Kelompok 8
Anggota :
Annisa Saadatul F
Lesa Fitriyani
Nisa Nur A
UNIVERSITAS KUNINGAN
Tujuan dari makalah ini dibuat adalah untuk mengetahui konflik dan negosiasi untuk tetap
menjaga integrasi suatu organisasi tetap terkontrol, data yang di ambil dari e-book Stephen P.
Robbins , Timothy A. Judge-Organizational Behavior-Prentice Hall.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku organisasi merupakan suatu bidang studi yang menyelidiki pengaruh yang dimiliki
individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku dalamorganisasi yang bertujuan menerapkan
ilmu pengetahuan guna meningkatkan keefektifan suatu organisasi (Robbins, 2008).
Salah satu bentuk hambatan yangada didalam organisasi adalah konflik yang disebabkan
ketidakselarasan perilakudari individu, kelompok dan struktur dalam suatu organisasi. 'amun
konflik jugadapat menjadi suatu peluang dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan
lebihefektif dan efisien sehingga organisasi tidak bersifat statis.
Konflik yang dapat menjadi peluang dalam organisasi mampu menimbulkan perpecahan apabila
konflik tersebut tidak terkontrol. Maka, diperlukan prosesnegosiasi dalam suatu konflik sebagai
bentuk kelanjutan kerjasama dalammencapai tujuan organisasi. Selain itu, konflik dan negosiasi
dalam suatuorganisasi akan diatur oleh manajer dalam menjalankan fungsinya, yaitu leadership
atau pemimpinan sehingga impilkasi dari konflik dan negosiasi perluuntuk diketahui untuk tetap
menjaga integrasi suatu organisasi tetap terkontrol.
B . Rumusan Masalah
C . Tujuan
Tujuan dari makalah ini dibuat adalah untuk mengetahui konflik dan negosiasi untuk tetap
menjaga integrasi suatu organisasi tetap terkontrol, data yang di ambil dari e-book Stephen P.
Robbins , Timothy A. Judge-Organizational Behavior-Prentice Hall.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Konflik
Konflik (conflict) adalah sebuah proses yang dimulai ketika salah satu pihak
memandang pihak lainnya telah memengaruhi secara negative, atau akan berpengaruh
secara negative, terhadap segala sesuatu hal yang dipedulikan oleh pihak pertama.
Pandangan tradisional atas konflik sejalan dengan tingkah laky mengenai perilaku
kelompok yang berlaku pada tahun 1930-an hingga 1940-an. Konflik dipandangn sebagai
hasil atas disfungsional (kegagalan fungsi) akibat komunikasi yang buruk, kurangnya
keterbukaan dan kepercayaan di antara orang-orang, serta kegagalan dari para manajer
untuk menjadi rsponsif terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan mereka. Konflik
dipadankan dengan istilah kekerasan, penghancuran, dan ketidakrasionalan.
Pandangan interaksionis atas konflik mendorong konflik atas dasar bahwa kerja sama
kelompok yang harmonis, damai, dan tenang rentan untuk menjadi statis, acuh tak acuh, dan
tidka responsive terhadap kebutuhan untuk perubahan dan inovasi.
C. Proses Konflik
5.Tahap 5: Hasil
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi.
Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut
menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru
menghambat kinerja kelompok.
Akibat fungsional: Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat
memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi. Penelitian memperlihatkan
bahwa heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan
kreativitas, memperbaiki kualitas keputusandan memfasilitasi perubahan
dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
Akibat disfungsional: Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa
tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya
menuntun pada kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang
tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya
kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi
perselisihan antar anggota.
Menciptakan konflik fungsional: Salah satu cara organisasi menciptakan
konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan kepada orang yang
berbeda pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik.
Negosiasi adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan
maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan
bersama. Terdapat dua pendekatan umum mengenai negosiasi, yaitu :
1.) Perundingan Distributif. Perundingan distributif adalah negosiasi yang berupaya untuk
membagi jumlah sumber daya secara tetap.
E Proses Negosiasi
Proses negosiasi terdiri atas lima tahap : (1) Persiapan dan perencanaan, (2) mendefinisikan
aturan-aturan yang mendasar, (3) klarifikasi dan pembenaran (justifikasi), (4) melakukan
perundingan dan pemecahan masalah, serta (5) penutupan dan implementasi.
1. Persiapan dan perencanaan: sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan dari
Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin diperoleh dari
“paling baik” hingga “paling minimum bisa diterima”.
2. Definisi aturan-aturan dasar: begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun
strategi, selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan pihak
lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan? Di mana
perundingan akan dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin akan
muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur khusus
yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga akan
bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.
3. Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling dipertukarkan, baik pihak
pertama maupun kedua akan memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi,
mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal.
4. Peundingan dan pemecahan masalah: pada tahap ini akan terjadi tawar menawar
antara dua pihak untuk mencapai sebuah solusi dimana solusi tersebut akan berguna
untuk memecahan masalah.
5. Penutupan dan implementasi: tahap akhir dalam negosiasi adalah memformalkan
kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk
implementasi dan pengawasan pelaksanaan.
Beberapa orang merupakan negosiator yang lebih baik daripada orang lainnya. Terdapat
empat faktor yang memengaruhi seberapa efektifnya individu dalam melakukan negosiasi,
yaitu : kepribadian, suasana hati/emosi, budaya dan gender.
1.)Sifat kepribadian dalam Negosiasi
Sifat kepribadian dianggap paling penting memengaruhi hasil dari sebuah negosiasi,
dimana ada cenderung bahwa orang yang mudah untuk setuju seringkali merupakan
sasaran empuk dalam proses negosiasi. Padahal hasil penelitian cenderung
menunjukkan bahwa hubungan antara sikap pribadi dengan hasil negosiasi sangatlah
lemah. Hal ini tergantung pada situasi dan apda kenyataannya kemampuan seseornag
untuk menjadi seorang negosiator termasuk diantaranya dalam meningkatkan
kapasitas sikap pribadi beserta kemampuan manajemen suasana hati dan emosi
dapatlah dilatih dan terus ditingkatkan.
Suasana hati dan emosi dapat mempengaruhi proses dan hasil negosiasi tergantung
pada konteks situasi yang dihadapi. Seorang negotiator yang pemarah pada
umumnya dianggap mempercepat konsensus karena pihak lainnya percaya bahwa
konsensus lainnya kedepannya tidak bisa dicapai. Hal yang paling terpenting anda
dapat menunjukkan amarah anda dalam sebuah proses negosiasi adalah hanya jika
ketika anda memiliki kekuatan atau power yang setara dengan lawan negosiasi anda.
Jika kekuasaan anda kurang dari lawan anda, maka kemarahan anda hanya akan
membuat anda dianggap sebagai negosiator yang sulit.
Faktor lainnya adalah kemampuan untuk manajemen mood dan emosi, terutama
dalam menunjukkan kemarahan anda secara nyata (bukan acting semata). Emosi
lainnya yang cukup berpengaruh adalah kekecewaan. Kekecewaan anda dapat
membuat negosiatior lainnya merasa bersalah. Negosiasi terkadang memang penuh
dengan tipu daya, khususnya tipu daya eksperesi para negosiator. Anda dapat melihat
contohnya dengan jelas pada film Draft Day.
Negosiasi-negosiasi tidak selalu langsung terjadi antara dua pihak yang mengalami
ketidaksepakatan. Terkadang pihak ketiga dipanggil untuk terlibat dalam negosiasi antara pihak-
pihak yang telah mengalami jalan buntu.
Terdapat berbagai macam intervensi pihak ketiga. Salah satu tipologi menyebutkan setidaknya
terdapat empat macam intervensi pihak ketiga yang mendasar:
Konsiliasi adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan bertugas
menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang bersitegang. Seorang
konsiliator tidak memiliki kekuasaan formal untuk mempengaruhi hasil akhir
negosiasi seperti seorang mediator.
Konsultasi adalah situasi di mana pihak ketiga, yang terlatih dalam isu konflik
dan memiliki keterampilan penyelesaian konflik, berupaya memfasilitasi
pemecahan permasalahan dengan lebih memusatkan hubungan antarpihak
ketimbang isu-isu yang substantif.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konflik adalah suatu bentuk pertentangan yang terjadi antara dua pihak atau lebih di
mana salah satu pihak merasa dirugikan atau dipengaruhi secara negatif sehingga menimbulkan
ketidakpuasan terhadap perilaku pihak lain. Konflik dalam organisasi bisa terjadi dalam diri
individu pegawai, antar individu, dalam kelompok, antar kelompok dan antar organisasi, baik
secara vertikal maupun horizontal sebagai akibat adanya perbedaan karakteristik individu,
masalah komunikasi dan struktur organisasi. Kemampuan manajemen konflik dari seorang
manajer dituntut untuk mengoptimalkan semua konflik menjadi fungsional. Kegagalan dalam
manajemen konflik mengakibatkan efektivitas organisasi dipertaruhkan. Terdapat tiga
pandangan dalam konflik, yaitu pandangan tradisional, pandangan hubungan manusia, dan
pandangan interaksionis. Proses konflik terdiri atas lima tahapan yaitu, potensi pertentangan atau
ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.
Negosiasi adalah bagian penting dalam kehidupan sehari-hari agar dapat bertahan dalam
bisnis atau bidang lainnya. Dalam pelaksaaan negosiasi tidak jarang terjadi konflik yang
membawa masalah tersendiri dari tingkat yang sederhana sampai masalah yang kompleks
sehingga mengganggu jalannya negosiasi. Agar negosiasi berjalan dengan baik maka proses
negosiasi harus mengikuti lima langkah, yaitu persiapan dan perencanaan, definisi dan aturan-
aturan dasar, penjelasan dan pembenaran, tawar-menawar dan pemecahan masalah, penutupan
dan pelaksanaan. Ada dua strategi dalam bernegosiasi, yaitu Negosiasidistributif dan negosiasi
integratif. Terdapat perbedaan individu dalam negosiasi, antara lain peran suasana hati dan sifat-
sifat kepribadian, perbedaan gender dalam negosiasi, dan efek perbedaan kultur terhadap gaya
bernegosiasi. Saat bernegosiasi mengalami jalan buntu, adakalanya pihak ketiga sengaja
dilibatkan sejak awal proses negosiasi. Terdapat tiga peran mendasar pihak ketiga yaitu mediator
(penengah), arbitrator (wasit), dan konsiliator (perujuk).
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Judge, Timothy A. dan Stephen Robbins, Perilaku Organisasi. Jakarta ; PT.Indeks Indonesia ,
2006.