mereka telah mencapai

20
kemenangan. Namun, dalam perundingan distributif. menyisakan salah satu pihak sebagai
yang kalah. Hal ini cenderung untuk membangun permusuhan dan memperdalam pembagian
divisi ketika orang-orang harus bekerja bersama dalam basis yang sedang berlangsung. Riset
memperlihatkan bahwa atas peristiwa perundingan yang diulang-ulang, maka pihak yang
kalah akan merasakan hal yang positif mengenai hasil negosiasi jauh lebih cenderung untuk
memperundingkan secara kooperatif dalam negosiasi-negosiasi berikutnya. Poin ini
merupakan keuntungan yang penting dari perundingan integratif: Bahkan ketika Anda
menang. Anda menginginkan lawan Anda merasakan kebaikan dari negosiasi.
Kemudian, tidakkah Anda memandang lebih banyak perundingan integratif dalam
organisasi? Jawabannya terletak pada kondisi yang diperlukan bagi organisasi tersebut untuk
berhasil. Hal ini meliputi para pihak penentang yang terbuka dengan informasi dan terus
terang mengenai kekhawatiran, yang peka terhadap kebutuhan dan kepercayaan dari orang
lain, dan mempertahankan fleksibilitas. Oleh karena kondisi-kondisi ini jarang terjadi dalam
organisasi, maka negosiasi sering kali menerapkan dinamika keuntungan dengan beberapa
biaya.
Para individu yang berunding di dalam tim akan mencapai lebih banyak kesepakatan
integratif daripada mereka yang berunding secara individu karena lebih banyak gagasan yang
dihasilkan ketika lebih banyak orang pada meja perundingan. Cara lain untuk mencapai
keuntungan kesepakatan yang lebih tinggi adalah dengan menempatkan lebih banyak
permasalahan pada meja perundingan. Semakin banyak permasalahan yang dinegosiasikan
yang diperkenalkan ke dalam negosiasi, semakin besar peluang untuk "balas jasa," di mana
permasalahan dipertukarkan sesuai dengan pilihan dari individu yang berbeda-beda. Hal ini
menciptakan hasil yang lebih baik untuk tiap-tiap pihak daripada jika mereka melakukan
negosiasi tiap permasalahan sendiri-sendiri. Fokus juga mengarah kepentingan yang
mendasari kedua belah pihak dan bukannya pada permasalahan. Dengan kata lain, lebih baik
berkonsentrasi pada mengapa seorang karyawan menginginkan kenaikan dan bukannya
hanya menitikberatkan pada jumlah kenaikan semata-beberapa potensi yang tidak terlihat
pada hasil integratif akan muncul jika kedua pihak berkonsentrasi pada apa yang sebenarnya
mereka inginkan dan bukannya pada item tertentu yang mereka perundingkan. Pada
umumnya, lebih mudah untuk berkonsentrasi pada kepentingan yang mendasari ketika para
pihak tetap menitikberatkan pada tujuan yang lebih luas, keseluruhan tujuan dan bukannya
hasil langsung dari sebuah keputusan tertentu. Negosiasi-negosiasi ketika kedua belah pihak
menitikberatkan pada pembelajaran dan pemahaman mengenai sisi lainnya yang cenderung

21
menghasilkan tujuan bersama yang lebih tinggi daripada mereka yang lebih tertarik pada
hasil yang mendasari masing-masing mereka.
Berkompromi dapat menjadi musuh yang lebih buruk dalam melakukan negosiasi
dengan kesepakatan yang sama-sama menguntungkan. Berkompromi dapat mengurangi
tekanan untuk melakukan perundingan secara integratif. Bagaimana pun juga, jika Anda atau
lawan Anda menyerah dengan mudahnya, maka tidak ada seorangpun yang perlu untuk
menjadi kreatif agar dapat mencapai sebuah kesepakatan. Kemudian orang-orang akan
menyelesaikan lebih kurang dari yang mereka telah peroleh jika mereka dipaksa untuk
mempertimbangkan kepentingan dari pihak lain, permasalahan pertukaran, dan menjadi
kreatif. Pertimbangkan sebuah contoh klasik dua kakak beradik yang saling memperdebatkan
mengenai siapa yang akan mendapatkan sebuah jeruk. Mereka tidak mengetahui bahwa salah
satu dari mereka menginginkan jeruk untuk meminum jus, sedangkan yang lainnya
menginginkan kulit jeruk untuk memanggang kue. Jika salah satu saudara kandung
melakukan kapitulasi dan memberikan jeruk kepada saudaranya, maka mereka tidak akan
dipaksa untuk mengerahkan alasan-alasan mereka yang menginginkan jeruk, sehingga
mereka tidak akan perah menemukan solusi kemenangan bagi kedua belah pihak: Mereka
masing-masing akan memiliki jeruk karena mereka menginginkan bagian-bagian yang
berbeda.
● Proses Negosiasi
Tampilan 14-4 akan menyajikan model yang diseder hanakan dari proses negosiasi.
Model tersebut memperlihatkan bahwa negosiasi terdiri atas lima tahap: (1) persiapan dan
perencanaan, (2) mendefinisikan aturan-aturan yang mendasar, (3) klarifikasi dan
pembenaran, (4) melakukan perundingan dan pemecahan masalah, serta (5) penutupan dan
implementasi.
Persiapan dan Perencanaan : Sebelum Anda mulai melakukan negosiasi, lakukan tugas
pekerjaan Anda. Bagaimana sifat dari konflik tersebut? Apakah sejarah yang mengarahkan
pada negosiasi ini? Siapakah yang terlibat dan bagaimana persepsi mereka mengenai konflik?
Apa yang Anda inginkan dari negosiasi? Apakah yang menjadi tujuan Anda? Sebagai contoh,
jika Anda seorang manajer pasokan pada Dell Computer, dan tujuan Anda adalah untuk
memperoleh penurunan biaya yang signifikan dari pemasok keyboard Anda, maka pastikan
bahwa tujuan ini tetap yang terpenting dalam pembahasan dan tidak dibayangi oleh
permasalahan lainnya. Hal ini membantu untuk menempatkan tujuan Anda dalam perjanjian
tertulis dan mengembangkan kisaran hasil-dari "yang paling memberikan harapan" hingga
"minimal dapat diterima"-untuk menjaga perhatian Anda agar selalu terpusat.

22
Anda harus menilai apa pendapat Anda mengenai tujuan dari pihak lainnya. Apakah
yang mungkin akan ditanyakan? Seberapa mengakar kuatnya kemungkinan posisi mereka?
Apakah kepentingan yang tidak nyata terlihat maupun tersembunyi bagi mereka? Pada
apakah mereka akan bersedia untuk sepakat? Ketika Anda dapat mengantisipasi posisi lawan
Anda, maka Anda akan lebih siap untuk melawan argumen dengan fakta dan angka yang
dapat mendukung posisi Anda.

Tampilan 14-4 Negosiasi

Persiapan dan perencanaan

Mendefinisikan aturan-aturan
dasar

Klarifikasi dan pembenaran

Melakukan perundingan dan


pemecahan masalah

Menutup dan implementasi

Hubungan dapat mengalami perubahan sebagai hasil dari negosiasi, sehingg masukkan
hal ini ke dalam pertimbangan. Jika Anda dapat "memenangkan" negosias tetapi mendorong
sisi lainnya kedalam kebencian atau rasa permusuhan, maka akan lebih bijaksana untuk
mengejar dengan metode yang lebih berkompromi. Jika mempertahankan hubungan akan
membuat Anda terlihat lebih mudah untuk dimanfaatkan, maka Anda mempertimbangkan
gaya yang lebih agresif. Sebagai contoh mengenai bagaimana intonasi hubungan ditetapkan
dalam persoalan negosiasi, maka orang orang yang merasa senang dengan proses pekerjaan
yang menawarkan negosiasi akan lebih terpuaskan dengan pekerjaan mereka dan kurang
cenderung untuk beralih selama setahun kemudian tanpa memperhatikan hasil aktual mereka
dari negosiasi ini.
Ketika Anda telah mengumpulkan informasi, kembangkan sebuah strategi. Sebagai
contoh, para pemain catur ahli mengetahui bagaimana mereka akan memberikan tanggapan
terhadap situasi tertentu. Anda akan menentukan alternatif terbaik bagi Anda dan pihak

23
lainnya terhadap suatu perjanjian yang dinegosiasikan, atau disebut BATNA (Best
Alternative To a Negotiated Agreement). BATNA Anda menentukan nilai terendah yang
diterima kepada Anda atas suatu perjanjian yang dinegosiasikan. Beberapa penawaran yang
Anda terima yang lebih tinggi daripada BATNA Anda tersebut lebih baik daripada hasil
impas. Sebaliknya, Anda tidak akan mengharapkan keberhasilan dalam upaya negosiasi Anda
kecuali Anda dapat membuat pihak lainnya menawarkan yang lebih menarik daripada
BATNA-nya. Jika Anda hendak mengajukan negosiasi maka gagasan yang bagus adalah
berapakah skor BATNA yang dimiliki oleh pihak lain, maka Anda akan dapat memperoleh
pengembalian bahkan jika Anda tidak dapat memenuhinya. Berpikirlah dengan cermat
mengenai apakah pihak lain bersedia untuk menyerah. Orang-orang yang meremehkan
kesediaan pihak lawan mereka untuk memberi terhadap permasalahan pokok bahkan sebelum
negosiasi dimulai maka akan berakhir dengan hasil negosiasi yang lebih rendah.
Definisi dari Aturan yang Mendasar : Ketika Anda telah melakukan perencanaan dan
mengembangkan sebuah strategi, maka Anda telah siap untuk memulai mendefinisikan
dengan pihak lainnya mengenai aturan mendasar dan prosedur dari negosiasi itu sendiri.
Siapa yang akan melakukan negosiasi? Di mana akan diadakan? Berapakah hambatan
waktunya, jika terdapat, akankah diterapkan? Pada permasalahan apakah negosiasi dibatasi?
Akankah Anda mengikuti prosedur yang spesifik jika hasil impas yang dicapai? Selama fase
ini, para pihak juga akan saling menukarkan proposal atau permintaan mereka.
Klarifikasi dan Pembenaran : Ketika Anda telah saling menukarkan proposal awal
Anda, maka Anda dan pihak lain akan menjelaskan, memperkuat, menjernihkan,mendukung,
dan membenarkan permintaan mula-mula Anda. Langkah ini tidak harus berupa
konfrontasional. Sebaliknya, ini merupakan peluang untuk saling mengajarkan permasalahan
satu sama lain, mengapa mereka penting, dan bagaimana Anda sampai pada permintaan
mula-mula Anda. Memberikan kepada pihak lainnya dengan dokumentasi apa pun yang
mendukung posisi Anda.
Melakukan Perundingan dan Pemecahan Masalah : Inti dari proses negosiasi adalah
upaya memberi dan mengambil secara aktual dalam mencoba untuk menyelesaikan
perjanjian. Hal ini adalah dimana kedua belah pihak perlu untuk membuat konsesi.
Penutupan dan Implementasi : Langkah terakhir dalam proses negosiasi adalah
merumuskan perjanjian Anda dan mengembangkan prosedur yang diperlukan untuk
mengimplementasi dan mengawasinya. Bagi sebagian besar negosiasi-dari negosiasi tenaga
kerja-manajemen untuk melakukan perundingan atas jangka waktu sewa-ini memerlukan

24
untuk memproses hal-hal secara spesifik dalam sebuah kontrak formal. Pada kasus lain,
penutupan dari proses negosiasi ini tidak lebih daripada formalitas berjabatan tangan.
● Perbedaan Individual dalam Efektivitas Negosiasi
Apakah beberapa orang merupakan negosiator yang lebih baik daripada orang lainnya?
Jawabannya rumit. Terdapat empat faktor yang memengaruhi seberapa efektifnya individu
melakukan negosiasi : kepribadian, suasana hati/emosi, budaya, dan gender.
Sifat Kepribadian dalam Negosiasi : Dapatkah Anda memprediksikan taktik negosiasi
yang dimiliki oleh pihak lawan jika Anda mengetahui sesuatu mengenai kepribadiannya?
Oleh karena kepribadian dan hasil negosiasi itu terkait tetapi hanya secara lemah, maka
jawabannya adalah, dalam keadaan yang paling baik, "semacamnya." Sebagian besar riset
telah menitikberatkan pada Lima Besar sifat dari keramahan, untuk alasan-alasan yang jelas-
para individu yang sangat menyenangkan akan bekerja sama, selalu mengalah, baik dan
menolak risiko. Kita mungkin berpendapat bahwa karakteristik tersebut membuat para
individu yang sangat menyenangkan merupakan sasaran yang mudah dalam negosiasi
terutama yang bersifat distributif. Bukti menyarankan, bahwa, keseluruhan keramana sangat
lemah terkait dengan hasil negosiasi. Mengapa hal ini terjadi? Terlihat bahwa keadaan yang
mana keramahan, dan kepribadian yang lebin umum, memengaruhi hasil negosiasi akan
bergantung pada situasi. Pentingnya menjadi ekstrover dalam negosiasi, misalnya, akan
sangat banyak bergantung pada bagaimana pihak lain bereaksi terhadap seseorang yang tegas
dan antuasis. Salah satu faktor yang menyulitkan bagi keramahan adalah memiliki dua aspek:
Kecenderungan untuk bekerja sama dan selalu mengalah, serta kecenderungan untuk menjadi
hangat dan berempati. Mungkin bahwa sementara yang pertama adalah hambatan bagi hasil
negosiasi yang menguntungkan, yang kedua untuk membantu. Empati, bagaimanapun juga,
adalah kemampuan untuk mengambil pandangan dari orang lain dan untuk mendapatkan
wawasan/pemahaman mengenai mereka. Kita mengetahui yang disebut dengan pandangan
yang memberikan manfaat dari negosiasi integratif, sehingga barangkali tidak ada efek dari
keramahan sehubungan dengan dua kecenderungan yang menarik terhadap satu sama lain.
Jika terjadi, kemudian negosiator yang terbaik adalah seorang yang kompetitif tetapi
berempati, dan yang terburuk adalah lembut tetapi berempati.
Sebuah riset terbaru menunjukkan bahwa tipe negosiasi juga memengaruhi. Dalam studi ini,
para individu yang sangat menyenangkan bereaksi secara lebih positif dan merasakan sedikit
tekanan (yang diukur dengan level kortisol mereka) dalam negosiasi integratif daripada
distributif. Level tekanan yang rendah, pada gilirannya, akan dibuat bagi hasil negosiasi yang
lebih efektif. Hal yang sama, dalam negosiasi distributif yang keras, di mana menyerahkan

25
informasi akan mengarahkan pada kerugian, para negosiator yang ekstrover akan melakukan
dengan kurang baik karena mereka cenderung untuk membagikan lebih banyak informasi
daripada yang seharusnya.
Riset menyarankan bahwa kecerdasan memprediksi efektivitas negosiasi, tetapi,
sebagaimana dengan kepribadian, efeknya tidak terlalu kuat. Dalam beberapa hal, kaitan yang
lemah ini bukan berarti Anda sangat dirugikan, bahkan jika Anda seorang ekstrover yang
ramah, ketika tiba saatnya untuk melakukan negosiasi. Kita semuanya dapat belajar untuk
menjadi para negosiator yang baik.
Suasana Hati/Emosi dalam Negosiasi : Apakah suasana hati dan emosi memengaruhi
negosiasi? Iya benar, tetapi cara mereka bekerja bergantung pada emosi maupun konteks.
Seorang negosiator yang menunjukkan kemarahan pada umumnya menimbulkan konsesi,
sebagai contoh, karena pihak negosiator yang lain meyakini bahwa tidak ada konsesi lanjut
dari pihak yang marah yang mungkin. Salah satu faktor yang mengatur hasil ini, adalah
kekuasaan-Anda harus memperlihatkan kemarahan dalam negosiasi hanya jika Anda
memiliki setidaknya kekuasaan sebanyak yang dimiliki oleh tandingan Anda. Jika Anda
memiliki kurang, maka memperlihatkan kemarahan benar-benar akan terlihat memicu reaksi
"yang keras" dari pihak yang lain. Faktor lainnya adalah seberapa asli kemarahan Anda-
kemarahan yang "palsu, atau kemarahan yang dihasilkan dari permukaan tindakan (lihat Bab
4), tidaklah efektif, tetapi menunjukkan kemarahan yang asli (yang disebut tindakan
mendalam) akan efektif. Hal ini mungkin karena memiliki sejarah yang memperlihatkan
kemarahan, dan bukannya menaburkan benih pembalasan dendam, akan benar-benar
menimbulkan lebih banyak konsesi karena pihak lainnya akan memandang negosiator yang
kuat. Terakhir, budaya nampaknya juga memengaruhi. Sebagai contoh, salah satu studi
menemukan bahwa ketika para partisipan dari Asia Timur memperlihatkan kemarahan, maka
menimbulkan lebih banyak konsesi negosiator yang memperlihatkan kemarahan dari
Amerika Serikat atau Eropa, barang kali karena stereotip orang Asia Timur yang menolak
untuk memperlihatkan kemarahan.
Emosi yang relevan lainnya adalah kekecewaan. Pada umumnya, seorang negosiator
yang memandang kekecewaan dari tandingannya akan mengakui lebih karena kekecewaan
membuat banyak negosiator merasa bersalah. Dalam salah satu studi, para mahasiswa di
Belanda diberikan 1.100 cip untuk ditawarkan. Para negosiator yang mengekspresikan
kekecewaan ditawarkan 14 cip lebih banyak daripada yang tidak melakukannya. Dalam studi
yang kedua, memperlihatkan kekecewaan akan menghasilkan rata-rata konsesi 12 cip. Tidak

26
seperti memperlihatkan kemarahan, kekuasaan yang relatif dari para negosiator tidak
membuat perbedaan dalam studi lainnya.
Kecemasan juga nampaknya memiliki dampak terhadap negosiasi. Sebagai contoh,
salah satu riset menemukan bahwa para individu yang mengalami lebih banyak kecemaşan
mengenai negosiasi akan menggunakan lebih banyak penipuan dalam berurusan dengan
orang lain. Riset lainnya menemukan bahwa para negosiator yang cemas akan mengharapkan
hasil yang lebih rendah, memberikan tanggapan pada penawaran dengan lebih cepat, dan
keluar dari proses perundingan dengan lebih cepat, akan mengarahkan mereka untuk
memperoleh hasil yang lebih buruk. Sebagaimana yang dapat Anda amati, emosi-terutama
yang sifatnya negatif-berpengaruh terhadap negosiasi. Bahkan emosi yang tidak dapat
diprediksi akan memengaruhi hasil, para peneliti telah menemukan bahwa para negosiator
yang mengekspresikan emosi yang positif dan negatif dalam cara yang tidak dapat diprediksi
akan mengambil lebih banyak konsesi karena membuat pihak lainnya merasakan kurang
memegang kendali.
Budaya dalam Negosiasi : Apakah orang orang dari budaya berbeda akan melakukan
negosiasi secara berbeda? Jawaban sederhana yang jelas: lya, benar. Namun, terdapat banyak
perbedan kecil dalam cara bekerjanya. Tidak sesederhana "Para negosiator dari AS adalah
yang terbaik"; tentu saja, keberhasilan dalam bernegosiasi bergantung pada konteks. Jadi apa
yang dapat kita sampaikan mengenai budaya dan negosiasi? Pertama, nampak bahwa orang-
orang pada umumnya melakukan negosiasi dengan lebih efektif di dalam budaya daripada di
antara mereka. Sebagai contoh, orang Kolombia akan cenderung untuk melakukan negosiasi
secara lebih baik dengan orang Kolombia atau dengan orang Sri Lanka. Kedua, terlihat
bahwa di dalam negosiasi lintas budaya, terutama penting bahwa para negosiator akan
memiliki keterbukaan yang tinggi terhadap pengalaman, tetapi juga menghindari faktor-
faktor-misalnya tekanan waktu-yang cenderung untuk menghalangi pembelajaran dalam
memahami pihak lainnya.
Terakhir, karena emosi secara kultural bersifat sensitif, maka para negosiator perlu
untuk bersikap waspada dengan dinamika emosional dalam negosiasi lintas budaya. Salah
satu studi, misalnya, secara eksplisit membandingkan bagaimana para negosiator di AS dan
Cina bereaksi terhadap seorang tandingannya yang marah. Para negosiator Cina akan
meningkatkan penggunaan taktik negosiasi distributif, sedangkan para negosiator di AS akan
menurunkan penggunaan taktık tersebut.
Bahwa, para negosiator di Cina mulai untuk mendorong perundingan dengan lebih
keras ketika mereka mengamati bahwa rekan negosiasi mereka menjadi marah, sedangkan

27
para negosiator di AS akan melakukan kapitulasi sedikit dalam menghadapi permintaan yang
marah. Mengapa berbeda? Mungkin karena para individual dari budaya Asia Timur merasa
bahwa menggunakan kemarahan untuk memperoleh keinginan mereka dari proses negosiasi
tersebut bukanlah sebuah taktik legitimasi, sehingga mereka akan memberikan tanggapan
dengan menolak untuk bekerja sama ketika pihak lawan mereka menjadi marah.
Perbedaan Gender di Dalam Negosiasi : Terdapat banyak area dalam perilaku
organisasi yang mana pria dan wanita tidak dibedakan. Negosiasi bukanlah salah satu dari
mereka. Hal ini sekarang terlihat cukup adil bahwa pria dan wanita akan melakukan negosiasi
secara berbeda, dan perbedaan-perbedaan tersebut akan memengaruhi hasıl. Stereolip yang
terkenal adalah bahwa para wanita lebih dapat bekerja sama dan menyenangkan dalam
negosiai dibandingkan pria. Meskipun hal ini bersifat kontroversial, tetapi terdapat beberapa
kebaikan dari itu. Pria cenderung menempatkan nilai yang lebih tinggi pada status, kekuasaan
dan penghargaan, sedanglan wanita cenderung untuk menempatkan nilai yang lebih tinggi
pada kasih sayang dan kebajikan. Lebih lanjut lagi, para wanila cenderung untuk lebih
menilai relasi hasil akhir daripada pria, dan para pria cenderung untuk lebih menilai hasil
secara ekonomi daripada para wanita.
Perbedaan tersebut nemengaruhi baik perilaku negosiasi maupun hasil negosiasi.
Dibandingkan dengan para pria. para wanita cenderung untuk bersikap kurang tegas, kurang
menarik diri sendiri dan cara yang lebih akomodatif. Sebuah riset dari para mahasiswa MBA
pada Carnegie-Mellon University menemukan bahwa para mahasiswa MBA pria mengambil
langkah negosiasi pada penawaran pertama mereka sebanyak 57%, dibandingkan dengan 4%
bagi para mahasiswa MBA wanita. Hasil bersihnya? $4.000 perbedaan di dalam gaji
permulaan.
Namun, perbedaan bahkan jauh lebih besar daripada itu. Oleh karena cara wanita dalam
melakukan pendekatan terhadap negosiasi, maka para negosiator lainnya akan berupaya
untuk memanfaatkan para negosiator wanita pula, sebagai contoh, dengan menetapkan
penawaran gaji yang lebih rendah.
Hal ini bukanlah permasalahan "bagaimana memperbaiki wanita" untuk dua alasan.
Pertama, seperti halnya dengan beberapa stereotip yang memiliki beberapa validitas, kita
akan selalu menemukan varjasi individu. Terdapat perbedaan secara rata-rata di antara para
pria dan wanita dalam negosiasi, tetapi tidak berarti bahwa setiap perilaku pria lebih tegas
daripada setiap wanita di dalam negosiasi. Kedua, terdapat beberapa bukti bahwa para pria
memegang standar gender ganda-ketika para wanita berperilaku secara stereotip, para pria
lebih cenderung untuk mengambil keuntungan dari perilaku kerja sama, tetapi ketika para

28
wanita berperilaku secara tegas, perilaku tegas mereka dipandang secara lebih negatif
daripada jika perilaku yang sama diperlihatkan oleh para pria.
Dengan demikian apa yang dapat dilakukan untuk mengubah keadaan yang merepotkan
ini? Pertama, budaya organisasi memegang peranan di sini. Jika sebuah organisasi, bahkan
tanpa disadari, mendorong model kompetitif bagi para negosiator pada umumnya, maka hal
ini akan cenderung meningkatkan perilaku stereotip gender (para pria melakukan negosiasi
secara kompetitif, sedangkan para wanita melakukan negosiasi secara kooperatif), dan juga
akan cenderung meningkatkan serangan balasan ketika para wanita menentang stereotip. Para
pria dan wanita perlu mengetahui yang dapat diterima oleh masing-masing untuk
menunjukkan perilaku negosiasi yang lengkap. Dengan demikian, seorang negosiator wanita
yang berperilaku secara kompetitif dan seorang negosiator pria yang berperilaku secara
kooperatif perlu mengetahui bahwa mereka tidak melanggar ekspektasi.
Kedua, pada level individu, para wanita tidak dapat secara langsung mengendalikan
stereotip pria dari wanita. Beruntung, stereotip seperti ini telah memudar. Namun, para
wanita dapat mengendalikan perilaku negosiasi mereka sendiri. Apakah hal ini berarti bahwa
mereka harus selalu bersikap secara agresif dan mementingkan diri sendiri dalam negosiasi?
Jika hasil secara ekónomis yang dinilai, maka kemudian jawaban, secara umum, adalah
benar. Tentu saja, hal tersebut dapat ditempatkan pada gender lainnya-jika para pria menilai
hasil secara sosial, maka mereka harus mempertimbangkan untuk berperilaku dengan cara
yang lebih kooperatif.
Kadang kala perubahan dapat menjadi cukup sederhana. Ambil contoh mengenai
penulis lepas Alina Tugend. Dia memutuskan ketika diberikan penawaran untuk
pekerjaannya, maka dia hanya mengatakan, "Saya mengharapkan lebih." Meskipun Tugend
awalnya menemukan bahwa strateginya sulit, hal ini menjadi jauh lebih mudah ketika dia
menemukan bahwa dia memperoleh tambahan beberapa ratus dolar setiap kisah. Juga,
lakukan pekerjaan Anda Ketika desainer Web Kate Gilbert ingin tahu apakah gaji $30/
jamnya terlalu rendah atau tidak, dia mulai berkeliling untuk bertanya. Dia menemukan
bahwa dia meminta terlalu sedikit-jauh terlalu sedikit. Dia sekarang mulai menetapkan
tarifnya menjadi $80/jam.
Riset kurang jelas mengenai apakah para wanita dapat meningkatkan hasil mereka
bahkan secara lebih jauh dengan menunjukkan beberapa perilaku stereotip gender atau tidak.
Sebuah artikel yang ditulis oleh Laura Kray dan para koleganya menunjukkan bahwa para
negosiator wanita yang diinstruksikan untuk bersikap dengan "pesona feminim”
(dianimasikan dalam gerakan tubuh, membuat kontak mata yang sering dengan rekan

29
mereka, senyum, tertawa, menyenangkan, dan sering kali memberikan pujian kepada rekan
mereka) berjalan dengan lebih baik dalam negosiasi daripada para wanita yang tidak
diinstruksikan demikian. Perilaku perilaku tersebut tidak dapat berfungsi bagi para pria tanpa
meemperhatikan gender dari rekan negosiasi mereka.
Para peneliti lainnya tidak sepakat dan menyatakan bahwa apa yang terbaik
memberikan manfaat bagi para wanita adalah merobohkan stereotip gender terhadap bagian
dari para individu yang menahan mereka." Kemungkinan hal ini adalah situasi dalam jangka
pendek/jangka panjang Dalam jangka pendek, para wanita dapat memperoleh keuntungan
dalam negosiasi dengan menjadi tegas dan menggoda, tetapi dalam jangka panjang,
kepentingan mereka akan sangat terpenuhi dengan menghilangkan jenis stereotip peranan
gender tersebut.
Bukti menyarankan bahwa tingkah laku dan perilaku para wanita itu sendiri melukai
mereka dalam negosiasi. Para manajer wanita akan memperlihatkan lebih sedikit kepercayaan
diri daripada para pria dalam mengantisipasi negosiasi dan kurang terpuaskan dengan kinerja
mereka kemudian, bahkan ketika kinerja mereka dan hasil yang mereka capai sama dengan
yang diperoleh para pria. Para wanita juga lebih kecil kemungkinannya daripada para pria
untuk melihat situasi yang tidak jelas sebagai sebuah peluang bagi negosiasi. Para wanita
akan terlampau menghukum mereka sendiri dengan kegagalan untuk terlibat dalam negosiasi
yang akan menjadi kepentingan terbaik mereka. Beberapa riset menyarankan bahwa para
wanita menjadi kurang agresif dalam negosiasi karena mereka khawatir dengan serangan
balik dari orang lain. Terdapat kualifikasi yang menarik terhadap hasil ini : Para wanita akan
lebih cenderung untuk terlibat dalam negosiasi yang tegas ketika mereka sedang melakukan
perundingan atas kepentingan seseorang lainnya daripada ketika mereka melakukan negosiasi
untuk kepentingan mereka sendiri.

● Negosiasi dengan Pihak Ketiga


Pada poin ini, kitla telah membahas mengenai negosiasi dalam hal searah. Namun,
kadang-kadang, para individu atau representatif kelompok mencapai jalan buntu dan tidak
dapat menyelesaikan perbedaan mereka melalui negosiasi searah. Dalam kasus-kasus seperti
ini, mereka akan beralih kepada seorang pihak ketiga untuk membantu mereka menemukan
solusi. Terdapat tiga peran dasar dari pihak ketiga: mediator, arbitrator, dam konsiliator.
Seorang mediator adalah pihak ketiga yang netral yang memfasilitasi solusi yang
dinegosiasikan dengan menggunakan alternatif-alternatif pertimbangan, bujukan, saran, dan
sebagainya. Para mediator digunakan secara luas dalam negosiasi tenaga kerja-manajemen

30
dan dalam pertikaian di pengadilan sipil. Efektivitas keseluruhan mereka cukup
mengesankan. Tingkat penyelesaiannya kira-kira 60%, dengan kepuasan negosiator pada
sekitar 75%. Tetapi situasi penting bagi apakah mediasi dapat berhasil atau tidak; para pihak
yang bertikai harus dimotivasi untuk melakukan perundingan dan menyelesaikan konflik
mereka. Selain itu, intesitas konflik tidak dapat terlalu tinggi; mediasi sangat efektif di bawah
level konflik yang moderat. Terakhir, persepsi dari mediator juga penting; agar menjadi
efektif, mediator harus dipandang sebagi pihak yang netral dan tidak memaksa.
Seorang arbitrator adalah seorang pihak ketiga dengan otoritas untuk mendikte
perjanjian. Arbitrase dapat secara sukarela (diminta oleh para pihak) atau yang diwajibkan
(dipaksa terhadap para pihak oleh undang-undang atau kontrak). Kelebihan terbesar dari
arbitrase atas mediasi adalah selalu menghasilkan penyelesaian. Apakah terdapat sisi negatif
atau tidak bergantung pada seberapa kejamnya penampilan dari arbitrator tersebut. Jika salah
satu pihak pergi dengan perasaan sangat dikalahkan, maka pihak tersebut tentu saja menjadi
tidak puas dan konflik akan muncul kembali pada kemudian hari.
Seorang konsiliator adalah seorang pihak ketiga yang terpercaya yang menyediakan
komunikasi secara informal di antara negosiator dengan lawan. Peranan ini sangat terkenal
diperankan oleh Robert Duval dalam film pertama Godfather. Sebagai anak angkat dari Don
Corleone dan seorang pengacara yang terlatih, Duval berperan sebagai perantara di antara
pihak Corleone dengan pihak keluarga Mafioso lainnya. Dalam membandingkan antara
konsiliasi dengan mediasi adalah dalam hal efektivitas yang telah terbukti sulit karena
keduanya sangat banyak bertumpang tindihnya. Dalam praktiknya, para konsiliator umumnya
bertindak sebagai lebih dari sekadar mengarahkan komunikasi semata. Mereka juga terlibat
dalam pencarian fakta, menginterpretasikan pesan, dan membujuk para pihak yang bertikai
untuk mengembangkan kesepakatan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Konflik secara luas diartikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika salah satu
pihak memandang pihak lainnya telah memengaruhi secara negatif atas suatu hal yang
dipedulikan oleh pihak yang pertama. Konflik menggambarkan poin di mana aktivitas
yang sedang berlangsung ketika interaksi menjadi ketidaksepakatan antarpihak.
Terdapat kisaran yang luas mengenai pengalaman orang yang terlibat dalam konflik di

31
dalam organisasi : ketidaksesuaian tujuan, perbedaan atas interpretasi kenyataan,
ketidaksepakatan yang berdasarkan pada ekspektasi atas perilaku, dan sebagainya.
2. Adapun yang termasuk dari jenis konflik digolongkan ke dalam 3 kategori yaitu
konflik tugas, konflik hubungan, dan konflik proses. Sedangkan cara lain untuk
memahami konflik adalah dengan mempertimbangkan lokus atau dimana konflik itu
terjadi. Terdapat tiga dasar konflik. Yang pertama yaitu konflik dyadic, konflik
intragrup, dan konflik antarkelompok.
3. Proses konflik ada lima tahapan : pertentangan yang berpotensial atau ketidaksesuaian,
kesadaran dan personalisasi, niatan,perilaku, dan hasil.
4. Negosiasi diartikan sebagai suatu proses yang terjadi ketika dua atau lebih pihak
memutuskan bagaimana mengalokasikan sumber daya yang langka. Adapun strategi
perundingan yang digunakan yaitu perundingan distributif dan perundingan integratif.
Proses negosiasi terdiri dari lima tahapan yaitu persiapan dan perencanaan,
mendefinisikan aturan-aturan yang mendasar, klarifikasi dan pembenaran, melakukan
perundingan dan pemecahan masalah, serta penutupan dan implementasi.
3.2 Saran
Di zaman globalisasi ini, perlu adanya sikapmawas diri terhadap diri sendiri dan juga
lingkungan sekitas. Saran penulis agar seseorang dapat melaksanakan hal tersebut yaitu :
1. Sebaiknya bisa memahami proses dan tipe konflik terdahulu sebelum menangani
konflik tersebut, dan mengetahui strategi apa yang tepat dalammelakukan negosiasi.
2. Untuk penulis lain, sebaiknya makalah mengenai Konflik dan Negosiasi ini dapat
dilanjutkan dan diperdalam materinya sehingga dapat memperbanyak wawasan dan
ilmu pengetahuan.

32

Anda mungkin juga menyukai