Anda di halaman 1dari 41

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Konflik

2.1.1 Definisi Konflik

Istilah konflik sudah sering kali kita dengar dalam kehidupan

organisasi maupun dalam kehidupan sehari-hari. Konflik tidak dapat

dihindari tetapi harus dimanajemen dengan baik sehingga tidak

menggangu organisasi. Seorang manajer harus dapat mengelola konflik

dengan tepat dan baik. Banyak beberapa pendapat tentang definisi

konflik antara lain:

Menurut (Robbins & Judge, 2013) mendefinisikan bahwa konflik

merupakan pertentangan atau ketidakcocokan dan beberapa dari

interaksi atau diartikan sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak

menganggap pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan

memengaruhi secara negatif, sesuatu yang dipedulikan pihak pertama.

Menurut (Marquis & Huston, 2015) konflik umumnya didefinisikan

sebagai perselisihan internal atau eksternal yang menghasilkan

perbedaan dalam ide, nilai, atau perasaan antara dua orang atau lebih.

Menurut (Naraina, 2012) dalam bukunya “Conflict Managemenet

and Negotiation Skills” Konflik dapat didefinisikan dalam banyak cara

dan dapat dianggap sebagai ekspresi permusuhan, sikap negatif,

antagonisme, agresi, persaingan dan kesalahpahaman. Hal ini juga

terkait situasi yang melibatkan kepentingan yang kontradiksi atau tidak

7
8

dapat didamaikan antara dua kelompok. Dalam istilah sederhana konfik

adalah situasi dimana dua orang tidak dapat menyetujui tindakan yang

satu orang mengambil atau bahwa ia tidak ingin yang lain untuk

mengambil.

Jadi dari berbagai pendapat mengenai konflik dapat di artikan

bahwa konflik merupakan suatu pertentangan, ketidakcocokan,

perselisihan dan dapat dianggap sebagai ekspresi permusuhan, agresi,

persaingan serta kesalahpahaman dari proses suatu interaksi yang

mengganggap pihak lain telah mempengaruhi secara negatif.

2.1.2 Pandangan Mengenai Konflik

Terdapat tiga pandangan mengenai konflik menurut (Robbins &

Judge, 2013). Hal ini disebabkan karena adanya pandangan yang

berbeda mengenai apakah konflik merugikan, hal yang wajar atau justru

harus diciptakan untuk memberikan stimulus bagi pihak-pihak yang

terlibat untuk saling berkompetisi dan menemukan solusi yang terbaik.

Pandangan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pandangan Tradisional (the traditional view of conflict)

Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik harus dihindari

karena akan menimbulkan kerugian, aliran ini juga memandang

konflik sebagai sesuatu yang sangat buruk, tidak menguntungkan

dalam organisasi. Oleh karena itu konflik harus dicegah dan

dihindari sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahan.


9

2. Pandangan Interaksionis (the interactionist view of conflict)

Pandangan ini menyatakan bahwa konflik bukan sekedar sesuatu

kekuatan positif dalam suatu kelompok, melainkan juga mutlak

perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja positif. Oleh

karena itu harus diciptakan. Pandangan ini didasari keyakinan

bahwa organisasi yang harmonis, damai, tenang, akan rawan

menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inofatif.

Dampaknya dalam kinerja organisasi menjadi rendah. Oleh karena

itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada

tingkat minimum secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap

bersemangat (viable), kritis diri (self-critical), dan kreatif.

3. Pandangan Resolusi Konflik (the resolutionfocused view of

conflictt)

Pandangan ini menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang

wajar, alamiah dan tidak terelakan dalam setiap kelompok manusia.

Konflik tidak selalu buruk karena memiliki potensi kekuatan yang

positif didalam menentukan kinerja kelompok, yang oleh karena itu

konflik harus dikelola dengan baik.

2.1.3 Proses Konflik

Menurut (Robbins & Judge, 2013) proses konflik memiliki lima

tahapan yaitu tahap oposisi atau ketidakcocokan potensial, tahap

kognisi dan personalisasi,tahap maksud, tahap perilaku dan tahap hasil.


10

Gambar 2.1Proses Konflik. Sumber: Robins & Judge, 2013. Hal. 450

1. Tahap I: langkah pertama dalam proses komunikasi adalah adanya

kondisi yang menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik

itu. Kondisi itu tidak perlu langsung mengarah ke konflik, kondisi

yang juga dapat dipandang sebagai kasus atau sumber konflik yang

telah dimampatkan ke dalam tiga kategori umum yaitu komunikasi,

struktur dan variabel pribadi.

2. Tahap II: jika kondisi-kondisi yang disebut dalam Tahap I

mempengaruhi secara negatif sesuatu yang diperhatikan oleh satu

pihak, maka potensi untuk oposisi atau ketidakcocokan menjadi

teraktualkan dalam tahap kedua. Kondisi tersebut hanya dapat

mendorong ke konflik bila satu pihak atau leih dipengaruhi oleh

dan sadar akan adanya konflik itu. Tahap II penting karena

disitulah persoalan konflik cenderung didefinisikan.

3. Tahap III: maksud nerupakan keputusan untuk bertindak dalam

suatu cara tertentu. Dapat diidentifikasi lima maksud penanganan

konflik, yaitu: bersaing (tegas dan tidak kooperatif), berkolaborasi


11

(tegas dan kooperatif), menghindar (tidak tegas dan tidak

koopratif), mengakomondasi (kooperatif dan tidak tegas), dan

berkompromi (tengah-tengah dalam hal ketegasan dan

kooperatifan).

4. Tahap IV: ketika kebanyakan orang berpikir tentang situasi konflik,

mereka cenderung fokus pada tahap ini, karena ini adalah dimana

konflik menjadi terlihat. Tahap perilaku mencakup tindakan dan

reaksi yang dibuat oleh pihak yang berbenturan, biasanya upaya

menerapkan niat mereka sendiri. Sebagai hasil dari salah

perhitungan atau tindakan yang tidak terampil, kadang kala

perilaku terang-terangan menyimpang dari maksud (niat).

5. Tahap V: jalinan aksi reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik

menghasilkan konsekuensi. Hasil ini dapat fungsional, dalam arti

konflik itu menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok, atau

disfungsional dalam arti merintangi atau menghambat kinerja

kelompok.

Menurut (Marquis & Huston, 2015) proses konflik dibagi menjadi

beberapa tahapan. Seperti yang di di jelaskan dibawah ini

1. Konflik laten.

Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus (laten) dalam suatu

organisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbatasan staf dan

perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada

ketidakstabilan organisasi dan kualitas produksi, meskipun


12

konflik yang ada kadang tidak nampak secara nyata atau tidak

pernah terjadi.

2. Konflik yang dirasakan (felt conflict).

Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan

sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik

ini disebut juga sebagai konflik affectiveness. Hal ini penting bagi

seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik

tersebut sebagai suatu masalah/ancaman terhadap keberadaannya.

3. Konflik yang tampak/sengaja dimunculkan.

Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya.

Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi,

debat, atau mencari penyelesaian konflik. Setiap orang secara

tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan, dan

agresivitas dalam menyelesaikan konflik. Sementara itu,

penyelesaian konflik dalam suatu organisasi memerlukan upaya

dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan organisasi.

4. Resolusi konflik.

Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara

memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan

prinsip win-win solution.

5. Konflik aftermath.

Konflik aftermath merupakan konflik yang terjadi akibat dari

tidak terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan


13

menjadi masalah besar dan bisa menjadi penyebab dari konflik

yang utama bila tidak segera di atasi atau dikurangi.

Gambar 2.2 Proses Konflik. Sumber: Marquis& Huston, 2015. Hal. 494

2.1.4 Jenis-Jenis Konflik

Ada bebrapa pendapat tentang jenis-jenis konflik menurut

beberapa ahli. Berikut akan dikemukakan jenis-jenis konflik yang

biasanya terdapat pada organisasi menurut James A.F. dan Charles

Wankel dalam (Basuki, 2018) yaitu konflik intrapersonal, konflik

interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar

kelompok dan konflik antar organisasi.

1. Konflik Intrapersonal

Konflik intrapersonal merupakan konflik yang terjadi pada

seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu


14

yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin

dipenuhi sekaligus. Apabila konflik tersebut dibiarkan maka akan

menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan. Terdapat 3

bentuk konflik intrapersonal yaitu:

1) Konflik pendekatan-pendekatan, misalkan orang yang

dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.

2) Konflik pendekatan-penghindaran, misalkan orang yang

dihadapkan pada dua pilihan yang menyulitkan.

3) Konflik penghindaran-penghindaran, misalkan orang yang

dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan

negatif sekaligus.

2. Konflik Interpersonal

Konflik interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan

orang lain karena adanya pertentangan kepentingan atau

keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda

status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.Konflik interpersonal ini

merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku

organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa

peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak

akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.

3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok

Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu mengadapi

tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan

kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh


15

dapat dikatakan bahwa seorang individu dapat dihukum oleh

kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma

produktifitas kelompok dimana ia berada.

4. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama

Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi dalam

organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan

pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar

kelompok.

5. Konflik antar organisasi

Misalkan di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-

negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini

biasanya disebut dengan persaingan. Konflik ini berdasarkan

pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya

pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis

baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara

efisien.

Sedangkan menurut (Satrianegara, 2014) jenis konflik terdapat

berbagai macam, tergantung pada dasar yang digunakan untuk

membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-

pihak yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari

fungsi dan ada juga yang membagi konflik dilihat dari posisi seseorang

dalam suatu organisasi.


16

1. Konflik dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi

Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat

dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi dalam

(Satrianegara, 2014) membagi konflik menjadi empat macam, ke-

empat macam konflik tersebut adalah sebagai berikut.

a. Konflik vertikal, merupakan konflik yang terjadi antara

karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam

organisasi. Misalnya, antara atasan dengan bawahan.

b. Konflik horizontal, merupakan konflik yang terjadi antara

mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat

dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau

antar departemen yang setingkat.

c. Konflik garis-staf, merupakan konflik yang terjadi antara

karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando,

dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai

penasihat dalam organisasi.

d. Konflik peranan, merupakan konflik yang terjadi karena

seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling

bertentangan.

2. Konflik dilihat dari pihak yang terlibat di dalamnya

Berdasarkan pihak-pihak yang yang terlibat didalam konflik,

Stoner membagi konflik menjadi lima macam, yaitu sebagai

berikut.
17

a. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual).

Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang

saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi

batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini

menurut Altman dalam (Satrianegara, 2014) adalah frustasi,

konflik tujuan dan konflik peranan.

b. Konflik antar individu (conflict between individuals)

Konflik ini terjadi karena perbedaan kepribadian antara

individu yang satu dengan individu yang lain.

c. Konflik antar individu dan kelompok (conflict between

individuals and groups).

Terjadi jika individua gagal meneyesuaikan diri dengan

norma-norma kelompok tempat ia berkerja.

d. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict

among grups in the same organization).

Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki

tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk

mencapainya. Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok

kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka

sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha

mengacau aktifitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini

memengaruhi organisasi secara keseluruhan.

e. Konflik antar organisasi (conflict among organizations)


18

Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh

organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi

lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumber daya yang sama.

3. Konflik dilihat dari fungsi

Dilihat dari fungsi, Robins membagi konflik menjadi dua macam,

yaitu sebagai berikut :

a. Konflik fungsional (functional conflict) yaitu konflik yang

mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki

kinerja kelompok.

b. Konflik disfungsional (dysfunctional conflict) yaitu konflik

yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.

2.1.5 Sumber Konflik

Menurut (Whitebead, Weiss, & Tappen, 2010) terdapat beberapa

sumber konflik yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu antara lain:

1) Banyaknya konflik

2) Kekuatan drama dan Persaingan antar kelompok

3) Peningkatan beban kerja

4) Beberapa tuntutan peran

5) Ancaman terhadap keselamatan dan keamanan

6) Sumber daya yang langka

7) Perbedaan budaya

8) Invasi ruang pribadi


19

Menurut (Nursalam, 2014) terdapat beberapa sumber konflik

dalam organisasi dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:

1) Keterbatasan sumber daya

2) Perbedaan tujuan

3) Ketidak jelasan peran

4) Hubungan dalam pekerjaan

5) Perbedaan antar individu

6) Masalah organisasi

7) Masalah dalam komunikasi

Sedangkan menurut (Marquis & Huston, 2015) terdapat beberapa

penyebab utama konflik antara lain:

1) Komunikasi yang buruk

2) Struktur organisasi yang tidak didefinisikan secara memadai

3) Perilaku individu (tidak kompatibel atau ketidaksepakatan

berdasarkan perbedaan, temperamen atau sikap).

4) Ekspetasi yang tidak jelas

5) Kepentingan konflik individu atau kelompok

6) Perubahan operasional atau kepegawaian

7) Keragaman gebder, budaya atau usia.

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konflik

Menurut Mullins dalam (Ekawarna, 2018), faktor-faktor yang

menjadi sumber potensial konflik dalam organisasi adalah berikut:

1. Perbedaan Persepsi
20

Perbedaan persepsi menghasilkan perbedaan pendapat, dan juga

penilaian orang dalam memberi makna (meanings) terhadap suatu

stimulasi yang sama. Perbedaan persepsi merupakan suatu realitas

yang sangat potensial untuk menjadi sumber utama konflik.

2. Keterbatasan Sumber Daya

Pada organisasi yang memiliki keterbatasan sumber daya, individu,

serta kelompok maka akan banyak pula kepentingan terhadap

sumber daya tersebut (misalnya alokasi anggaran). Situasi ini

biasanya menjadi pemicu konflik, yang akan mengakibatkan

penurunan kinerja organisasi. Jadi, semakin langka sumber daya

dalam organisasi maka semakin besar pula kesempatan atau

peluang terjadinya konflik. Kelangkaan sumber daya dapat

menyebabkan konflik, karena setiap orang atau kelompok yang

membutuhkan sumber daya yang sama, terpaksa bersaing dengan

orang atau kelompok lain dalam rangka mencapai tujuan atau target

mereka sendiri. Sumber daya terbatas mencakup uang, persediaan,

orang, atau informasi. Misalnya, perusahaan perangkat lunak yang

berbasis di Redmond mungkin mendominasi beberapa pasar,

namun anggota stafnya masih tidak setuju mengenai sumber daya

yang terbatas

3. Departementalisasi dan Spesialisasi

Potensi konflik dapat meningkat secara substansial ketika

antardepartemen dalam organisasi memiliki tujuan yang berbeda

atau tidak selaras. Misalnya, tujuan seorang penjual komputer


21

adalah menjual komputer sebanyak-banyaknya dan secepat

mungkin. Akan tetapi, fasilitas manufaktur tidak mampu

mendukungnya. Dalam kasus ini, konflik dapat terjadi karena

masing-masing departemen memiliki tujuan yang berbeda.

Sedangkan dalam spesialisasi, jika sebagian besar karyawan dalam

sebuah organisasi adalah spesialis, hal itu dapat menyebabkan

konflik karena mereka memiliki tanggung jawab pekerjaan masing-

masing. Misalnya, resepsionis di bengkel kamera yang mengatakan

bahwa kamera dapat diperbaiki dalam satu jam, meski ternyata

perbaikannya memakan waktu seminggu. Hal ini terjadi karena

resepsionis tidak banyak mengetahui tentang pekerjaan teknisi, dan

seharusnya tidak memberikan tenggang waktu yang tidak realistis.

Keadaan ini nantinya dapat menimbulkan konflik antara

resepsionis dan teknisi.

4. Interdependensi

Konflik cenderung dapat meningkat karena interdependensi tugas.

Apabila seseorang harus bergantung pada orang lain untuk

menyelesaikan tugasnya, dan kemudian tugas tersebut tidak beres

atau mengalami keterlambatan maka mereka cenderung untuk

menyalahkan rekan kerjanya. Ketergantungan di antara anggota tim

memang sering tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, dibutuhkan

saling pengertian mengenai proses kerja masing-masing, dan

menerima hasil yang bergantung pada kinerja orang lain pula.


22

5. Hubungan Kewenangan

Banyak organisasi sering muncul ketegangan antara manajer dan

karyawan, karena sebagian orang tidak suka ditegur mengenai apa

yang harus mereka lakukan. Manajer biasanya memiliki hak

istimewa (misalnya jam fleksibel, panggilan jarak jauh pribadi

gratis, dan waktu istirahat yang lebih lama) sehingga menimbulkan

kecemburuan sosial yang menjadi sumber konflik. Pola

kepemimpinan seorang manajer yang sangat kaku sering kali

memicu konflik dengan karyawan mereka. Di samping itu,

terkadang orang atau kelompok mencoba terlibat dalam konflik,

untuk meningkatkan kekuatan atau posisi tawar (bargaining

position) mereka dalam sebuah organisasi.

6. Peran dan Harapan

Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seorang karyawan.

Setiap karyawan memiliki satu atau lebih peran dalam organisasi.

Peran ini mencakup elemen seperti jenis pekerjaan, deskripsi tugas,

dan kesepakatan antara karyawan dan organisasi. Konflik antara

manajer-bawahan dapat terjadi bila peran bawahan tidak ditentukan

secara jelas, dan masing-masing pihak memiliki pemahaman dan

harapan yang berbeda mengenai peran tersebut.

7. Ambiguitas Yurisdiksi

Apabila garis tanggung jawab dalam sebuah organisasi tidak pasti

maka ambiguitas yurisdiksi muncul. Karyawan memiliki

kecenderungan untuk melepaskan tanggung jawab yang tidak


23

diinginkan kepada orang lain, jika tanggung jawab tidak dinyatakan

secara jelas. Tujuan yang ambigu, yurisdiksi, atau kriteria kinerja

yang tidak jelas dapat menyebabkan konflik. Dengan ambiguitas

seperti itu, peraturan formal dan informal yang mengatur interaksi

terpecah. Yurisdiksi ambigu sering terungkap saat program baru

diperkenalkan. Kriteria kinerja ambigu adalah penyebab sering

terjadinya konflik antara atasan dan bawahan.

Kemudian menurut (Basuki, 2018) konflik dapat dipengaruhi oleh

banyak faktor yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Dalam faktor internal ada beberapa

yang dapat mempengaruhi konflik yaitu:

1. Kemantapan organisasi

Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri

sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu

menyelsaikannya. Analoginya yaitu seorang yang matang

mempunyai pandangan hidup lebih luas, mengenal dan

menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.

2. Sistem nilai

Sistem nilai suatu organisasi adalah sekumpulan batasan yang

meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi,

apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.

3. Tujuan

Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku

organisasi itu serta para anggotanya.


24

4. Sistem lain dalam organisasi

Sistem tersebut seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan,

sistem pengambilan keputusan, sistem imbalan dan lain-lain.

Dalam hal sistem komunikasi misalnya ternyata presepsi dan

penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.

Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi konflik ada

beberapa hal yaitu:

1. Keterbatasan sumber daya

Sumber daya yang terbatas menyebabkan kelangkaan suatu hal

yang dapat membutuhkan persaingan dan setersusnya dapat

berakhir menjadi konflik.

2. Kekaburan aturan atau norma di masyarakat

Hal ini memperbesar peluang perbedaan presepsi dan pola

bertindak.

3. Drajat ketergantungan dengan pihak lain

Adanya ketergantungan antara satu pihak dengan pihak lain

semakin mudah konflik terjadi.

4. Pola interaksi dengan pihak lain

Pola interaksi yang bebas memudahkan pemaparan dengan nilai-

nilai lain sedangkan pada pola tertutup menimbulkan sikap kabur

dan kesulitan penyesuaian diri.


25

2.1.7 Aspek Positif dan Negatif dalam Konflik

Menurut (Naraina, 2012) konflik fungsional (positif) mendukung

tujuan kelompok dan meningkatkan kinerjanya. Dibawah ini ada

beberapa aspek positif dari konflik antara lain, yaitu:

1) Pelepasan ketegangan

Konflik ketika diungkapkan dapat membersihkan udara dan

mengurangi ketegangan yang mungkin tetap ditekan. Penindasan

ketegangan dapat menyebabkan imajinatif distorsi kebenaran,

rasa frustasi, dan ketegangan mental yang tinggi. Hal tersebut

dapat mengakibatkan rasa takut dan ketidakpercayaan. Ketika

anggota mengekspresikan diri mereka, mereka mendapatkan

kepuasan psikologis. Hal ini juga menyebabkan pengurangan

stres diantara para anggota.

2) Pemikiran analistis

Ketika suatu kelompok dihadapkan pada konflik, para anggota

berpikir dalam mengidentifikasi berbagai alternatif. Dalam

ketiadaan konflik, mereka mungkin tidak memiliki kreatifitas atau

bahkan mungkin lesu. Konflik dapat menimbulkan tantangan

berpendapat, mengatur kebijakan dan aturan, hal tersebutlah yang

akan memerlukan analisis kritis dalam rangka untuk

membenarkan suatu hal atau bahkan perubahan yang mungkin

diperlukan.
26

3) Kohesi kelompok

Konflik antar kelompok membawa kedekatan dan solidaritas

diantara anggota kelompok. Ini mengembangkan loyalitas

kelompok dan rasa yang lebih besar dari identitas kelompok

dalam rangka untuk bersaing dengan pihak luar. Hal ini

meningkatkan tingkat kohesi kelomppok yang dapat digunakan

oleh manajemen untuk pencapaian tujuan organisasi secara

efektif.

4) Persaingan

Konflik mempromosikan persaingan dan karenanya menghasilkan

peningkatan upaya. Beberapa orang sangat termotivasi oleh

konflik dan memutuskan kompetisi. Konflik dan persaingan,

sehinga menyebabkan tingginya tingkat usaha dan output.

5) Tantangan

Konflik menguji kemampuan dan kapasitas individu dan

kelompok. Jika mereka mampu mengatasi tantangan, itu akan

menyebabkan pencarian alternatif untuk pola yangn ada, yang

mengarah pada perubahan organisasi dan pengembangan.

6) Stimulasi untu perubahan

Terkadang konflik merangsang perubahan diantara masyarakat.

Kapan mereka dihadapkan dengan konflik, mereka mungkin

mengubah sikap mereka dan siap untuk mengubah sendiri untuk

memenuhi persyaratan situasi.


27

7) Identifikasi kelemahan

Ketika konflik muncul, mungkin membantu dalam

mengidentifikasi kelemahan dalam sistem. Setelah manajemen

datang untuk mengetahui tentang kelemahan itu kemudian dapat

mengambil langkah untuk menghapusnya.

8) Kesadaran

Konflik menciptakan kesadaran tentang masalah apa yang ada,

yang terlibat dan bagaimana untuk memecahkan masalah.

Mengambil isyarat ini, manajemen dapat mengambil tindakan

yang diperlukan.

9) Keputusan berkualitas tinggi

Ketika bertentangan, orang mengungkapkan pandangan mereka

yang berlawanan dan dengan keputusan kualitas tinggi. Berbagai

informasi dan memeriksa penalaran satu sama lain untuk

mengembangkan keputusan baru yang berkualitas.

10) Kenikmatan

Konflik menambah kesenagan berkerja dengan orang lain ketika

tidak dianggap serius.

Sejalan dengan teori menurut (Satrianegara, 2014) dalam

pandangan moderen ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat

yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik

yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga

organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring.


28

Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa

ditangani dengan baik sehingga dapat:

1. Mengarah ke inovasi dan perubahan

2. Memberi tenaga kepada orang bertindak

3. Menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi

4. Merupakan unsur penting dalam analisis sistem organisasi

Sedangkan konflik disfungsional (negatif) menurut (Naraina, 2012)

konflik yang menghambat kinerja kelompok. Adapun dibawah ini ada

beberapa aspek negatif dari konflik antara lain, yaitu:

1) Mengalihkan energi dari pekerjaan

2) Mengancam kesejahteraan psikologis

3) Menciptakan iklim negatif

4) Memecah kohesi kelompok

5) Dapat meningkatkan permusuhan dan prilaku agresif

2.2 Konsep Manajemen Konflik

2.2.1 Definisi Manajemen Konflik

Manajemen konflik menurut (Marquis & Huston, 2015) merupakan

suatu tujuan optimal dalam menyelsaikan konflik, serta menciptakan

solusi menang-menang. Hasil ini tidak mungkin dalam setiap situasi,

dan seringkali tujuan menejer adalah untuk mengelola konflik dengan

cara mengurangi perbedaan preseptual yang ada diantara pihak yang

terlibat.
29

Manajemen konflik menurut (Basuki, 2018) merupakan suatu

proses pihak yang terlibat konflik untuk mencari strategi penyelsaian

konflik sehingga konflik dapat dikendalikan dan tidak menganggu

tujuan organisasi.

Sedangkan menurut (Ekawarna, 2018) dalam bukunya berjudul

“Manajemen Konflik dan Stres” manajemen konflik sering diartikan

sebagai suatu rangkaian aksi dan reaksi, di antara pelaku konflik

maupun pihak luar yang membantu (penengah) dalam menangani suatu

konflik. Manajemen konflik juga diartikan sebagai suatu pendekatan

yang berorientasi pada proses penyelesaian konflik, melalui kegiatan

merencanakan, mengorganisir, dan mengarahkan dengan berbagai

bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) kepada para pihak yang

terlibat konflik. Upaya ini dilakukan untuk memengaruhi posisi dan

kepentingan (interests), serta interpretasi masing-masing pihak

sehingga yang dibutuhkan oleh pihak penengah (di luar yang

berkonflik) adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini

karena pihak penengah akan melakukan komunikasi secara efektif di

antara para pihak, dan mereka yang bertikai harus memiliki

kepercayaan terhadapnya.

Menurut Ross at al. dalam (Ekawarna, 2018) manajemen konflik

merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak

ketiga, dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu,

yang mungkin atau tidak mungkin akan menghasilkan suatu akhir

berupa penyelesaian konflik yang berdampak pada situasi ketenangan,


30

hal positif, kreatif, bermufakat, atau mungkin agresif. Manajemen

konflik dapat dilakukan secara sendiri, atau dapat meminta bantuan

pihak ketiga dalam memecahkan masalah. Suatu pendekatan yang

berorientasi pada proses manajemen konflik merujuk pada pola

komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku, dan bagaimana mereka

memengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik yang terjadi.

Jadi dari berbagai pendapat mengenai manajemen konflik dapat di

artikan bahwa manajemen konflik merupakan suatu proses dimana

orang yang terlibat dalam konflik baik dibantu oleh pihak luar

(penengah) ataupun tidak yang berupaya untuk menyelsaikan konflik

dan mengendalikan situasi-kondisi perselisihan yang terjadi serta

berorientasi pada proses penyelesaian konflik, melalui kegiatan

merencanakan, mengorganisir, dan mengarahkan dengan berbagai

bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) kepada para pihak yang

terlibat konflik.

2.2.2 Proses Menangani Situasi Konflik

Menurut (Huber, 2010) terdapat tangkah yang telah

direkomendasikan untuk perawat yang dapat digunakan dalam

menangani situasi konflik.

1) Menentukan individu atau grup dengan siapa konflik tersebut

terjadi.

2) Menganalisis penyebab konflik

3) Pertimbangkan strategi alternatif untuk manajemen konflik

4) Pilih strategi yang akan menghasilkan hasil terbaik


31

5) Terapkan keputusan

6) Evaluasi keputusan

2.2.3 Strategi Manajemen Konflik

Tahap awal penanganan dalam menyelsaikan konflik adalah

memilih strategi atau gaya yang tepat. Gaya resolusi konflk yang paling

tepat bergantung pada sifat dan situasi konflik yang sedang terjadi.

Gambar 2.3 memperlihatkan kelima gaya resolusi konflik dalam

susunan yang berdasarkan pada derajat kepedulian terhadap diri sendiri

dan orang lain yang ditujukan oleh pemimpin.

Menurut (Rowitz, 2011) diadopsi dari Rahim menjelaskan terdapat

5 gaya resolusi konflik yang dapat digunakan pemimpin untuk

menghadapi konflik yang terjadi yaitu sebagai berikut:

Kepedulian terhadap orang lain

Kepedulian terhadap diri sendiri

Gambar 2.3 Lima Gaya Manajemen Konflik. Sumber:


Rowitz, 2011. Hal. 35

1. Gaya Integrating, yaitu melibatkan pengumpulan fakta terkait

sebagai bagian dari proses resolusi konflik, diorientasikan pada

penemuan solusi inovatif yang dapat memuaskan kedua pihak.


32

Pemimpin yang menggunakan gaya ini menunjukkan kepedulian

pada diri sendiri dan orang lain.

2. Gaya Obliging, yaitu tipe pemimpin yang menunjukkan

kepedulian yang sangat tinggi pada orang lain namun rendah

terhadap diri sendiri. Pemimpin cenderung mengikuti apapun

yang diinginkan pihak lain terhadap konflik, mungkin karena

terlalu khawatir bahwa dirinya kurang memiliki keahlian yang

diperlukan untuk menyelsaikan konflik dengan cara lain. Gaya

ini sangat berlawanan dengan gaya dominating.

3. Gaya Dominating, yaitu pemimpin menunjukkan kepedulian

yang sangat tinggi pada dirinya sendiri namun rendah terhadap

orang lain. Pemimpin bertindak dengan gaya otoriter dan pada

dasarnya langsung menetapkan apa resolusinya yang akan

dilaksanakan.

4. Gaya Avoiding, yaitu salah satu cara untuk menghadapi konflik

adalah menghindar yang sering digunakan pemimpin yang

menunjukkan rendahnya derajat kepedulian terhadap diri sendiri

dan orang lain. Tujuannya adalah melindungi status quo, dan

pemimpin dengan gaya ini tetap berkaitan dengan konflik dan

memberi kesempatan pada orang lain untuk menghadapi konflik

serta dampaknya.

5. Gaya Compromising, yaitu gaya yang biasa digunakan, dan

pemimpin dengan gaya ini menunjukkan kepedulian yang

seimbang pada diri sendiri dan orang lain. Kompromi


33

melibatkan hubungan timbal balik, yang artinya setiap pihak

yang berkonflik mendapatkan sesuatu. Gaya ini sangat

bermanfaat untuk menyelsaikan konflik antar individu yang

terlibat dalam kemitraan, karena setiap mitra diperlakukan

seperti yang ingin mereka harapkan (dengan penghargaan yang

sebanding).

Strategi penanganan atau penyelsaian konflik sangat bervariasi

tergantung masing-masing gaya seseorang dalam penanganan. Konflik

harus di tangani dengan baik agar tidak mengganggu kelangsungan

hidup sebuah organisasi. Menurut (Huber, 2010) tehnik resolusi konflik

diintensifkan, dijelaskan, dan dikategorikan berbagai cara oleh penulis.

Beberapa istilah telah digunakan secara bergantian, dan beberapa istilah

makna yang sedikit berbeda. Berikut adalah daftar keseluruhan untuk

metode atau strategi konflik, yaitu:

1) Avoiding (menghindari), avoiding adalah strategi menghindari

semua konflik. Beberapa orang tidak pernah mengakui bahwa

ada konflik. Postur individu adalah ''Jika saya tidak mengakui

adanya masalah, maka tidak ada masalah''. Terkadang

dicerminkan dalam ungkapan ''Meninggalkan dengan baik''

2) Witholding or withdrawing (menahan atau menarik diri), dalam

strategi penghindaran ini, salah satu pihak memilih untuk tidak

berpartisipasi. Dia menarik diri dari situasi, ini tidak

menyelsaikan konflik. Namun, strategi ini tidak memberikan


34

individu kesempatan untuk menenangkan atau menghindari

konfrontasi.

3) Smoothing over or reassuring (meyakinkan), strategi ini akan

mengatakan ''semuanya akan OK''. Dengan menjaga harmoni

untuk membuat semua orang merasa baik. Strategi ini

meyakinkan dengan menggunakan komunikasi verbal untuk

meredakan emosi yang kuat.

4) Accommodating (mengakomondasi), strategi ini digunakan

ketika ada diferensial daya yang besar. Hal ini dilakukan jika

kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita

ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.

Proses penyelsaian ini sering digunakan oleh banyak manager

untuk menyelsaikan masalah sehingga keutuhan organisasi tetap

terjaga dan bisa berjalan secara harmonis.

5) Forcing (memaksa), tehnik ini merupakan gerakan dominasi

dengan cara sewenang-wenang untuk mengelola konflik.

Masalah dapat dipaksa diatas meja dengan mengeluarkan

perintah. Strategi ini memiliki kekuatan untuk menang

sementara pihak lain kalah.

6) Competing (kompetisi), strategi ini merupakan strategi yang

tegas dalam yang satu pihak perlu puas dengan biaya yang lain.

Berkompetisi merupakan semua upaya dikeluarkan untuk

menang. Strategi ini cenderung mengikuti aturan dan mirip

dengan pertandingan dan kontes atletik.


35

7) Compromising (kompromi), strategi ini disebut juga dengan

''membelah perbedaan'', hal ini berguna ketika tujuan atau nilai

yang nyata berbeda.

8) Confronting, tehnik ini disebuut pemecahan masalah dengan

tegas dan difokuskan pada masalah. Individu berbicara bagi diri

mereka sendiri yang mengurangi defensif dan memungkinkan

orang lain untuk mendengar pesan.

9) Collaborating (berkolaborasi), strategi ini merupakan strategi

yang tegas dan kooperatif dimana para pihak bekerja bersama

untuk menemukan solusi yang saling memuaskan.

10) Bergaining and negotiating, strategi ini untuk membagi imbalan,

kekuatan, atau manfaat sehingga setiap orang mendapatkan

sesuatu. Melibatkan kedua belah pihak dalam dibolak-balik

dalam beberapa tingkatan kesepakatan. Prosesnya bisa jadi

formal maupun informal.

11) Problem solving, tujuan dari strategi ini adalah mencoba untuk

menemukan solusi yang tepat oleh semua pihak. Hal ini

dirancang untuk menghasilkan perasaan keuntungan oleh senua

pihak. Problem solving atau pemecahan masalah digunakan

untuk mencapai solusi yang paling menyenangkan dari konflik.

2.2.4 Peran Pemimpin Terkait Konflik

Peran kepemimpinan dan fungsi manajemen yang terkait dengan

konflik menurut (Marquis & Huston, 2015) antara lain, yaitu:


36

1) Sadar diri dan teliti saat bekerja untuk menyelsaikan konflik

intrapersonal.

2) Merasakan terjadinya konflik sebelum konflik terwujud

3) Segera menghadapi dan campur tangan ketika pengeroyokan

terjadi.

4) Mencari win-win solution untuk setiap konflik

5) Mengurangi perbedaan preseptual yang ada diantara pihak yang

berkonflik dan memperluas pemahaman para pihak tentang

masalah.

6) Membantu bawahan dalam mengidentifikasi resolusi konflik

alternatrif.

7) Mengakui dan menerima perbedaan individu dalam anggota tim

8) Menggunakan keterampilan komunikasi untuk meningkatkan

persuasif dan membina komunikasi terbuka

9) Berperan jujur dan kolaboratif untu upaya negoisasi

10) Mendorong pembangunan konsensus ketika dukungan

kelompok diperlukan untuk mengatasi konflik

Sedangkan menurut (Huber, 2010) ada beberapa hal yang dapat

digunakan sebagai tinjauan atau penilaian untuk menganalisis secara

kritis situasi konflik yaitu mengidentifikasi batas konflik, daerah

perjanjian dan perselisihan, dan sejauh mana tujuan setiap orang,

pahami faktor yang membatasi kemungkinan dan mengelola konflik

secara konstruktif, menyadari apakah yang terlibat lebih dari satu

masalah, terbuka untuk ide, perasaan, dan sikap diungkapkan oleh


37

orang yang terlibat, dan yang terakhir yaitu bersedia untuk menerima

bantuan dari luar untuk menengahi konflik.

2.2.5 Proses Pemecahan Masalah yang Kreatif

Menurut (Huber, 2010) pemecahan masalah yang kreatif adalah

mode manajemen konflik yang paling efektif. Sebagai proses

pemecahan masalah yang kreatif, terdapat lima langkah identifikasi

untuk manajemen konflik yaitu:

1) Memulai diskusi, berjangka waktu secara sensitif dan

lingkungan yang kondusif untuk diskusi pribadi

2) Hormati perbedaan individu

3) Bersimpatik dengan semua pihak yang terlibat

4) Memiliki dialog tegas yang terdiri dari memisahkan fakta dari

perasaan, membedakan sudut pandang, memastikan bahwa

setiap orang dengan jelas menyatakan niat mereka, membingkai

isu utama berdasarkan prinsip umum, dan menjadi pendengar

yang baik dan berfokus pada apa yang dikatakan orang lain.

5) Setuju atas solusi yang menyeimbangkan daya dan memenuhi

semua pihak, sehingga mencapai win-win solution.

2.2.6 Hasil Konflik

Apapun gaya resolusi konflik yang digunakan, individu harus

menyadari hasil dari strategi yang dipilih. Menurut (Huber, 2010) hasil

dari konflik adalah apa yang sebenarnya terjadi sebagai akibat dari

proses manajemen konflik. Adapun yang di hasilkan dari konflik yaitu:


38

1) Menang-kalah (salah satu pihak mengerahkan dominasi)

Situasi yang menang kalah adalah salah satu pandangan, ide, atau

pendapat pihak yang mendominasi dan sisi lain diabaikan.

Menempatkan sesuatu ke suara mayoritas menciptakan situasi

menang-kalah dimana mayoritas menang dan minoritas kalah.

2) Kalah-kalah (tidak ada pihak yang menang)

Situasi kalah-kalah adalah satu dimana konflik memburuk ke titik

dimana kedua belah pihak kalah.

3) Menang-menang (sebuah upaya yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan kedua belah pihak secara bersamaan)

Hasil menang-menang adalah ketika masing-masing pihak

mendapatkan sesuatu dan solusinya dapat diterima semua pihak.

2.3 Jurnal Penelitian Terkait

Citational
No. Judul Hasil Kesimpulan
Jurnal

1. - Adventy Riang Bevy Pengaruh Hasil penelitian Hasil penelitian lebih


Gulo Pelaksanaan menunjukkan bahwa lanjut dijelaskan bahwa
- Program Study Ners Manajemen distribusi kepala mayoritas pelaksanaan
Fakultas Farmasi dan Konflik Oleh ruangan perawat manajemen konflik di
Ilmu Kesehatan Kepala Ruangan pelaksana yang ruangan adalah cukup
Universitas Sari Pada Motivasi menjadi subjek sebanyak 54,2% dan
Mutiara Indonesia. Kerja Perawat penelitian, lebih mayoritas motivasi kerja
Adventy_gulo@yaho Pelaksana Di lanjut dijelaskan perawat adalah cukup
o.com Rumah Sakit bahwa mayoritas sebanyak 57,6% di Rumah
- Tahun 2019 Martha Friska pelaksanaan Sakit Martha Friska
- Indonesian Trust Medan manajemen konflik Medan.
Health Journal. di ruangan adalah Dengan demikian dapat
Volume 2, No. 1- cukup sebanyak disimpulkan bahwa
Agustus 2019. Cetak 54,2% dan mayoritas pelaksanaan manajemen
39

ISSN:2620-5564, motivasi kerja konflik oleh kepala


Online ISSN: 2655- perawat adalah ruangan berpengaruh pada
1292 sedang sebanyak motivasi kerja perawat
(Gulo, 2019). 57,6%. Hasil uji pelaksana.
statistik chi square
menunjukkan bahwa
ada pengaruh antara
pelaksanaan
manajemen konflik
oleh kepala ruangan
pada motivasi kerja
perawat pelaksana di
Rumah Sakit Martha
Friska Medan.

2. - Baharudin, Fauziah Analisis Hasil penghitungan Tipe kepribadian dominan


Nuraini Kurdi, Perbedaan Tipe dari kuesioner Rahim petugas di unit pelayanan
Andries Lionardo Kepribadian A Organizational RSK. Mata provinsi
- Program Studi Ilmu Dan B Terhadap Conflict Inventory-II Sumatera Selatan adalah
Kesehatan ManajemenKonfli menunjukkan bahwa tipe A. Kepribadian tipe A
Masyarakat, Program k Interpersonal gaya manajemen ini digambarkan sebagai
Pascasarjana Pada Pegawai konflik interpersonal kepribadian ambisius,
Universitas Sriwijaya Rumah Sakit responden yang asertif, egois, kompetitif,
Palembang. Khusus Mata paling dominan tidak sabar, perfeksionis
- Tahun 2015 Provinsi Sumatera adalah gaya dan poliphasic. Perbedaan
- PSIKIS-Jurnal Selatan integriting dengan 44 yang siginifikan antara tipe
Psikologi Islami Vol. responden (58,7%), kepribadian A dan B
1 No. 2 (2015) 25-33 gaya obliging 17 terhadap manajemen
(Baharudin et al., (22,7%), konflik interpersonal ada
2015). compromising 9 pada gaya obliging. Gaya
(12%) dan obligingmerupakan gaya
dominating 5 (6,7%) yang lebih memberikan
serta gaya avoiding perhatian kepada pihak
(0%). Integrating lain dari pada diri sendiri.
merupakan gaya
manajemen konflik
interpersonal yang
paling dominan.
didapatkan bahwa
40

tipe kepribadian
dominan pegawai
adalah tipe
kepribadian A,
sedangkan
manajemen konflik
interpersonal
dominan yang
digunakan adalah
gaya integrating.
Dari hasil uji Post
Hoc didapatkan
bahwa antara tipe
kepribadian A dan B
menunjukkan
terdapat perbedaan
pada manajemen
konflik interpersonal
gaya obliging.

3. - Tri Widyastuti Pengaruh Hasil uji t (Tabel Berdasarkan rumusan


- Akademi Pariwisata Komunikasi Coefficients) masalah dan hipotesis
BSI Bandung Jl. Asertif Terhadap diperoleh nilai t penelitian, maka dapat
Sekolah Pengelolaan hitung sebesar 7,194 ditarik kesimpulan dari
Internasional No. 1-6 Konflik > nilai t tabel 2,364; hasil uji hipotesis
Antapani Bandung dan sejalan dengan menunjukkan bahwa
tri.twt@bsi.ac.id taraf sig 0,000 yang hipotesis terbukti benar,
- Tahun 2017 jauh lebih kecil dari yaitu variabel kemampuan
- Widya Cipta Vol I alpha 0,05; sehingga komunikasi asertif
No. 1 Maret 2017 dapat disimpulkan berpengaruh secara
- p-ISSN 2550-0805 bahwa variabel bebas signifikan terhadap
e-ISSN 2550-0791 kemampuan pengelolaan konflik.
(Widyastuti, 2017). komunikasi asertif Sehingga semakin baik
(X) secara parsial kemampuan komunikasi
memiliki pengaruh asertif maka pengelolaan
yang signifikan konflik yang diterapkan
terhadap pengelolaan di dalam organisasi
konflik (Y). tersebut juga akan
semakin baik.
41

4. - Sri Wartini Strategi Dari hasil tersebut Dapat disimpulkan dari


- Jurusan Manajemen, Manajemen dapat dijelaskan hasil analisis dan
Fakultas Ekonomi Konflik Sebagai bahwa diperoleh pembahasan bahwa
Universitas Negeri Upaya Nilai Konstanta (a) strategi manajemen
Semarang Kampus Meningkatkan adalah 35.065 ini konflik berpengaruh
Sekaran Gunungpati Kinerja berarti jika strategi secara positif dan
Semarang 50229 e- Teamwork manajemen konflik signifikan terhadap kinerja
mail: Tenaga diasumsikan tetap (0) teamwork tenaga
sriwartini169@gmail Kependidikan maka kinerja kependidikan. Hal ini
.com teamwork adalah menunjukkan bahwa
- Tahun 2015 sebesar 35.065. semakin baik strategi
- Jurnal Manajemen Sedangkan untuk manajemen konflik
dan Organisasi Vol Nilai koefisien dilakukan akan semakin
VI, No 1, April 2015 regresi variabel dapat meningkatkan
(Wartini, 2015). strategi manajemen kinerja teamwork tenaga
konflik (b) diperoleh kependidikan yang
sebesar 0.447, hasilnya dapat diukur
artinya bahwa setiap melalui terciptnya
ada peningkatan keharmonian kerja,
strategi manajemen terjalinnya komunikasi
konflik akan diikuti yang terbuka, adanya
dengan peningkatan pertimbangan akan
kinerja teamwork. efektivitas dan efisiensi
kerja serta terbuka dalam
penggunaan metode untuk
membantu dalam
penyelesaian pekerjaan.

5. - Aditya Kurnia Dani Hubungan Hasil penelitian Kesimpulannya adalah 1).


- Mahasiswa Program Komunikasi menunjukan bahwa Ada hubungan antara
StudiPsikologi, Organisasi Dan terdapat hubungan komunikasi organisasi
FakultasIlmuSosialda Komitmen positif dan signifikan dengan manajemen konflik
nIlmuPolitik, Organisasi antara komunikasi pada Guru di Sekolah
UniversitasMulawar Dengan organisasi dengan Islam Bunga Bangsa
man. Manajemen manajemen konflik Samarinda dengan
adityakurniad@gmai Konflik Pada dengan nilai R = koefisien bernilai positif
l.com Guru Di Sekolah 0.400 dan p = 0.002, yang berarti bahwa
- Tahun 2016 Islam Bunga sedangkan komitmen semakin tinggi komunikasi
42

- eJournalPsikologi, Bangsa organisasi dengan organisasi maka semakin


2016, 4 (2): 189-199. Samarinda manajemen konflik tinggi pula manajemen
ISSN 2477- tidak memiliki konflik. 2). Tidak ada
2674,ejournal.psikol hubungan yang hubungan antara komitmen
ogi.fisip-unmul.ac.id. signifikan dengan organisasi dengan
- eJournalPsikologi, nilai R = 0.251 manajemen konflik pada
Volume 4, Nomor 2, dan p = 0.053. Guru di Sekolah Islam
2016: 189-199. Bunga Bangsa Samarinda.
(Dani, 2016).

6. - Eleni Lahana, Conflicts Result In particular, In conclusion, this survey


Aikaterini Management In regarding conflicts suggests that nurses in
Kalaitzidou, Public Sector among nurses and public hospitals generally
Konstatinos Tsars, Nursing other professions the believe that they are more
Petros Galanis, participants reported often in conflict with other
Daphne Kaitelidou & more conflicts with professions and avoidance
Pavlos Sarafis. doctors (55.0%), is their most commonly
- International Journal followed by other chosen strategy, although
of Healthcare working groups they recog- nize that
Management. (15.0%), assistant collaboration is best. In
- Tahun 2017 nurses (13.0%), addition, the person of
- ISSN: 2047-9700 nurses (12.0%), preference for conflict
(Print) 2047-9719 administrative staff resolution is their
(Online) Journal (7.0%) and lastly supervisor who, as
homepage: with uni- versity reported, can address the
http://www.tandfonli trained nurses (6.0%). issue in hand with a more
ne.com/loi/yjhm20 integrating style of
- DOI:10.1080/204797 conflict management.
00.2017.1353787.
(Lahana et al., 2017)
7. - Maria Pitsillidou RN, Conflict Results: Conclusions:
PhD Candidate, management The health Identifying the way in
Registered Nurse. among health professionals which conflicts are
Antonis Farmakas professionals in identified the managed contributes to the
RN, PhD, hospitals of following causes of smooth functioning of
Psychotherapist Cyprus conflicts in the organisations, and it
(CBT). Maria Noula workplace in improves the effectiveness
RN, PhD, Associate descending order: of the ser- vices provided.
43

Professor of Nursing heavy workload, low


Program. Zoe Roupa pay, and varying
RN, PhD, Professor instructions from
Coordinator of different leaders. To
Nursing Program. deal with the
Email: conflict, 73.2% of
maria_pitsillidou@o the participants
utlook.com. reported using
- Tahun 2018 avoidance, 54.2%
- Accepted: engaged in
12 February 2018 negotiation for
- DOI: mutual benefit, and
10.1111/jonm.12631 40.5% cited
-J Nurs Manag. compromise as a
2018;1–8. method.
wileyonlinelibrary.co
m/journal/jonm.
(Pitsillidou et al.,
2018)

8. - Lieve Lembrechts A study of the Results: Conclusions:


Ma, Vickie Dekocker determinants of Organisational Organisational support,
Ma, Patrizia Zanoni work-to-family support influences lack of work overload and
Phd And Valeria conflict among work-to-family absence of overtime hours
Pulignano Phd. hospital nurses in conflict, above and reduce work-to-family
- Correspondence Belgium beyond work–family conflict, whereas work–
Lieve Lembrechts policy use and job family policy use does
SEIN – Identity, dimensions, while not. Implications for
Diversity and policy use has no nursing management To
Inequality Research influence. Physician retain and attract nurses by
Hasselt University and co-worker reducing work-to-family
Agoralaan, Building support have a conflict, hospitals should
D 3590 Diepenbeek unique decreasing not (only) rely on work–
Belgium effect, while work family policies but should
lieve.lembrechts@uh overload and also invest in
asselt.be. overtime hours organisational support and
- Journal of Nursing increase work-to- adapted job dimensions.
Management family conflict.
- Tahun 2014
44

- DOI:
10.1111/jonm.12233
- Accepted for
publication: 10
February 2014.
(Lembrechts,
Dekocker, Zanoni, &
Pulignano, 2014)

9. - Dr Zaid Al-Hamdan, The Impact of The integrating style Conclusion: Training


Dr Ahmad Rayan, Emotional was the most nursing managers on
Iman Adnan Al- Intelligence on commonly used style emotional intelligence
Ta'amneh, RN, Conflict among Jordanian might improve their
MSN, Hala Bawadi Management nursing managers, abilities to manage
RN PhD Styles Used by while the least conflicts in the workplace.
- Journal of Nursing Jordanian Nurse frequently used style However, cultural factors
Management 27 (3), Managers was the dominating might have a role in
560-566, 2019. style. The conflict determining the conflict
- Tahun 2019 management styles management style to be
- DOI: significantly differed used by managers.
10.1111/jonm.12711 according to hospital Implications for Nursing
(Hamdan, Al- type and years of Management: An analysis
Ta’amneh, Rayan, & experience. of the relationship
Bawadi, 2019). There were between emotional
significant intelligence and conflict
relationships management styles, will
between emotional assist management in
intelligence and initiating a tailortraining
conflict management program to improve the
styles, but the abilities to manage
direction of this conflict management.
relationship is not
fully consistent with
previous literature.
10. - Helen X. Chen, Emotional Result supervisiors The overall achievement of
Xuemei Xu, Patrick intelligence and management style: this study is satisfactory,
Phillips. conflict Integrating 77 %, contributing to a better
- International Journal management Avoiding 55%, understanding of how the
of Organizational styles Dominating 14%, Chinese managers use
45

Analysis. Emerald Obliging 31%, their EI in different


Publishing Compromising 45%, scenarios of conflicts
Limited1934-8835. the integrating style involving their
- Tahun 2019 involves a high level subordinates, peers and
- DOI 10.1108/IJOA- of consideration for superiors. The research
11-2017-1272. oneself as well as outcome suggest that
(Chen, Xu, & others. By regulating managers working inthe
Phillips, 2019). their own emotions, public sector were found
Chinese managers to be more predictable
are better able to take than those working in the
on board the interests private sectors in adopting
of others. the integrating, avoiding,
obliging and
compromisingapproaches
in conflicts
with their peers, and the
avoiding styles when they
were involved in conflicts
with their supervisors
respectively. In our
previous studies, findings
suggested managers in the
public
sectors tend to possess
higher levels of EI than
managers in private
sectors.
46

2.4 Kerangka Teori

Faktor yang Mempengaruhi Konflik Konflik


Sreategi Manajemen
Konflik
1. Perbedaan presepsi 1. Konflik Intrapersonal

2. Keterbatasan SDM 2. Konflik Interpersonal 1) Gaya Integrating


3. Departementalisasi dan Spesialisasi 3. Konflik antar Individu-individu dan 2) Gaya Oblinging
4. Interdependensi Kelompok-kelompok. 3) Gaya Dominating
5. Hubungan kewenangan 4. Konflik antara kelompok dalam
Gaya Avoiding
6. Peran dan Harapan Organisasi yang Sama 4) Gaya Compromising
7. Ambiguitas yurisdiksi (Ekawarna, 2018) 5. Konflik antar Organisasi.
(Rahim, 2011)
James A.F. dan Charles Wankel
Faktor yang Mempengaruhi Konflik dalam (Basuki, 2018)

1. Faktor internal
a) Kemantapan organisasi
b) Sistem nilai
Proses Menangani Konflik
c) Tujuan Hasil Management
d) Sistem lain dalam organisasi 1. Menentukan individu atau grup dengan siapa konflik Konflik
2. Faktor eksternal tersebut terjadi.
1. Kalah-kalah
a) Keterbatasan SD 2. Menganalisis penyebab konflik
2. Menang-kalah
b) Derajat ketergantungan dengan 3. Pertimbangkan strategi alternatif untuk manajemen konflik
3. Menang-menang
pihak lain 4. Pilih strategi yang akan menghasilkan hasil terbaik
perawat pelaksana di lain. Rumah 5. Sakit Umum Anwar (Huber, 2010)Sidoarjo
Medika
c) Pola interaksi dengan pihak Terapkan keputusan (Huber, 2010)
(Basuki, 2018)
47

2.5 Kerangka Konsep

Faktor yang Mempengaruhi Konflik

Strategi Manajemen Konflik

1) Gaya Integrating
2) Gaya Oblinging
3) Gaya Dominating
4) Gaya Avoiding
5) Gaya Compromising
(Rahim, 2011)

Keterangan:

Tidak diteliti

Diteliti

Gambar 2.4 Kerangka konsep penerapan strategi manajemen konflik oleh


perawat pelaksana di Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai