Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“KONFLIK DAN NEGOSIASI”


PERILAKU ORGANISASI

Dosen Pengantar : Ibu Winda Oktaviani

Kelompok 8
Anggota :
Annisa Saadatul F
Lesa Fitriyani
Nisa Nur A

UNIVERSITAS KUNINGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PRODI MANAGEMENT
2022
Abstrak

Tujuan dari makalah ini dibuat adalah untuk mengetahui konflik dan negosiasi untuk tetap
menjaga integrasi suatu organisasi tetap terkontrol, data yang di ambil dari e-book Stephen P.
Robbins , Timothy A. Judge-Organizational Behavior-Prentice Hall.

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi, Jenis/Type, dan Proses Konflik


B. Teknik penyelesaian dan simulasi konflik
C. Negosiasi dan Strateginya, Proses, factor, dan implikasi manager dalam negosiasi
D. Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku organisasi merupakan suatu bidang studi yang menyelidiki pengaruh yang dimiliki
individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku dalamorganisasi yang bertujuan menerapkan
ilmu pengetahuan guna meningkatkan keefektifan suatu organisasi (Robbins, 2008).

Salah satu bentuk hambatan yangada didalam organisasi adalah konflik yang disebabkan
ketidakselarasan perilakudari individu, kelompok dan struktur dalam suatu organisasi. 'amun
konflik jugadapat menjadi suatu peluang dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan
lebihefektif dan efisien sehingga organisasi tidak bersifat statis.

Konflik yang dapat menjadi peluang dalam organisasi mampu menimbulkan perpecahan apabila
konflik tersebut tidak terkontrol. Maka, diperlukan prosesnegosiasi dalam suatu konflik sebagai
bentuk kelanjutan kerjasama dalammencapai tujuan organisasi. Selain itu, konflik dan negosiasi
dalam suatuorganisasi akan diatur oleh manajer dalam menjalankan fungsinya, yaitu leadership
atau pemimpinan sehingga impilkasi dari konflik dan negosiasi perluuntuk diketahui untuk tetap
menjaga integrasi suatu organisasi tetap terkontrol.

B . Rumusan Masalah

I. Definisi, Jenis/Type, dan Proses Konflik


II. Teknik penyelesaian dan simulasi konflik
III. Negosiasi dan Strateginya, Proses, factor, dan implikasi manager dalam negosiasi
IV. Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga

C . Tujuan

Tujuan dari makalah ini dibuat adalah untuk mengetahui konflik dan negosiasi untuk tetap
menjaga integrasi suatu organisasi tetap terkontrol, data yang di ambil dari e-book Stephen P.
Robbins , Timothy A. Judge-Organizational Behavior-Prentice Hall.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Konflik

Konflik (conflict) adalah sebuah proses yang dimulai ketika salah satu pihak
memandang pihak lainnya telah memengaruhi secara negative, atau akan berpengaruh
secara negative, terhadap segala sesuatu hal yang dipedulikan oleh pihak pertama.
Pandangan tradisional atas konflik sejalan dengan tingkah laky mengenai perilaku
kelompok yang berlaku pada tahun 1930-an hingga 1940-an. Konflik dipandangn sebagai
hasil atas disfungsional (kegagalan fungsi) akibat komunikasi yang buruk, kurangnya
keterbukaan dan kepercayaan di antara orang-orang, serta kegagalan dari para manajer
untuk menjadi rsponsif terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan mereka. Konflik
dipadankan dengan istilah kekerasan, penghancuran, dan ketidakrasionalan.
Pandangan interaksionis atas konflik mendorong konflik atas dasar bahwa kerja sama
kelompok yang harmonis, damai, dan tenang rentan untuk menjadi statis, acuh tak acuh, dan
tidka responsive terhadap kebutuhan untuk perubahan dan inovasi.

B. Tipe dan Lokus Konflik

Para peneliti menggolongkan konflik ke dalam tiga kategori, yaitu :


1.) Konflik Tugas terkait dengan kandungan dan tujuan pekerjaan
2.) Konflik Hubungan adalah konflik yang menitikberatkan pada hubungan
interpersonal.
3.) Konflik Proses adalah konflik mengenai bagaimana pekerjaan akan diselesaikan.
Cara lain untuk memahami konflik adalah dengan mempertimbangkan lokus atau
dimana konflik terjadi. Berdasarkan dimana konflik terjadi, terdapat tiga tipe dasar, yaitu :

1.) Konflik dyadic adalah konflik di antara dua orang.


2.) Konflik intragrup adalah konflik yang terjadi di dalam sebuah kelompok atau tim
3.)Konflik antar kelompok adalah konflik yang terjadi diantara kelompok atau tim.

C. Proses Konflik

Proses konflik memiliki lima tahapan pertentangan yang berpotensial atau


ketidaksesuaian kesadaran dan personalisasi, niat, perilaku dan hasil.
1. Tahap 1 : Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama ini adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi
pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak harus mengarah langsung pada
konflik, tetapi salah satunya diperlukan jika konflik akan muncul. Secara sederhana,
kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:
 Komunikasi: Sebuah ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa konotasi
kata yang menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak
memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan
hambatan komunikasi dan kondisi potensial pendahulu yang menimbulkan
konflik. Penelitian menunjukkan bahwa potensi konflik meningkat ketika
terjadi terlalu sedikit atau terlalu banyak informasi. Jelas, meningkatnya
komunikasi menjadi fungsional sampai pada suatu titik, dan diatasnya dengan
terlalu banyak komunikasi, meningkat pula potensi konflik.
 Struktur: Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup
variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang
diberikan kepada anggota kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok.
Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya
yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi
kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat dimana letak
tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik.
 Variabel-variabel Pribadi – Kategori ini meli[uti kepribadian, emosi, dan
nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki
potensi memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan konflik. Nilai
yang berbeda-beda yang dianut tiap-tiap anggota dapat menjelaskan munculnya
konflik.

2. Tahap 2: Kesadaran dan Personalisasi


Tahap ini penting karena dalam tahap inilah biasanya isu-isu konflik didefinisikan. Pada
tahap ini pula para pihak memutuskan konflik itu tentang apa. Konflik yang dipersepsi
adalah kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang
menciptakan peluang munculnya konflik. Konflik yang dirasakan adalah keterlibatan
dalam sebuah konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa
bermusuhan.

3. Tahap 3: Niat (Intention)


Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka. Intention
(Maksud) adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Seseorang harus
menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi
perilakunya itu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak
salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang
besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara
akurat maksud seseorang. Dengan menggunakan sifat kooperatif lima maksud
penanganan konflik berhasil diidentifikasi:
 Competing yaitu hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi, tanpa
memedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik dengannya. Perilaku
ini mencakup maksud untuk mencapai tujuan anda dengan mengorbankan
tujuan orang lain, berupaya meyakinkan orang lain bahwa kesimpulan anda
benar dan kesimpulannya salah, dan mencoba membuat orang lain
dipersalahkan atas suatu masalah.
 Collaborating yaitu suatu situasi dimana pihak-pihak yang berkonflik ingin
sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Maksud para pihak
adalah menyelesaikan masalah dengan memperjelas perbedaan ketimbang
mengakomodasi berbagai sudut pandang.
 Avoiding yaitu hasrat untuk menarik diri dari konflik atau menekan sebuah
konflik. Maksud dari perilaku ini adalah mencoba mengabaikan suatu konflik
dan menghindari orang lain yang berbeda pendapat.
 Accomodating yaitu kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk
menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri. Maksud
dari perilaku ini adalah supaya hubungan tetap terpelihara, salah satu pihak
bersedia berkorban.
 Compromising adalahpendekatan yang berusaha mencari jalan tengah,
umumnya melibatkan kerelaan berkorban lebih banyak dibandingkan
pendekatan dominasi, namun tak sebanyak yang direlakan dalam pendekatan
akomodasi. Kompromi melibatkan pihak ketiga untuk melakukan intervensi
dalam bentuk meminta bantuan pada otoritas manajerial yang lebih tinggi atau
keputusan untuk menyerahkan konflik kedalam suatu bentuk mediasi atau
arbitrasi.

4.Tahap 4: Perilaku (Behavior)


Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang
berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk
mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki
kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.Jika konflik bersifat disfungsional, maka
perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer
mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management), yaitu
pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat
konflik yang diinginkan.

5.Tahap 5: Hasil
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi.
Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut
menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru
menghambat kinerja kelompok.
 Akibat fungsional: Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat
memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi. Penelitian memperlihatkan
bahwa heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan
kreativitas, memperbaiki kualitas keputusandan memfasilitasi perubahan
dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
 Akibat disfungsional: Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa
tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya
menuntun pada kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang
tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya
kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi
perselisihan antar anggota.
 Menciptakan konflik fungsional: Salah satu cara organisasi menciptakan
konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan kepada orang yang
berbeda pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik.

D.Negosiasi dan Strateginya

Negosiasi adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan
maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan
bersama. Terdapat dua pendekatan umum mengenai negosiasi, yaitu :

1.) Perundingan Distributif. Perundingan distributif adalah negosiasi yang berupaya untuk
membagi jumlah sumber daya secara tetap.

2.) Perundingan Integratif. Perundingan integratif adalah negosiasi yang berupaya


mencari satu atau lebih kesepakatan yang dapat memberikan solusi kemenangan bagi
kedua belah pihak.

E Proses Negosiasi

Proses negosiasi terdiri atas lima tahap : (1) Persiapan dan perencanaan, (2) mendefinisikan
aturan-aturan yang mendasar, (3) klarifikasi dan pembenaran (justifikasi), (4) melakukan
perundingan dan pemecahan masalah, serta (5) penutupan dan implementasi.

1. Persiapan dan perencanaan: sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan dari
Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin diperoleh dari
“paling baik” hingga “paling minimum bisa diterima”.
2. Definisi aturan-aturan dasar: begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun
strategi, selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan pihak
lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan? Di mana
perundingan akan dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin akan
muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur khusus
yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga akan
bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.
3. Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling dipertukarkan, baik pihak
pertama maupun kedua akan memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi,
mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal.
4. Peundingan dan pemecahan masalah: pada tahap ini akan terjadi tawar menawar
antara dua pihak untuk mencapai sebuah solusi dimana solusi tersebut akan berguna
untuk memecahan masalah.
5. Penutupan dan implementasi: tahap akhir dalam negosiasi adalah memformalkan
kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk
implementasi dan pengawasan pelaksanaan.

F.Perbedaan Individual Dalam Efektivitas Negosiasi

Beberapa orang merupakan negosiator yang lebih baik daripada orang lainnya. Terdapat
empat faktor yang memengaruhi seberapa efektifnya individu dalam melakukan negosiasi,
yaitu : kepribadian, suasana hati/emosi, budaya dan gender.
1.)Sifat kepribadian dalam Negosiasi

Sifat kepribadian dianggap paling penting memengaruhi hasil dari sebuah negosiasi,
dimana ada cenderung bahwa orang yang mudah untuk setuju seringkali merupakan
sasaran empuk dalam proses negosiasi. Padahal hasil penelitian cenderung
menunjukkan bahwa hubungan antara sikap pribadi dengan hasil negosiasi sangatlah
lemah. Hal ini tergantung pada situasi dan apda kenyataannya kemampuan seseornag
untuk menjadi seorang negosiator termasuk diantaranya dalam meningkatkan
kapasitas sikap pribadi beserta kemampuan manajemen suasana hati dan emosi
dapatlah dilatih dan terus ditingkatkan.

2.) Suasana hati/emosi dalam Negosiasi

Suasana hati dan emosi dapat mempengaruhi proses dan hasil negosiasi tergantung
pada konteks situasi yang dihadapi. Seorang negotiator yang pemarah pada
umumnya dianggap mempercepat konsensus karena pihak lainnya percaya bahwa
konsensus lainnya kedepannya tidak bisa dicapai. Hal yang paling terpenting anda
dapat menunjukkan amarah anda dalam sebuah proses negosiasi adalah hanya jika
ketika anda memiliki kekuatan atau power yang setara dengan lawan negosiasi anda.
Jika kekuasaan anda kurang dari lawan anda, maka kemarahan anda hanya akan
membuat anda dianggap sebagai negosiator yang sulit.
Faktor lainnya adalah kemampuan untuk manajemen mood dan emosi, terutama
dalam menunjukkan kemarahan anda secara nyata (bukan acting semata). Emosi
lainnya yang cukup berpengaruh adalah kekecewaan. Kekecewaan anda dapat
membuat negosiatior lainnya merasa bersalah. Negosiasi terkadang memang penuh
dengan tipu daya, khususnya tipu daya eksperesi para negosiator. Anda dapat melihat
contohnya dengan jelas pada film Draft Day.

3.) Budaya dalam Negosiasi

Masing-masing negara memiliki budaya yang ebrbeda-beda dalam melakukan


negosiasi. Dalam hal ini harus diperhatikan dalam melakukan negosiasi antar budaya
adalah senantiasa mengedepankan prinsip keterbukaan dan memperhatikan dinamika
aspek emosi dalam negosiasi antar budaya.

4.) Perbedaan Gender dalam Negosiasi

Gender seringkali diasosiasikan memberikan pengaruh terhadap hasil negosiasi


dimana ada persepsi dan stereotyping dari jenis kelamin dan hasil negosiasi. Pria
dianggap lebih memperhatikan status, kekuasaan dan oengakuan. Sementara wanita
lebih memperhatikan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri, hal ini
diasumsikan dapat mempengaruhi hasil negosiasi dengan pertimbangan bahwa pria
lebih mementingkan economic value dari sebuah proses negosiasi, sementara wanita
lebih diasumsikan mementingkan relationship atau personal value dari sebuah proses
negosiasi. Atau dengan kata lain, jika menggunakan pendekatan atau strategi
negosiasi, pria lebih cenderung menggunakan strategi distributif dan wanita lebih
cenderung menggunakan strategi integratif.

G.Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga

Negosiasi-negosiasi tidak selalu langsung terjadi antara dua pihak yang mengalami
ketidaksepakatan. Terkadang pihak ketiga dipanggil untuk terlibat dalam negosiasi antara pihak-
pihak yang telah mengalami jalan buntu.

Terdapat berbagai macam intervensi pihak ketiga. Salah satu tipologi menyebutkan setidaknya
terdapat empat macam intervensi pihak ketiga yang mendasar:

 Mediasi adalah situasi di mana pihak ketiga yang netral menggunakan


penalaran, pemberian usulan, dan persuasi dalam kapasitasnya sebagai
fasilitator. Para mediator ini memfasilitasi penyelesaian masalah dengan
mempengaruhi bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi
berinteraksi. Para mediator tidak memiliki otoritas yang mengikat, pihak-pihak
yang terlibat bebas mengacuhkan usaha mediasi ataupun rekomendasi yang
dibuat oleh pihak ketiga.

 Arbitrase adalah situasi di mana pihak ketiga memiliki wewenang memaksa


terjadinya kesepakatan. Robbins ( 2008 ) kelebihan arbitrase dibanding mediasi
adalah bahwa arbitrase selalu menghasilkan penyelesaian.

 Konsiliasi adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan bertugas
menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang bersitegang. Seorang
konsiliator tidak memiliki kekuasaan formal untuk mempengaruhi hasil akhir
negosiasi seperti seorang mediator.

 Konsultasi adalah situasi di mana pihak ketiga, yang terlatih dalam isu konflik
dan memiliki keterampilan penyelesaian konflik, berupaya memfasilitasi
pemecahan permasalahan dengan lebih memusatkan hubungan antarpihak
ketimbang isu-isu yang substantif.
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN

Konflik adalah suatu bentuk pertentangan yang terjadi antara dua pihak atau lebih di
mana salah satu pihak merasa dirugikan atau dipengaruhi secara negatif sehingga menimbulkan
ketidakpuasan terhadap perilaku pihak lain. Konflik dalam organisasi bisa terjadi dalam diri
individu pegawai, antar individu, dalam kelompok, antar kelompok dan antar organisasi, baik
secara vertikal maupun horizontal sebagai akibat adanya perbedaan karakteristik individu,
masalah komunikasi dan struktur organisasi. Kemampuan manajemen konflik dari seorang
manajer dituntut untuk mengoptimalkan semua konflik menjadi fungsional. Kegagalan dalam
manajemen konflik mengakibatkan efektivitas organisasi dipertaruhkan. Terdapat tiga
pandangan dalam konflik, yaitu pandangan tradisional, pandangan hubungan manusia, dan
pandangan interaksionis. Proses konflik terdiri atas lima tahapan yaitu, potensi pertentangan atau
ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.

Negosiasi adalah bagian penting dalam kehidupan sehari-hari agar dapat bertahan dalam
bisnis atau bidang lainnya. Dalam pelaksaaan negosiasi tidak jarang terjadi konflik yang
membawa masalah tersendiri dari tingkat yang sederhana sampai masalah yang kompleks
sehingga mengganggu jalannya negosiasi. Agar negosiasi berjalan dengan baik maka proses
negosiasi harus mengikuti lima langkah, yaitu persiapan dan perencanaan, definisi dan aturan-
aturan dasar, penjelasan dan pembenaran, tawar-menawar dan pemecahan masalah, penutupan
dan pelaksanaan. Ada dua strategi dalam bernegosiasi, yaitu Negosiasidistributif dan negosiasi
integratif. Terdapat perbedaan individu dalam negosiasi, antara lain peran suasana hati dan sifat-
sifat kepribadian, perbedaan gender dalam negosiasi, dan efek perbedaan kultur terhadap gaya
bernegosiasi. Saat bernegosiasi mengalami jalan buntu, adakalanya pihak ketiga sengaja
dilibatkan sejak awal proses negosiasi. Terdapat tiga peran mendasar pihak ketiga yaitu mediator
(penengah), arbitrator (wasit), dan konsiliator (perujuk).
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Judge, Timothy A. dan Stephen Robbins, Perilaku Organisasi. Jakarta ; PT.Indeks Indonesia ,
2006.

Anda mungkin juga menyukai