Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengertian Dinamika Kelompok


Dinamika kelompok berasal dari kata dinamika dan kelompok. Dinamika berati interaksi atau
interdependensi antara kelompok satu dengan yang lain, sedangkan Kelompok adalah kumpulan
individu yang saling berinteraksi dan mempunyai tujuan bersama.
Maka Dinamika Kelompok merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu
yang memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan yang lain dan berlangsung
dalam situasi yang dialami.

B. Fungsi Dinamika Kelompok


Dinamika kelompok merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang hidup dalam sebuah kelompok.
Fungsi dari dinamika kelompok itu antara lain:
• Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup.
• Memudahkan segala pekerjaan.
• Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban
pekerjaan yang terlalu besar sehingga seleseai lebih cepat, efektif dan efesian.
• Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat
Setiap individu bisa memberikan masukan dan berinteraksi dan memiliki peran yang sama dalam
masyarakat.

C. Jenis Kelompok Sosial


Kelompok sosial adalah kesatuan sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang mengadakan
interaksi sosial agara ada pembagian tugas, struktur dan norma yang ada.
Berdasarkan pengertian tersebut kelompok sosial dapat dibagi menjadi beberapa, antara lain:
• Kelompok Primer
Kelompok yang didalamnya terjadi interaksi sosial yang anggotanya saling mengenal dekat dan
berhubungan erat dalam kehidupan.
Sedangkan menurut Goerge Homan kelompok primer merupakan sejumlah orang yang terdiri dari
beberapa orang yang acapkali berkomunikasi dengan lainnya sehingga setiap orang mampu
berkomunikasi secara langsung (bertatap muka) tanpa melalui perantara. Misalnya: keluarga, RT,
kawan sepermainan, kelompok agama, dll
• Kelompok Sekunder
Jika interaksi sosial terjadi secara tidak langsung, berjauhan, dan sifatnya kurang kekeluargaan.
Hubungan yang terjadi biasanya bersifat lebih objektif. misalnya: partai politik, perhimpunan
serikat kerja dan lain-lain.
• Kelompok Formal
Pada kelompok ini ditandai dengan adanya peraturan atau Anggaran Dasar (AD), Anggaran
Rumah Tangga (ART) yang ada. Anggotanya diangkat oleh organisasi.
• Kelompok Informal
Kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik, dan kebutuhan-kebutuhan seseorang.
Keanggotan kelompok biasanya tidak teratur dan keanggotaan ditentukan oleh daya tarik bersama
dari individu dan kelompok Kelompok ini terjadi pembagian tugas yang jelas tapi bersifat
informal dan hanya berdasarkan kekeluargaan dan simpati. Mis: arisan.

D. Pembentukan Kelompok
Pembentukan kelompok dapat diawali dengan adanya persepsi, perasaan atau motivasi, dan tujuan
yang sama dalam memanuhi kebutuhannya. Seperti yang terlihat dalam bagan berikut ini:

Perasaan

Motivasi

Tujuan

Interakasi

Pembentukan

Perubahan Perpecahan

Penyesuaian

Gambar .1
Proses Terjadinya Kelompok
(sumber: Solita cit Hidayat, 2004)
Penjelasan dari bagan diatas:
Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau persepsi yang sama dalam
memenuhi kebutuhan. Setelah itu akan timbul motivasi untuk memenuhinya, sehingga
ditentukanlah tujuan yang sama dan akhirnya interaksi yang terjadi akan membentuk sebuah
kelompok.
Pembentukan kelompok dilakukan dengan menentukan kedudukan masing-masing anggota (siapa
yang menjadi ketua atau anggota). Interaksi yang terjadi suatu saat akan memunculkan perbedaan
antara individu satu dengan lainnya sehingga timbul perpecahan (konflik). Perpecahan yang
terjadi bisanya bersifat sementara karena kesadaran arti pentingnya kelompok tersebut, sehingga
anggota kelompok berusaha menyesuaikan diri demi kepentingan bersama. Akhirnya setelah
terjadi penyesuaian, perubahan dalam kelompok mudah terjadi.
Langkah proses pembentukan Tim Kerja diawali dengan pembentukan kelompok, dalam proses
selanjutnya didasarkan adanya hal-hal berikut:
1.Persepsi
Pembagian kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan intelegensi yang dilihat dari
pencapaian akademis. Misalnya terdapat satu atau lebih punya kemampuan intelektual, atau
yang lain memiliki kemampuan bahasa yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan
anggota yang memiliki kelebihan tertentu bisa menginduksi anggota lainnya.
2.Motivasi
Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi anggota kelompok untuk
berkompetisi secara sehat dalam mencapai tujuan kelompok. Perbedaan kemampuan yang
ada pada setiap kelompok juga akan memicu kompetisi internal secara sehat. Dengan
demikian dapat memicu anggota lain melalui transfer ilmu pengetahuan agar bisa
memotivasi diri unuk maju.
3.Tujuan
Terbentuknya kelompok karena memiliki tujuan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas
kelompok atau individu.
4.Organisasi
Pengorganisasian dilakukan untuk mempermudah koordinasi dan proses kegiatan
kelompok. Dengan demikian masalah kelompok dapat diselesaikan secara lebih efesien dan
efektif.
5.Independensi
Kebebasan merupakan hal penting dalam dinamika kelompok. Kebebasan disini merupakan
kebebasan setiap anggota untuk menyampaikan ide, pendapat, serta ekspresi selama
kegiatan. Namun demikian kebebasan tetap berada dalam tata aturan yang disepakati
kelompok.
6.Interaksi
Interaksi merupakan syarat utama dalam dinamika kelompok, karena dengan interaksi akan
ada proses transfer ilmu dapat berjalan secara horizontal yang didasarkan atas kebutuhan
akan informasi tentang pengetahuan tersebut.

E. Pertumbuhan dan Perkembangan Kelompok


Indikator yang dijadikan pedoman untuk mengukur tingkat perkembangan kelompok adalah sebagai
berikut:
• Adaptasi
Proses adaptasi berjalan dengan baik bila:
a. Setiap individu terbuka untuk memberi dan menerima informasi yang baru
b. Setiap kelompok selalu terbuka untuk menerima peran baru sesuai dengan dinamika
kelompok tersebut.\
c. Setiap anggota memiliki kelenturan untuk menerima ide, pandangan, norma dan
kepercayaan anggota lain tanpa merasa integritasnya terganggu.
d. Pencapaian tujuan
Dalam hal ini setiap anggota mampu untuk:
• menunda kepuasan dan melepaskan ikatan dalam rangka mencapai tujuan bersama
• membina dan memperluas pola
• terlibat secara emosional untuk mengungkapkan pengalaman, pengetahuan dan
kemampuannya.
Selain hal diatas, perkembangan kelompok dapat ditunjang oleh bagaimana komunikasi yang
terjadi dalam kelompok. Dengan demikian perkembangan kelompok dapat dibagi menjadi tiga
tahap, antara lain
1. Tahap pra afiliasi
Merupakan tahap permulaan, diawali dengan adanya perkenalan semua individu akan saling
mengenal satu sama lain. Kemudian hubungan berkembang menjadi kelompok yang sangat
akrab dengan saling mengenal sifat dan nilai masing-masing anggota.
2. Tahap fungsional
Ditandai dengan adanya perasaan senang antara satu dengan yang lain, tercipta homogenitas,
kecocokan, dan kekompakan dalam kelompok. Pada akhirnya akan terjadi pembagian dalam
menjalankan fungsi kelompok.
3. Tahap disolusi
Tahap ini terjadi apabila keanggotaan kelopok sudah mempunyai rasa tidak membutuhkan
lagi dalam kelompok. Tidak ada kekompakan maupun keharmonisan yang akhirnya diikuti
dengan pembubaran kelompok.

F. Keunggulan dan Kelemahan dalam Kelompok


Dalam proses dinamika kelompok terdapat faktor yang menghambat maupun memperlancar proses
tersebut yang dapat berupa kelebihan maupun kekurangan dalam kelompok tersebut.
• Kelebihan Kelompok
• Keterbukaan antar anggota kelompok untuk memberi dan menerima informasi & pendapat
anggota yang lain.
• Kemauan anggota kelompok untuk mendahulukan kepentingan kelompoknya dengan
menekan kepentingan pribadi demi tercapainya tujuan kelompok
• Kemampuan secara emosional dalam mengungkapkan kaidah dan norma yang telah
disepakati kelompok.
• Kekurangan Kelompok
Kelemahan pada kelompok bisa disebabkan karena waktu penugasan, tempat atau jarak
anggota kelompok yang berjauhan yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas
pertemuan.

G. Contoh Pentingnya Dinamika Kelompok dalam Perawatan


• Profesi Keperawatan merupakan bagian dari profesi kesehatan yang anggotanya terdiri
atas perawat dalam satu ikatan profesi yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama
dalam bidang keperawatan
• Profesi keperawatan terbentuk dari adanya suatu kelompok-kelompok perawat yang
memiliki tradisi, norma, prosedur dan aktivitas yang sama.
• Setiap anggota saling tergantung satu dengan yang lain karena saling membutuhkan
bantuan.
Setiap anggota profesi memiliki ciri-ciri yang berbeda dan dapat dibagi dalam beberapa
kelompok, yaitu:
a. Anggota Psikologis
Secara psikologis memiliki minat untuk berpartisifasi dalam kelompok norma
b. Anggota Marginal
Kelompok menerima baik keanggotaannya tetapi bersikap menjauh atau tidak ingin terlalu
terlibat dalam kelompoknya.
c. Anggota Pemberontak
Anggota kelompok yang bersikap menentang dan tidak bersedia menerima norma yang ada.

H. Definisi Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan,
adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan diikutsertakannya ciri-ciri individual dalam
interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di
masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak
sempurna dapat menciptakan konflik.
Definisi konflik menurut beberapa ahli
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan
sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan
ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara
berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan
saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing
komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja
sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan
oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam
organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka
mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah
menjadi kenyataan.
4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada
tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999).
Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak
yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan
tujuan.
6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan
memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak
lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok
dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan
adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami
(Pace & Faules, 1994:249).
8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi
(Folger & Poole: 1984).
9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai,
alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap
pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
10.Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat
disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)

I. Beberapa Pandangan Mengenai Peran Konflik


Ada pertentangan pendapat mengenai perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam organisasi
yang disebut oleh Robbin (1996: 431) sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi
konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan
organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian,
antara lain:
1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal
yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan
istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional
akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan
kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View). Pandangan ini menyatakan bahwa
konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi.
Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau
organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik
harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja
organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi
atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu
kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif,
tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh
karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara
berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan
kreatif.

Stoner dan Freeman (1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional
(Old view) dan pandangan modern (Current View):

1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini
disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal.
Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya
disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan
kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain
struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat
mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai
pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk
mencapai tujuan bersama.

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut
pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)

1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari.
Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab
pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan,
agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah
terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi
itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan
tradisional, konflik haruslah dihindari.
2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan
sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang
menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya
secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi.
Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu
hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi
tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.

Berdasarkan penjabaran pandangan - pandangan di atas, ada dua hal penting yang bisa disorot mengenai
konflik:

1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila
kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi.
Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang
buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya
mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka
dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara
verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang
mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu
diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi
juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan
langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart
& Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran
dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak
buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak
yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya
tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang
sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
J. Faktor penyebab konflik
• 1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan
yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika
berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan
berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
• 2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
• 3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh
sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi
untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal
pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang
menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para
petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat
kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya
diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan,
hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada
perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula
menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar
kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh
dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh
menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar
untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan
memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang
berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan
struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah
menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat
berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia
industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap
semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang
telah ada.

K. Jenis-jenis konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik
intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan
konflik antar organisasi.
1. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi
bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin
dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-
hal sebagai berikut:
1. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
2. Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-
kebutuhan itu terlahirkan.
3. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
4. Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuantujuan
yang diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan
konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
1. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama-sama menarik.
2. Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama menyulitkan.
3. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang
mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2. Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan
kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan,
bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting
dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari
beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan
organisasi tersebut.
3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk
mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai
contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena
ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
4. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi. Konflik
antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar
kelompok.
5. Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap
sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini
berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk
baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara
lebih efisien.

L. Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
1. meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan
kelompok lain.
2. keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
3. perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
4. kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5. dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik

M. Faktor-faktor yang mempengaruhi Konflik


Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dalam
faktor intern dapat disebutkan beberapa hal :
1. Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat
konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai
pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
2. Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara
berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
3. Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.
4. Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sistem imbalan
dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan
bukanlah soal yang mudah.
Sedangkan faktor ekstern meliputi :
1. Keterbatasan sumber daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir
menjadi konflik.
2. Kekaburan aturan/norma di masyarakat
Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.
3. Derajat ketergantungan dengan pihak lain
Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
4. Pola interaksi dengan pihak lain
Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai lain sedangkan pola tertutup
menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

Anda mungkin juga menyukai