Anda di halaman 1dari 40

2

KEPERAWATAN GERONTIK
Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Perubahan Fisiologis Pada Sistem
kardiovaskuler

Dosen Pembimbing : Ns. Andriati Reny H., S.Kp., M.K.M

Disusun Oleh
Kelompok 4:

IrnaAprillia NIM201811016
Farah NIM 2018110
Sheva Nasya Mulia NIM 2018110
Sisi Indah Putri NIM 2018110
Zainul Arifin NIM 2018110

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JAYAKARTA


Jln. Raya PKP Kelapa Dua Wetan
Kelurahan Kelapa Dua. Kecamatan Ciracas. Jakarta Timur
13730 Telp.& fax 021 22852216
Email :
stikesjayakarta@gmail.com
3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, karena berkat rahmat dan hidayhnya kelompok kami dapat menyelesaikan
makalah tentang asuhan keperawatan lansia dengan peruabahan fisiologis pada sistem
kardiovaskuler ini dengan tepat waktu sebagaimana yang telah ditentukan oleh dosen
kami.

Makalah tentang asuhan keperawatan lansia dengan peruabahan fisiologis pada sistem
kardiovaskuler telah kami susun semaksimal mungkin dan dalam pembuatan makalah
ini kami berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.Namun, kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih
ada kekurangan baik dari isi maupun tata bahasa.Maka dari itu, kami menerima kritik
dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.Akhir kata kami
berharap makalah ini juga dapat bermanfaat untuk pembaca.
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah melebihi batas normal,

dimana sistol >140 mmHg dan diastol >90 mmHg setelah dilakukan dua kali

pengukuran, dengan selang waktu 5 menit dimana pasien dalam keadaan tenang

atau istirahat (Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Hipertensi adalah kondisi kardiovaskuler yang paling umum, ketika tidak diobati,

Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi yang parah, seperti penyakit Arteri

Koroner, Infark Miokard, penyakit Arteri Perifer dan Stroke. Hipertensi tetap

menjadi penyebab utama kematian di kalangan orang dewasa meskipun ada

kemajuan dalam pencegahan dan pengobatan (Rajka, A et all. 2018). Penyakit

tekanan darah tinggi atau Hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga dunia setiap

tahunnya. Tercatat di World Health Organization (2011) ada satu miliar orang

yang terkena Hipertensi, dan akan terus meningkat seiring jumlah penduduk yang

meningkat. Jumlah penderita Hipertensi saat ini paling banyak terdapat di Negara

berkembang (Widiyani, 2013).

Data WHO 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia menderita

Hipertensi. Artinya, 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis menderita Hipertensi,

hanya 36,8% di antaranya yang minum obat. Jumlah penderita Hipertensi di

dunia terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5

miliar orang yang terkena Hipertensi. Diperkirakan juga setiap tahun ada 9,4 juta

orang meninggal akibat Hipertensi dan komplikasinya.

Data Hipertensi di Indonesia yang di dapat melalui pengukuran umur ≥18 tahun

sejumlah 25,8%, peringkat pertama berada di Bangka Belitung dengan presentase


5
(30,9%), kemudian oleh Kalimantan Selatan dengan presentase (30,8%) dan

ketiga oleh Kalimantan Timur sebanyak (29,6%) (Riskesdas,2013). Sedangkan

pada tahun 2018 ditemukan data sebesar 34,1%. Peringkat pertama berada di

Provinsi Sulawesi Utara, di peringkat Kedua adalah Daerah Istimewa

Yogyakarta, dan diperingkat ketiga adalah Kalimantan Timur. Sehingga dalam

kurun waktu 5 tahun tersebut terjadi peningkatan jumlah terdiagnosis Hipertensi

sebesar 8,3% (Riskesdas, 2018).


B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari dibuat makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu membuat
asuhan keperawatan lansia dengan perubahan fisiologis pada sistem kardiovaskuler.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini mahasiswa mampu membahas mengenai
asuhan keperawatan lansia dengan perubahan fisiologis pada sistem kardiovaskuler
sebagai berikut:
a. Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien.
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan.
c. Mampu membuat rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan.
d. Mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan.
e. Mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
f. Mampu membuat dokumentasi keperawatan

2
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup praktik keperawatan gerontik meliputi upaya-upaya peningkatan
kesehatan (promotif) pencegahan (preventif) pemeliharaan kesehatan dan pengobatan
(kuratif) pemulihan kesehatan, (rehabilitatif) mengembalikan serta memfungsikan
kembali baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan
masyarakatnya (resosialisasi).

D. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan atau penyusunan makalah ini yaitu:
1. Kepustakaan
Melakukan pengumpulan teori dari buku dan jurnal.
2. Studi Kasus
Melakukan pengelolahan asuhan keperawatan berdasarkan kasus pemicu yang
diberikan oleh dosen pembimbing.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut:
1. BAB I
Pendahuluan dalam BAB ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, ruang
lingkup, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan, untuk
menjelaskan pokok-pokok pembahasan.
2. BAB II
Tinjauan Teori Dalam BAB ini membahas konsep dasar asuhan keperawatan
komunitas dan teori-teori penyebab, tanda dan gejala, komplikasi yang akan terjadi
dan pengkajian penyakit yang terjadi pada wilayah tersebut.
3. BAB III
Tinjauan Kasus Dalam BAB ini membahas permasalahan yang terjadi dan mebuat
asuhan keperawatan komunitas untuk menetukan perencanaan keperawatan yang
kemudian diimplementasikan dan di evaluasi untuk menilai keberhasilan dari
perencanaan yang di buat.
4. BAB IV
Pembahasan Dalam BAB ini membahas kesenjangan antara teori dengan kasus yang ada
untuk memvalidkan data dan menyesuaikan dasar teori dengan kasus yang terjadi di
lingkungan yang terkena masalah.
5. BAB V
Penutup Dalam BAB ini mengemukakan simpulan dari makalah yang dibuat dan saran-
saran yang di usulkan untuk pengembangan lebih lanjut agar tercapai hasil yang lebih
baik.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian lansia
Lanjut usia adalah penduduk yang berusia 60 tahun keatas. Menua atau menjadi tua adalah
suatu proses menghilang nya secara perlahan, suatu jaringan untuk mempertahankan struktur
dan fungsi normal nya, sehingga tidak dapat memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses
menua adalah proses yang pasti terjadi pada setiap orang, terjadi terus menerus secara
alamiah, dimulai sejak lahir dan dialami oleh makhluk hidup (Dariah, 2015).
2. Batasan Lansia
Batasan lansia menurut DepKes RI tahun 2015 dan WHO
a. Menurut DepKes RI tahun 2015 batasan lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia lanjut presinilis yaitu antara usia 45-59 tahun
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas
3) Usia lanjut beresik yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan
masalah kesehatan.
b. Menurut WHO batasan lanjut usia adalah sebagai berikut :
1) Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun
2) Usia tengah (Old) antara 75-90 tahun
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia >90 tahun.
3. Teori Proses Menua
Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu:
1) Teori-teori biologi
a. Teori genetik dan mutasi ( somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesie-spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang di program
oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saat nya akan mengalami
mutasi sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.
b. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (rusak).
c. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga
jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d. Teori immunology slow virus (immunology slow virus theory)
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambah nya usia dan masuk nya virus
ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
e. Teori stres
Menua terjadi akibat hilang nya sel-sel yang biasa di gunakan tubuh. Regeneras
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabil nya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak
dapat regenerasi.
g. Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimia nya menyebab kan ikatan yang kuat,
khusus nya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurang nya elastis,
kekacauan dan hilang nya fungsi.
h. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah
sel-sel tersebut mati.
2) Teori kejiwaan sosial
a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penrunan jumlah kegiatan yang dapat di lakukan nya. Teori ini
menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
dari lansia berupa mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu
agar tetap stabil.
b. Kepribadian berlanut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia yang sangat
di pengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambah nya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosial nya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss) yakni : (1)
kehilangan peran ; (2) hambatan kontak sosial; (3) berkurangnya kontak komitmen.
4. Tipe-tipe Lansia
Menurut Retnaningsih, Dwi (2018), beberapa orang yang tinggal pada karakter, pengalaman,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial ekonomi nya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut :
a. Tipe arif bijaksana, kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan
perubahan jaman, mempunyai kesibukan, berlaku ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri, mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas, konflik lahir batin, proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak
sabar, nudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah, menerima dan menunggu nasib baikmengikuti kegiatan agamadan melakukan
pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung, kaget, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tidak acuh.
5. Ciri-ciri Lansia
Menurut DepKes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis sehingga
motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misal nya lansia
yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan
diperkuat oleh pendapat yang kurang baik. Misal nya lansia yang lebihh senang
mempertahankan pendapat nya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negativ. Tetapi
ada juga lansia yang memiliki sikap tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan. Misal nya lansia menduduki jabatan di masyarakat sebagai
ketua RW, sebaik nya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena
usia nya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung mengembangkan
konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.
Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula.contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk
pengambilan keputusan karena dianggap pola pikir nya kuno, kondisi ini yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan cepat tersinggung dan bahkan memiliki
harga diri yang rendah.
6. Perubahan-perubahan pada lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang
akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan
fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran:Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karenahilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutamaterhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastiskering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan
kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan penghubung
(kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai
pendukungutama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalamiperubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
a) Kartilago: jaringan kartilagopada persendian menjadi lunak dan mengalami
granulasi, sehingga permukaansendi menjadi rata. Kemampuan kartilago
untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah
progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan
terhadap gesekan.
b) Tulang: berkurangnyakepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari
penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih
lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.

c) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan


jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
d) Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen dan
fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung
bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung
berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini
disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total
parutetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi
kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada
otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu
dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap
menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin
mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7) Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi
olehginjal.
8) Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

9) Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciut nya ovary dan
uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun ada nya penurunan secara berangsur-angsur.

b. Perubahan kognitif

1) Daya Ingat (Memory)


2) IQ (Intellegent Quotient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi (Motivation)
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
keluarga.

9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,


perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama atau kepercayaan makin
terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam
kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari- hari.

d. Perubahan psikososial

1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika
lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat,
gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan
dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut
dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti
dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi.
Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya
kemampuana daptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum,
gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-
gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan
dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala
penghentian mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia
sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat
membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau
menarik diri dari kegiatan sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main
dengan feses dan urinnya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur.
Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali

B. KONSEP KARDIOVASKULER

1. Pengertian penyakit hipertensi


Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau

tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita

penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal dan

pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya (NANDA,2015).

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Hipertensi primer (esensial)

Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang

mempengaruhinya yaitu :genetik, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem


renin. Angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang

meningkatkan resiko : obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia.

b. Hipertensi sekunder

Penyebabnya yaitu penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom chusing dan

hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

Menurut NANDA 2015, Hipertensi pada usia lanjut dibedakan menjadi :

a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau

tekanan diastolik sama atau lebi besar dari 90 mmHg

b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan

tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

Penyebab hipertensi ada pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-

perubahan pada :

a. Elastisitas dinding aorta menurun

b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku

c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur

20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan

menurunnya kontraksi dan volumenya

d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas

pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

2. Tanda dan Gejala Hipertensi


Tanda dan gejala penyakit hipertensi di bedakan menjadi :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini

berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak

terukur

b. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri

kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan gejala terlazim yang

mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis Beberapa pasien

yang menderita hipertensi yaitu :

1) Mengeluh sakit kepala, pusing

2) Lemas, kelelahan

3) Sesak nafas

4) Gelisah

5) Mual

6) Muntah

7) Epistaksis

8) Kesadaran menurun

3. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan

(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoagulabilitas

dan anemia

2) BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal

3) Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan


oleh pengeluaran kadar ketokolamin

4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM

5) CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

6) EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang

P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

7) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu ginjal, perbaikan

ginjal

8) Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung

4. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis atau penanganan yang tepat bagi penderita hipertensi sebagai

berikut:

a. Terapi

Terapi Non Farmakologis

Pencegahan dan manajemen hipertensi lebih utama ditekankan pada perubahan gaya

hidup dan pengaturan diet.

1) Diet
Diet untuk hipertensi membatasi konsumsi garam, makanan asin,

meningkatkan konsumsi sayuran dan buah sebagai sumber utama kalium. Diet

yang banyak mengonsumsi buah-buahan, sayuran, dan rendah lemak serta

rendah lemak jenuh (diet DASH) dapat menurunkan tekanan darah. Selain itu,

terapi tambahan yang perlu dilakukan untuk mencegah atau mengurangi

hipertensi, yaitu:

(a) Kurangi berat badan jika berlebih


(b) Batasi asupan alkohol, etanol tidak lebih dari 1 oz (30 ml), bir (missal 24

oz (720 ml), anggur 10 oz (300 ml) atau wiski 2 oz (60 ml) tiap hari atau

0,5 oz (15 ml) etanol tiap hari untuk wanita dan orang dengan berat

badan yang lebih ringan

(c) Tingkatkan aktivitas fisik aerobic (30-45 menit hampir tiap hari dalam

satu minggu)

(d) Kurangi asupan natrium tidak lebih dari 100 mmol/hari (2,4 gram

natrium atau 6 gram natrium klorida)

(e) Pertahankan asupan kalium yang adekuat dalam diet (kira-kira 90

mmol/hari)

(f) Pertahankan intake kalsium dan magnesium yang adekuat dalam diet

untuk kesehatan secara umum

(g) Berhenti merokok dan kurangi asupan lemak jenuh dalam diet dan kolesterol
untuk kesehatan kardiovaskuler secara keseluruhan

Makanan Diperbolehkan Dihindarkan


Protein nabati Tahu, tempe, kacang Keju, kacang tanah,
hijau, kacang kedelai, kacang asin, tauco,
kacang tolo, kacang tahu asin
tanah, kacang kapri, dan
kacang lain yang segar
Lemak Santan encer, minyak Salad dressing,
mentega tanpa garam mentega margarine,
lemak hewan
Sayuran Semua sayuran segar Sayuran yang
diawetkan: sawi asin,
acar, asinan, sayuran
dalam kaleng
Buah-buahan Semua buah-buahan Buah yang diawetkan
segar menggunakan zat
pengawet: buah
kering, buah kaleng
Bumbu Semua bumbu dapur Garam dapur, MSG,
kecap, saus tomat
botol, saus cabai,
pengempuk daging,
maggi, terasi, soda
kue, petis, saus tiram
Minuman Teh, kopi encer Cokelat, cafein,
alcohol

5. Terapi Obat
Tujuan pengobatan adalah memperkecil kerusakan organ target akibat tekanan darah dan

menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan. Untuk yang menjalani terapi obat ini

juga memiliki criteria tertentu, yakni:


Derajat tekanan Kelompok risiko Kelompok risiko Kelompok

darah (mmHg) A (tidak ada B (Paling sedikit risiko C

faktor risiko; 1 faktor risiko, (TOD/CCD

tidak ada tidak termasuk dan/atau

TOD/CCD) diabetes; tidak diabetes

ada TOD/CCD) dengan atau

tanpa faktor

risiko lainnya

Normal tinggi Modifikasi gaya Modifikasi gaya Terapi obat

(130-139/85-89) hidup hidup

Derajat 1 (140- Modifikasi gaya Modifikasi gaya Terapi obat

159/80-99) hidup (sampai hidup (sampai 6

dengan 12 bulan)

Derajat 2 dan 3 bulan) Terapi obat Terapi obat

(≥160/≥100) Terapi obat

Keterangan: TOD/CCD (Target Organ Damage/Clinical Cardiovascular Disease)

menunjukkan adanya kerusakan organ target atau penyakit kardiovaskuler klinis.

Jenis anti hipertensi tersebut yaitu:

a. Diuretik
Menurunkan tekanan darah pada awalnya dengan cara menurunkan volume plasma

(dengan menekan reabsorpsi natrium oleh tubulus ginjal sehingga meningkatkan

ekskresi natrium dan air) dan curah jantung, tetapi selama terapi kronis pengaruh
hemodinamik yang utama adalah mengurangi resistensi vaskuler perifer. Contoh obat

pada golongan ini adalah hidroklortiazid, klortalidon, metolazon, furosemid, dsb.

b. Agen penghambat beta adrenergik

Obat ini efektif karena menurunkan denyut jantung dan curah jantung, kemudian juga
menurunkan pelepasan rennin dan lebih manjur pada populasi dengan aktivitas rennin plasma
yang meningkat seperti orang kulit putih yang berusia lebih muda. Efek sampingnya antara
lain: mencetuskan atau memperburuk gagal ventrikel kiri, kongesti nasal, dapat terjadi
kelemahan, letargi, impotensi, dsb. Beberapa obat dalam golongan ini adalah: acebutolol,
atenolol, betaksolol, labetalol, dll.
c. Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme)
Banyak digunakan sebagai pengobatan awal hipertensi ringan hingga sedang. Aksi kerja
utamanya dengan menghambat system rennin-angiotensin-aldosteron, tetapi juga
menghambat degradasi bradikinin, menstimulasi sintesis prostaglandin dan kadang
mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Keuntungan ACE adalah relative bebas dari efek
samping yang menggangu. Contoh obat golongan ini yaitu: benazepril, kaptopril, enalpril,
fosinopril, lisinopril, dll.
d. Agen penghambat reseptor Angiotensin II
Jenis ini sebaiknya hanya digunakan terutama pada pasien yang mengalami batuk jika

menggunaan penghambat ACE. Contoh obat pada golongan ini adalah: eprosartan,

irbesartan, losartan, valsartan, dll.

e. Agen penghambat saluran kalsium

Obat ini beraksi dengan cara menyebabkan vasodilatasi perifer, yang berkaitan

dengan refleks takikardi yang kurang begitu nyata dan retensi cairan daripada

vasodilator yang lain. Efek samping yang paling biasa yakni nyeri kepala, edema

perifer, bradikardi dan konstipasi, dsb. obat yang tergolong dalam golongan ini

diantaranya: amlodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin, dll.

f. Antagonis adrenoseptor alfa


Parazosin, terazosin dan doksazosin memblok reseptor alfa pasca sinaptik, membuat

rileks otot polos dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan resistensi

vaskuler perifer. Efek samping utama adalah hipertensi yang nyata dan sinkop setelah

dosis pertama, yang oleh sebab itu sebaiknya diberikan dosis kecil dan diberikan pada

saat akan tidur.

g. Obat-obat dengan aksi simpatolitik sentral

Metildopa, klonidin, gunabenz, dan guanfacine menurunkan tekanan darah dengan

cara menstimulasi reseptor alfa adrenergic pada sistem saraf pusat, sehingga

mengurangi aliran keluar simpatetik perifer eferen. Hal yang perlu diperhatikan yaitu

hipertensi kembali terjadi setelah penghentian pemberian obat dan beberapa efek

samping lainnya.

h. Dilator arteriolar

Hidralazin dan minoksidil menyebabkan rileks otot polos vaskuler dan menyebabkan

vasodilatasi perifer. Hidralazin menyebabkan gangguan gastrointestinal dan dapat

menginduksi sindroma menyerupai lupus. Minoksidil menyebabkan hirsutisme dan

retensi cairan yang nyata; agen ini diberikan pada pasien yang refrakter

C. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hipertensi.

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam peruses keperawatan. Untuk

itu, di perlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien sehingga

dapat memberi arah terhadap tindakan keperawatan.

a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui :

1) Identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang di

gunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,

nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan giagnosis medis.

2) Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton

Tanda : Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

3) Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner aterosklerosis.
Tanda : kenaikan tekanan darah, tachycardi, disrythmia, denyutan nadi jelas, bunyi
jantung murmur, distensi vena jugularis.
4) Integritas ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah,
faktor stress multiple (hubungan, keuangan, pekerjaan)
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata),
peningkatan pola bicara.
5) Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat
penyakit ginjal ), obstruksi.
6) Makanan/cairan
Gejala : Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol),

mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan

diuretic. Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.

7) Neurosensori

Gejala : Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan


penglihatan.
Tanda : Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan
retina optik. Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan.
8) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.

9) Pernafasan
Gejala : Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk
dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda : Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu
pernafasan.
10) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara brejalan.

b. Pemeriksaan diagnostik
1) Hb : untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap vlume cairan (viskositas)
2) BUN : memberi informasi tentang fungsi ginjal
3) Glukosa : mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar
katekolamin (meningkatkan hipertensi)
4) Kalsium serum
5) Kalium serum
6) Kolestrol dan trigliserit
7) Urin analisa
8) Foto dada
9) Citi Scan
10) Ekg

2. Kemungkinan diagnosa
1) Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b/d peningkatan tekanan vaskuler

serebral.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi inadekuat

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,


ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

4) Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak

efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.

5) Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan

kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-

sumber informasi.

6) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi

pembuluh darah.

7) Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang

pandang, motorik atau persepsi

3. Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b.d peningkatan tekanan vaskuler

serebral Tujuan : Menghilangkan rasa nyeri

Kriteria hasil :

1) Melaporkan ketidanyamanan hilang atau terkontrol.

2) Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.

Intervensi :

1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.

R/ Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi.

2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya

kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.

R/ Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral, efektif dalam

menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.


3) Hilangkan/minimalkan aktifitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit

kepala, misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.

R/ Aktifitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada

adanya peningkatan vaskuler serebral.

4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.

R/ Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang

memperberat kondisi klien.


5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,

diazepam dll.

R/ Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis.

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake

nutrisi inadekuat

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria Hasil :

1) Klien menunjukkan peningkatan berat badan

2) Menunjukkan perilaku meningkatkan atau mempertahankan berat badan

ideal Intervensi

1) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan lemak, garam dan gula sesuai

indikasi.

R/ Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis, kelebihan

masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler dan dapat merusak

ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.

2) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.

R/ Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir..

3) Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk kapan

dan dimana makan dilakukan, lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan

dimakan.

R/ Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan kondisi

emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian pada factor mana
pasien telah/dapat mengontrol perubahan.
4) Intruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan dengan

kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll) dan kolesterol

(daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).

R/ Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam

mencegah perkembangan aterogenesis.

5) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.

R/ Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet

individual.

c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan O2.

Tujuan : tidak terjadi intoleransi aktivitas

Kriteria Hasil :

1) Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan atau diperlukan

2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.

Intervensi

1) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :

frekwensi nadi 20 x/menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD,

dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing

atau pingsan.

R/ Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan

indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung.


2) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan

kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada

aktivitas dan perawatan diri.

R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas

individual.

3) Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.

R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan

jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan

tiba-tiba pada kerja jantung.

4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,

menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.

R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga

membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

5) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.

R/ Jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah

kelemahan.

d. Inefektif koping individu b.d mekanisme koping tidak efektif, harapan yang tidak

terpenuhi, persepsi tidak realistik.

Tujuan : klien menunjukkan tidak ada tanda-tanda inefektif koping

Kriteria Hasil :

1) Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya

2) menyatakan kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi


3) mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langkah untuk

menghindari dan mengubahnya.

Intervensi

1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, Misalnya :

kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi

dalam rencana pengobatan.

R/ Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup seorang, mengatasi

hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam

kehidupan sehari-hari.

2) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi,

peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak mampuan untuk

mengatasi/menyelesaikan masalah.

R/ Manifestasi mekanisme koping maladaptif mungkin merupakan indicator

marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic.

3) Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi

untuk mengatasinya.

R/ Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam mengubah respon

seseorang terhadap stressor.

4) Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisipasi

maksimum dalam rencana pengobatan.

R/ Keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan.

Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat menigkatkan kerjasama dalam


regiment teraupetik.
5) Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup

yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketimbang membatalkan tujuan diri /

keluarga.

R/ Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistic untuk menghindari

rasa tidak menentu dan tidak berdaya.

e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya

informasi mengenai penyakitnya.

Tujuan : Klien menunjukkan peningkatan pengetahuan mengenai penyakitnya

Kriteria hasil :

1) Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.

2) Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu

diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.

Intervensi

1) Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,

pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.

R/ Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan

mempermudah dalam menentukan intervensi.

2) Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler yang dapat

diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup

monoton, merokok, pola hidup penuh stress dan minum alcohol (lebih dari 60

cc/hari dengan teratur).

R/ Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang


hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
3) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.

R/ Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang

sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien/orang terdekat untuk

mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima realitas

bahwa membutuhkan pengobatan kontinyu, maka perubahan perilaku tidak akan

dipertahankan.

4) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi

(pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat

lanjut) melalui penkes.

R/ Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses penyakit

hipertensi.

f. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi

pembuluh darah.

Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah

jantung Kriteria Hasil :

1) Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah/beban kerja

jantung

2) Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima.

3) Memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.

Intervensi

1) Observasi tekanan darah

R/ Perbandingan dari tekanan darah memberikan gambaran yang lebih lengkap

tentang keterlibatan vaskuler.


2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
R/ Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati saat

palpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari

vasokontriksi dan kongesti vena.

3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.

R/ S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi

atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi,

adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap

terjadinya atau gagal jantung kronik.

4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.

R/ Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat

mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.

5) Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas atau keributan

ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.

R/ Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi.

6) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.

R/ Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek

tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah.

7) Kolaborasi dengan dokter dalam pembrian terapi anti hipertensi dan diuretik.

R/ Menurunkan tekanan darah.

g. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang,

motorik atau persepsi.

Tujuan : Tidak terjadi cidera

Kriteria hasil:
1) Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.

2) Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.

3) Meminta bantuan bila diperlukan.

Intervensi:

1) Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.

R/ Membantu menurunkan cedera.

2) Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:

(a) Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.

(b) Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.

(c) Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan

lotion emoltion.

R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap

suhu.

3) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan

alat bantu.

R/ Penggunaan alat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan

regangan atau jatuh.

4) Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.

R/ Keamanan yang baik meminimalkan terjadinya cidera

6. Evaluasi

a. Apakah rasa nyeri pasien / sakit kepala berkurang ?

b. Apakah pasien sudah bisa beraktifitas sendiri / mandiri ?


c. Apakah pola nutrisi pasien seimbang atau normal ?

Anda mungkin juga menyukai