Anda di halaman 1dari 15

Nama // NIM

- Yunita Kusumaningrum 022001801270

BAB 14
KONFLIK DAN NEGOSIASI

1. Definisi Konflik

Menurut Robbins &Judge (2013) konflik adalah sebuah proses yang


dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi
secara negatif, atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi
kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Menurut Sopiah (2008) konflik
adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi
dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Menurut Soetopo
(2010) konflik adalah suatu pertentangan dan ketidakseusaian kepentingan,
tujuan, dan kebutuhan dalam situasi formal, sosial, dan psikologis, sehingga
menjadi antagonis, ambivalen, dan emosional. Menurut Kreitner (2005) konflik
adalah sebuah proses di mana satu pihak menganggap bahwa kepentingan-
kepentingannya ditentang atau secara negative dipengaruhi oleh pihak lain.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah


suatu bentuk pertentangan yang terjadi antara dua pihak atau lebih di mana salah
satu pihak merasa dirugikan atau dipengaruhi secara negative sehingga
menimbulkan ketidakpuasan terhadap perilaku pihak lain.

2. Transisi dalam Pemikiran Konflik

Terdapat tiga pandangan tentang konflik, yaitu:

a. Tradisional view of conflict, menyatakan bahwa konflik harus dihindari karena


akan menimbulkan kerugian, aliran ini juga memandang konflik sebagai
sesuatu yang sangat buruk, tidak menguntungkan dalam organisasi. Oleh
karena itu konflik harus dicegah dan dihindari sebisa mungkin dengan mencari
akar permasalahan.

b. Interactionist view of conflict, yang menyatakan bahwa konflik bukan sekedar


sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, melainkan juga mutlak perlu
untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja positif. Oleh karena itu konflik
harus diciptakan. Pandangan ini didasari keyakinan bahwa organisasi yang
tenang, harmonis, damai ini justru akan membuat organisasi itu menjadi statis,
stagnan dan tidak inovatif. Dampaknya dalam kinerja organisasi menjadi
rendah.

c. Resolution-focused view of conflict, pandangan ini menyatakan bahwa konflik


merupakan sesuatu yang wajar, alamiah dan tidak terelakan dalam setiap
kelompok manusia. Konflik tidak selalu buruk karena memiliki potensi
kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja kelompok, yang oleh
karena itu konflik harus dikelola dengan baik.

1. Proses Konflik

Proses konflik dapat dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima
tahapan yaitu, potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan
personalisasi, maksud, perilaku, dan hasil.
Gambar 2.1 Proses Konflik
Sumber: Robbins & Judge, 2013

Tahap 1 : Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan

Tahap pertama dalam proses konflik adalah munculnya kondisi-kondisi


yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak
mesti mengarah langsung ke konflik, tetapi salah satu darinya diperlukan jika
konflik hendak muncul. Kondisi-kondisi tersebut (sebab atau sumber konflik)
dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur, dan
variabel-variabel pribadi.

Komunikasi, komunikasi dapat menjadi sumber konflik. Komentar dari


beberapa individu yang sedang berbicara mempresentasikan dua kekuatan
berlawanan yang muncul akibat kesulitan semantik, kesalahpahaman, dan
kegaduhan pada saluran komunikasi.

Struktur, istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup


variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang
diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan yuridiksi, keserasian antara
anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar
ketergantungan antarkelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan
spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar
kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula
kemungkinan terjadinya konflik. Masa kerja dan konflik berkorelasi terbalik.
Potensi konflik cenderung paling tinggi jika anggota-anggota kelompok lebih
muda dan ketika tingkat perputaran karyawan tinggi.Kelompok-kelompok dalam
organisasi memiliki tujuan yang beragam. Beragamnya tujuan di antara
kelompok-kelompok ini merupakan salah satu sumber utama konflik. Ada
indikasi bahwa gaya kepemimpinan yang melekat dapat meningkatkan potensi
konflik, tetapi bukti pendukungnya tidak kuat. Selain itu, terdapat pula indikasi
bahwa partisipasi dan konflik sangat berkorelasi karena partisipasi mendorong
dipromosikannya perbedaan. Sistem imbalan juga diketahui menciptakan konflik
ketika perolehan salah seorang anggota dipandang merugikan anggota lain.
Terakhir, jika sebuah kelompok bergantung pada kelompok lain atau saling
ketergantungan memungkinkan satu kelompok mendapat hasil sembari merugikan
kelompok lain,daya konflik pun akan terangsang.

Variabel-variabel pribadi, jadi kategori terakhir dari sumber-sumber


konflik yang potensial adalah faktor-faktor pribadi. Faktor ini mencakup sistem
nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan
perbedaan individual, seperti kepribadian yang otoriter, emosi, dan nilai-nilai.

Tahap 2 : Kognisi dan personalisasi

Kognisi dan personalisasi yaitu tahap dimana isu-isu konflik biasanya


didefinisikan dan pada gilirannya akan menentukan jalan panjang menuju akhir
penyelesaian konflik. Sebagai contoh, emosi yang negatif dapat menyebabkan
peremehan persoalan, menurunnya tingkat kepercayaan dan interpretasi negatif
atas perilaku pihak lain. Sebaliknya, perasaan positif dapat meningkatkan
kemampuan untuk melihat potensi hubungan diantara elemen-elemen suatu
masalah, memandang secara lebih luas suatu situasi dan mengembangkan
berbagai solusi yang lebih inovatif. Konflik disyaratkan adanya persepsi dengan
kata lain bahwa tidak berarti konflik itu personalisasi. Selanjutnya konflik pada
tingkatan perasaan yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional.

Tahap 3 : Maksud

Maksud mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku


luaran mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam
memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar
antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara
akurat maksud seseorang. muncul karena salah-satu pihak salah dalam memahami
maksud pihak lain.
Dengan menggunakan dua dimensi yaitu pertama, sifat kooperatif (kadar
sampai mana salah-satu pihak berusaha memuaskan kepentingan pihak lain).
Kedua, sifat tegas (kadar sampai mana salah-satu pihak berupaya
memperjuangkan kepentingannya sendiri). Adapun lima maksud penanganan
konflik berhasil diidentifikasikan, yaitu sebagai berikut: bersaing (tegas dan tidak
kooperatif), bekerja sama (tegas dan kooporatif), menghindar (tidak tegas dan
tidak kooperatif), akomodatif (tidak tegas dan kooperatif), dan kompromis
(tengah-tengah antara tegas dan kooperatif).

- Bersaing, hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi seseorang tanpa


memedulikan dampaknya terhadap orang lain yang berkonflik dengannya.

- Bekerja Sama, merupakan suatu situasi di mana pihak-pihak yang berkonflik


ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak.

- Menghindar, merupakan hasrat untuk menarik diri dari atau menekan sebuah
konflik.

- Akomodatif, kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan


kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri.

- Kompromis, suatu situasi di mana masing-masing pihak yang berkonflik


bersedia mengalah dalam satu atau lain hal.

Tahap 4 : Perilaku

Meliputi pernyataan aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang
berkonflik. Dengan demikian dalam konflik dibutuhkan teknik-teknik manajemen
konflik sehingga mendorong konflik mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
Untuk meredakan konflik yang ada, diperlukan untuk mempelajari teknik-teknik
manajemen konflik. Manajemen konflik adalah pemanfaatan teknik-teknik
resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang
diinginkan.

Tabel2.1
Teknik-teknik manajemen konflik

Teknik-teknik penyelesaian konflik

Pemecahan masalah Pertemuan tatap muka pihak-pihak yang berkonflik


untuk mengidentifikasi masalah dan
menyelesaikannya melalui diskusi terbuka

Tujuan superordinat Menetapkan tujuan bersama yang tidak dapat dicapai


tanpa kerja sama dari setiap pihak yang berkonflik

Ekspansi sumber daya Ketika sebuah konflik timbul karena kelangkaan


sumber daya (uang,promosi,kesempatan,ruang
kantor) ekspansi sumber daya dapat menciptakan
solusi yang saling menguntungkan

Penghindaran Penarikan diri dari, atau penyembunyian, konflik

Memperhalus Meminimalkan perbedaan sembari menekankan


kepentingan bersama di antara pihak-pihak yang
berkonflik

Berkompromi Masih masing-masing pihak yang berkonflik


menyerahkan sesuatu yang bernilai

Perintah otoratif Manajemen menggunakan wewenang formalnya


untuk menyelesaikan konflik dan kemudian
menyampaikan keinginannya kepada pihak-pihak
yang terlibat

Mengubah variabel Menggunakan teknik-teknik perbuahan perilaku


manusia seperti pelatihan hubungan insani untuk mengubah
sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik

Mengubah variabel Mengubah struktur organisasi formal dan pola-pola


struktural interaksii dari pihak-pihak yang berkonflik melalui
rancang ulang pekerjaan, pemindahanm penciptaan
posisi koordinasi, dan sebagainya.

Teknik-teknik stimulasi konflik

Komunikasi Menggunakan pesan-pesan ambigu atau yang


sifatnya mengancam untuk menaikkan tingkat
konflik

Memasukkan orang luar Menambahkan karyawan ke suatu kelompok dengan


latar belakang, nilai-nilai, sikap, atau gaya
manajerialnya berbeda dari anggota-anggota yang
ada sekarang

Restrukturisasi Menata ulang kelompok-kelompok kerja, mengubah


organisasi aturan dan ketentuan, meningkatkan
kesalingketergantungan, dan membuat perubahan
struktural yang diperlukan untuk menggoyang status
quo

Membuat kambing Menunjuk seorang pengkritik untuk secara sengaja


hitam mendebat posisi mayoritas yang digenggam oleh
kelompok

Tahap 5: Hasil

Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan


konsekuensi.  Konsekuensi atau akibat ini bisa saja bersifat fungsional atau
disfungsional. Dikatakan bersifat fungsional ketika konflik tersebut justru
menghasilkan perbaikan kinerja kelompok, sedangkan disfungsional adalah ketika
konflik tersebut menjadi penghambat kinerja kelompok.

1. Hasil Fungsional

Menjelaskan bahwa konfik dapat menjadi suatu penggerak yang


meningkatkan kinerja kelompok. Konflik bersifat konstruktif ketika hal tersebut
memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong
minat dan keingintahuan di antara anggota-anggota kelompok, menyediakan
media atau sarana untuk mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan,
serta menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan perubahan. Selain
itu, heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan
kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan memfasilitasi perubahan dengan
cara meningkatkan fleksibilitas anggota.

2. Hasil Disfungsional

Menjelaskan bahwa konflik dapat menghambat kinerja dari sebuah kelompok.


Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat
lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi
tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antaranggota. Yang lebih ekstrem,
konflik dapat menghentikan kelompok yang sedang berjalan dan secara potensial
mengancam kelangsungan hidup kelompok.

3. Menciptakan Konflik Fungsional

Tampaknya terdapat kesepakatan umum bahwa menciptakan konflik


fungsional merupakan pekerjaan yang sulit, salah satunya karena masih adanya
paham anti konflik, budaya anti konflik semacam itu mungkin telah dapat ditolerir
pada masa lalu, tetapi tidak dalam ekonomi global dengan persaingan ganas
seperti sekarang ini. Orgnisasi-organisasi yang tidak mmendorong dan
mendukung perbedaan pandangan mungkin tidak akan hidup. Contoh nyatanya
Walt Disney Company sengaja mendorong pertemuan-pertemuan besar, kusut dan
kacau demi menciptakan friksi dan merangsang gagasan yang kreatif. Satu bahan
baku yang umum dalam organisasi-organisasi yang sukses menciptakan konflik
fungsional adalah bahwa mereka menghargai perbedaan pendapat dan
menghukum penghindar konflik.

1. Definisi Negosiasi

Menurut Robbins & Judge (2013) negosiasi yaitu sebagai suatu proses
yang terjadi di mana dua pihak atau lebih menyepakati bagaimana cara
mengalokasikan sumber daya yang langka. Menurut Ivancevich (2007) negosiasi
merupakan sebuah proses di mana dua pihak (atau lebih) yang berbeda pendapat
berusaha mencapai kesepakatan.Menurut Sopiah (2008) negosiasi merupakan
suatu proses tawar-menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah
suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud
untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai
kesepakatan bersama.

3. Strategi Negosiasi

Ada dua pendekatan umum terhadap negosiasi yaitu negosiasi distributif


dan negosiasi integratif.

a. NegosiasiDistributif

Negosiasi distributif adalah perundingan yang berusaha untuk membagi


sejumlah tetap sumber daya. Ciri yang paling khas dari negosiasidistributif ini
yaitu berjalan pada kondisi jumlah nol. Artinya, setiap hasil yang dirundingkan
adalah atas hasil perundingan bersama. Negosiasidistributif dijelaskan dalam
gambar sebagai berikut:

Negosiasi Distributif

Pihak A dan B mewakili kedua perunding. Tiap titik sasaran menetapkan apa
yang ingin dicapainya. Masing-masing juga mempunyai titik penolakan
(resistance point) yang menandai hasil terendah yang dapat diterima.

b. NegosiasiIntegratif
Negosiasi yang mengusahakan satu penyelesaian atau lebih yang dapat
menciptakan suatu pemecahan saling menguntungkan. Negosiasi antara penjualan
kredit merupakan contoh negosiasi integratif. Berbeda dengan
Negosiasidistributif, pemecahan masalah integratif berjalan dengan pengandaian
bahwa terdapat satu atau lebih penyelesaian yang akan menciptakan pemecahan
masing-masing.

Dari segi perilaku intraorganisasi, negosiasi integratif lebih disukai daripada


tawar-menawar distributif. Negosiasi integratif mengikat para perundingan dan
memungkinkan masing-masing untuk meninggalkan meja perundingan dengan
perasaan mendapat kemenangan. Di satu sisi lain, negosiasi distributif
meninggalkan satu pihak sebagai pihak yang kalah.

Menurut Kreitner dan Knicki (2004) Negosiasiintegratif di dalam perilaku


intraorganisasi ini dapat memberi keuntungan karena dapat membina hubungan
jangka panjang dan mempermudah kerja sama di masa mendatang.

Menurut Luthan (2005) perbedaan antara tawar menawardistributif dengan


tawar menawarintegratif dapat dilihat pada gambar gambar berikut:
Perbedaan Tawar Menawar Distributif dengan Integratif

1. Proses Negosiasi

Menurut Robbins & Judge (2013)proses negosiasi memiliki suatu model


yang memiliki lima langkah, yaitu seperti pada gambar berikut:

Proses Negosiasi

1. Persiapan dan Perencanaan

Ada beberapa yang harus di persiapkan dan direncanakan sebelum memulai


sebuah perundingan. Sebelum melakukan sebuah perundingan, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut:

- Dasar dari konflik yang terjadi.

- Awal mula atau sejarah faktor yang mendorong konflik tersebut ke arah
perundingan.

- Siapa saja yang terlibat dari konflik tersebut.


- Bagaimana persepsi mereka mengenai konflik tersebut.

- Apa tujuan dari perundingan yang akan dilakukan tersebut.

Dan juga beberapa hal mengenai pendirian pihak lain terhadap tujuan
perundingan yaitu seperti sebagai berikut:

- Apa yang mungkin mereka minta?

- Seberapa besar mereka bertahan pada posisi mereka?

- Apa yang penting bagi mereka?

- Apa yang ingin mereka selesaikan?

Dengan menyiapkan beberapa poin diatas, maka pada saar perundingan


berlangsung akan semakin siap dalam mengatasi pendirian lawan dan siap untuk
melawan argumen-argumen lawan dengan fakta dan angka yang mendukung.

Dan mengembangkan strategi dengan menetapkan BATNA (Best alternative


to a negotiated agreement). BATNA adalah alternatif terbaik pada suatu
persetujuan yang dirundingkan; nilai terendah yang dapat diterima pada seorang
individu untuk suatu persetujuan yang dirundingkan.

2. Penentuan Aturan Dasar

Setelah menyiapkan persiapan dan mengembangkan strategi di tahap awal,


maka di tahap kedua ini yaitu menentukan aturan-aturan dasar dan prosedur
dengan pihak lain mengenai perundingan tersebut yatu seperti

- Siapa saja yang akan melakukan perundingan?

- Dimana lokasi perundingan akan dilaksanakan?

- Tentukan waktu yang tepat untuk melakukan perundingan tersebut.

- Batasi masalah dalam perundingan tersebut.

Pada tahap ini, pihak-pihak terkait juga akan mempertukarkan usulan atau
tuntutan mereka.
3. Penjelasan dan Pembenaran

Di tahap ini, setelah tiap pihak terkait mempertukarkan pendirian dan


keinginan masing-masing, maka pada tahap ini kedua belah pihak saling
menegaskan, memperjelas, memperkuat, dan membenarlkan antar permintaan
masing-masing pihak.

Pada tahap ini, kedua belah pihak memberi informasi mengenai persoalan,
mengapa persoalam ini penting, dan bagaimana keinginan masing-masing pihak.

2. Tawar-menawar dan Pemecahan Masalah

Di tahap ini lah hakikat dari proses perundingan yaitu beri dan ambil yang
aktual dalam upaya memperbincangkan suatu persetujuan. Di tahap ini juga kedua
belah pihak perlu membuat sebuah konsesi (kontrak).

3. Penutupan dan Pelaksanaan

Langkah terkahir dalam proses perundingan adalah memformalkan


persetujuan yang telah dikerjakan dan dikembangkan di setiap prosedurnya.hal-
hal spesifik diperlukan dalam memfornalkan persetujuan tersebut.

1. Perbedaan Indivdu dalam Negosiasi

Menurut Luthan Fred (2005) terdapat perbedaan individu dalam negosiasi,


antara lain peran suasana hati dan sifat-sifat kepribadian, perbedaan gender dalam
negosiasi, dan efek perbedaan kultur terhadap gaya bernegosiasi. Berikut ini
penjelasan dari setiap isu-isu tersebut:

1. Peran Suasan Hati dan Sifat Kepribadian dalam Negosiasi

Suasana hati sangat penting dalam negosiasi. Berunding atau bernegosiasi


dengan suasana hati yang positif akan memperoleh hasil yang lebih baik dari pada
bernegosiasi dengan suasana hati yang buruk. Sifat kepribadian seseorang juga
berpengaruh terhadap suatu negosiasi. Misalnya, orang yang ekstrovert sering kali
gagal dibandingkan orang yang introvert.

2. Perbedaan Gender dalam Negosiasi

Antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan dalam bernegosiasi,


tetapi dapat mempengaruhi hasil negosiasi secara terbatas. Sikap perempuan
terhadap negosiasi dan terhadap diri mereka sendiri sebagai perunding tampaknya
sangat berbeda dengan sikap laki-laki. Manajer perempuan memperlihatkan rasa
kurang percaya diri dalam mengantisipasi negosiasi dan lebih tidak puas dengan
kinerja mereka setelah proses perundingan selesai, bahkan ketika kinerja mereka
dan hasil yang mereka capai sama dengan yang dicapai perunding laki-laki.

3. Perbedaan Kultur dalam Negosiasi

Gaya dalam bernegosiasi berbeda-beda antara satu kultur dengan kultur


lainnya. Kultur dalam bernegosiasi berpengaruh dalam jumlah dan jenis persiapan
untuk negosiasi, menekankan pada tugas dibanding hubungan interpersonal,
mempengaruhi taktik yang digunakan, dan tempat dimana negosiasi akan
dilaksanakan.

1. Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga

Pihak ketiga dilibatkan saat pihak-pihak yang bernegosiasi mengalami


jalan buntu,adakalanya pihak ketiga sengaja dilibatkan sejak awal proses
negosiasi. Dalam keadaan apapun, negosiasi yang melibatkan pihak ketiga
semakin banyak digunakan. Menurut Robbins & Judge (2013) terdapat tiga peran
mendasar pihak ketiga yaitu mediator (penengah), arbitrator (wasit), dan
konsiliator (perujuk).

1. Mediator adalah di mana pihak ketiga netral yang memfasilitasi penyelesaian


perundingan dengan menggunakan penalaran, pemberian usulan, dan persuasi
dalam kapasitasnya sebagai fasilitator. Para mediator ini memfasilitasi
penyelesaian masalah dengan mempengaruhi bagaimana pihak-pihak yang
terlibat dalam negosiasi berinteraksi. Para mediator tidak memiliki otoritas
yang mengikat, pihak-pihak yang terlibat bebas mengacuhkan usaha mediasi
ataupun rekomendasi  yang dibuat oleh pihak ketiga

2. Arbitrator adalah di mana pihak ketiga memiliki wewenang memaksa


terjadinya kesepakatan. Kelebihan arbitrase dibanding mediasi adalah bahwa
arbitrase selalu menghasilkan penyelesaian.

3. Konsiliator adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan bertugas
menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang bersitegang. Seorang
konsiliator tidak memiliki kekuasaan formal untuk mempengaruhi hasil akhir
negosiasi seperti seorang mediator.

Anda mungkin juga menyukai