Minnery mendefinisikan manajemen konflik adalah suatu proses rasional yang sifatnya iteratif, dimana proses tersebut terjadi secara terus-menerus mengalami penyempurnaan hingga tercapai model yang ideal dan representatif. 2. Howard Ross (1993) Howard Ross mendefinisikan manajemen konflik sebagai langkah- langkah yang diambil pelaku atau pihak ketiga yang bertujuan untuk mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak menghasilkan akhir berupa penyelesaian konflik, dan mungkin atau tidak menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat atau agresif. Sumber Manajemen Konflik
Menurut Shetach (2012) menyatakan bahwa konflik terjadi disebabkan karena:
(1) perbedaan interpersonal pada setiap dimensi-umur, jenis kelamin, ras, pandangan, perasaan, pendidikan, pengalaman, tingkah laku, pendapat, budaya, kebangsaan, keyakinan, dll, (2) perbedaan kepentingan dalam hubungan antar manusia karena perbedaan budaya, posisi, peran, status, dan tingkat hirarki.
Menurut Robbins (2008), konflik muncul karena ada kondisi yang melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu : komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. Terbagi Menjadi 3 Kategori yaitu : 2. Struktur 1. Komunikasi 3. Variabel Pribadi Istilah struktur dalam konteks ini Komunikasi yang buruk, dalam digunakan dalam artian yang Sumber konflik lainnya yang arti komunikasi yang mencakup: ukuran (kelompok), potensial adalah faktor pribadi, menimbulkan kesalahpahaman derajat spesialisasi yang diberikan yang meliputi: sistem nilai yang antara pihak-pihak yang kepada anggota kelompok, dimiliki tiap-tiap individu, terlibat, dapat menjadi sumber kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), karakteristik kepribadian yang konflik. Suatu hasil penelitian kecocokan antara tujuan anggota menyebabkan individu memiliki menunjukkan bahwa kesulitan dengan tujuan kelompok, gaya keunikan (idiosyncrasies) dan semantik, pertukaran informasi kepemimpinan, sistem imbalan, berbeda dengan individu yang dan derajat ketergantungan antara yang tidak cukup, dan lain. Kenyataan menunjukkan kelompok. Penelitian menunjukkan gangguan dalam saluran bahwa ukuran kelompok dan bahwa tipe kepribadian komunikasi merupakan derajat spesialisasi merupakan tertentu, misalnya, individu penghalang terhadap variabel yang mendorong yang sangat otoriter, dogmatik, komunikasi dan menjadi kondisi terjadinya konflik. Makin besar dan menghargai rendah orang anteseden untuk terciptanya kelompok, dan makin lain, merupakan sumber konflik konflik. terspesialisasi kegiatannya, maka yang potensial. semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Kasus Perawat R (wanita) 48 tahun (S2 Keperawatan, pengalaman bekerja 18 tahun) adalah manajer keperawatan di unit perawatan neuroscience di sebuah rumah sakit di Chicago. Beliau memiliki keinginan untuk melakukan renovasi pada unit perawatan yang dipimpinnya dan perawat R pun menemui direktur keperawatan di RS tersebut. Ketika bertemu dan menyampaikan keinginannya, ternyata menurut direktur keperawatan, RS hanya memiliki biaya untuk merenovasi 1 unit saja untuk tahun ini, dan direktur mengatakan sudah ada perawat J (laki-laki) 56 tahun (S1 Keperawatan, pengalaman bekerja 30 tahun) yang merupakan manajer keperawatan di unit perawatan bedah ortopedi yang juga mengajukan proposal untuk renovasi. Direktur menyarankan mereka untuk bertemu satu sama lain untuk membahas masalah yang terjadi agar mendapatkan keputusan yang tepat. Perawat R dan Perawat J sebelumnya juga pernah berkonflik tentang penyusunan standar tindakan keperawatan sehingga mereka jarang menjalin komunikasi secara langsung. Perawat R pun merasa terpaksa harus menemui Perawat J, dan dalam pertemuan tersebut terjadi perbedaan pendapat antara keduanya, dimana kedua belah pihak beranggapan bahwa renovasi di unit perawatan mereka lebih penting dari renovasi di unit perawatan lainnya. Perawat J juga menganggap perawat R tidak berkewenangan untuk melakukan negosiasi dengannya, yang memiliki kewenangan tersebut adalah direktur keperawatan. Konflik ini berdampak pula pada kinerja staf perawat yang bekerja di unit masing-masing terutama dalam hal kolaborasi. Direktur keperawatan merasa bertanggung jawab terhadap kondisi ini, dan ingin segera menyelesaikannya. Pembahasan Identifikasi batasan konflik
Menurut Rigio (2003) jenis-jenis konflik yang ada antara lain konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik intra kelompok dan konflik antar kelompok. Berdasarkan kasus di atas, terdapat 2 jenis konflik yang terjadi antara lain konflik interpersonal dan konflik antar kelompok. Konflik interpersonal yang terjadi adalah antara Perawat J dan Perawat R yang sebelumnya sudah pernah berkonflik dan jarang menjalin komunikasi satu sama lain. Konflik kedua adalah konflik antar kelompok. Konflik ini dapat timbul ketika masing-masing kelompok bekerja untuk mencapai tujuan kelompoknya masing-masing, dalam kasus ini kelompok yang dimaksud adalah kelompok perawat yang bekerja di unit perawatan neuroscience dan perawat yang bekerja di unit perawatan bedah ortopedi yang sama-sama menuntut adanya renovasi di unit perawatan masing-masing. Identifikasi penyebab konflik Konflik dapat muncul karena ada kondisi yang melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu : komunikasi,struktur, dan variabel pribadi (Robbins, 2008). Dalam kasus di atas sumber terjadinya konflik adalah 3 kategori tersebut. Kurangnya komunikasi yang terjalin antara Perawat J dan Perawat R menyebabkan komunikasi dua arah sulit tercapai. Perbedaan jenis kelamin menjadi salah satu penghambat dalam berkomunikasi asertif, dimana laki-laki cenderung agresif, independen, dan jarang melibatkan emosi, sebaliknya wanita cenderung pasif, dependen, dan melibatkan emosi (Brewer et al, 2002). Istilah struktur dalam konteks ini mencakup adanya perbedaan tujuan dan kepentingan masing-masing kelompok, sedangkan variabel pribadi yang dimaksud adalah tipe kepribadian masing-masing pimpinan kelompok berbeda satu dengan yang lainnya. Menurut Shetach (2012) konflik juga dapat disebabkan oleh perbedaan interpersonal dan perbedaan kepentingan. Dalam kasus ini perbedaan interpersonal yang terjadi terkait pada dimensi-umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, dan pengalaman bekerja. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Ayoko and Hartel, 2006 yang mengatakan bahwa diversitas atau keragaman yang menjadi sumber konflik potensial adalah budaya, gender, posisi (jabatan), pengalaman, dan umur. Kemudian untuk perbedaan kepentingan dapat dilihat dari adanya dua kelompok perawat yang memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda (terkait posisi, peran, status, dan tingkat hirarki). Identifikasi sumber daya yang dapat dioptimalkan dan yang dapat menjadi penghalang untuk manajemen konflik
Sebelum menentukan strategi-strategi dalam penyelesaian konflik,
Direktur keperawatan harus melakukan pengkajian faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyelesaian konflik, salah satunya sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang dimaksud adalah pemimpin terkait kemampuan, peran dan fungsi kepemimpinan, serta gaya kepemimpinannya yang selanjutnya mempengaruhi pilihan strategi manajemen konflik yang dihadapi. Identifikasi strategi penyelesaian konflik Konflik dapat menjadi konstruktif atau destruktif tergantung dari cara menyelesaikan atau memanajemen konflik. Kondisi konstruktif dapat dirasakan ketika solusi yang diambil memuaskan dan menguntungkan pihak-pihak yang mengalami konflik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Brewer (2002), penentuan gaya penyelesaian konflik ditentukan dari gender, yaitu feminine group cenderung memilih gaya avoiding, masculine group memilih dominating, dan androgynous group (transgender) cenderung memilih strategi integrating. Dalam penelitian tersebut tidak ditemukan kelompok gender tertentu yang khusus memilih strategi compromising dan obliging. Sedangkan menurut Hassan (2011) pemilihan strategi penyelesaian konflik adalah berdasarkan suasana komunikasi. Bila suasana komunikasi terjalin baik, strategi yang bisa digunakan adalah obliging, integrating, dan compromising. Sebaliknya, bila suasana komunikasi bersifat defensif, dominating dan avoiding menjadi pilihan. Berdasarkan kasus di atas, gaya penyelesaian konflik yang dipilih adalah berdasarkan suasana komunikasi bukan berdasarkan gender, yaitu compromising. Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give and take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama, dan penyelesaian masalah dianggap sebagai prioritas agar tidak berkembang menjadi konflik baru yang melibatkan pihak lain (Hoffmann, 2005). Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Outcome resolusi konflik yang diharapkan dari kasus di atas adalah win-win solution. Intervensi Strategi intervensi penanganan konflik yang dipakai dalam kasus di atas adalah fasilitasi, mediasi, dan arbitrasi. Ketiga strategi itu melibatkan pihak ketiga yang dalam hal ini adalah direktur keperawatan. Fasilitasi dilakukan dengan cara mempertemukan kedua pihak yang berkonflik untuk membangun komunikasi dua arah, misalnya dalam suatu rapat. Mediasi dimana pihak ketiga membantu menjalin hubungan yang baik antara kedua belah pihak yang berkonflik. Kemudian arbitrasi adalah proses selanjutnya dari mediasi, dimana pihak ketiga akan mendengarkan persepsi atau sudut pandang kedua pihak. Hal ini juga membantu pemimpin untuk menentukan prioritas tindakan dan membantu untuk tercapainya suatu kesepakatan yang adil. Ketiga proses ini juga menjamin terbentuknya komunikasi yang baik sehingga kompromi merupakan hal yang tepat untuk dipilih. Dalam hal ini kesepakatan yang mungkin ditawarkan dengan menggunakan prinsip kompromi adalah : 1) Melakukan renovasi tahap pertama di kedua unit dengan biaya operasional dibagi 2, yaitu 50% untuk unit neuroscience, kemudian 50% untuk unit bedah ortopedi, kemudian di tahun selanjutnya renovasi dilanjutkan kembali. 2) Unit perawatan bedah ortopedi melakukan renovasi fisik dengan biaya 75%, sedangkan unit neuroscience membeli perlengkapan sekunder untuk unitnya dengan biaya 25%, di tahun berikutnya dilakukan barter, unit neuroscience mendapatkan 75% untuk renovasi fisik, dan unit bedah ortopedi mendapat 25% untuk melengkapi sarana dan prasarana lainnya. Terima Kasih
Manajemen konflik dalam 4 langkah: Metode, strategi, teknik-teknik penting, dan pendekatan operasional untuk mengelola dan menyelesaikan situasi konflik