“TERAPI BERMAIN”
Dosen Pembimbing :
Ns. Andra Saferi Wijaya, M.kep
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan
rahmat,taufik dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
kelompok dalam membuat makalah yang berjudul “TERAPI BERMAIN.” Makalah ini
disusun sebagai bahan diskusi kelompok kami.
Makalah ini disususun berdasarkan hasil diskusi kelompok kerja kami dan
pengupulan data dari beberapa buku panduan yang ada, serta dengan bantuan dari dunia
maya yaitu melalui situs internet, dan yang lainnya.
kami menyadari bahwa makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu dengan
adanya bantuan dari semua pihak yang terkait.
Dalam penyusunan makalah ini kami sudah berusaha menyajikan semaksimal
mungkin, namun kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini, maka
kami mengharapkan masukan ataupun saran dari Dosen pembimbing serta teman-teman
lainnya dalam menyempurnakan penulisan makalah kami agar dapat bermamfaat bagi seluruh
pembaca.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian bermain dan terapi bermain................................................4
B. Pola-pola bermain.................................................................................5
C. Factor-faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain...........................8
D. Bermain sebagai terapi.........................................................................9
E. Hubungan tunagrahita dalam terapi bermain........................................19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................23
B. Saran.....................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................24
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
dewasa.
3. Fungsi emosi permainan memungkinkan anak memecahkan sebagian dari
emosionalnya, belajar mengatasi kegelisahan dan konflik batin. Karena
permainan memungkinkan anak melepaskan energi fisik yang berlebihan
dan membebaskan perasaan- perasaan yang terpendam.
2. Menjawab
6
3. Meniru
4. Berpura-pura
Selama tahun kedua, kebanyakan anak banyak memberikan sifat
kepada mainannya seperti sifat yang sesungguhnya. Seperti boneka hewan
diberikan sifat seperti hewan. Mobil- mobilan dianggap seperti orang atau
mobil.
5. Permainan
Sebelum berusia satu tahun anak mulai memainkan cilukba, petak
umpet dan sebagainya bersama dengan orangtua, dan kakaknya.
6. Hiburan
7
sebagian besar konstruk yang dibuat merupakan tiruan dari apa yang
dilihatnya dalam kehidupan sehari- hari atau dari televisi. Menjelang
berakhirnya awal masa kanak- kanak, anak- anak sering menambahkan
kereativitasnya kedalam konstruksi- konstruksi yang dibuat berdasarkan
pengamatan- pengamatannya dalam kehidupan sehari- hari.
4. Permainan
Dalam tahun keempat anak mulai lebih mempunyai permainan yang
dimainkan bersama dengan teman- teman sebayanya dari pa da dengan
orang- orang dewasa. Permainan ini dapat terdiri dari beberapa permainan
dan melibatkan beberapa peraturan. Permainan yang menguji ketrampilan
adalah melempar dan menangkap bola.
5. Membaca
Anak- anak senang dibacakan dan melihat gambar dari buku, yang
sangat menarik adalah dongeng- dongeng dan nyanyian anak- anak, cerita
tentang hewan, dan kejadian sehari- hari.
6. Filem radio dan televisi
Anak- anak jarang melihat bioskop namun anak- anak suka melihat
filem kartun, filem tentang binatang, dan filem rumah tentang anggota
keluarga. Anak- anak juga senang mendengarkan radio tetapi lebih senang
melihat televisi. Ia lebih suka melihat acara anak- anak yang lebih besar
dari pada usia prasekolah.
8
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
Ada lima faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak
(Supartini, 2004). Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Perkembangan Anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak yaitu sesuai dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangannya. Tentunya permainan anak usia bayi tidak lagi
efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah, demikian juga
sebaliknya, karena pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan
dan perkembangan anak.
2. Status Kesehatan Anak
Aktivitas bermain memerlukan energi. Namun bukan berarti anak tidak perlu
bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama halnya
dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa, yang penting pada saat kondisi
anak sedang menurun atau anak sedang terkena sakit, bahkan dirawat di rumah
sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat
dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat
di rumah sakit.
3. Jenis Kelamin Anak
Dalam melakukan aktivitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki
atau perempuan, semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau
anak perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas, dan
kemampuan sosial anak. Ada pendapat lain yang menyakini bahwa permainan
adalah salah satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri sehingga
sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan
oleh anak laki- laki. Hal ini dilatar belakangi oleh adanya alasan tuntutan
perilaku yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan hal ini dipelajari
melalui media permainan.
4. Lingkungan yang Mendukung
Fasilitas bermain lebih diutamakan yang dapat menstimulasi imajinasi dan
kreativitas anak. Keyakinan keluarga tentang moral dan budaya juga
mempengaruhi bagaimana anak dididik melalui permainan, sementara lingkungan
fisik sekitar rumah lebih banyak mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan
aktivitas fisik dan motorik.
9
5. Alat dan Jenis Permainan yang Cocok
Alat dan jenis permainan dipilih yang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang
anak. Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum
membelinya, apakah mainan tersebut aman dan sesuai dengan usia anak. Alat
permainan yang harus didorong, ditarik dan dimanipulasi akan mengajarkan anak
untuk mengembangkan kemampuan koordinasi gerak.
10
3. Membantu mengurangi stres akibat perpisahan dan perasaan rindu rumah
4. Alat untuk melepaskan ketegangan dan ungkapan perasaan
5. Meningkatkan interaksi dan perkembangan sikap yang positif terhadap
orang lain
6. Sebagai alat ekspresi ide-ide dan minat
7. Sebagai alat untuk mencapai tujuan terapeutik
8. Menempatkan anak pada peran aktif dan memberi kesempatan pada anak
untuk menentukan pilihan dan merasa mengendalikan.
Terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit tetap harus
memperhatikan kondisi kesehatan anak (Supartini, 2004).
Beberapa prinsip permainan pada anak dirumah sakit yaitu sebagai berikut:
1. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang
dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih
permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh
diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di
ruang rawat.
2. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana.
Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat
permainan yang ada pada anak atau yang tersedia di ruangan. Walaupun
akan membuat suatu alat permainan, pilih yang sederhana supaya tidak
melelahkan anak.
3. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alat permainan
yang aman untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari-lari
dan bergerak secara berlebihan
4. Melibatkan orang tua saat anak bermain merupakan satu hal yang harus
diingat. Orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan
upaya stimulasi tumbuh-kembang pada anak walaupun sedang dirawat di
rumah sakit, termasuk dalam aktivitas bermain anaknya. Perawat hanya
bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila permainan diinisiasi oleh
perawat, orang tua harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak.
Peneliti melihat bahwa macam permainan anak yang dapat dilakukan anak
di rumah sakit menurut Yusuf adalah permainan fiksi seperti dokter-dokteran,
robot-robotan, tembak- tembakan. Permainan reseptif atau apresiatif seperti
mendengarkan cerita atau dongeng, melihat gambar, melihat orang melukis
11
dan permainan membentuk (konstruksi) seperti puzzle. Bentuk permainan ini
dapat dilakukan oleh anak-anak yang sakit karena sesuai dengan keterbatasan
fisiknya.
12
mencapai kematangan, sehingga upaya dalam mengajarkan ketrampilan
motorik pada anak yang belum mencapai kematangan tidak akan
memberikan pengaruh yang signifikan atau tidak akan berarti apa- apa. Saat
yang tepat untuk mengajarkan ketrampilan motorik, terutama kegiatan yang
terkoordinasi adalah ketika anak sudah mencapai kematangan organ- organ
yang berpengaruh terhadap perkembangan motorik, seperti kematangan otot
dan syaraf.
a. Pola Perkembangan Motorik Menurut Hurlock
13
dari tulang belakang.
8. Koordinasi bilateral menuju crosslateral artinya bawa koordinasi
organ yang sama berkembang lebih dahulu sebelum bisa melakukan
koordinasi organ bersilangan. Seperti: melempar bola tenis, tangan
kanan terayun.
14
b. Definisi Motorik kasar
Motorik Kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan otot-
otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh motorik kasar diperlukan
agar anak dapat duduk, menendang, berlari, naik turun tangga dan sebagainya.
Perkembangan motorik kasar anak lebih dahulu berkembang dari pada motorik
halus, misalnya anak akan lebih dahulu memegang benda- benda yang
ukurannya besar dari pada benda yang ukurannya kecil.
Bambang Sujiono berpendapat bahwa gerak motorik kasar adalah
kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagaian besar bagian tubuh anak.
Gerak motorik kasar melibatkan aktivitas otot- otot besar seperti tangan, otot
kaki dan seluruh tubuh anak.
Motorik kasar adalah kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagai
besar tubuh anak, oleh karena itu biasanya memerlukan tenaga karena dilakukan
oleh otot- otot yang lebih besar.
Menurut Yudha M.S menyatakan bahwa motorik kasar adalah serangkaian
gerak tubuh yang dilakukan oleh manusia yang melibatkan otot- otot kasar
(gross muscle), atau gerak anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan
anak itu sendiri. Gerak kasar adalah suatu ketrampilan yang ditampilkan
individu dalam beraktivitas dominan dengan menggunakan otot- otot besarnya.
Ketrampilan menggunakan otot- otot besar ini bagi anak tergolong pada
ketrampilan gerak dasar. Ketrampilan gerak dasar dibagi menjadi tiga kategori.
Yaitu: lokomotor, nonlokomotor dan manipulatif. Diantaranya sebagai berikut:
1. Gerak Lokomotor
15
memilih, mengangkat, merendahkan tubuh.
3. Gerakan manipulative
16
menikmati gerakan sederhana seperti loncat- loncatan, melompat,
dan lari kesana kemari hanya demi kesenangan murni melakukan
aktivitas tersebut. Mereka dapat berlari melintasi ruangan dan
melompat sejauh 6 inci.
2. Perkembangan motorik kasar anak saat usia 4 tahun. Pada saat usia 4
tahun anak masih suka berpetualang, mereka senang dengan
memanjat dengan tangkas dan menunjukkan kemampuan atletisnya.
Meskipun pada usia 4 tahun ini anak sudah mampu memanjat tangga
dengan menggunakan 1 kaki disetiap anak tangga, mereka baru
mulai mampu menuruni tangga dengan cara yang sama.
17
Usia 12 Bulan Anak mulai berjalan tanpa
bantuan
Mengambil mainan diluar
jangkauan dengan berjalan atau
merangkak
Bermain bola dengan cara
menggelindingkan bola kearah
anak dan diusahakan anak
menggelindingkan bolanya
kembali
Membungkuk
Mulaui belajar berjalan dan
memanjat tangga
Usia 12- 15 bulan Mulai berjalan sendiri
Berjalan mundur
Muali bisa menarik mainan
dengan berjalan
Berjalan anik turun tangga
Berjalan sambil berjinjit
Sudah bisa menangkap dan
melempar bola
Usia 15 – 18 bulan Berjalan sambil berjinjit
Naik turun tangga
Berjalan mundur
Sudah bisa main ayunan, dan
memanjat
Bermain air, dan berenang
Menendang bola besar
Usia 18- 24 Bulan Bermain dengan air, melempar,
menangkap dan menendang
bola.
Melompat
Keseimbangan tubuh dengan
cara angkat satu kaki dengan
18
cara bergantian dengan berdiri
seimbang
Usia 2 – 3 Tahun Memanjat, dan berlari
Melompat dan melatih
keseimbangan badan
Bermain bola
Latihan menghadapi rintangan
seperti merangkak, berjinjit,
berjalan diatas titian.
Melempar dan menangkap bola
Usia 3- 4 Tahun Mampu memanjat
Berlari, melompat dan berdiri
diatas satu kaki
Bermain bola
Mengendarai sepeda roda 3
Menangkap bola kecil
Berjalan diatas titian mengikuti
garis
Melompat dengan 2 kaki dan
melompat dengan 1 kaki
Melempar benda kecil keatas
Menirukan binatang berjalan
seperti halnya katak elompat,
jalan angsa berjongkok
Berjalan jinjit
Usia 4-5 Tahun Bermain dengan bola, lompat
satu kaki
Berjalan dietitian dan memanjat
Bermain engklak
Bermain lompat tali
19
Usia 5 – 6 Tahun Bermain dengan bola
Bermain keseimbangan tubuh
Lompt satu kaki dan lompat jauh
Berlari
Bisa mengendarai sepeda dan
sepatu roda
Usia 6- 10 Lebih melanjutkan
perkembangan motorik yang
sudah ada
20
e) ketunagrahitaan tidak dapat disembuhkan.
Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita,
jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah
normal), sehingga untuk meneliti tugas perkembangannya memerlukan bantuan
atau layanan secara sepesifik, termasuk dalam program pendidikannya.
Edgar Doll berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika:
a) secara sosial tidak cakap
b) secara mental dibawah normal,
c) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda,
d) kematangannya terhambat. Sedangkan menurut AAMD, seseorang
dikategorikan tunagrahita apabila kecerdasannya secara umum dibawah rata-
rata dan mengalami kesulitan penyesuaian sosial dalam setiap fase
perkembangannya.
1. Klasifikasi Tingkat Intelegensi Tunagrahita
Seorang psikolog mengklasifikasikan tunagrahita berdasarkan tingkat
intelegensinya dan indikasinya dapat dilihat pada angka hasil tes kecerdasan,
seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecile, dan IQ
50-75 dikategorikan debil atau moron. Klasifikasi anak tunagrahita :
1. Anak tunagrahita mampu didik (debil)
Adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti program sekolah
biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui
pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Kemampuan yang dapat
dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain:
1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung,
2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain,
3) ketrampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari.
2. Anak tunagrahita mampu latih (imbecil)
Adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan yang sedemikian
rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang
diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik. Kemampuan yang dapat
dikembangkan antara lain seperti:
1) belajar mengurus dirinya sendiri misalnya makan, tidur dan mandi
sendiri,
2) belajar menyesuaikan dilingkungan rumah atau sekitarnya,
21
3) mempelajari kegunaan ekonomi dirumah, dan ketrampilan yang lain.
22
mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya
ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua
tingkat intelegensi yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
23
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
B. saran
Dengan adanya pembuatan makalah Terapi Bermain ini, semoga dapat
dimengerti dan diterima pembaca, dalam makalah kami ini terdapat beberapa teknik
terapi bermain, semoga dapat menambah dan memperluas wawasan pembaca
mengenai terapi bermain. Kami sebagai tim penyusun mengharapkan juga untuk kritik
dan saran dalam makalah yang telah kami buat dalam pengembangan yang lebih baik
lagi.
24
DAFTAR PUSTAKA
25