Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP MANAJEMEN KONFLIK

Laporan Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Menyelesaikan Departemen Manajemen Keperawatan
Dosen Pengampu : Aan Somana, S.Kp., M.Pd.,M.N.S

Disusun Oleh :
Nama : Egis Sugiarti
NPM : 4012220018

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XVII


STIKES BINA PUTERA BANJAR
TAHUN 2022
KONSEP MANAJEMEN KONFLIK

1.1. DEFINISI KONFLIK


Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari
perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. (Marquis &
Huston 1998).
Konflik dapat di kategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu
kejadian, konflik terjadi dari suatu ketidak setujuan antara dua orang atau organisasi
dimana seseorang tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam kepentingannya.
Sebagai proses, konflik di manifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang
dilakukan oleh dua orang atau kelompok berusaha menghalangi atau mencegah
kepuasan diri seseorang.
Konflik adalah suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak organisasi
untuk terjadinya suatu konflik yang berarti juga sebagai pertumbuhan produksi. Teori
ini menekankan bahwa konflik dapat berakibat pertumbuhan produksi dan kehancuran
organisasi, tergantung bagaimana manajer mengolahnya. Karena konflik adalah suatu
yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu organisasi, maka manajer harus mengolahnya
dengan baik.

1.2. SEJARAH MANAJEMEN KONFLIK

Sejarah terjadinya suatu konflik di suatu organisasi dimulai seratus tahun yang
lalu, dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yang pasti
terjadi di organisasi. Pada awal abad ke-20, konflik diindikasikan sebagai suatu
kelemahan manajemen disuatu organisasi dan harus dihindarkan.

Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi konflik selalu akan


merusaknya. Sewaktu konflik mulai terjadi pada suatu organisasi, meskipun dihindari
dan ditolak, maka harus diselesaikan secepatnya. Konflik sebenarnya dapat dihindari,
kalo staf diarahkan terhadap suatu tujuan yang jelas dalam melaksanakan tugasnya dan
ketidakpuasan staf harus diekspresikan secara langung supaya masalah tidak
menumpuk dan bertambah banyak.

2
Pada pertengahan abad ke-19, sewaktu ketidak puasan staf dan umpan balik dari
atasan tidak ada, maka konflik diterima secara pasif dan sebagai suatu kejadian yang
normal dalam organisasi. Oleh karena itu sebagai manajer harus belajar tentang
bagaimana menyelesaikan konflik tersebut dari pada berusaha menghindarinya.
Meskipun konflik dalam organisasi sebagai suatu unsur penghambat staf dalam
melaksanakan tugasnya, tetapi diakui bahwa konflik dan kerjasama dapat terjadi secara
bersamaan.

1.3. KATEGORI KONFLIK


Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
1. Intrapersonal

Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah
internal untuk mengklarifikasikan nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal
ini sering di manifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer
mungkin merasa konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi
keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan dan loyalitas kepada pasien.

2. Interpersonal

Konflik yang terjadi antar dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan
keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan
berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer
sering mengalami konfik dengan teman sesama manajer, atasan dan bawahannya.

3. Intergroup ( Antar Kelompok )

Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen atau
organisasi. Sumber jenis konflik ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan
dan otoritas ( kualitas jasa layanan ), keterbatasan prasarana.

4. Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik intrapersonal,


interpersonal dan antar kelompok. Tapi dalam organisasi konflik dipandang sebagai
konflik secara vertikal dan horizontal (Marquis & Huston, 1998). Konflik vertikal
terjadi atasan dan bawahan. Konflik horizontal terjadi antara staf dengan kedudukan

3
atau posisi yang sama. Misalnya konflik horizontal ini meliputi wewenang, keahlian
dan praktik.

1.4. PROSES KONFLIK


Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain :
a. Konflik Laten

Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi.
Misalnya, kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi
tersebut memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi,
meskipun konflik yang ada kadang tidak tampak secara nyata atau tidak pernah
terjadi.

b. Konflik yang dirasakan ( felt konflik)

Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman,
ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik
“affectives”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak
merasakan konflik tersebut sebagai suatu maslah/ancaman terhadap
keberadaannya.

c. Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan

Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang


dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian
konflik. Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan
agresivitas dalam menyelesaikan konflik dalam perkembangannya. Sedangkan
penyelesaian konflik dalam suatu organisasi, memerlukan suatu upaya dan strategi
untuk mencapai tujuan organisasi.

d. Resolusi konflik

Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara


memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win
solution”.

4
e. Konflik “Aftermatch”

Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang


pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau
dikurangi penyebab dari konflik yang sama.

1.5. PENYELESAIAN KONFLIK


Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi :
1. Pengkajian
a. Analisa situasi

Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan.


Setelah fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih
mendalam. Kemudian siapa yang terlihat dan peran masing-masing. Tentukan
jika situasinya bisa berubah.

b. Analisa dan mematikan isu yang berkembang

Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah


utama yang memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut.
Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.

c. Menyusun tujuan

Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.

2. Identifikasi

Indentifikasi dikalukan dengan mengelola perasaan. Hindari suatu respon


emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai respon yang berbeda
terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.

3. Intervensi
a. Masuk pada konflik

5
b. Diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
c. Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
d. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik
e. Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode
yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

1.6. STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK

Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6 :

1. Kompromi atau Negosiasi

Suatu srtategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling


menyadari dan sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian seperti ini sering
diartikan sebagai “lose-lose situation” kedua unsur yang terlibat menyerah dan
menyepakati hal yang telah dibuat. Didalam manajemen keperawatan strategi ini
sering digunakan oleh midle – dan top manajer keperawatan.

2. Kompetisi

Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik.


Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang
menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini
adalah kemarahan, putus asa dan keinginan untuk perbaikan da masa mendatang.

3. Akomodasi

Istilah yang lain sering digunakan adalah ”cooprative”. Konflik ini


berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi
permasalahan-permasalahan dan memberi kesempatan orang lain untuk menang.
Masalah utama pada strategi sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya
sering digunakan dalam suatu politik untuk suatu kekuasaan dengan berbagai
konsekwensinya.

4. Smoothing

6
Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam
konflik. Pada strategi ini individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai
kebersamaan dari pada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri.
Strategi ini bisa ditetapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang
besar misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi dan tidak dapat dipergunakan.

5. Menghindar

Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang
masalah yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan
masalahnya. Strategi ini dipilih bila ketidaksepakatan adalah membahayakan kedua
pihak,biaya penyelesaian lebih besar dari pada menghindar, atau maslah perlu orang
ketiga dalam menyelesaikannya atau jika masalah dapat terselesaikan dengan
sendirinya.

6. Kolaborasi

Strategi ini merupakan strategi “win-win solution” pada koloaborasi kedua


unsur terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu
tujuan. Karena keduanya meyakini akan mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan, masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan berjalan
jika kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat
tidak memiliki kemampuandalam menyelesaikan masalah dan tidak adanya
kepercayaan dari kedua kelompok / seorangan (Bowditch & Buono, 1994).

1.7. HASIL MANAJEMEN KONFLIK

Apabila perhatian diberikan terhadap peranan manajer perawat dalam


meningkatkan suasana kerja perawat yang produktif, banyak kasus-kasus konflik yang
dapat di selesaikan. Pengetahuan dan keterampilan manajer konflik yang terjadi adalah
peran yang aktif dari manajer perawat.

Zamke menunjukan bahwa stres dan tekanan didalam merupakan perangsang.


Yang membuat nanajer lebih positif, lebih hati-hati dan pedulli terhadap karyawannya.
Dalam surveinya, ia menemukan bahwa dalam penurunan memotivasi kinerja yang

7
baik, memperbaiki keluaran, dan menghilangkan pekerjaann yang tidak produktif yang
dapat menimbulkan masalah moral dan konflik. Dengan perubahan sistem pembayaran
kembali dirumah sakit, manajer perawat akan dihadapkan pada stres, tekanan kerja,
penurunan hasil kerja.

Konflik dapat menjadi sumber energi dan kreatifitas yang positif dan
membangun bila dikelola dengan baik. Jika tidak, konflik akan mengganggu fungsi,
dan menghancurkan, menghabiskan energi serta mengurangi keefektifan organisasi dan
pribadi.

Konflik dapat menghancurkan inisiatif atau kreatifitas, menyebabkan perilaku


bermusuhan dan kekacauan, hilangnya semangat tim dan hilangnya keinginan untuk
bekerja kearah pencapaian tujuan bersama, mengakibatkan jalan buntu dan kemacetan.
Kelola konflik jangan sampai meluas.

8
DAFTAR PUSTAKA

Musliha dan Siti Fatmawati. 2010. Komunikasi Keperawatan Plus Materi


Komunikasi

Terapeutik. Yogyakarta: Nuha Medika

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan

Profesional Ed. 3. Jakarta: Salemba Medika

Satrianegara. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan


Serta

Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Simamora, R. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC

Supriyatno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC

Swanburg, R. 1993. Introductory Manajemen and Leadership for Clinical Nurses.

Jakarta: EGC

Swanburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan.

Jakarta: EGC

9
10

Anda mungkin juga menyukai