Anda di halaman 1dari 15

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Multikulturalisme

Yang Diampu Oleh Ibu Itaanis Tianah S. So. MA. Hum

Disusun oleh
kelompok 6 :
Farrij Andika Rohman (20381081006)
Moh Maulidi (20381081045)
Moh Anis (20381081012)
Isnawati (20381082037)

PRODI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perbedaan dapat terjadi dalam segala hal yang akan kita lakukan. Perbedaan yang
terjadi sering kali menimbulkan ke tidak cocokkan yang nantinya akan menimbulkan
terjadinya sebuah konflik. Hal ini di sebabkan karena pada dasarnya ketika kita
membentuk suatu lembaga atau organisasi, maka sesungguhnya ada banyak sekali
kemungkinan-kemungkinan untuk terjadinya bergabai macam konflik.
Konflik yang terjadi di dalam suatu hubungan ataupun kelompok sudah sangat jelas tak
akan bias di hindari. Konflik pun nantinya bias menjadi hal yang serius apalagi ketikan
konflik tersebut di biarkan dan tidak segera di atasi. Tidak peduli kelompok apa pun,
konflik akan berkembang dan akan terjadi apabila kita membiarkannya terus berlanjut
bahkan menimbulkan perpecahan.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka kita haruslah memiliki kemampuan untuk mengelola
sebuah konflik. Kita harus dapat dan bias menyelesaikan segala konflik yang terjadi dan
juga meminimalisir adanya perpecahan dalam suatu organisasi maupun suatu kelompok.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang di maksud dengan manajemen konflik ?
2. Apa saja sebab terjadinya konflik ?
3. Apakah sajakah bentuk-bentuk konflik ?
4. Bagaimana cara mengatasi konflik ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat memahami pengertian manajemen konflik.
2. Mahasiswa dapat memahami sebab terjadinya konflik,.
3. Mahasiswa dapat memahami berbagai bentuk-bentuk konflik.
4. Mahasiswa dapat memahami bagaimana cara mengatasi konflik.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Manajemen Konflik


Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara
dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.1
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku
maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu
pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk
komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan
bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi
pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya
adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi
efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan
langkahlangkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka
mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin
menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam
memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan
keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses
manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para
pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran
terhadap konflik.2
1
M.Muspawi,”Manajemen Konflik (Upaya Penyelesaian Konflik dalam Organisasi”, Jurnal Penelitian
Universitas Jambi: Seri Humaniora,Vol.16.No 2,hlm 46.
2
J.Heridiansyah,”Manajemen Konflik Dalam Sebuah Organisasi”, Jurnal STIE Semarang,Vol 6.No 1,hlm

28.
Griffin menyatakan bahwa “conflict as a special type of intergroup
interaction in which groups perceive that their attempts to accomplish their goals
are being blocked by another group “artinya, konflik merupakan jenis khusus
interaksi antar kelompok, dimana kelompok merasa bahwa usaha mereka untuk
menyelesaikan tujuan mereka dihalangi oleh kelompok lain, sehingga tidak
muncul kreativitas. Dengan kata lain, konflik mungkin meliputi tindakan
permusuhan dengan beberapa aturan atau prosedur penentuan interaksi.
Secara lebih terperinci, terdapat tiga pandangan mengenai konflik dalam
organisasi yaitu pandangan tradisional, behavioral (perilaku), dan interaksionis.
1) Pandangan Tradisional
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu tidak perlu dan berbahaya,
karena konflik meruapakan sesuatu yang jelek (negatif). Dengan demikian,
apabial timbul konflik, harus segera diatasi. Disisi lain dikatakan bahwa
apabila timbul konflik berarti gagal melaksakan tugas dalam menerapkan
asas-asas manajemen. Pandangan ini menganggap bahwa semua konflik
adalah berbahaya dan oleh karenanya harus dihindari. Konflik dilihat sebagi
hasil yang disfungsional sebagai akibat dari buruknya komunikasi, kurangnya
keterbukaan dan kepercayaan diantara anggota organisasi, dan kegagalan
menajer untuk memberikan respon atas kebutuhan dan aspirasi dari para
pekerja.
2) Pandangan Behavior (Perilaku)
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu tidak baik apabila
sungguhsungguh timbul, tetapi apabila terjadi konflik, bisa diterima agar bisa
mengetahui masalah-masalah organisasi. Dengan mengetahui masalah ini,
maka terdorong untuk mencari jalan pemecahan. Pandangan ini menganggap
bahwa konflik adalah sesuatu yang lumrah dan terjadi secara alami dalam
setiap kelompok dan organisasi. Karena keberadaan dari konflik dalam
organisasinya tidak dapat dihindari, maka aliran hubungan manusiawi mendukung
dan menerima dari konflik tersebut, dan menyadari adanya konflik tersebut
bermanfaat bagi prestasi suatu kelompok .
3) Pandangan Interaksionis
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik memang tidak mungkin
dihindarkan dan justru perlu terjadi. Dari satu sisi, memang konflik
menghambat pencapaian tujuan organisasi, tetapi di sisi lain, konflik
bermanfaat bagi organisasi. Pandangan interaksionis ini mendorong konflik
pada keadaan yang “harmonis” artinya mendorong pimpinan organisasi untuk
selalu mempertahankan tingkat konflik yang optimal agar mampu
menimbulkan semangat dan kreativitas kelompok. Sebagai konsekuensinya,
maka manajer atau pemimpin organisasi bertugas untuk menemukan,
mengendalikan, dan memecahkan konflik yang terjadi Dalam hal ini, tugas
manajer lebih ditekankan pada pengelola konflik, artinya mengoptimalkan
hasil dengan cara memaksimalkan aspek-aspek yang mendorong (mendukung)
tercapainya tujuan (kerja sama) organisasi dan meminimalkan aspek-aspek
yang menghambat kerja sama dengan organisasi.3
B. Sebab-Sebab Terjadinya Konflik.
Konflik dapat timbul jika salah satu kelompok merasa atau mengantisipasi
bahwa usahanya untuk menyelesaikan tujuannya sebagai wujud frustasi dari
kelompok lain. Artinya, konflik dapat terjadi disebabkan lima jenis interaksi
kelompok, yaitu kolaborasi, kompromi, penghindaran, (pelanggaran), dan
akomodasi.
1. Competition terjadi ketika tujuan kelompok yang berinteraksi tidak dapat
didamaikan (diselaraskan), tetapi msaing-masing penting. Dalam kompetisi
ini, tidak ada permusuhan yang terbuka.
2. Collaboratio terjadi ketika tujuan kelompok sangat penting dan dapat
didamaikan.
3. Compromise bertujuan untuk kepentingan yang moderat dan tidak mudah
didamaikan secara lengkap atau tidak dapat didamaikan.
4. Avoldance terjadi ketika tujuan kelompok tidak
dipertimbangkan
kepentingan, tetapi tidak dapat didamaikan.

3
Rusmini, S. A.‘’MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN’’. samsu(ed), (jambi: PUSAKA, 2014),

hlm155-158.
5. Accomodation terjadi ketika tujuan kelompok dapat didamaikan, tetapi tidak
dipertimbangkan sangat penting.

Konflik itu timbul dari ketidaksepakatan atas tujuan yang perlu dicapai
atau metode yang digunakan untuk mencapainya. Dalam organisasi, tidak dapat
dihindari terjadinya konflik di antara berbagai kepentingan yang berbeda, dan
kadang-kadang konflik itu cukup substansial, konflik dalam organisasi antara
karyawan, kelompok, atau bagian dalam organisasi tersebut. Setiap manajer perlu
memahami beberapa sebab yang dapat menimbulkan konflik, terutama untuk
mendapatkan manfaat dalam menanganinya dan untuk menarik keuntungan dalam
menciptakan perilaku organisasi yang berguna bagi peningkatan efektivitas
organisasi.4

C. Bentuk-Bentuk Konflik
Secara umum dapat dikatakan bahwa ada tiga bentuk konflik, yaitu konflik
dalam kelompok sendiri (conflict within group organization), konflik antar
kelompok (conflict between groups in a particular organization), dan konflik antar
organisasi (conflict between organizations). Secara lebih terperinci, bentuk-bentuk
konflik adalah sebagai berikut : 1) konflik dalam diri pribadi, 2) konflik antar
pribadi, 3) konflik antar pribadi dalam kelompok, 4) konflik antar kelompok
dengan kelompok, 5) konflik antar kelompok dengan organisasi, dan 6) konflik
antar organisasi dengan organisasi
1) Konflik dalam diri pribadi
Seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus
memilih tujuan yang saling bertentangan. Ia bimbang mana yang harus dipilih
atau dilakukan. Konflik dalam diri seseorang juga dapat terjadi karena
tuntutan tugas yang melebihi kemampuannya.

2) Konflik antar pribadi

4
Ibid. Hlm158-160
Konflik antar pribadi merupakan masalah yang serius bagi banyak orang
karena sngat mempengaruhi emosi seseorang. Ada kebutuhan untuk
melindungi citra diri dan harga diri dari tindakan orang lain yang
merusaknya. Apabila konsep diri ini terancam, timbul kekecewaan yang
serius dari hubungan terganggu. Adakalanya temperamen orang-orang tidak
sama dan ini menimbulkan pertikaian kepribadian. Dalam contoh lain,
konflik berkembang dari kegagalan komunikasi atau perbedaan persepsi.
3) Konflik antar pribadi dalam kelompok
Konflik antar anggota kelompok dapat berupa konflik substantif (konflik
yang terjadi karena perbedaan latar belakang keahlian) atau konflik efektif
(konflik yang terjadi berdasarkan atas tanggapan emosional terhadap suatu
situasi tertentu). Sebagian besar pengawasan merupakan suatu usaha untuk
mengendalikan orang lain melalui penggunaan konflik. Misalnya ancaman
disiplin untuk mencegah beberapa perilaku yang tidak diharapkan merupakan
suatu usaha untuk memasukkan suatu konflik ke dalam dunia persepsi orang
lain. Misalnya seseorang yang tadinya mempunyai satu kebutuhan untuk
memperoleh apa yang diinginkannya, maka sekarang ia mempunyai
kebutuhan yang kedua yang mengandung konflik, yaitu menghindari
hukuman untuk memperoleh apa yang diinginkannya dan sangat
diperlukannya sekarang. Pengendalian melalui konflik ini tidak dapat
digolongkan begitu saja sebagai baik dan buruk. Sebagian besar tindakan
semacam ini tidak memasukkan konflik-konflik yang berbahaya karena tidak
menciptakan situasi yang melibatkan perasaan bersalah atau mengancam
perasaan harga diri. Konflik-konflik ini kebanyakan berasal dari luar
(eksternal) terhadap kepribadian. Tetapi apabila seseorang menganggap
bahwa peraturan merupakan suatu tantangan bagi kebebasan mereka, maka
reaksinya mungkin menjadi kuat.
4) Konflik antar kelompok dengan kelompok
Konflik antar kelompok terjadi karena masing-masing kelompok ingin
mengejar kepentingan atau tujuan kelompoknya masing-masing. Di antara
departemen yang berbeda juga menimbulkan masalah. Dalam skala yang
kecil, konflik seperti ini tampak seperti pertentangan antar
kelompokkelompok remaja. Masing-masing kelompok berusaha merusak
yang lain, memperoleh kuasa, dan memperbaiki citranya. Konflik timbul dari
hal-hal seperti perbedaan pandangan loyalitas kelompok, dan persaingan
memperebutkan sumber daya. Dalam organisasi manapun sumber daya yang
tersedia terbatas. Hampir semua kelompok merasa bahwa mereka
memerlukan lebih banyak daripada yang dapat mereka peroleh, jadi ada
benih konflik antar kelompok apabila sumber daya yang tersedia terbatas.
5) Konflik antar kelompok dengan organisasi
Konflik antar kelompok dengan organisasi (konflik intra organisasi)
meliputi empat sub jenis, yaitu: (a) Konflik vertikal, terjadi antara manajer
dengan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik untuk
menyelesaikan satu tugas. (b) Konflik horizontal, terjadi antara karyawan atau
departemen yang memiliki hirakhi yang sama dengan organisasi. (c) Konflik
lini-staff, terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staff
(staff ahli) dalam proses pengambilan keputusan oleh manajer inti (d) Konflik
peran, terjadi karena seseorang memiliki lebih dari satu peran yang saling
bertentangan.
6) Konflik antar organisasi dengan organisasi
Konflik antar organisasi ini bisa terjadi karena mereka memiliki saling
ketergantungan satu sama lain terhadap pemasok, pelanggan, maupun
distributor.5

D. Manajemen Konflik
Konflik akan dapat diatasi apabila:
1) Ia dapat menemukan beberapa cara yang baru, yang belum diketahui
sebelumnya untuk memuaskan kedua kebutuhan itu secara penuh.
2) Ia dapat mengubah pikirannya mengenai salah satu dari kebutuhan-
kebutuhan itu sehingga ia tidak lagi berminat kepada kebutuhan tersebut.

5
Ibid, hlm 160-163.
3) Ia dapat mengatur kembali persepsinya terhadap dunia, dengan salah satu
dari sekian banyak cara lain dengan maksud agar menempatkan konflik itu di
dalam perspektif yang baru dan kurang berarti.

Sudah dikemukakan bahwa tidak semua bentuk dan sifat konflik


menimbulkan kerugian bagi perseorangan, kelompok, ataupun organisasi. Pada
tingkat tertentu, Konflik dapat bermanfaat bagi perseorangan, kelompok, ataupun
organisasi. Oleh karena itu, untuk mengatur agar konflik ini menguntungkan bagi
semuanya, maka perlu ada “Manajemen Konflik”, yaitu, usaha seorang manajer
atau pemimpin untuk meningkatkan produktivitas. Harahap memberikan beberapa
langkah yang harus dilakukan untuk mengatur konflik ini agar dapat
menguntungkan, yaitu sebagai berikut:

1) Mendorong Konflik dengan melakukan upaya sebagai


berikut:
(a) Mendorong munculnya persaingan sehat antara kelompok maupun
individu
(b) Mengubah prosedur yang menghalangi konflik
(c) Mengajak orang luar untuk mengubah situasi lama dan memicu konflik

2) Mencegah atau Mengurangi Konflik; dengan melakukan hal-

hal berikut:

(a) Mengubah sumber daya yang kurang sebagai penyebab munculnya konflik
(b) Mengatur interdependensi secara lebih baik
(c) Menyusun tujuan umum yang menyeluruh
(d) Mengembangkan hubungan antar pribadi yang lebih akrab

3) Menyelesaikan Konflik yang Sudah Terjadi

dengan metode :
(a) Avoidance; yaitu menghindari atau melupakan konflik dan menganggap
bahwa koflik itu tidak ada
(b) Smoothing; yaitu pemimpin megakui adanya konflik, tetapi dianggap
sebagai hal yang biasa, tidak perlu menjadi perhatian.
(c) Compromise; yaitu dengan mencari titik persamaan (kompromi) antara
pihak-pihak yang terlibat konflik
(d) Confrontation; yaitu konflik disampaikan secara terbuka, dan secara
bersama-sama, semua pihak memecahkannya.6

Ada empat strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik yang
terjadi dalam organisasi, yaitu strategi penghindaran, strategi interferensi
kekuasaan, strategi penggembosan, dan strategi resolusi.

1) Strategi Pengindraan
Strategi pengindraan pada umumnya tidak mempertimbangkan sumber
sumber konflik, tetapi membiarkan Konflik tetap ada dalam kondisi yang
terkendali. Strategi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a)
Mengabaikan konflik; jika konflik yang terjadi tidak begitu berat dan tidak
berbahaya, maka manajer/pimpinan biasanya mengabaikan dan menganggap
seakan-akan konflik itu tidak ada. b) Pemisahan secara fisik; artinya, jika dua
kelompok yang terlibat konflik secara fisik dipisahkan maka pemusuhan dan
agresi secara terbuka dapat dikurangi.
2) Strategi Intervensi
Kekuasaan Ketika kelompok-kelompok yang sedang mengalami konflik
tidak mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di antara mereka, beberapa
bentuk dari penggunaan kekuasaan dapat dipergunakan. Sumber kekuasaan ini
dapat digunakan melalui: a) Menggunakan perintah otoritatif dan penerapan
aturan; artinya, jika konflik yang terjadi terlalu besar untuk diabaikan, maka
manajer/ pimpinan yang lebih tinggi dapat mengendalikan atau
menyelesaikannya dengan menggunakan perintah otoritatif, bahkan bila perlu
disertai dengan ancaman. b) Menggunakan menuver politik; artinya, masing-
masing kelompok mencoba untuk menghimpun kekuatan untuk memaksa

6
Ibid. hlm 163-167.
kelompok yang lain, dan cara ini akan meningkatkan situasi menang kalah,
sementara sumber konflik tidak diminimalisir.
3) Strategi Penggembosan
Strategi penggembosan ini mencoba untuk mengurangi tingkat emosional
dan kemarahan dari konflik pihak-pihak yang sedang mengalami konflik. Ada
tiga strategi penggembosan yang dapat dilakukan, yaitu: a) Pelunakan, dengan
cara menonjolkan kesamaan-kesamaan dan kepentingan bersama diantara
kelompok-kelompok yang sedang mengalami konflik. Dan sebaliknya
memperkecil perbedaan-perbedaan di antara mereka. b) Kompromi, artinya
kompromi di antara kelompok mengalami konflik ini mengakibatkan tawar-
menawar atas masalah penyebab konflik, dan masing-masing pihak
dibutuhkan adanya fleksibilitas. Jadi, jika kedua belah pihak tidak fleksibel,
tidak mau memberikan konsesi dan perundingan mengalami jalan buntu, maka
konflik akan berlanjut. c) Mengidentifikasi musuh bersama, artinya jika dua
kelompok mengalami konflik menghadapi musuh bersama, maka mereka
sering mengembangkan kepaduan di antara mereka untuk memperkuat
posisinya dalam menghadapi musuh bersama tersebut.
4) Strategi Resolusi
Strategi resolusi ini merupakan cara yang paling efektif untuk
menanggulangi konflik yang terjadi, dilakukan dengan mengidentifikasi dan
memecahkan sumber yang menyebabkan timbulnya konflik Ada empat
macam strategi resolusi, yaitu: a) Interaksi antar kelompok; karena salah satu
sebab timbulnya konflik adalah menurunnya komunikasi dan interaksi
diantara kelompok yang sedang mengalami konflik, maka upaya menurunkan
konflik yang terjadi dapat dilakukan dengan meningkatkan interaksi dan
kontak antar kelompok. b) Menetapkan tujuan yang lebih tinggi; dengan ini
diharapkan dapat menjadi motivasi yang kuat bagi kelompok untuk mengatasi
perbedaan di antara mereka dan meningkatkan kerja sama. c) Pemecahan
masalah; artinya, penyelesaian masalah secara bersama merupakan strategi
resolusi yang efektif jika kelompok yang sedang mengalami konflik
memusatkan perhatiannya pada permasalahan yang menjadi sumber konflik,
bukan mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. d) Mengubah struktur;
hal ini terjadi karena konflik sering timbul karena struktur organisasi.
Pengubahan struktur organisasi ini dengan lebih menekankan pada efektivitas
kelompok. Kelompok diberi penghargaan dan imbalan atas dasar
kontribusinya terhadap efektivitas kelompok yang lain serta tujuan organisasi
secara keseluruhan.

Dengan demikian, tidak semua bentuk dan sifat konflik menimbulkan


kerugian bagi perseorangan, kelompok ataupun organisasi. Bentuk-bentuk konflik
tergantung pada tingkat kematangan pihak yang terlibat pada konflik. Secara garis
besar dapat dikemukakan beberapa strategi penanggulangannya yaitu: 1.
pemecahan persoalan 2. perundingan atau musyawarah 3. mencari lawan yang
sempurna 4. meminta bantuan pihak ketiga 5. mensubordinasikan kepentingan 6.
peningkatan interaksi dan komunikasi 7. latihan kepekaan (sensitivity training) 8.
koordinasi. Kedelapan strategi penanggulangan konflik ini dapat diuraikan
sebagai berikut:

1) Pemecahan persoalan Dalam strategi pemecahan persoalan, diambil


asumsi dasar bahwa semua pihak mempunyai keinginan mengulangi konflik yang
terjadi dan karenanya perlu diceritakan ukuran-ukuran yang dapat memuaskan
pihakpihak yang telibat dalam konflik. Atas dasar asumsi tersebut maka dalam
strategi pemecahan persoalan harus melalui dua tahap, yaitu proses yang
penemuan gagasan dan proses pematangan. Karena maksud pemecahan dan
persoalan ialah untuk membahas berbagai macam kemungkinan, maka justru
perlu menciptakan kemungkinan berbeda pendapat, bukan menghilangkannya.

2) Perundingan atau musyawarah Dalam strategi musyawarah ini, terlebih


dahulu harus ditentukan secara jelas apa yang sebenarnya yang menjadi persoalan.
Berdasarkan jelasnya persoalan itulah yang kemudian kedua belah pihak yang
sedang dalam pertikaian mengadakan pembahasan untuk mendapatkan titik
pertemuan. Pada waktu perundingan atau musyawarah tersebut dilakukan, dapat
pula dikembangkan suatu konsensus bahwa setelah menjadi kesepakatan, masing-
masing pihak harus berusaha mencegah timbulnya konflik lagi.
3) Mencari lawan yang sempurna Dalam strategi mencari lawan yang sama
ini, pada prinsipnya sama dengan yang ketiga di atas. Perbedaannya adalah
bahwa strategi ini semua diajak untuk lebih bersatu, karena harus menghadapi
pihak yang ketiga sebagai pihak yang dianggap merupakan lawan dari kedua
belah pihak yang bertikai.

4) Meminta bantuan pihak ketiga Dalam strategi meminta bantuan pihak


ketiga, artinya bahwa tidak jarang suatu konflik tidak dapat dipecahkan oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik itu. Dalam kondisi ini, bantuan dari pihak
ketiga sangat diharapkan. Bila terjadi konflik dalam suatu kelompok, bantuan
pimpinan kelompok itu sangat diharapkan.

5) Mensubordinasikan kepentingan Dalam strategi subordinasi kepentingan


dan tujuan pihak-pihak yang sedang konflik kepada kepentingan dan tujuan yang
lebih tinggi ini, usaha penanggulangan konflik dilakukan dengan menemukan
kepentingan dan tujuan yang lebih tinggi dari kepentingan dan tujuan pihak-pihak
yang sedang bertikai. Strategi akan berhasil atau tidak sangat tergantung kepada
kemampuan semua pihak dalam berkomunikasi.

6) Peningkatan interaksi dan komunikasi Dalam strategi meningkatkan


interaksi dan komunikasi, yaitu bila pihak-pihak yang berkonflik itu dapat
meningkatkan interaksi dan komunikasi mereka. Penggunaan strategi ini tidak
selalu berhasil, karena pihak-pihak yang bertikai terlihat dalam konflik yang
bersifat fundemental, maka interaksi tersebut justru dapat lebih memperuncing
keadaan.

7) Latihan kepekaan (sensitivity training) Dalam strategi latihan kepekaan,


biasanya digunakan untuk menanggapi konflik yang terjadi dalam suatu kelompok
atau antar kelompok. Dalam strategi ni, pihak-pihak yang telibat konflik diajak
masuk dalam suatu kelompok, dan dalam kelompok ini, masingmsing pihak diberi
kesempatan menyatakan pendapatnya.
8) Koordinasi. Dalam strategi koordinasi; yaitu merupakan suatu strategi
penanganan konflik, baik konflik antar anggota dalam kelompok, antarkelompok,
maupun antar-organisasi. Dalam pandangan perilaku organisasi, koordinasi bukan
hanya merupakan penentuan danpelaksanaan aturan main yang sudah ditetapkan
secara formal, tetapi juga merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan konflik,
dan juga dapat digunakan untuk menangani konflik. Kesimpulannya, ada
beberapa hal yang dapat menjadi pemicu konflik, dan upaya pemecahannya dapat
dilakukan dengan cara mencari akar penyebab konflik. Dan akar inilah yang
diselesaikan. Pemimpin dapat memanggil pihak yang terlibat konflik, dan
menekankan bahwa semuanya memiliki tujuan yang sama, dan semuanya diajak
bekerja sama, serta melupakan pertikaian; menganggapnya sebagai hal yang
biasa, atau dengan cara mengkompromikan permasalahannya.7

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku
maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada
suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada
bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar
dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan

7
Ibid. hlm 165-172.
interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga,
yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik.
Konflik hanya akan terjadi karna adanya seba-sebab yang memicunya.
Sebab-sebab tersebut ada banyak macamnya. Diantaranya adalah competition,
collaboration, compromise, avoidance, accommodation.
Setelah sebab-sebab maka ada berbagai macam bentuk konflik. Yaitu
konflik dalam diri, konflik antar pribadi, konflik antar perorangan dalam
kelompok, konflik antar kelompok dengan kelompok, konflik kelompok
dengan organisasi, konflik organisasi dengan organisasi.
Secara garis besar dapat dikemukakan beberapa strategi
penanggulangannya yaitu: 1. pemecahan persoalan 2. perundingan atau
musyawarah 3. mencari lawan yang sempurna 4. meminta bantuan pihak
ketiga 5. mensubordinasikan kepentingan 6. peningkatan interaksi dan
komunikasi 7. latihan kepekaan (sensitivity training) 8. koordinasi.

DAFTAR PUSTAKA

Muspawi, M. (2014). Manajemen Konflik (Upaya Penyelesaian Konflik dalam


Organisasi). Jurnal Penelitian Universitas Jambi: Seri Humaniora, 16(2).
Heridiansyah, J. (2014). Manajemen Konflik Dalam Sebuah Organisasi. Jurnal STIE Semarang,
6(1), 28-41.
Rusmini, S. A. (2014). MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN.

Anda mungkin juga menyukai