Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MANAJEMEN KONFLIK & NEGOSIASI

“Sumber Konflik”

Dosen Pengampu:

Sabaruddin MBA., M.S.P.A.

Disusun Oleh:

5200211090 Salma Maeilani

5200211093 Indriana Krisdianti

5200211094 Herna Aji Priyatni

5200211095 Ananda Krisna Kusuma

PROGRAM STUDI SARJANA MANAJEMEN


FAKULTAS BISNIS & HUMANIORA
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2022/2023
SUMBER KONFLIK

A. Pengertian Konflik
Menurut Fisher, konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau
kelompok) yang memiliki, atau yang merasa memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
Konflik adalalı suatu kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif.
Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan. Konflik timbul karena
ketidakseimbangan antara hubungan-bubungan sosial seperti kesenjangan status sosial,
kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbang yang kemudian
menimbulkan masalah-masalalı diskriminasi.

B. Penyebab terjadinya Konflik


Secara garis besar penyebab konflik dibagi atas 3 penyebab, yaitu
1. Perbedaan pendirian dan keyakinan orang perorangan telah menyebabkan konflik antar
individu. Dalam konflik-konflik seperti ini terjadilah bentrokan-bentrokan pendirian,
dan masing-masing pihak pun berusaha membinasakan lawannya. Membinasakan di
sini tidak selalu diartikan sebagai pembinasaan fisik, tetapi bisa pula diartikan dalam
bentuk pemusnahan simbolik atau melenyapkan pikiran-pikiran lawan yang tidak
disetujui. Di dalam realitas sosial tidak ada satu pun individu yang memiliki karakter
yang sama sehingga perbedaan pendapat, tujuan, keinginan tersebutlah yang
mempengaruhi timbulnya konflik sosial.

2. Perbedaan kebudayaan tidak hanya akan menimbulkan konflik antar individu, akan
tetapi bisa juga antar kelompok. Pola-pola kebudayaan yang berbeda akan
menimbulkan pola-pola kepribadian dan pola-pola prilaku yang berbeda pula
dikalangan khalayak kelompok yang luas. Selain itu, perbedaan kebudayaan akan
mengakibatkan adanya sikap etnosentrisme yaitu sikap yang ditunjukkan kepada
kelompok lain bahwa kelompoknya adalah yang paling baik. Jika masing-masing
kelompok yang ada di dalam kehidupan sosial sama-sama memiliki sikap demikian,
maka sikap ini akan memicu timbulnya konflik antar penganut kebudayaan.
3. Perbedaan kepentingan. Mengejar tujuan kepentingan masing-masing yang berbeda-
beda, kelompok-kelompok akan bersaing dan berkonflik untuk memperebutkan
kesempatan dan saran.

C. Tahapan – tahapan Konflik


Untuk membantu menganalisis berbagai dinamika dan kejadian yang berkaitan dengan
masing-masing tahap konflik ada 5 tahapan konflik.
1. Pra-konflik
Ini merupakan periode di mana terdapat ketidaksesuaian sasaran antara dua pihak
atau lebih, sehingga timbul konflik. Mungkin terdapat ketegangan hubungan di antara
beberapa pihak dan/atau keinginan untuk menghindari kontak sanu sama lain pada
tahap ini.
2. Konfrontasi.
Pada tahap ini, konflik menjadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak yang
merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan aksi demonstrasi
atan perilaku konfrontatif lainnya.
3. Krisis
Tahap ini merupakan puncak konflik, ketegangan dan/atau kekerasan terjadi
paling hebat. Komunikasi normal di antara kedua pihak kemungkinan putus.
Pernyataan umum cenderung menuduh atau menentang pihak lain.
4. Akibat
Suatu krisis akan menimbulkan akibat. Satu pihak ingin menaklukan pihak lain,
satu pihak mungkin menyerah atau menyerah atas desakan pihak lain. Kedua pihak
mungkin setuju bemegosiasi dengan atau tanpa bantuan perantara. Apapun
keadaaannya, tingkat ketegangan konfrontasi dan kekerasan pada tahap ini agak
menurun dengan kemungkinan adanya penyelesaian.
5. Pasca-konflik
Situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan
ketegangan berkurang dan hubungan mengarah normal di antara kedua pihak Namun
jika isu-isu dan masalah-masalah yang timbul karena sasaran yang saling bertentangan
tidak diatasi dengan baik tahap ini sering kembali menjadi situasi prakonflik.

D. Sumber Konflik
Sumber konflik dapat muncul dari diri sendiri, lingkungan, atau orang lain yang
memiliki perbedaan sikap, opini, cara, tujuan atau sistem nilai yang dianutnya. Sebagai
contoh terdapat faktor yang memicu munculnya konflik kerja pada karyawan bersuku Jawa
antara lain adalah sifat negatif pribadi, perbedaan dalam menyelesaikan pekerjaan.
komunikasi, kecemburuan, komitmen kerja, tidak adanya kerja sama, ketidakpuasan kerja,
dan masalah pribadi di luar pekerjaan (Dian dkk, 2013).
Dilihat dari sisi sosio-kultural, maka sumber konflik dapat dibagi menjadi beberapa
bagian, sebagai berikut:
1. Perbedaan Individu
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian
dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor
penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak
selalu sejalan dengan kelompoknya Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di
lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang
merasa Terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

2. Perbedaan latar belakang


Kebudayaan seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola
pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok


Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersama masing-masing orang atau
kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.
Para tokoh masyarakat menganggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi
bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang Para
petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk
membuat kebun atan ladang.

4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat


Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak. Perubahan tersebut dapat memicu terjadinya
konflik social. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses
industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama
pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah
menjadi nilai-nilai masyarakat mndustri Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotong-royongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan
menurut jenis pekerjaannya (Wildan, 2014).

Adapun sumber konflik lain dalam sebuah organisasi lain, yaitu:


1. Perbedaan Tujuan dan Nilai: Konflik bisa muncul ketika anggota organisasi memiliki
tujuan atau nilai yang berbeda.
2. Keterbatasan Sumber Daya: Persaingan atas sumber daya seperti anggaran, waktu, atau
personil bisa menjadi sumber konflik.
3. Perbedaan Pendapat: Ketidaksetujuan dalam pengambilan keputusan atau strategi
organisasi dapat menyebabkan konflik.
4. Peran dan Tanggung Jawab yang Tidak Jelas: Ketidakjelasan dalam tugas dan tanggung
jawab anggota organisasi dapat menciptakan konflik.
5. Komunikasi yang Buruk: Kurangnya komunikasi yang efektif dapat mengarah pada
ketidakpahaman dan konflik.
6. Kepemimpinan yang Lemah: Gaya kepemimpinan yang tidak efektif atau tidak
konsisten dapat menciptakan ketidakstabilan dan konflik.
7. Masalah Antarpribadi: Ketidakharmonisan hubungan antarpribadi antara anggota
organisasi dapat menjadi sumber konflik.
8. Perubahan Organisasi: Perubahan dalam struktur atau budaya organisasi dapat
menciptakan ketidakpastian dan konflik.
9. Isu Diskriminasi dan Ketidaksetaraan: Masalah yang berkaitan dengan diskriminasi
atau ketidaksetaraan dalam organisasi bisa menyebabkan konflik.

Mengelola konflik dengan efektif sangat penting untuk menjaga stabilitas dan produktivitas
dalam organisasi.

E. Strategi Mengatasi Konflik


1. Langkah-Langkah Strategis dalam Menghadapi Konflik
Menurut Stevenin, terdapat lima Langkah dalam meraih kedamaian dalam
konflik. Lima Langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1) Pengenalan
Pengenalan kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana
keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan
dalam. mendeteksi (tidak memedulikan masalah atau menganggap ada masalah,
padahal sebenarnya tidak ada).

2) Diagnosis
Diagnosis merupakan langkah terpenting. Metode yang benar dan telah diuji
mengenai siapa, apa, mengapa, di mana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna.
Memusatkan perhatian pada masalah utama.

3) Menyepakati Suatu Solusi


Menyepakati suatu solusi diawali dengan mengumpulkan masukan mengenai
jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Menyaring penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Dalam hal
ini jangan menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik.
4) Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan mengatasi konflik akan terjadi keuntungan dan kerugian.
Untuk hal itu perlu kehati-hatian, jangan sampai membiarkan pertimbangan terlalu
memengaruhi pilihan dan arah kelompok.

5) Evaluasi
Penyelesaian dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Apabila
penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah
sebelumnya dan coba kembali.

2. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)


Ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengantisipasi terjadinya
konflik organisasi, di antaranya sebagai berikut.
a. Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara
vertikal. Untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung
menggunakan struktur hierarki (hierarchical structure) dalam hubungan-nya secara
otokritas.
Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan
tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah
konflik seperti ini dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan birokratis untuk
mengontrol pribadi bawahannya.
Pendekatan birokratis dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik
vertikal didekati dengan cara menggunakan hierarki struktural.

b. Pendekatan Intervensi Otoritatif dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention


in Lateral Conflict)
Apabila terjadi konflik lateral, akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang
terlibat konflik. Jika konflik tersebut tidak dapat diselesaikan secara konstruktif,
manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.
c. Pendekatan Sistem (System Approach)
Pendekatan sistem (system approach) adalah mengo-ordinasikan masalah-
masalah konflik yang muncul. Pendekatan ini menekankan pada
hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dan produksi
dalam suatu organisasi.

d. Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)


Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan
terjadinya reorganisasi struktural untuk meluruskan perbedaan kepentingan dan
tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru
dalam organisasi nonformal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai
akibat adanya saling kebergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai
kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.
Contoh Kasus
Konflik di Antara Starbucks dan Pekerja Barista

Pada tahun 2020, Starbucks, perusahaan kopi terkenal, menghadapi konflik dengan ribuan pekerja
barista di Amerika Serikat. Beberapa sumber konflik antara Starbucks dan para pekerja barista
adalah:
1. Upah Minimum
Para barista di Starbucks menyuarakan kekhawatiran mereka tentang upah minimum yang
mereka terima. Mereka merasa bahwa gaji minimum yang ditawarkan oleh Starbucks tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka di berbagai kota mahal di Amerika
Serikat.

2. Tuntutan Perlindungan Kesehatan


Terutama selama pandemi COVID-19, barista meminta perlindungan kesehatan yang lebih
baik. Mereka mengungkapkan keprihatinan tentang tindakan keamanan di toko-toko Starbucks,
termasuk permintaan untuk penyediaan peralatan perlindungan pribadi dan tindakan lainnya
untuk melindungi staf dari penyebaran virus.

3. Tuntutan Jam Kerja yang Stabil


Para pekerja mengeluhkan kurangnya stabilitas dalam jadwal kerja mereka. Mereka sering
menghadapi perubahan mendadak dalam jam kerja mereka, yang sulit untuk disesuaikan
dengan kehidupan pribadi.

4. Pemberian Tunjangan dan Kesejahteraan


Ada permintaan untuk peningkatan dalam tunjangan dan manfaat kesejahteraan yang
diberikan kepada pekerja Starbucks.

Konflik ini menciptakan ketegangan antara perusahaan dan pekerjanya. Pekerja barista, dengan
dukungan dari berbagai kelompok advokasi, mengorganisir aksi-aksi mogok dan demonstrasi di
seluruh Amerika Serikat.
Starbucks akhirnya merespons konflik tersebut dengan mengumumkan sejumlah perubahan
kebijakan, termasuk kenaikan upah minimum, peningkatan akses terhadap manfaat kesejahteraan,
dan komitmen untuk menyediakan peralatan pelindung kesehatan yang lebih baik. Ini adalah
contoh konkret dari bagaimana tekanan dari pekerja dan masyarakat umum dapat mempengaruhi
perusahaan dalam mengatasi sumber konflik dan meningkatkan kondisi kerja karyawan.

Kesimpulan
Konflik sering muncul dalam aspek kehidupan, baik konflik di dalam individu maupun
konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok Konflik juga
muncul pada organisasi baik sektor publik maupun swasta konflik tidak dapat dihindarkan Sumber
utama timbulnya konflik sesungguhnya dan adanya perbedaan kepentingan (Kusworo, 2019).
Sumber konflik yang lain yaitu terbagi dari dalam dan luar individu. Dari dalam diri
individu misalnya adanya perbedaan mjuan, nilai, kebutulian serta perasaan yang terlalu sensitif.
Dan luat diri individu misalnya adanya tekanan dari lingkungan persaingan serta Langkanya
sumber daya yang ada. Berdasarkan keterangan diatas, maka konflik yang terjadi pada maraisia
bersumber pada berbagai macam sebab (Wildan, 2011)

Anda mungkin juga menyukai