Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap kelompok dalam satu organisasi dimana didalamnya terjadi interaksi antara satu
dengan yang lainnya, mempunyai kecenderungan timbulnya suatu konflik yang tidak dapat
dihindarkan. Konflik terjadi karena disatu sisi orang - orang yang terlibat dalam suatu organisasi
mempunyai karakter, tujuan, visi, dan misi yang berbeda- beda.

Konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam suatu kelompok dan organisasi, konflik
tidak dapat disingkirkan tetapi konflik bias menjadi kekuatan positif dalam suatu kelompok dan
organisasi agar men jadi kelompok dan oirganisasi berkinerja efektif. Seorang pimpinan yang
ingin memajukan organisasinya, harus memahami fraktor – factor yang menyebabkan timbulnya
konflik, baik konflik didalam individu maupun konflik aantar perorangan, konflik didalam
kelompok dan konflik antar kelompok. Dalam menata sebuah konflik dalam organisasi
diperlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua pihak yang terlibat maupun yang
berkepentingan dengan konflik yang terjadi. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang tepat
agar konflik dapat terselesaikan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan konflik ?
2. Apa yang dimaksud kategori konflik ?
3. Bagaiman tahap proses konflik ?
4. Apa saja langkah – langkah penyelesaian konflik ?
5. Bagaimana strategi penyelesaian konflik ?
6. Apa negosiasi dan kolaborasi konflik ?

1
C. Tujuan

1. Mengetahui yang dimaksud denganm konflik


2. Mengetahui yanmg dimaksud dengan kategori konflik
3. Menghetahui tahap proses konflik
4. Mengetahui langkah-langkah penyelesaian konflik
5. Mengetahui straytegi penyelesaian
6. Mengetahui negosiasi dan kolaborasi konflik

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari
perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di dalam
individu atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang
destruktif atau konstruktif.
Deutsch (1969) dalam lamonica (1986), mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan
atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman keseimbangan antara perasaan, pikiran,
hasrat dan perilaku seseorang. Douglass & bevis (1979) mengartikan konflik sebagai suatu
bentuk perjuangan diantara kekuatan interdependen. Perjuangan tersebut dapat terjadi baik di
dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di dalam kelompok (intragroup conflict).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi akibat adanya pertentangan
pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu taupun pada tatanan yang lebih luas,
seperti antar-individu, antar-kelompok, atau bahkan antar-masyarakat. Konflik dianggap sebagai
suatu bentuk perjuangan maka dalam penyelesaian konflik seharusnya diperlukan usaha-usaha
yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan positif individu atau kelompok,
mpeningkatan kesadaran, pemahaman diri dan orang lain, dan perasaan positif kearah hasil
interaksi atau hubungan dengan orang lain.

B. Kategori Konflik
Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu, konflik intrapersonal, interpersonal, dan

antar kelompok.

1. Intrapersonal

Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal
untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi.

3
2. Interpersonal

Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih di mana nilai, tujuan dan
keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi
dengan orang lain, sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan.

3. Antar kelompok

Konflik terjadi antar dua atau lebih dari kelompok orang, departemen, atau organisasi.
Sumber konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa
layanan), serta keterbatasan prasarana.

C. Tahap Proses Konflik


La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi proses konflik dalam
enam tahapan, yaitu:
1. Kondisi yang mendahului
2. Konflik yang dipersepsi
3. Konflik yang dirasakan
4. Perilaku yang dinyatakan
5. Penyelesaian atau penekanan konflik
6. Penyelesaian akibat konflik
Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik seperti yang sudah
didiskusikan sebelumnya. Setelah terjadi suatu konflik, konflik yang ada dipersepsi atau
berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara pihak yang terlibat atau di dalam diri dapat
menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsi ini pada umumnya bersifat logis, tidak
personal, dan sangat objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan secara subjektif karena individu
merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini sering diasumsikan sebagai suatu yang dapat
mengancam integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan takut dan bahkan timbulnya
perasaan tidak berdaya. Akibat dari kondisi-kondisi tersebut, beberapa individu kemudian
melakukan bentuk perilaku nyata seperti perilaku agresif, pasif, aseptif, persaingan, debat, atau
ada beberapa individu yang mencoba memecahkan masalah atau konflik. Langkah selanjutnya
yang dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau menekan

4
konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian siantara yang terlibat atau kadang
melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang terlibat. Oleh karena itu, upaya untuk
menyelesaikan sisa atau akibat konflik tersebut sudah selayaknya dilakukan oleh pihak yang
terlibat. Jika hal itu tidak dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada tempat dan waktu
yang berbeda.

D. Langkah – langkah penyelesaian konflik


Vestal (1994) menjabarkan langkah – langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi:
1. Pengkajian
a. Analisa situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan. Setelah fakta
dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa
yang terlihat dan peran masing – masing. Tentukan jika situasinya bias berubah.
b. Analisa dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama
yang memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian
semua masalah dalam satu waktu.
c. Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2. Identifikasi
a. Mengelola perasaan
Hindari suatu respon emosional : marah, dimana setisp oraang mempunyai respon
yang berbeda terhadap kata - kata, ekspresi dan tindakan.
3. Intervensi
a. Masuk pada konflik
Diyakini dapat diselesaikan dengan baik. Identifikasi hasil yang positif yangf
akan terjadi.
b. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik
Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda – beda. Seleksi metode
yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

5
E. Strategi penyelesain konflik
 Konflik laten
 Konflik yang dirasakan
 Konflik yang dialami
 Konflik yang tampak
 Penyelesaian/ manajemen konflik
 Konflik aftermath

Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6, yakni:

1. Kompromi atau negosiasi

Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling menyadari dan
sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini sering diartikan sebagai “lose-lose
situation”. Kedua unsur yang terlibat meyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam
manajemen keperawatan, strategi ini sering digunakan oleh middle dan top manajer keperwatan.
(Nursalam, 2009:127)

Ketika masing-masing pihak yang berkonflik berusaha mengalah dalam satu atau lain hal,
terjadilah tindakan berbagi, yang mendatangkan kompromi. Dalam maksud kompromis
(compromising), tidak jelas siapa yang menang siapa yang kalah. Alih-alih, muncul kesediaan
dari pihak-pihak yang berkonflik untuk membatasi objek konflik dan menerima solusi meski
sifatnya sementara. Karena itu ciri khas maksud kompromis adalah bahwa masing-masing pihak
rela menyerahkan sesuatu atau megalah.contohnya bisa berupa kesediaan untuk menerima
kenaikan gaji 2 dollar per jam dan bukannnya 3 dollar, untuk menerima kesepakatan parsial
dengan sudut pandang tertentu, dan untuk mengaku turut bertanggungjawab atas sebuah
pelanggaran. (Robbins, 2008:182)

2. Kompetensi

Strategi ini dapat diartikan sebagai “win/lose” penyelesaian konflik. Penyelesaian ini
menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa
mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa, dan
keinginan untuk perbaikan di masa mendatang. (Nursalam, 2009:127)

6
Ketika seseorang berusaha memperjuangkan kepentingannya sendiri, tanpa memedulikan
dampaknya atas pihak lain yang berkonflik, orang dapat kita katakan sedang bersaing
(competing). Contoh dari perilaku ini mencakup maksud untuk mencapi tujuan anda dengan
mengurbankan tujuan orang lain, berupaya meyakinkan orang lain bahwa kesimpulan anda benar
dan kesimpulan ia salah, dan mencoba membuat orang lain dipesalahkan atas suatu masalah.
(Robbins, 2008:181)

3. Akomodasi

Ketika salah satu pihak berusaha menyenangkan hati lawannya, pihak tersebut kiranya
akan bersedia menempatkan kepentingan lawan diatas kepentingannya sendiri. Dengan kata lain,
agar hubungan tetap terpelihara, salah satu pihak bersedia berkurban. Kita menyebut maksud ini
sebagai akomodatif (accommodating). Contohnya adalah kesediaan untuk mengurbankan
kepentingan Anda sehingga tujuan pihak lain dapat tercepai, mendukung pendapat orang lain
meskipun Anda sebenarnya enggan, serta memaafka seseorang atas suatu pelanggaran dan
membuka pintu bagi pelanggaran selanjutnya. (Robbins, 2008:182)

Istilah lain yang sering digunakan adalah “cooperative”. konflik ini berlawanan dengan
kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan, dan memberi
kesempatan pada orang lain untuk menang. Masalah utama pada strategi ini sebenarnya tidak
terselesaikan strategi ini biasanya digunakan dalam politik untuk merebut kekuasaan dengan
berbagai konsekuensinya. (Nursalam, 2009:127)

4. Smoothing

Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi kompnen emosional
dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencari
kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bias
diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang besar, misalnya persaingan
pelayanan/hasil produksi,tidak dapat dipergunakan. (Nursalam, 2009:128)

5. Menghindar

Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang
dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalah. Strategi ini

7
biasanya dipilih bila ketidak sepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih
besar daripada menghindar, atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika masalah
dapat terselesaikan dengan sendirinya . (Nursalam, 2009:128)

Seseorang mungkin mengakui adanya konflik namun ia ingin menarik diri atau
menekannya. Contoh-contoh dari perilaku meghindar (avaiding) adalah mencoba mengabaikan
sesuatu konflik dan menghindari orang lain yang tidak bersepakat dengan anda. (Robbins,
2008:182)

6. Kolaborasi

Strategi ini merupakan strategi “win-win solution”. Dalam kolaborasi, kedua unsur yang
terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan. Karena
keduanya meyakini akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing
meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian
dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan
masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok atau seseorang. (Nursalam,
2009:128)

Ketika setiap pihak yang berkomplik berkeinginan untuk bersama-sama memperjuangkan


kepentingan kedua belah pihak, dapat dikatakan mereka sedang bekerjasama dan mengupayakan
hasil yang sama-sama menguntungkan. Dalam bekerja sama (collaborating), maksud para pihak
adalah menyelesaikan masalah dengan memperjelas perbedaan ketimbang mengakomodasi sudut
pandang. Contohnya adalah upaya untuk mencari solusi menang-menang yang memungkinkan
tujuan belah pihak sepenuhnya tercapai dan pencarian kesimpulan yang menyatakan wawasan
yang valid dari kedua belah pihak. (Robbins, 2008:181-182)

Konflik dapat terjadi dalam diri individu maupun kelompok, setiap konflik yang timbul
dalam keduanya mempunyai strategi penyelesaian yang berbeda diantaranya :

1. Strategi mengatasi konflik dalam diri individu (intraindividual conflict)

Untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu

a) Menciptakan kontak dan membina hubungan

8
b) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
c) Menumbuhkan kemampuan / kekuatan dii sendiri
d) Menentukan tujuan
e) Mencari beberapa alternative
f) Memilih alternative
g) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

2. Strategi mengatasi konflik antar pribadi (interpersonal conflict)

Untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi :

A. Strategi kalah-kalah( lose-lose strategy)

Berorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu
atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar
sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau menggunakan
jasa orang atau kelompokketiga sebagai penengah. Dalam strategi kalah-kalah , konflik bias
diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan engalami jalan buntu. Maka
pihak ketiga diundang untuk campur tangan ileh pihak-pihak yang berselisih ataubarangkali
bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu :

a) Arbitrasi ( arbitration)

Arbitrasi merupakan prosedur dimana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak
yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan
penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.

b) Mediasi (mediation)

Mediasi dipergunakan oleh mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang
diselesaikan oleh abritor, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung
terhadap pihak- pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.

9
B. Strategi menang-kalah (win-lose strategy)

Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah
satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategi dapat
melalui:

a) Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang
kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence)
b) Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan
perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi
terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas bidang kerja (jurisdictional
ambiquity)
c) Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk
mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik,
karena adanya rintangan komnikasi (communication barriers)
d) Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan
menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap ororiter karena dipengaruhi oleh
sifat-sifat individu (individual traits)
e) Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan
sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak,
untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-
sumber (competition for resources).

C. Strategi menang-menang (win-Win strategy)

Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan,


sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-
pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai,menciptakan suasana
kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi msing-masing dalam
upaya penyelesain konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang
terlibat dalam kkonflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.

10
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industry, tetapi ada
dua cara di dalam strategi ini yang dapt dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik
interpersonal yaitu :

a) Pemecahan masalah terpadu (integrative problema solving) usaha untuk


menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua
belah pihak.
b) Konsultasi proses antar pihak (inter-Party Process Consultation) dalam
penyelesaian konsutasi proses biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana
keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan
kekuasaan atau menghakimi salah satu adau kedua belah pihak yang terlibat
konflik.

3. Strategi mengatasi konflik organisasi(organitation conflict)

Ada beberapa startegi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik
organisasi diantaranya adalah :

A. Pendekatan Birokratis(Bureaucratis approach)

Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertical dan untuk
menghadapi konflik vertical model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki
(hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pemimpin
berupaya mengontrol segala aktivitas yang dilakurekan oleh bawahannya. Strategi untuk
pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-
peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratis
approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertical (hirarki) dan di dekati
dengan cara menggunakan hirari structural (structural hierarchical).

B. Pendekatan intervensi otoritatif dalam konflik lateral (Authoritative in lateral


conflict)

11
Bila terjadi konflik lateral, biasanya kan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang
terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut tidak dapat diselesaikan secara konstruktif,
biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.

C. Pendekatan system ( system approach)

Model pendekatan perundingan menekankan masalah-masalah kompetisi dan model


pendektan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam control, maka pendekatan
system (system approach) adalah mengkordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan
produksi dalam suatu organisasi.

D. Reorganisasi structural (structural reorganization)

Cara pendekatan dapat melalui mengubah system untuk melihat kemungkinan terjadinya
reorganisasi structural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai
kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non-formal untuk mengatasi
konflik yang berlarut sebagai akibat adanya ketergantungan tugas (task interdependence) dalam
mencapai kepentingan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.
(Nurhidayah , 2012:181)

F. Negosiasi dan Kolaborasi

Negosiasi pada umumnya sama dengan kolaborasi. Pada organisasi, negosiasi juga
diartikan sebagai suatu pendekatan yang kompetitif (Marquis dan Huston, 1998). Negosiasi
sering dirancang sebagai suatu strategi menyelesaikan konflik dengan pendekatan kompromi.
Selama negosiasi berlangsung, berbagai pihak yang terlibat menyerah dan lebih menekankan
untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan antara keduanya.
Smeltzer (1991) mengidentifikasi dua tipe dasar negosiasi, yakni kooperatif (setiap orang
menang), dan kompetitif (hanya satu orang yang menang). Satu hal yang penting dalam
negosiasi adalah apakah ada salah satu atau kedua pihak menghendaki adanya perubahan
hubungan yang berlangsung dengan meningkatkan hubungan yang lebih baik. Jika kedua pihak
menghendaki adanya perbaikan hubungan, maka akan muncul tipe kooperatif. Namun, jika

12
hanya salah satu pihak yang menghendaki perbaikan hubungan, maka yang muncul adalah tipe
kompetitif. Meskipun dalam negosiasi ada pihak yang menang dan kalah, sebagai negosiator
penting untuk memaksimalkan kemenangan kedua pihak untuk mencapai tujuan bersama,
meminimalkan kekalahan dengan membuat pihak yang kalah tetap dapat tujuan bersama, dan
membuat kedua belah pihak merasa puas terhadap hasil negosiasi.
Terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi sebelum manajer setuju untuk memulai proses
negosiasi, yaitu: masalah harus dapat dinegosiasikan, negosiator harus tertarik terhadap “take
and give” selama proses negosiasi, dan mereka harus saling percaya (Smeltzer, 1991).
Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melaksanakan negosiasi adalah sebagai
berikut:
1. Mengumpulkan informasi tentang masalah sebanyak mungkin. Oleh karena
pengetahuan adalah kekuatan, semakin banyak informasi yang didapat, maka
semakin besar kemungkinan untuk menawarkan negosiasi.
2. Di mana manajer harus memulai. Oleh karena tugas manajer adalah melakukan
kompromi, maka mereka harus memilih tujuan yang utama. Tujuan tersebut
sebagai masukan dari tingkat bawah.
3. Memilih alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana. Efisiensi dan
efektivitas penggunaan waktu, anggaran, dan pegawai yang terlibat perlu juga
diperhatikan oleh manajer.
4. Mempunyai agenda yang disembunyikan. Agenda tersebut adalah agenda
negosiasi alternatif yang akan ditawarkan jika negosiasi tidak dapat disepakati.
Ada beberapa strategi dan cara yang perlu dilaksanakan dalam menciptakan kondisi yang
persuasif, asertif, dan komunikasi terbuka selama negosiasi berjalan.
1. Pilih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.
2. Dengarkan dengan saksama, dan perhatikan respons nonverbal yang nampak.
3. Berpikirlah positif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif informasi
yang disampaikan.
4. Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan bicara Anda.
Konsentrasi dan perhatikan, tidak hanya memberikan persetujuan.
5. Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan masalah-masalah
pribadi pada saat negosiasi.

13
6. Hindari menyalahkan orang lain atas konflik yang terjadi.
7. Jujur.
8. Usahakan bersikap bahwa anda memerlukan penyelesaian yang terbaik.
9. Jangan langsung menyetujui solusi yang ditawarkan, tetapi berpikir, dan mintalah
waktu untuk menjawabnya.
10. Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah selama negosiasi berlangsung,
istirahatlah sebentar.
11. Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang belum begitu Anda pahami.
12. Bersabarlah (Smeltzer, 1991).

Kunci Sukses dalam Melakukan Negosiasi


Lakukan:
1. Jelaskan tujuan negosiasi, bukan posisinya. Pastikan bahwa Anda mengetahui keinginan
orang lain.
2. Perlakukan orang lain sebagai teman dalam penyelesaian masalah, bukan sebagai musuh.
Hadapi masalah yang ada, bukan orangnya.
3. Ingat, bahwa setiap orang mengharapkan penyelesaian yang dapat diterima, jika Anda
dapat menyajikan sesuatu dengan baik dan menarik.
4. Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan dan apa yang tidak. Perhatikan gerakan
tubuhnya.
5. Lakukan sesuatu yang sederhana, tidak berbelit-belit.
6. Antisipasi penolakan.
7. Tahu apa yang dapat Anda berikan.
8. Tunjukkan beberapa alternatif pilihan.
9. Tunjukkan keterbukaan dan ketaatan jika orang lain sepakat terhadap pendapat Anda.
10. Bersikaplah asertif, bukan agresif.
11. Hati-hati, Anda mempunyai suatu kekuasaan untuk memutuskan.
12. Pergunakan gerakan tubuh, jika Anda menyetujui atau tidak terhadap suatu pendapat.
13. Konsisten terhadap apa yang Anda anggap benar

14
Hindari:
1. Sikap yang tidak baik, seperti sinis, kasar, dan menyepelekan.
2. Trik yang tidak baik, seperti manipulasi.
3. Distorsi.
4. Tergesa-gesa dalam proses negosiasi.
5. Tidak berurutan.
6. Membuat hanya satu pilihan.
7. Memaksakan kehendak.
8. Berusaha menekankan pada satu pendapat.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari perasaan,
hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di dalam individu
atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang destruktif atau
konstruktif. Secara structural, konflik dapat vertical, yaitu melibatkan perbedaan antara
pemimpin dan anak buah, atau horizontal, yaitu garis relative staf. Sembilan tipe konflik tercatat
dalam literature : di dalam pengirim, di dalam peran, peran pribadi, antar pribadi, di dalam
kelompok, di antara kelompok, peran mendua, dan beban peran yang terlalu besar.
Penyebab konflik adalah unik dan bermacam-macam. Tetapi, penyebab umumnya telah
dinyatakan dan dibahas. Penyebab umum ini antara lain perilaku menentang, stress, kondisi
ruangan yang terlalu sempit, kewenangan dokter-perawat yang berlebihan, perbedaan nilai dan
keyakinan, eksklusifisme, peran ganda perawat, kekurangan sumber daya insani, perubahan,
imbalan serta komunikasi. Proses konflik dimulai dengan kondisi pendahulu, kemudian bergerak
ke konflik yang di presepsi dan atau dirasakan. Selanjutnya adalah perilaku, lalu konflik untuk
diselesaikan atau ditekan.
Penyelesaian konflik yang konstruktif adalah sebuah aspek penting dari tanggung jawab
menejerial. Sejumlah pendekatan, termasuk kemungkinan keterlibatan dan menejemen yang
mempunyai tujuan, juga didiskusikan. Tidak ada metoda terbaik untuk memfasilitasi
penyelesaian konflik. Seorang pemimpin harus mempunyai pengetahuan tentang kemungkinan
strategi bersamaan dengan pengetahuan tentang proses memimpin dan mengatur orang;
kemudian harus dipilih dan dilaksanakan strategi yang terbaik untuk situasi yang unuk tersebut.

B. Saran
Konflik adalah sebuah kemutlakan, pemimpin harus belajar untuk secara efektif
memfasilitasi penyelesaian konflik diantara orang-orang agar tujuan dapat tercapai. Dari hasil
pembahasan di atas, diharap para pembaca baik yang merupakan calon pemimpin ataupun yang
telah menjadi pemimpin, agar dapat me-manajemen institusi atau organisasinya dengan baik agar
terbebas dari konflik yang ada.

16
DAFTAR PUSTAKA

Monica. 1998. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.


Simamora, R. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Supriyatno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai