OLEH:
(C1714201020)
1. Manajemen
Manajemen adalah suatu proses rangkaian kegiatan yang sistematis dan terencana
kemungkinan terjadinya suatu konflik. Konflik ini bisa berhubungan dengan perasaan
termasuk perasaan diabaikan, tidak dihargai, atau beban berlebihan, dan perasaan
individu yan menimbulkan suatu titik kemarahan. Konflik dapat diartikan sebagai suatu
(Gillies, 1994 dalam Asmuji, 2014). Dahulu konflik dianggap sebagai sesuatu yang berbau
negatif sehingga cara mengelolanya pun bermula dan yang sederhana, seperti
ke “akar-akarnya” (Gillies, 1994). Sesuai dengan latar belakang dalam jurnal menyatakan
bahwa konflik telah mendapat perhatian besar dari para peneliti di beberapa dekade
2. Konflik
A. Definisi Konflik
Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilai-nilai,
dan perasaan antara dua orang atau lebih (Marquis & Huston, 1996 dalam Hendel
dkk, 2005). Menurut Kazimoto (2013), konflik adalah adanya perselisihan yang
terjadi ketika tujuan, keinginan, dan nilai bertentangan terhadap individu atau
kelompok.
Konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindari oleh setiap anggota didalamnya.
Konflik dapat terjadi suatu waktu tanpa diinginkan kehadirannya. Konflik dapat
pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang didalam suatu
kelompok. Konflik dapat dibagi dalam 4 jenis konflik, yaitu jenis konflik intrapersonal
yaitu konflik yang terjadi pada individu itu sendiri, kemudian ada konflik
interpersonalyakni konflik yang terjadi anatara dua orang lebih yang diakibatkan
oleh perbedaan keyakinan, selanjutnya ada konflik intraorganisasi dan yang terakhir
adalah konflik antar kelompok yang terjadi antara dua kelompok atau lebih (Putra,
2014). Konflik dalam ruang lingkup keperawatan dapat disebabkan oleh banyak hal
mungkin disebabkan oleh beban kerja yang terlalu tinggi, didukung dengan stress
baik dalam pekerjaan perawat tersebut maupun masalah lain yang mampu
menurunkan performa seorang perawat. Maka dalam hal ini dapat dinyatakan
Lingkup konflik dalam keperawatan dapat terjadi di dalam diri perawat sendiri, diantara
perawat dengan perawat, perawat dengan tenaga kesehatan lain, perawat dengan klien
dengan organisasi kesehatan lainnya. Beberapa konflik berfokus pada hubungan kerja
yang dilakukan, konflik antara tugas yang saling berhubungan, serta hubungan personal
Namun saat ini konflik mampu memperkuat suatu organisasi dengan mendamaikan
pendapat yang berbeda dan menyelesaikannya secara damai. Konflik dapat dijadikan
dibangun dengan baik. Konflik adalah suatu hal yang pasti terjadi dalam suatu
kelompok. Konflik yang terjadi diantara sesama perawat dapat melanggar kode etik
keperawatan. Dimana salah satu kode etik keperawatan Indonesia yakni mengatur
hubungan antar perawat agar senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama
perawat maupun tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana
keseluruhan (Utami, 2010). Sebagai contoh jika suatu waktu teman dinas anda tidak
masuk kerja dan tidak memberitahu anda. Anda dibiarkan bekerja sendiri tanpa ada
informasi sedikitpun tentang kehadiran teman anda. Tentunya hal seperti ini akan
menimbulkan konflik antar perawat. Oleh kerena itu diperlukan seorang pemimpin yang
B. Sumber Konflik
Shetach (2012) menyatakan bahwa konflik terjadi disebabkan karena: (1) perbedaan
budaya, posisi, peran, status, dan tingkat hirarki. Menurut Robbins (2008), konflik
Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari
a) Komunikasi
informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan
terciptanya konflik.
b) Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup:
c) Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi:
misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang
C. Jenis-jenis Konflik
Menurut Rigio (2003) jenis-jenis konflik yang ada antara lain konflik intrapersonal,
a) Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan
ini merupakan masalah internal untuk mengklasifikasi nilai dan keinginan dari
konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi
b) Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih, dimana nilai, tujuan,
dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara
Konflik ini terjadi ketika seseorang didalam kelompok melakukan kerja berbeda
lainnya dalam satu tim untuk mencapai tujuan perawatan di ruangan tersebut.
Konflik ini dapat timbul ketika masing-masing kelompok bekerja untuk mencapai
tujuan kelompoknya. Sumber konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai
3. Manajemen Konflik
Manajeman konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak
konstruktif atau destruktif (Ross, 1993). Manajemen konflik adalah bagian dari
kepada setiap tim yang adalah pelayanan kesehatan. Dari beberapa hasil penelitian
diatas dinyatakan bahwa setiap terjadinya konflik sangat mempengaruhi sikap caring
antara individu dalam setiap tim sehingga kerjasama didalam tim menjadi
bimbingan kepada anggota tim untuk dapat terbuka atas setiap konflik yang terjadi.
Konflik yang terjadi karena beban kerja dimana terjadi suatu tuntutan yang berada
stress. Perawat akan merasa terbebani dan tidak mampu melakukan pekerjaannya
dengan maksimal. Beban kerja yang terjadi akan memberikan efek kelelahan pada
perawat. dapat menurunkan motivasi kerja dan menurunnya moral seorang perawat
(Suryani & Yanuk 2009). Dewasa ini setiap rumah sakit dituntut harus mampu
memberikan pelayanan terbaik. Tanpa semua orang tahu bahwa banyak masalah
Dari setiap masalah – masalah yang ada dapat menjadi kritik dan motivasi kepada
setiap pemimpin keperawatan untuk dapat selalu melakukan upgrade skill untuk
melampui maslah – masalah yang terjadi. Dalam setiap tim seorang pemimpin harus
mampu mengenali kemampuan setiap anggota tim. Seorang pemimpin tidak boleh
anggota tim. Hal ini dapat diketahui dengan saling dengar pendapat dengan setiap
anggota dimana mereka bisa saling bertukar pikiran tentang kemampuan yang
mereka miliki. Sehingga sebagai anggota tim pemberi asuhan keperawatan dapat
menunjukkan performa yang maksimal dalam pelayanan. Banyak hal yang mampu
dilakukan oleh seorang pemimpin dalam mengatasi konflik yang terjadi dalam
timnya. Konflik bisa diatasi dengan dilakukannya sistem evaluasi dan keterbukaan
tanpa saling menghakimi antara anggota tim. Pemimpin dalam hal ini harus berada
dalam posisi sebagai pendengar yang baik. Yang sejatinya harus tertanam dalam
setiap jiwa pemimpin. Seorang pemimpin harus mampu memberi contoh kepada
anggota tim untuk sebisanya menghindari konflik. Jika ditemukan adanya konflik
antara perawat dalam anggota tim maka diperlukan pemecahan solusi tanpa
mengorbankan salah satu pihak. Hal ini bisa disebut sebagai win – win solution yang
konflik, yaitu menentukan besarnya konflik dan gaya penanganan konflik (Rahim,
2002). Yang dimaksud dengan besarnya konflik terkait dengan jumlah individu yang
atau antar kelompok. Kreitner dan Kinicki (2005) mengungkapkan lima gaya
penanganan konflik (Five Conflict Handling Styles). Model ini ditujukan untuk
masalah yang berorientasi pada orang lain (concern for others) dan pemecahan
masalah yang berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Kombinasi dari kedua
variabel ini menghasilkan lima gaya penanganan masalah yang berbeda, yaitu:
solving), seperti dalam menentukan diagnosis dan intervensi yang tepat dalam
suatu masalah. Dalam gaya ini pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-
Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah
Langkah-langkah untuk mencapai solusi ini antara lain adalah mulai dengan
dengan mamaparkan isu dan fakta dengan jelas, membedakan sudut pandang,
b) Obliging (Smoothing)
Seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk
memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut
terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya
c) Dominating (Forcing)
Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap
menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena
penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan harus
mengambil keputusan dalam waktu yang cepat. Namun, teknik ini tidak tepat
yang terlibat dan juga tidak tepat untuk konflik yang bersifat kompleks .
Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang dibutuhkan untuk
rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.
d) Avoiding
yang sederhana, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh
lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk
menyelesaikan masalah-malasah yang sulit atau “buruk”. Teknik ini kurang tepat
pada konflik yang menyangkut isu-isu penting, dan adanya tuntutan tanggung
jawab untuk menyelesaikan masalah secara tuntas (Rahim, 2002). Kekuatan dari
e) Compromising
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang
merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give and take approach)
memiliki kekuatan yang sama. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada
prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi
oleh Hendel (2005), gaya ini merupakan gaya yang paling banyak dipilih oleh
Proses manajemen konflik meliputi proses dari diagnosis, intervensi, dan evaluasi
data antara lain identifikasi batasan konflik, besarnya konflik, sumber konflik,
kemudian mengkaji sumber daya yang ada apakah menjadi penghalang atau dapat
yang telah dikumpulkan, hal ini bertujuan untuk menentukan strategi resolusi konflik
yang akan diambil disesuaikan berdasarkan besarnya konflik dan gaya manajemen
arbitrasi, litigasi, dan force. Intervensi ditentukan berdasarkan dua hal, yaitu proses
dan struktural. Proses yang dimaksud adalah intervensi yang dilaksanakan harus
mampu memfasilitasi keterlibatan aktif dari individu yang berkonflik, dan juga
tujuan meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi dalam
menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang (Shetach, 2012).
Proses ini juga diharapkan dapat merubah pola kepemimpinan seseorang dan
budaya dalam menyelesaikan konflik. Dengan demikian organisasi atau individu akan
mekanisme integrasi dan diferensiasi, hirarki, prosedur, reward system, dan lain
sebagainya. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan suatu
Manajemen konflik yang konstruktif bisa diidentifikasi dari adanya proses kreativitas
dianggap sebagai suatu masalah yang penyelesaian konflik (Huber, 2010). Setelah
data-data yang telah dikumpulkan, hal ini bertujuan untuk menentukan strategi
resolusi konflik yang akan diambil disesuaikan berdasarkan besarnya konflik dan
dua hal, yaitu proses dan struktural. Proses yang dimaksud adalah intervensi yang
individu atau organisasi dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan
datang (Shetach, 2012). Proses ini juga diharapkan dapat merubah pola
penanganan konflik.
Selain itu, intervensi juga diharapkan dapat memperbaiki struktur organisasi, seperti
dalam hal mekanisme integrasi dan diferensiasi, hirarki, prosedur, reward system,
Manajemen konflik yang konstruktif bisa diidentifikasi dari adanya proses kreativitas
atau suatu organisasi yang harus ditemukan pemecahan masalahnya (Hendel, 2005).
dilakukan, sekaligus hal ini sebagai feedback proses diagnosing pada konflik yang
Menurut Huber (2010) outcome conflict adalah hasil dari proses manajemen konflik
antara lain:
a) Win-lose
Salah satu pihak mendominasi dan pihak yang lain terabaikan. Yang menduduki
porsi lebih besar mendapatkan kemenangan dan sebaliknya yang lebih sedikit
mengalami kekalahan.
b) Lose-lose
c) Win-win
Resolusi ini dicapai saat semua pihak menyetujui dan mendapatkan manfaat dari
penyelesaian konflik
competent leader) adalah pemimpin yang mampu memahami dinamika terjadinya suatu
konflik. Diversitas atau keragaman pihak yang terlibat dalam suatu konflik juga perlu
diidentifikasi karena merupakan sumber potensial terjadinya konflik, antara lain budaya,
gender, posisi (jabatan), dan umur (Ayoko and Hartel, 2006). Menurut Ayoko (2007)
komunikasi dan koordinasi. Pemimpin juga harus mampu memahami reaksi yang
ditimbulkan dari suatu konflik, mendorong respon konstruktif, dan membangun suatu
organization) (Runde and Flanagan, 2007). Manajemen konflik yang konstruktif bisa
ditemukan pemecahan masalahnya (Hendel, 2005). Menurut Ayoko dan Hartel (2006)
memilih strategi avoiding (Rahim, 2002). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Brewer (2002) dalam jurnal The International Journal of Conflict Management, gender
juga memegang peranan penting dalam pemilihan strategi penyelesaian konflik, dimana
kelompok gender tertentu yang khusus memilih strategi compromising dan obliging.
Selain itu pemilihan strategi penyelesaian konflik juga dipengaruhi oleh suasana saat
bersifat defensive, dominating dan avoiding menjadi pilihan (Hassan, B. et al, 2011).
Pengaruh kepemimpinan dalam pemecahan masalah konflik juga bisa dilihat dalam
model “CAPI” yang dirumuskan oleh Shetach (2012). Dengan menerapkan CAPI
Mulyadi, dkk. (2013). Analisis Peran Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja Pegawai
pada Departemen Fasilitas Umum dan Penataan Lingkungan Perum Peruri. Jurnal
Kadek C.U, 2016. Manajemen Konflik. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Jurnal Manajemen. Diakses pada tanggal 4 Juli 2020.
Daniyati, Marya dan Hajjul Kamil. (2016). Manajemen konflik dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Diakses pada tanggal 4 Juli
2020.
Julianto, Mito. (2016). Peran dan Fungsi Manajemen Keperawatan dalam Manajemen