Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

MANAJEMEN KEPERAWATAN

Fasilitator : FITRIYANTI PATTARU, NS,.

OLEH:

GLEINSI PUSPITASARI TOGANTI

(C1714201020)

(S1 Reguler Kelas A)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


1. Definisi manajemen dan kepemimpinan

A. Manajemen

Manajemen adalah kalimat yang paling sering muncul dalam pembahasan

mengenai pengelolaan perusahaan. Pembahasan mengenai manajemen ini juga

cukup luas dan bervariasi. Untuk itu manajemen modern memiliki konsep yang

pertama kali diungkapkan oleh Henry Fayol (1841-1925) dengan konsep: forecasting,

organizing, commanding, coordinating dan controlling (Yasin, 2013). Selain itu ada

juga beberapa pengertian manajemen menurut para ahli antara lain menurut Mary

Parker Follet, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan

melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur

dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin

mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,

pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals)

secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan

perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara

benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.

Selain itu, pemaparan di atas menunjukan bahwa manajemen dalam dunia

ekonomi adalah Suatu keadaan terdiri dari proses yang mengarah kepada

perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian, yang mana

keempat proses tersebut saling mempunyai fungsi masing-masing untuk mencapai

suatu tujuan organisasi, yaitu pengambilan keputusan.

B. Kepemimpinan
Kepimpinan merupakan suatu konsep yang terus mengalami pengembangan dari

waktu ke waktu dan telah didefinisikan dengan berbagai cara berbeda oleh berbagai

ahli bergantung dari perspektif analisis masing – masing. Untuk mengetahui

pengertian kepemimpinan atau leadership, ada baiknya kita melihat tulisan B.

Hiriyappa yang telah mengumpulkan pandangan berbagai pennulis mengenai

leadership sebagai berikut:

a. Leadership is not making friends and influencing people i.e salesman. Leadership

is the lifting of man’s vision to higher sights, the raising of man’s performance to

higher standards, the building of man’s performance to higher standards, the

building of man’s personality beyond its normal limitations. (Peter Drucker)

b. It is ability to secure desirable actions from a group of followers vouluntarily,

without the use of coercion. (Alford dan Beatty)

c. It (leadership) refers to the quality of the behavior of the individual whereby the

guide people on their activities in organized efforts. (Chester, I.Barnard)

Selanjutnya, Kotter membedakan antara fungsi manajemen dan leadership.

Masing – masing memiliki focus yang berbeda. Manajemen bekerja dengan focus

pada products order and consistency dalam planning and budgeting, organizing

and staffing dan controlling and problem solving. Sedangkan leadership memiliki

focus yang lebih luas yaitu pada products change and movement dengan bentuk

aktivitas establishing directions, aligning people dan motivating and inspiring.

Selanjutnya, ensiklopedia ilmu social menganggap leadership sebagai hubungan

anatara individu dan sekelompok orang dalam organisasi. Lebih lanjut, Hiriyappa
dan Northouse memberikan beberapa kesimpulan mengenai leadership, yaitu

hubungan untuk saling mempengaruhi dan dipengaruhi antara pemimpin dan

staf untuk mencapai tujuan, saling memberikan motivasi, keteladanan dalam

berperilaku, menjalankan tradisi yang ada. Selain itu Hiriyappa, Christensen dkk,

dan Kotter menganggap leadership sebagai kemampuan seseorang untuk

mengarahkan, mengorganisasikan mengoordinasikan, mendukung dan

memotivasi karyawan. Sementara itu, konsep leadership Bass lebih focus pada

proses yang terjadi dalam suatu grup.

Dari berbagai sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, mengajak, mengarahkan,

merencanakan dan menyusun strategi, memberikan motivasi, mengoordinasikan

dan menggerakkan para staf/karyawan di bawahnya untuk saling bekerja sama

dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasi.

2. Gaya/model kepemimpinan

Pada dasarnya di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu unsur

pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Sedangkan

berdasarkan kepribadian maka gaya kepemimpinan dibedakan menjadi (Robert

Albanese, David D. Van Fleet, 1994) :

A. Gaya Kepemimpinan Kharismatis


Gaya kepemimpinan kharismatis adalah gaya kepemimpinan yang mampu menarik

atensi banyak orang, karena berbagai faktor yang dimiliki oleh seorang pemimpin

yang merupakan anugerah dari Tuhan. Kepribadian dasar pemimpin model ini

adalah kuning. Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik

orang. Mereka terpesona dengan cara berbicaranya yang membangkitkan semangat.

Biasanya pemimpin dengan kepribadian kuning ini visionaris. Mereka sangat

menyenangi perubahan dan tantangan. Namun, kelemahan terbesar tipe

kepemimpinan model ini bisa saya analogikan dengan peribahasa “ Tong Kosong

Nyaring Bunyinya ”. Mereka mampu menarik orang untuk datang kepada mereka.

Setelah beberapa lama, orang – orang yang datang ini akan kecewa karena ketidak-

konsistenan pemimpin tersebut. Apa yang diucapkan ternyata tidak dilakukan.

Ketika diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan alasan,

permintaan maaf dan janji. Gaya kepemimpinan kharismatis bisa efektif jika :

 Mereka belajar untuk berkomitmen, sekalipun seringkali mereka akan gagal.

 Mereka menempatkan orang-orang untuk menutupi kelemahan mereka, dimana

kepribadian ini berantakan dan tidak sistematis.

B. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala

keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala

pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter

tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.

Dalam gaya kepemimpinan otoriter, pemimpin mengendalikan semua aspek


kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara

untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya.

Pemimpin yang menjalankan gaya kepemimpinan ini juga berperan sebagai

pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila

anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing

memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin.

Kepribadian dasar pemimpin model ini adalah merah. Kelebihan model

kepemimpinan otoriter ini ada pada pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun

tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan

suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil.

Langkah - langkahnya penuh perhitungan dan sistematis. Dingin dan sedikit kejam

adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian merah ini. Mereka sangat

mementingkan tujuan, sehingga tidak pernah peduli dengan cara. Makan atau

dimakan adalah prinsip hidupnya. Gaya kepemimpinan ini menganggap bahwa

semua orang adalah musuh, entah itu bawahannya atau rekan kerjanya. Gaya

kepemimpinan otoriter ini kadang kala menekankan kepada bawahannya supaya

tidak menjadi ancaman, dengan kedisiplinan yang tidak masuk akal atau dengan

target yang tak mungkin dicapai. Gaya kepemimpinan otoriter ini bisa efektif bila

ada keseimbangan antara disiplin yang diberlakukan kepada bawahan serta ada

kompromi terhadap bawahan.

C. Gaya Kepemimpinan Demokratis


Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan

wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu

mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan

demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung

jawab para bawahannya. Kepribadian dasar pemimpin model ini adalah putih. Pada

gaya kepemimpinan demokrasi, anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada

kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai

saja, tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan.

Selain itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapinya.

Kelebihan gaya kepemimpinan demokratis ini ada di penempatan perspektifnya.

Banyak orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya. Sisanya,

melihat dari sisi keuntungan lawannya. Hanya pemimpin dengan kepribadian putih

ini yang bisa melihat kedua sisi, dengan jelas. Apa yang menguntungkan dirinya, dan

juga menguntungkan lawannya. Dalam bahasa sederhana, seorang pemimpin yang

memiliki gaya kepemimpinan jenis ini merupakan diplomator yang ulung, atau win-

win solution. Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan gaya

demokratis ini. Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup menerima tekanan.

Namun kesabarannya ini bisa sangat – sangat keterlaluan. Mereka bisa menerima

perlakuan yang tidak menyengangkan tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya tidak.

Dan seringkali hal inilah yang membuat para pengikutnya meninggalkan si


pemimpin.

Gaya kepemimpinan demokratis ini akan efektif bila :

 Pemimpin mau berjuang untuk berubah ke arah yang lebih

 Punya semangat bahwa hidup ini tidak selalu win-win solution, ada kalanya

terjadi win-loss solution. Pemimpin harus mengupayakan agar dia tidak

selalu kalah, tetapi ada kalanya menjadi pemenang.

D. Gaya Kepemimpinan Moralis

Gaya kepemimpinan moralis adalah gaya kepemimpinan yang paling menghargai

bawahannya. Kepribadian dasar pemimpin model ini adalah biru. Biasanya seorang

pemimpin bergaya moralis sifatnya hangat dan sopan kepada semua orang.

Pemimpin bergaya moralis pada dasarnya memiliki empati yang tinggi terhadap

permasalahan para bawahannya. Segala bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin

ini. Orang – orang datang karena kehangatannya akan terlepas dari segala

kekurangannya. Pemimpin bergaya moralis adalah sangat emosinal. Dia sangat tidak

stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang pula bisa sangat

menyenangkan dan bersahabat. Gaya kepemimpinan moralis ini efektif bila :

 Keberhasilan seorang pemimpin moralis dalam mengatasi kelabilan

emosionalnya seringkali menjadi perjuangan seumur hidupnya.

 Belajar mempercayai orang lain atau membiarkan melakukan dengan cara

mereka, bukan dengan cara anda.


3. Fungsi Manajemen Keperawatan

Kholid (2013), menyatakan fungsi manajemen keperawatan, memudahkan perawat

dalam menjalankan asuhan keperawatan yang holistik sehingga seluruh kebutuhan klien

dirumah sakit terpenuhi.Terdapat beberapa elemen dalam manajemen keperawatan

berdasarkan fungsinya yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

kepegawaian (staffing), pengarahan (directing) dan pengendalian/evaluasi (controlling).

A. Perencanaan (Planning)

(Swanburg R., 2000 dalam Kholid, 2013), planningmemutuskan seberapa luas akan

dilakukan, bagaimana melakukannya dan siapa yang melakukannya. Fungsi

perencanaan merupakan suatu penjabaran dari tujuan yang ingin dicapai,

perencanaan sangat penting untuk melakukan tindakan.Didalam proses

keperawatan perencanaan membantu perawat dalam menentukan tindakan yang

tepat bagi klien dan menjamin bahwa klien akan menerima pelayanan keperawatan

yang mereka butuhkan dan sesuai dengan konsep dasar keperawatan.

a. Tujuan perencanaan

1) Untuk menimbulkan keberhasilan dalam mencapai sasaran dan tujuan.

2) Agar penggunaan personel dan fasilitas tersedia efektif.

3) Efektif dalam hal biaya.

4) Membantu menurunkan elemen perubahan, karena perencanaan

berdasarkan masa lalu dan akan datang.

5) Dapat digunakan untuk menemukan kebutuhan untuk berubah.

b. Tahapan dalam perencanaan


1) Menetapkan tujuan.

2) Merumuskan keadaan sekarang.

3) Mengidentifikasi kemudahan dan hambatan.

4) Mengembangkan serangkaian kegiatan.

5) Jenis perencanaan :

 Perencanaan strategi, perencanaan yang sifat jangka panjang yang

ditetapkan oleh pemimpin dan merupakan arahan umum suatu

organisasi. Digunakan untuk mendapatkan dan mengembangkan

pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga digunakan

untuk merevisi pelayanan yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan

masa kini.

 Perencanaan operasional

Menguraikan aktivitas dan prosedur yang akan digunakan serta

menyusun jadwal waktu pencapaian tujuan, menentukan siapa perawat

yang bertanggung jawab untuk seiap aktivitas dan prosedur serta

menggambarkan cara menyiapkan perawat dalam bekerja dan prosedur

untuk mengevaluasi perawatan pasien.

c. Manfaat perencanaan

1) Membantu proses manajemen dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-

perubahan lingkungan.

2) Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih

jelas.
3) Membantu penetapan tanggung jawab lebih tepat.

4) Memberikan cara pemberian perintah yang tepat untuk pelaksanaan.

5) Memudahkan koordinasi.

6) Membuat tujuan lebih khusus, lebih terperinci dan lebiih mudah dipahami.

7) Meminimlkan pekerjaan yang tidak pasti.

8) Menghemat waktu dan dana.

d. Keuntungan perencanaan

1) Meningkatkan peluang sukses.

2) Membutuhkan pemikiran analitis.

3) Mengarahkan orang ketindakan.

4) Memodifikasi gaya manajemen.

5) Fleksibitas dalam pengambilan keputusan.Meningkatkan keterlibatan

anggota.

e. Kelemahan perencanaan

1) Kemungkinan pekerjaan yang tercakup dalam perencanaan berlebihan pada

konstribusi nyata.

2) Cenderung menunda kegiatan.

3) Terkadang kemungkinan membatasi inovasi dan inisiatif.

4) Kadang-kadang hasil yang lebih baik didapatkan oleh penyelesaian siuasional

individual dan penanganan suatu masalah pada saat masalah itu terjadi.

5) Terdapat rencana yang diikuti oleh/atau dengan rencana yang tidak

konsisten.
B. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian suatu langkah untuk menetapkan, mengelompokkan dan

mengatur berbagai macam kegiatan, penetapan tugas-tugas dan wewenang-

wewenang seseorang, pendelegasian wewenang dalam rangka mencapai tujuan.

Fungsi pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan semua kegiatan yang

beraspek personil, finansial, material dan tata cara dalam rangka mencapai tujuan

yang telah ditetapkan.

a. Manfaat pengorganisasian, akan dapat diketahui:

1) Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok.

2) Hubungan organisatoris antara orang-orang didalam organisasi tersebut

melalui kegiatan yang dilakukannya.

3) Pendelegasian wewenang.

4) Pemanfaatan staf dan fasilitas fisik.

b. Tahapan dalam pengorganisasian

1) Tujuan organisasi harus dipahami staf, tugas ini sudah tertuang dalam fungsi

manajemen.

2) Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan pokok untuk mencapai

tujuan.

3) Menggolongkan kegiatan pokok ke dalam satuan-satuan kegiatan yang

praktis.
4) Menetapkan berbagai kewajiban yang harus dilakukan oleh staf dan

menyediakan fasilitas yang diperlukan.

5) Penugasan personil yang tepat dalam melaksanakan tugas.

6) Mendelegasikan wewenang.

C. Kepegawaian (Staffing)

Staffing merupakan metodologi pengaturan staff, merupakan proses yang teratur,

sistematis, berdasarkan rasional diterapkan untuk menentukan jumlah dan jenis

personal suatu organisasi yang dibutuhkan dalam situasi tertentu. Komponen yang

termasuk dalam fungsi staffing prinsip: rekruitmen, seleksi, orientasi pegawai baru,

penjadwalan tugas, dan klasifikasi pasien. Komponen tersebut merupakan suatu

proses yang mana nantinya berhubungan dengan penjadwalan siklus waktu kerja

bagi semua personel yang ada.Terdapat beberapa langkah yang diambil untuk

menentukan waktu kerja dan istirahat pegawai, yaitu:

a. Menganalisa jadwal kerja dan rutinitas unit.

b. Memberikan waktu masuk dan libur pekerjaaan.

c. Memeriksa jadwal yang telah selesai.

d. Menjamin persetujuan jadwal yang dianjurkan dari manajemen keperawatan.

e. Memasang jadwal untuk memberitahu anggota staff.

f. Memperbaiki dan memperbaharui jadwal tiap hari.


D. Pengarahan (Directing)

Marquis (2013) menyatakan pengarahan merupakan proses penerapan rencana

manajemen untuk menggerakkan anggota kelonpok untuk mencapai tujuan melalui

berbagai arahan. Sri (2012), menyatakan pengarahan suatu cara untuk mengerjakan

dan memberikan bimbingan agar dapat bekerja secara optimal dan melakukan

pembagian tugas sesuai dengan sumber daya yang tersedia berdasarkan

kemampuan dan keahliannya.Asmuji (2014), menyatakan pengarahan merupakan

hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar

bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien

dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Di dalam manajemen, pengarahan ini

bersifat sangat kompleks karena di samping menyangkut manusia juga, menyangkut

berbagai tingkah laku manusia yang berbeda-beda.

a. Tujuan Pengarahan

Asmuji (2014), menyatakan terdapat lima tujuan dan fungsi pengarahan, yaitu

sebagai berikut:

1) Pengarahan bertujuan menciptakan kerja sama yang lebih efisien.

2) Pengarahan bertujuan mengembangkan kemapuan dan keterampilan staf.

3) Pengarahan bertujuan menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan.

4) Pengarahan bertujuan mengusahakan suasana lingkungan kerja yang dapat

meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf.

b. Unsur-unsur Pengarahan
Pengarahan atau juga disebut "penggerakan" merupakan upaya memengaruhi

bawahan agar melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Guna mengarahkan atau menggerakkan bawahan, ada beberapa unsur yang perlu di

dipahami dan diperhatikan bagi seorang manajer keperawatan.

1) Kepemimpinan merupakan kemampuan memengaruhi kelompok menuju

pencapaian sasaran.

2) Motivasi hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia

supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.

3) Komunikasi merupakan unsur penting dalam menggerakkan atau mengarahkan

bawahan. Dalam organisasi pelayanan keperawatan, dalam ada beberapa bentuk

kegiatan pengarahan yang didalamnya terdapat aplikasi komunikasi, antara lain

sebagai berikut.

a) Operan merupakan suatu kegiatan komunikasi yang bertujuan mengoperkan

asuhan keperawatan kepada shift berikutnya.

b) Pre - Conference. Komunikasi ketua tim/penanggung jawab shift dengan

perawat pelaksana setelah selesai operan.

c) Post-Conference. Komunikasi ketua tim/perawat dengan perawat pelaksana

sebelum timbang terima mengakhiri dinas dilakukan.

d) Pendelegasian. Kegiatan melakukan pekerjaan melalui orang lain bertujuan

agar aktivitas organisasi tetap berjalan sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
e) Supervisi. Bentuk komunikasi yang bertujuan memastikan kegiatan yang

dilaksanakan sesuai dengan tujuan dengan cara melakukan pengawasan

terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut.

4) Manajemen Konflik dalam Ruang Perawatan Ruang perawatan merupakan suatu

sistem tempat manusia berinteraksi. Interaksi yang terjadi dalam ruang

perawatan mempunyai kemungkinan terjadinya konflik. Konfflik dapat terjadi

antara individu dan individu, individu dengan kelompok, atau juga kelompok

dengan kelompok. Abidin (2015), menyatakan kegiatan-kegiatan yang ada di

fungsi pengarahan, yaitu delegasi, supervisi, motivasi, manajemen konflik serta

komunikasi dan kolaborasi.

a) Delegasi

Pendelegasian kegiatan melakukan pekerjaan melalui orang lain yang

bertujuan agar aktivitas organisasi tetap berjalan sesuai tujuan yang telah

ditetapkan. Bentuk delegasi diruang perawatan antara lain kepala ruang

mendelegasikan tugas kepada ketua tim/perawat primer atau penanggung

jawab shift. Sedangkan, ketua tim/perawat primer mendelegasikan tugas

kepada perawat pelaksana agar kegiatan pendelegasian dapat berjalan

sesuai dengan tujuan yang diinginkan, harus dilakukan komunikasi dengan

baik, baik secara lisan maupun tulisan antara person yang memberikan

delegasi dan person yang diberikan delegasi.

b) Supervisi

Asmuji (2014), menyatakan supervisi merupakan bentuk komunikasi yang


bertujuan untuk memastikan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan

tujuan dengan cara melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan

tersebut. Supervisi dilakukan untuk memastikan kegiatan yang dilaksanakan

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Supervisi keperawatan, fokus

utamanya bukan pada kegiatan pemeriksaan yang mencari-cari kesalahan,

melainkan pada kegiatan supervisi ini lebih mengarah pada pengawasan

partisipatif. Kegiatan supervisi keperawatan memungkinkan terjadinya

pemberian penghargaan, diskusi dan juga bimbingan yang bertujuan untuk

mencari jalan keluar jika terjadi kesulitan dalam tindakan keperawatan.

c) Motivasi

Motivasi merupakan proses psikologis yang meningkatkan dan mengarahkan

perilaku untuk mencapai tujuan. Motivasi sebagai proses yang ikut

menentukan intensitas, arah dan ketekunan individu dalam usaha mencapai

sasaran. Motivasi suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan

perilaku tertentu dan memberi arah serta ketahanan (persistence) pada

tingkah laku tersebut.Disimpulkan motivasi suatu dorongan proses psikologis

yang menimbulkan perilaku tertentu dan ikut menentukan intensitas, arah,

ketekunan dan ketahanan pada perilaku tersebut sesuai tujuan yang

ditetapkan.

d) Manajemen konflik

Konflik merupakan proses yang bermula ketika satu pihak merasakan bahwa

pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau akan segera memengaruhi
secara negatif. Konflik merupakan masalah internal dan eksternal yang

terjadi sebagai akibat perbedaan pendapat, nilai-nilai atau keyakinan dua

orang atau lebih. Konflik merupakan segala macam interaksi pertentangan

atau antagonistik antara dua pihak atau lebih. Disimpulkan konflik

merupakan proses yang bermula ketika interaksi pihak satu dengan yang lain

memunculkan masalah internal maupun eksternal sebagai akibat perbedaan

pendapat, nilai - nilai atau keyakinan-keyakinan.

e) Komunikasi dan kolaborasi

Marwansyah (2010), menyatakan komunikasi merupakan pertukaran pesan

antar manusia dengan tujuan pemahaman yang sama. Asmuji (2014),

menyatakan komunikasi merupakan unsur penting dalam menggerakkan

atau mengarahkan bawahan. Suprapto (2011), menyatakan komunikasi suatu

proses interaksi yang mempunyai arti antara sesama manusia. Disimpulkan

komunikasi merupakan kegiatan interaksi yang dilakukan dari satu orang ke

orang lain untuk menciptakan persamaan makna dan mencapai satu tujuan

yang sama.

E. Pengendalian/evaluasi (Controlling)

Kholid (2013), menyatakan controlling merupakan proses pemeriksaan apakah

segala sesuatu yang terjadi sesuai dengan rencana yang telah disepakati, instruksi

yang dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang ditetapkan, yang bertujuan untuk


menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi.

Tugas seorang manajerial dalam usaha menjalankan dan mengembangkan fungsi

pengawasan manajerial perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut:

a. Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staf dan hasilnya mudah

diukur.

b. Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang amat penting dalam upaya

mncapai tujuan organisasi.

c. Standart untuk kerja yang akan diawasi perlu dijelaskan kepada semua staf,

sehingga staf dapat lebih meningkatkan rasa tanggung jawab dan komitmen

terhadap kegiatan program.

d. Kontrol sebagai pengukuran dan koreksi kinerja untuk meyakinkan bahwa

sasaran dan kelengkapan rencana untuk mencapai tujuan telah tersedia, serta

alat untuk memperbaiki kinerja.

 Terdapat 10 karakteristik suatu sistem kontrol yang baik:

1) Harus menunjukkan sifat dari aktifitas

2) Harus melaporkan kesalahan-kesalahan dengan segera

3) Harus memandang kedepan

4) Harus menunjukkan penerimaan pada titik krisis

5) Harus obyektif

6) Harus fleksibel

7) Harus menunjukkan pola organisasi

8) Harus ekonomis
9) Harus mudah dimengerti

10) Harus menunjukkan tindakan perbaikan

 Ada 2 metode pengukuran yang digunakan untuk mengkaji pencapaian tujuan

keperawatan, yaitu:

a) Analisa data. Perawat melihat gerkaan , tindakan dan prosedur yang tersusun dalam

pedoman tertulis, jadwal, aturan, catatan, anggaran. Hanya ukuran fisik saja dan

secara relatif beberapa alat digunakan untuk analisa tugas dalam keperawatan.

b) Kontrol kualitas. Perawat dihadapkan pada pengukuran kualitas dan akibat-akibat

dari pelayanan keperawatan.

Manfaat pengawasan:

Apabila fungsi pengawasan dan pengendalian dapat dilaksanakan dengan tepat

maka akan diperoleh manfaat:

a. Dapat diketahui apakah suatu kegiatan atau program telah dilaksanakan sesuai

dengan standar atau rencana kerja.

b. Dapat diketahui adanya penyimpangan pada pengetahuan dan pengertian staf

dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

c. Dapat diketahui apakah waktu dan sumber daya lainnya telah mencukupi

kebutuhan dan telah digunakan secara benar.

d. Dapat diketahui staf yang perlu diberikan penghargaan atau bentuk promosi dan

latihan kerja.
4. Jenis Metode MAKP Beserta Tugas Dan Peran Dari Kepala Ruang, Ketua Tim (Katim) Dan

Perawat Anggota (Perawat Pelaksana)

A. Metode Penugasan

a. Metode Tim

Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana

seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam

memberikan asuhan keperawatan kelompok pasien melalui upaya kooperatif

dan kolaboratif (Douglas, 1984 dalam Sitorus, 2011). Metode ini digunakan bila

perawat pelaksana terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan dan

kemampuannya. Tujuan metode penugasan keperawatan tim untuk memberikan

keperawatan yang berpusat pada pasien.Metode ini menggunakan tim yang

terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan

terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/group

yang terdiri dari tenaga professional, teknikal dan pembantu dalam satu grup

kecil yang saling membantu. Kelebihan : Memungkinkan pelayanan keperawatan

yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, memungkinkan

komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan

pada anggota tim. Kelemahan: komunikasi antar anggota tim terbentuk

terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu,

yang sulit dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.

1) Konsep Metode Tim menurut Kron & Gray (1987) pelaksanaan model tim

harus berdasarkan konsep berikut:


a) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan

teknik kepemimpinan.

b) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan

terjamin.

c) Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.

d) Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil

baik bila didukung oleh kepala ruang.

2) Tugas dan Tanggung Jawab Anggota Tim (Perawat Pelaksana) :

a) Melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan ketua tim.

b) Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang dilakukan.

c) Membantu ketua tim melakukan pengkajian, menentukan diagnose

keperawatan dan membuat rencana keperawatan.

d) Membantu ketua tim mengevaluasi hasil tindakan keperawatan.

e) Membantu/bersama dengan ketua tim mengorientasikan pasien baru.

f) Mengganti tugas pembantu keperawatan bila perlu.

3) Tugas dan Tanggung Jawab Ketua Tim

a) Bertanggung jawab terhadap pengelolaan asuhan keperawatan pasien

sejak masuk sampai pulang.

b) Mengorientasikan pasien yang baru dan keluarganya.

c) Mengkaji kondisi kesehatan pasien dan keluarganya.

d) Membuat diagnose keperawatan dan rencana keperawatan.

e) Mengkomunikasikan rencana keperawatan kepada anggota tim.


f) Mengarahkan dan membimbing anggota tim dalam melakukan tindakan

keperawatan.

g) Mengevaluasi tindakan dan rencana keperawatan.

h) Melaksanakan tindakan keperawatan tertentu.

i) Mengembangkan perencanaan pulang.

j) Memonitor pendokumentasian tindakan keperawatan yang dilakukan

oleh anggota tim.

k) Melakukan/mengikuti pertemuan dengan anggota tim/tim kesehatan

lainnya untuk membahas perkembangan kondisi pasien.

l) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok

dan memberikan bimbingan melalui konferensi.

m) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta

pendokumentasiannya.

4) Tanggung Jawab Kepala Ruangan

a) Dalam Perencanaan

 Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing.

 Mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya.

 Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien bersama ketua tim.

 Mengidentifikasi jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan

berdasarkan aktifitas dan kebutuhan pasien bersama ketua tim,

mengatur penugasan/penjadwalan.

 Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.


 Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,

tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan

mendiskusikan dengan doketr tentang tindakan yang akan dilakukan

terhadap pasien.

 Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk

kegiatan membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan,

membimbing pelaksanaan proses keperawatan dan menilai asuhan

keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta

memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk.

b) Dalam Pengorganisasian

 Merumuskan metode penugasan yang digunakan.

 Merumuskan tujuan metode penugasan.

 Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas.

 Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua tim,

dan ketua tim membawahi 2-3 perawat.

 Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses

dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain.

 Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.

 Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik.

 Mendelegasikan tugas saat kepala ruangan tidak berada di tempat

kepada ketua tim.


 Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi

pasien

 Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya.

 Identifikasi masalah dan cara penanganannya.

c) Dalam Pengarahan

 Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.

 Memberi pujian pada anggota tim

 Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan,

dan sikap.

 Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berkaitan

dengan askep pasien.

 Melibatkan bawahan dari awal hingga akhir kegiatan.

 Membimbing bawahan yang kesulitan dalam melaksanakan tugasnya.

 Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

d) Dalam Pengawasan

 Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan

ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang

diberikan.

 Melalui supervisi: (a) pengawasan langsung dilakukan melalui

inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara

lisan, dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelamahan yang ada

saat itu juga, (b) pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar
hadir ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan

serta catatan yang dibuat selama atau sesudah proses keperawatan

dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim

tentang pelaksanaan tugas, (c) evaluasi, (d) mengevaluasi upaya

pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang

telah disusun bersama ketua tim, (e) audit keperawatan.

b. Metode Primer

Metode primer adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana

perawat professional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap

asuhan keperawatan pasien selama 24 jam. Menurut Nursalam (2014), metode

penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam

terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar

rumah sakit. Tanggung jawab meliputi pengkajian pasien, perencanaan,

implementasi, dan evaluasi askep dari sejak pasien masuk rumah sakit hingga

pasien dinyatakan pulang ini merupakan tugas utama perawat primer yang

dibantu oleh perawat asosiet. Perawat yang menggunakan metode keperawatan

primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary

nurse). Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas keperawatan dan

bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan. Setiap perawat

primer biasanya mempunyai 4–6 pasien dan bertanggung jawab selama 24 jam

selama pasien dirawat di rumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk

mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan


keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang pasien jika diperlukan. Jika

perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan didelegasikan

kepada perawat lain (associate nurse).

Kelebihan:

 Bersifat kontinuitas dan komprehensif.

 Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan

memungkinkan pengembangan diri.

 Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit

(Gillies, 1989 dalam Nursalam, 2014).

 Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena

terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan

bermutu tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,

dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan

kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi

tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.

Kelemahan: metode ini hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki

pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self

direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai

keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mempu berkolaborasi

dengan berbagai disiplin ilmu.

1) Konsep Dasar Metode Primer

a) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat.


b) Ada otonomi.

c) Ketertiban pasien dan keluarga.

2) Tugas Perawat Primer

a) Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif.

b) Membuat tujuan dan rencana keperawatan.

c) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas.

d) Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan

oleh disiplin ilmu lain maupun perawat lain.

e) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.

f) Menerima dan menyesuaikan rencana.

g) Meyiapkan penyuluhan untuk pulang.

h) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial

di masyarakat.

i) Membuat jadwal perjanjian klinis.

j) Mengadakan kunjungan rumah.

3) Peran Kepala Ruang/Bangsal

a) Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer.

b) Orientasi dan merencanakan karyawan baru.

c) Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten.

d) Evaluasi kerja.

e) Merencanakan/menyelenggarakan perencanaan staf.


f) Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang

terjadi.

4) Ketenagaan Metode Primer

a) Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dekat

dengan pasien.

b) Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer.

c) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal.

d) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun

nonprofesional sebagai perawat asisten.

c. Metode Primer Modifikasi (Primer-Tim)

Metode Primer Modifikasi (Primer-Tim) disebut juga metode keperawatan

medular. Metode ini adalah suatu variasi dari metode keperawatan primer dan

metode Tim. Di Indonesia pengembangan metode MPKP modifikasi ini

dikembangkan oleh Sitorus (2011) di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Metode

ini sama dengan metode keperawatan tim karena baik perawat professional

maupun non professional bekerja bersama dalam memberikan askep di bawah

kepemimpinan seorang perawat profesinal disamping itu dikatakan memiliki

kesamaaan dengan metode keperawatan primer karena dua atau tiga orang

perawat bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien sejak masuk dalam

perawatan hingga pulang, bahkan sampai dengan waktu follow up care. Dalam

memberikan askep dengan menggunakan metode keperawatan primer

modifikasi, satu tim yang terdiri dua hingga tiga perawat memiliki tanggung
jawab penuh pada sekelompok pasien. Hal ini tentu saja dengan suatu

persyaratan peralatan yang dibutuh perawatan cukup memadai. Sekalipun

dalam memberikan askep dengan menggunakan metode ini dilakukan oleh dua

hingga tiga perawat, tanggung jawab yang paling besar tetap ada pada perawat

professional. Perawat professional juga memiliki kewajiban untuk membimbing

dan melatih nonprofessional. Apabila perawat professional sebagai ketua tim

tidak masuk tugas dan tanggung jawab dapat digantikan oleh perawat

professional lainnya. Peran perawat kepala ruang diarahkan dalam hal membuat

jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan anggota untuk bekerja

sama, dan berperan sebagai fasilitator, pembimbing serta motivator.

1) Tugas Kepala Ruangan:

a) Menerima pasien baru

b) Memimpin rapat

c) Mengevaluasi kinerja perawat

d) Membuat jadwal dinas

e) Perencanaan, pengarahan, dan pengawasan

2) Tugas Perawat Primer

a) Membuat perencanaan asuhan keperawatan

b) Mengadakan tindakan kolaborasi

c) Memimpin timbang terima

d) Mendelegasikan tugas

e) Memimpin ronde keperawatan


f) Mengevaluasi pemberian asuhan keperawatan

g) Bertanggung jawab terhadap pasien

h) Memberi petunjuk bila pasien akan pulang

i) Mengisi resume keperawatan

3) Tugas Perawat asosiate

a) Memberikan asuhan keperawatan

b) Mengikuti timbang terima

c) Melaksanakan tugas yang didelegasikan

d) Mendokumentasikan tindakan keperawatan

5. Tingkat Ketergantungan Pasien

Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang

mempelajari kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu

memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan. Teori ini

dikenal dengan teori self care (perawatan diri). Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien

berdasarkan teori Dorothea Orem yaitu:

A. Minimal Care :

a. Mampu naik turun tempat tidur

b. Mampu ambulasi dan berjalan sendiri

c. Mampu makan dan minum sendiri

d. Mampu mandi sendiri/mandi sebagian dengan bantuan

e. Mampu membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)


f. Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuan

g. Mampu BAK dan BAB dengan sedikit bantuan

h. Status psikologi stabil

i. Pasien dirawat untuk prosedur diagnostik

j. Operasi ringan

B. Partial Care

a. Membutuhkan bantuan satu orang untuk naik turun tempat tidur

b. Membutuhkan bantuan untuk ambulasi atau berjalan

c. Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan

d. Membutuhkan bantuan untuk makan atau disuap

e. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut

f. Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan

g. Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK (tempat tidur/kamar mandi)

h. Pasca operasi minor (24 jam)

i. Melewati fase akut dari pasca operasi mayor

j. Fase awal dari penyembuhan

k. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam

l. Gangguan emosional ringan

C. Total Care

a. Membutuhkan dua orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur

b. Membutuhkan latihan pasif

c. Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena/NGT


d. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut

e. Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan

f. Dimandikan perawat

g. Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter

h. Keadaan pasien tidak stabil

i. Perawatan kolostomi

j. Menggunakan WSD

k. Menggunakan alat traksi

l. Irigasi kandung kemih secara terus menerus

m. Menggunakan alat bantu respirator

n. Pasien tidak sadar

6. Perhitungan kebutuhan tenaga perawat.

A. Metode Rasio

Dasar Perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan berdasarkan rasio ini adalah

Permenkes nomor 262/Menkes/Per/VII/1979. Pada metode ini ditentukan jumlah

dan jenis personel yang harus disediakan rumah sakit sesuai dengan tipe rumah

sakit. Dengan tipe ini hanya diketahui jumlah personel secara total. Walaupun

banyak kelemahan pendekatan ini dapat digunakan bila :

a. Kemampuan dan sumber daya untuk perencanaan personel terbatas


b. Jenis, tipe dan volume pelayanan kesehatan relatif stabil

Tabel 1.Memberikan informasi rasio tempat tidur dan personel dari setiap tipe

rumah sakit .

Tipe RS M/TT TPP/TT TNPP/TT TNON/TT

A &B 1/(4-7) (3-4)/2 1/3 1/1

C 1/9 1/1 1/5 3/4

D 1/15 1/2 1/6 2/3

Khusus Disesuaikan

Catatan :

 TM = tenaga medis

 TPP = tenaga para medis

 TNPP = tenaga non paramedis

 TNONP = tenaga non perawatan

 TT = Tempat tidur

Contoh perhitungan :

Rumah sakit yang baru didirikan dengan tipe C kapasitas 100 tempat tidur, berapa

jumlah perawat yang dibutuhkan :

Jawab :

Jumlah perawat yang dibutuhkan = jumlah paramedis = 1/1 *100 = 100 orang perawat.

B. Metode Gillies
Tenaga Perawat (TP)= A X B X 365
Salah satu formula untuk menghitung tenaga perawat yang dikembangkan oleh
(365-C) x Jam kerja /hari
Gillies (1982) yaitu :

Keterangan :

 A= jam perawatan/24 jam (waktu perawatan yang dibutuhkan pasien)

 B= sensus harian (BOR X jumlah tt)

 C= jumlah hari libur

 Jam kerja/hari = 6 jam perhari

 365 = jumlah hari kerja selama setahun

Contoh : misalkan rata-rata jam perawatan selama 24 jam adalah 6 jam. Untuk

RS yang memilliki 100 tt dan BOR 70% kebutuhan tenaga perawat adalah :

 Sensus harian = TT x BOR = 100 x 70% = 70

 A x B x 365 = 153.300

 (365-C) x Jam kerja/hari = (365-52) x 6 = 187

 Jumlah Perawat = 153.300/1878 = 81.63 -> 82 perawat

C. Metode Hasil Lokakarya PPNI


Sebenarnya metode ini tidak berbeda dengan yang dikembangkan oleh Gillies, hanya

saja satuan hari diubah menjadi minggu. Selanjutnya jumlah hari kerja efektif juga

dihitung dalam minggu sebanyak 41 minggu dan jumlah jam kerja per hari selama 40

jam perminggu. Tampak pada metode PPNI tidak ada sesuatu yang baru dengan

metode Gillies hanya PPNI berusaha menyesuaikan lama hari kerja dan libur yang

berlaku di Indonesia.

Tenaga Perawat (TP) = ( A x 52) x 7 Hr (TTxBOR) X 125%

Keterangan : 41 mg x 40 jam
Tenaga Perawat (TP) = A x B X 365
 TP = Tenaga Perawat
255 x Jam kerja/hari
 A = Jumlah Perawatan/24jam

 BOR = Bed Occupancy Rate

Contoh : misalkan rata-rata jam perawatan selama 24 jam adalah 6 jam. Untuk

rumah sakit dengan jumlah 100 tempat tidur dan BOR rata-rata 70% berapa

tenaga perawat yang dibutuhkan :

- (A x52) x 7hr(ttxBOR) = 6 x 52 x 100 x0.7 = 152.880

- 152.880 : (41/40) x 125% = 116.5 perawat -> 117 perawat

D. Metode Ilyas

Yaslis Ilyas mengembangkan metode baru perhitungan kebutuhan perawat karena

adanya keluhan dari rumah sakit di Indonesia bahwa metode Gillies menghasilkan
jumlah perawat yang terlalu kecil sehingga beban kerja perawat tinggi, sedangkan

PPNI menghasilkan jumlah perawat yang terlalu besar sehingga tidak efisien.

Rumus dasar dari metode Ilyas adalah sebagai berikut :

Keterangan :

 A = Jam perawatan/24 jam (waktu perawatan yang dibutuhkan pasien)

 B = Sensus Harian (BOR x Jumlah TT)

 Jam kerja/hari = 6 Jam per hari

 365 = Jumlah hari kerja setahun

 255 = Hari kerja efektif perawat/tahun

Contoh : Misalkan dengan rata-rata jam perawatan selama 24 jam adalah 6 jam,

untuk rumah sakit yang mempunyai tempat tidur 100 dan Bor 70% berapa jumlah

perawat yang dibutuhkan ?

Kebutuhan tenaga perawat adalah :

 Sensus harian = TT x BOR = 100 x 70% = 70

 A x B x 365 = 6 x 70 x 365 = 153.300

 Jam Kerja efektif = 255 x 6 = 1530

 153.300/1530 = 100 perawat.


E. Metode NINNA

Metode NINNA merupakan perhitungan tenaga menurut penelitian di RS Provinsi di

Filipina, yaitu dengan memperhitungkan waktu asuh keperawatan sebagai berikut :

Tabel 2. Waktu Asuh Keperawatan ( NINNA)

NO Jenis Perawatan Waktu Asuh Keperawatan

1 Non Bedah 3.4 Jam / Pasien / Hari

2 Bedah 3.5 Jam/pasien/hari

3 Campuran Non Bedah/Bedah 3.4 Jam/pasien/hari

4 Post Partum 3 Jam/pasien/hari

5 DBayi Baru
= BOR x ALahir
xC 2.5 Jam/pasien/hari

80%
Adapun metode perhitungan tenaga perawat menurut metode NINNA adalah
T= D
sebagai berikut :
1800

Keterangan :

 D = Hitung Dasar

 BOR = Bed occupancy rate

 A = Waktu Asuh keperawatan

 B = Jumlah Tempat tidur


 C = Jumlah hari/tahun

 T = Tenaga yang dibutuhkan

 1800 = jam kerja efektif dalam 1 tahun

Contoh :Diketahui sebuah rumah sakit dengan rawat inap 28 tt, BOR 62.53%

waktu asuh keperawatan adalah 2.5 jam. Berapa jumlah kebutuhan perawat

Jawab :

62.53%/80% X 2.5 x 28 x 365 = 19970.51

D= 19970.51/ 1800 = 11.04 -> 11 perawat

F. Metode sistem Akuitas

Cara lain untuk menentukan jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan dijelaskan oleh

Loveridge dan Cummings (1996) dalam Sitorus (2005), didasarkan pada tingkat

keseriusan kondisi pasien yang dirawat di rumah sakit, yaitu dengan sistem

klasifikasi (patient classification system) atau sistem akuitas (aquity system). Sistem

akuitas ini terdiri dari indikator kritis yang merupakan tugas spesifik yang dibutuhkan

pasien pada suatu unit. Pada evaluasi prototipe dan evaluasi faktor. Kedua sistem

evaluasi ini dikembangkan dari indikator kritis yang merupakan tugas spesifik yang

dibutuhkan pasien pada suatu unit. Pada evaluasi prototipe, pasien dikelompokan

kedalam kelas. Terdapat empat kelas yang ditetapkan berdasarkan indikator kritis.

Setiap kelas memerlukan waktu pemberian asuhan keperawatan yang berbeda.

Kelas 1 2 jam/24 jam, kelas II 3 jam/24 jam, kelas III 3 jam/24 jam, kelas IV 6 jam/24

jam.
Apabila dalam ruangan terdapat 3 pasien kelas II, 14 pasien kelas III , 3 pasien kelas

IV jumlah jam yang dibutuhkan adalah (3x3 pasien) + (4.5 x 14 pasien) + (6 X 3

pasien) = 90 jam. Karena terdapat 3 kali pergantian shift yang ter bagi dalam 35 %

pagi, 35% sore dan 30% malam sehingga:

Pagi/Sore = (90 jam x 35%)/ 8 jam = 3,94 orang -> 4 orang

Malam = (90 jam x 30%)/8 jam = 3.37 orang -> 3 orang.

Pada evaluasi faktor, pasien dikelompokan berdasarkan jumlah nilai yang didapat

berdasarkan indikator kritis atau unit relatif (relative value units, RVUs).

Tabel 2.3 Unit Nilai Relative

NO Kelas Unit Nilai Relative

1. Kelas I 0-10

2. Kelas II 11-25

3. Kelas III 2640

4. Kelas IV >41

* berasal dari penelitian Sitorus (2005)

Dan Berdasarkan penelitian Sitorus (2005) setiap RVUs dibutuhkan waktu 3 menit. Dalam

ruangan seperti diatas, dimana kelas II, 3 pasien, kelas III, 14 pasien dan kelas IV, 3 pasien maka

diperlukan ( 3x20) + (14 x 33) + (3x41) =639 RVUs, untuk

639RVUs dibutuhkan waktu = 645 X 3 = 1935 maka perawat yang dibutuhkan?

1917/60menit/jam = 32,25 jam perawat

Satu shift mebutuhkan 32,25/8jam= 4.03 -> 4 perawat.


Cara menghitung jumlah perawat dengan evaluasi prototipe dan evaluasi faktor tidak jauh

berbeda, evaluasi faktor lebih menunjukan nilai sebenarnya yang diperlukan oleh setiap pasien.

Pada contoh diatas, evaluasi faktor memerlukan 4.03 perawat sedangkan evaluasi prototipe

memerlukan 3.94 perawat.

G. Metode Klasifikasi Pasien

Metode Klasifikasi pasien ini merupakan perhitungan yang dicontohkan dalam

Standar Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit oleh Direktorat Pelayanan

Keperawatan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan tahun

2002. Dalam perhitungan dengan klasifikasi pasien maka terlebih dahulu kita harus

mengetahui :

a. Tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus

b. Rata-rata pasien perhari

c. Jam perawatan yang diperlukan/hari/pasien

d. Jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari

e. Jam kerja efekif setiap perawat/bidan yaitu 7 jam sehari

H. Metode tingkat Ketergantungan Pasien

Pasien diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang didasarkan pada kebutuhan

terhadap asuhan keperawatan meliputi :

a. Asuhan keperawatan minimal


b. Asuhan Keperawatan sedang

c. Asuhan Keperawatan agak berat

d. Asuhan Keperawatan maksimal

I. Metode MPKP

Pada pelayanan profesional, jumlah tenaga yang dibutuhkan tergantung pada

jumlah dan derajat ketergantungan pasien. Menurut Douglas (1984), Loveride &

Cumming (1996) dalam Sitorus (2005) klasifikasi derajat ketergantungan pasien

dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu perawatan minimal memerlukan waktu 1-2

jam/24 jam, perawatan intermediet memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam, perawatan

maksimal atau total memerlukan waktu 5-6 jam/24 jam. Dalam suatu penelitian

Douglas (1975) tentang jumlah tenaga perawat di rumah sakit, didapatkan jumlah

perawat yang dibutuhkan pada padi, sore dan malam tergantung pada tingkat

ketergantungan pasien Pada MPKP, jumlah tenaga ditetapkan berdasarkan tingkat

ketergantungan pasien sesuai dengan tabek 2.8.1.7. Penetapan jumlah perawat

didahului dengan menghitung jumlah pasien berdasarkan derajat ketergantungan

selama 22 hari. Penetapan waktu observasi tersebut diharapkan sudah dapat

mencerminkan variasi perubahan dan jumlah pasien diruang rawat. Setelah itu

dihitung jumlah perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore dan malam hari.

Untuk ruang rawat inap dengan 30 tt dan BOR 90% jumlah perawat yang dibutuhkan

adalah : 7,11 + 5,28 + 3,35 = 15,74 orang -> 16 orang


Libur/cuti = 5 orang

Kepala ruang rawat = 1 orang

Dan Perawat Primer = 3 orang

Jadi untuk 30 ttdiperlukan = 16 + 5 + 1 + 3 = 25 perawat.

Untuk penetapan Perawat Primer atau PP di suatu ruang rawat ditetapkan dengan

pertimbangan bahwa seorang PP bertanggung jawab pada 9-10 pasien, dengan

variasi klasifikasi pasien. Jumlah ini ditetapkan berdasarkan evaluasi tentang

kemampuan seorang PP untuk mengkaji kembali semua pasien setiap hari

dalamrangka memodifikasi renpra dan membimbing PA dibawah tanggungjawabnya

untuk melaksanakan intervensi pada renpra. (Sitorus. 2005).

Untuk membimbing serta mengarahkan PP dan timnya dalam memberikan asuhan

keperawatan diperlukan perawat dengan kemampuan lebih tinggi. Pada Pro Act

Model yang dikembangkan Tonges (1987) dalam Sitorus (2005) disebut Clinical Care

Manager (CCM). CCM adalah seorang Magister spesialis Keperawatan. Demi

memenuhi Manajemen Keperawatan Profesional maka dalam ruang rawat inap,

penulis menjadikan dasar perhitungan MPKP sebagai metode yang dipilih dalam

penelitian ini.
Daftar Pustaka

Ernisfi, 2008. Perencanaan pengembangan. FKM UI, Universitas Indonesia

Puspanegara A, 2018. PENGARUH TINGKAT KETERGANTUNGAN PASIEN TERHADAP BEBAN

KERJA PERAWAT RSPI PROF. Dr. SULIANTI SAROSO. JURNAL ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA:

HEALTH SCIENCES JOURNAL, VOL. 09 NO. 01.

Nur Hidayah, 2014. MANAJEMEN MODEL ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (MAKP) TIM

DALAM PENINGKATAN KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. Jurnal Kesehatan Volume VII No. 2.

Julianto M, 2015. Peran dan Fungsi Manajemen Keperawatan dalam Manajemen Konflik.

Instalasi Rawat Inap (IRNA) Gedung Prof. Dr. Soelarto, RSUP Fatmawati, Jakarta, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai