Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN

KONFLIK Oleh Kelompok 1


1. SATYA DEDY ( P17220174071)
2. NI’MATUS SA’DIYAH ( P17220183048)
3. RIZQI ALRIAN ( P17220183049)
4. MILLENIA LUTFIATUR ROHMAH ( P17220183050)
5. NAZILAH ARIFAH KHOFSOH ( P17220183051)
6. RAHMALIA AMANDA R ( P17220184066)
7. AMALIA DWI HANDAYANI PUTRI ( P17220184070)
8. ALFINDA MANTOFANI ( P17220184075)
9. YUSI AFIDAH OKTAVIA ( P17220184091)
10. NOVITA PERMATASARI ( P17220184092)
11. CHINTIA MAULIDINA D ( P17220184093)
12. FIAN ALHANUNI M ( P17220184094)
Definisi Manajemen Konflik
Definisi Manajemen Konflik Menurut Para Ahli :

1. Minnery (1980: 220)


Minnery mendefinisikan manajemen konflik adalah suatu proses rasional yang
sifatnya iteratif, dimana proses tersebut terjadi secara terus-menerus mengalami
penyempurnaan hingga tercapai model yang ideal dan representatif.
2. Howard Ross (1993)
Howard Ross mendefinisikan manajemen konflik sebagai langkah-
langkah yang diambil pelaku atau pihak ketiga yang bertujuan untuk
mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau
tidak menghasilkan akhir berupa penyelesaian konflik, dan mungkin
atau tidak menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat
atau agresif.
Sumber Manajemen Konflik

 Menurut Shetach (2012) menyatakan bahwa konflik terjadi disebabkan karena:


(1) perbedaan interpersonal pada setiap dimensi-umur, jenis kelamin, ras,
pandangan, perasaan, pendidikan, pengalaman, tingkah laku, pendapat, budaya,
kebangsaan, keyakinan, dll, (2) perbedaan kepentingan dalam hubungan antar
manusia karena perbedaan budaya, posisi, peran, status, dan tingkat hirarki.
 
 Menurut Robbins (2008), konflik muncul karena ada kondisi yang
melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang
disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori,
yaitu : komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Terbagi Menjadi 3 Kategori yaitu :
2. Struktur
1. Komunikasi 3. Variabel Pribadi
Istilah struktur dalam konteks ini
Komunikasi yang buruk, dalam digunakan dalam artian yang
Sumber konflik lainnya yang
arti komunikasi yang mencakup: ukuran (kelompok), potensial adalah faktor pribadi,
menimbulkan kesalahpahaman derajat spesialisasi yang diberikan yang meliputi: sistem nilai yang
antara pihak-pihak yang kepada anggota kelompok, dimiliki tiap-tiap individu,
terlibat, dapat menjadi sumber kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), karakteristik kepribadian yang
konflik. Suatu hasil penelitian kecocokan antara tujuan anggota menyebabkan individu memiliki
menunjukkan bahwa kesulitan dengan tujuan kelompok, gaya keunikan (idiosyncrasies) dan
semantik, pertukaran informasi kepemimpinan, sistem imbalan, berbeda dengan individu yang
dan derajat ketergantungan antara
yang tidak cukup, dan lain. Kenyataan menunjukkan
kelompok. Penelitian menunjukkan
gangguan dalam saluran bahwa ukuran kelompok dan
bahwa tipe kepribadian
komunikasi merupakan derajat spesialisasi merupakan tertentu, misalnya, individu
penghalang terhadap variabel yang mendorong yang sangat otoriter, dogmatik,
komunikasi dan menjadi kondisi terjadinya konflik. Makin besar dan menghargai rendah orang
anteseden untuk terciptanya kelompok, dan makin lain, merupakan sumber konflik
konflik. terspesialisasi kegiatannya, maka yang potensial.
semakin besar pula kemungkinan
terjadinya konflik.
Kasus
Perawat R (wanita) 48 tahun (S2 Keperawatan, pengalaman bekerja 18 tahun) adalah manajer keperawatan
di unit perawatan neuroscience di sebuah rumah sakit di Chicago. Beliau memiliki keinginan untuk melakukan
renovasi pada unit perawatan yang dipimpinnya dan perawat R pun menemui direktur keperawatan di RS
tersebut. Ketika bertemu dan menyampaikan keinginannya, ternyata menurut direktur keperawatan, RS hanya
memiliki biaya untuk merenovasi 1 unit saja untuk tahun ini, dan direktur mengatakan sudah ada perawat J
(laki-laki) 56 tahun (S1 Keperawatan, pengalaman bekerja 30 tahun) yang merupakan manajer keperawatan di
unit perawatan bedah ortopedi yang juga mengajukan proposal untuk renovasi. Direktur menyarankan mereka
untuk bertemu satu sama lain untuk membahas masalah yang terjadi agar mendapatkan keputusan yang tepat.
Perawat R dan Perawat J sebelumnya juga pernah berkonflik tentang penyusunan standar tindakan
keperawatan sehingga mereka jarang menjalin komunikasi secara langsung. Perawat R pun merasa terpaksa
harus menemui Perawat J, dan dalam pertemuan tersebut terjadi perbedaan pendapat antara keduanya,
dimana kedua belah pihak beranggapan bahwa renovasi di unit perawatan mereka lebih penting dari renovasi
di unit perawatan lainnya. Perawat J juga menganggap perawat R tidak berkewenangan untuk melakukan
negosiasi dengannya, yang memiliki kewenangan tersebut adalah direktur keperawatan. Konflik ini berdampak
pula pada kinerja staf perawat yang bekerja di unit masing-masing terutama dalam hal kolaborasi. Direktur
keperawatan merasa bertanggung jawab terhadap kondisi ini, dan ingin segera menyelesaikannya.
Pembahasan
 Identifikasi batasan konflik
 
Menurut Rigio (2003) jenis-jenis konflik yang ada antara lain konflik intrapersonal, konflik
interpersonal, konflik intra kelompok dan konflik antar kelompok. Berdasarkan kasus di atas,
terdapat 2 jenis konflik yang terjadi antara lain konflik interpersonal dan konflik antar kelompok.
Konflik interpersonal yang terjadi adalah antara Perawat J dan Perawat R yang sebelumnya sudah
pernah berkonflik dan jarang menjalin komunikasi satu sama lain. Konflik kedua adalah konflik antar
kelompok. Konflik ini dapat timbul ketika masing-masing kelompok bekerja untuk mencapai tujuan
kelompoknya masing-masing, dalam kasus ini kelompok yang dimaksud adalah kelompok perawat
yang bekerja di unit perawatan neuroscience dan perawat yang bekerja di unit perawatan bedah
ortopedi yang sama-sama menuntut adanya renovasi di unit perawatan masing-masing.
Identifikasi penyebab konflik
Konflik dapat muncul karena ada kondisi yang melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut,
yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu : komunikasi,struktur, dan
variabel pribadi (Robbins, 2008). Dalam kasus di atas sumber terjadinya konflik adalah 3 kategori tersebut.
Kurangnya komunikasi yang terjalin antara Perawat J dan Perawat R menyebabkan komunikasi dua arah sulit
tercapai. Perbedaan jenis kelamin menjadi salah satu penghambat dalam berkomunikasi asertif, dimana laki-laki
cenderung agresif, independen, dan jarang melibatkan emosi, sebaliknya wanita cenderung pasif, dependen, dan
melibatkan emosi (Brewer et al, 2002). Istilah struktur dalam konteks ini mencakup adanya perbedaan tujuan dan
kepentingan masing-masing kelompok, sedangkan variabel pribadi yang dimaksud adalah tipe kepribadian
masing-masing pimpinan kelompok berbeda satu dengan yang lainnya.
Menurut Shetach (2012) konflik juga dapat disebabkan oleh perbedaan interpersonal dan perbedaan
kepentingan. Dalam kasus ini perbedaan interpersonal yang terjadi terkait pada dimensi-umur, jenis kelamin, latar
belakang pendidikan, dan pengalaman bekerja. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Ayoko and Hartel, 2006 yang
mengatakan bahwa diversitas atau keragaman yang menjadi sumber konflik potensial adalah budaya, gender,
posisi (jabatan), pengalaman, dan umur. Kemudian untuk perbedaan kepentingan dapat dilihat dari adanya dua
kelompok perawat yang memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda (terkait posisi, peran, status, dan tingkat
hirarki).
 Identifikasi sumber daya yang dapat dioptimalkan dan yang dapat
menjadi penghalang untuk manajemen konflik

Sebelum menentukan strategi-strategi dalam penyelesaian konflik,


Direktur keperawatan harus melakukan pengkajian faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi penyelesaian konflik, salah satunya sumber daya
manusia. Sumber daya manusia yang dimaksud adalah pemimpin
terkait kemampuan, peran dan fungsi kepemimpinan, serta gaya
kepemimpinannya yang selanjutnya mempengaruhi pilihan strategi
manajemen konflik yang dihadapi.
Identifikasi strategi penyelesaian konflik
Konflik dapat menjadi konstruktif atau destruktif tergantung dari cara menyelesaikan atau memanajemen
konflik. Kondisi konstruktif dapat dirasakan ketika solusi yang diambil memuaskan dan menguntungkan pihak-pihak
yang mengalami konflik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Brewer (2002), penentuan gaya penyelesaian
konflik ditentukan dari gender, yaitu feminine group cenderung memilih gaya avoiding, masculine group memilih
dominating, dan androgynous group (transgender) cenderung memilih strategi integrating. Dalam penelitian
tersebut tidak ditemukan kelompok gender tertentu yang khusus memilih strategi compromising dan obliging.
Sedangkan menurut Hassan (2011) pemilihan strategi penyelesaian konflik adalah berdasarkan suasana komunikasi.
Bila suasana komunikasi terjalin baik, strategi yang bisa digunakan adalah obliging, integrating, dan compromising.
Sebaliknya, bila suasana komunikasi bersifat defensif, dominating dan avoiding menjadi pilihan. Berdasarkan kasus
di atas, gaya penyelesaian konflik yang dipilih adalah berdasarkan suasana komunikasi bukan berdasarkan gender,
yaitu compromising.
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan
sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give and take
approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan
pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama, dan penyelesaian masalah dianggap
sebagai prioritas agar tidak berkembang menjadi konflik baru yang melibatkan pihak lain (Hoffmann, 2005).
Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa
dikalahkan. Outcome resolusi konflik yang diharapkan dari kasus di atas adalah win-win solution.
 Intervensi 
Strategi intervensi penanganan konflik yang dipakai dalam kasus di atas adalah fasilitasi, mediasi, dan arbitrasi.
Ketiga strategi itu melibatkan pihak ketiga yang dalam hal ini adalah direktur keperawatan. Fasilitasi dilakukan
dengan cara mempertemukan kedua pihak yang berkonflik untuk membangun komunikasi dua arah, misalnya
dalam suatu rapat. Mediasi dimana pihak ketiga membantu menjalin hubungan yang baik antara kedua belah
pihak yang berkonflik. Kemudian arbitrasi adalah proses selanjutnya dari mediasi, dimana pihak ketiga akan
mendengarkan persepsi atau sudut pandang kedua pihak. Hal ini juga membantu pemimpin untuk menentukan
prioritas tindakan dan membantu untuk tercapainya suatu kesepakatan yang adil. Ketiga proses ini juga menjamin
terbentuknya komunikasi yang baik sehingga kompromi merupakan hal yang tepat untuk dipilih. Dalam hal ini
kesepakatan yang mungkin ditawarkan dengan menggunakan prinsip kompromi adalah :
1) Melakukan renovasi tahap pertama di kedua unit dengan biaya operasional dibagi 2, yaitu 50% untuk unit
neuroscience, kemudian 50% untuk unit bedah ortopedi, kemudian di tahun selanjutnya renovasi dilanjutkan
kembali.
2) Unit perawatan bedah ortopedi melakukan renovasi fisik dengan biaya 75%, sedangkan unit neuroscience
membeli perlengkapan sekunder untuk unitnya dengan biaya 25%, di tahun berikutnya dilakukan barter, unit
neuroscience mendapatkan 75% untuk renovasi fisik, dan unit bedah ortopedi mendapat 25% untuk
melengkapi sarana dan prasarana lainnya.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai