Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

RESIKO BUNUH DIRI

OLEH KELOMPOK 9:

1. I KOMANG MINGGI SEGARA TAJI (193213017)

2. NI NYOMAN AYU KRISNA SARI (193213037)

3. NI PUTU CINTYA DEWI (193213038)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

I. Kasus ( Masalah Utama)


Resiko Bunuh Diri
II. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya (Herman, 2011).
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh
diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana
individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam
mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah
kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan
marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri,
cara untuk mengakhiri keputusan. Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif
yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri hidup. Bunuh diri
merupakan koping terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. (Keliat.dkk., 2012).
b. Klasifikasi
Sementara itu, Yosep (2015) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis
bunuh diri, meliputi :
a. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang
untuk bunuh diri.
b. Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
c. Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
c. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetik dan teori biologi
Faktor genetik mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko bunuh diri.
b. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi bunuh diri dalam 3 kategori yaitu : egoistik
(orang yang tidak terintegrasi pada kelompok sosial), atruistik (melakukan
bunuh diri untuk kebaikan masyarakat) dan anomik (bunuh diri karena
kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan
stressor).
c. Teori psikologi
Memfokuskan pada masalah tahap awal perkembangan ego, trauma
interpersonal dan kecemasam berkepanjangan yang mungkin dapat memicu
seseorang untuk mencederai diri. Bunuh diri merupakan hasil dari marah
yang diarahkan pada diri sendiri.
d. Teori interpersonal
Mengungkapkan bahwa mencederai diri sebagai kegagalan dari pertemuan
dalam hidup, masa anak-anak mendapat perlakuan kasar serta tidak
mendapatkan kepuasan.
e. Penyebab lain :
 Adanya harapan yang tidak dapat dicapai
 Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidak-berdayaan
 Cara untuk meminta bantuan
 Sebuah tindakan untuk menyelesaikan masalah
d. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres berlebihan yang
dialami individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.
e. Mekanisme Koping
a. Regresi
Regresi adalah kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan
ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
b. Penyangkalan
Penyangkalan merupakan mekanisme koping/pertahanan untuk
mengurangi kesulitan untuk menegakkan diagnosis.
c. Isolasi diri, menarik diri
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada
atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya
mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya
sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
d. Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia
menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat
menekan dengan cara analitik, intelektual, dan sedikit menjauh dari
persoalan. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-
hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan
kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalahan secara obyektif.
f. Rentang Respon

Pencederaan
Adaptif Maladaptif
Diri

Peningkatan Pertumbuhan Perilaku Bunuh Diri


Diri Peningkatan Destruktif
Berisiko Diri Tak
Langsung

Rentang respons menurut Yosep dan Iyus (2015) :


a. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat
bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal
sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya,
karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya tidak loyal, maka seorang
karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak
optimal.
d. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress. Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
a. Suicidal ideation
Pada tahap ini merupakan proses kontemplasi dari bunuh diri, atau sebuah
metode yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada
tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan.
Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap
ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
b. Suicidal intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan
yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.
c. Suicidal threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang
dalam, bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
d. Suicidal gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada
diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi
sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Hal ini terjadi karena
individu mengalami ambivalen antara mati, hidup dan tidak berencana
untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di
selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini
sering di namakan “crying for help” sebab individu ini sedang berjuang
dengan stres yang tidak mampu di selesaikan.
e. Suicidal attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu
ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang
mematikan, walaupun demikian banyak individu masih mengalami
ambivalen akan kehidupannya.
g. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala menurut Fitria dan Nita (2012) :
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusan
d. Impulsif
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan)
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah
dan mengasingkan diri)
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alkohol)
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal)
k. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier)
l. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
n. Pekerjaan
o. Konflik interpersonal
p. Latar belakang keluarga
q. Orientasi seksual
r. Sumber-sumber personal
s. Sumber-sumber sosial
t. Menjadikan korban perilaku kekerasan saat kecil
h. Intensitas Bunuh Diri
N Perilaku atau Intensitas Risiko
No Gejala Rendah Sedang Tinggi
1. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panik
2. Depresi Rendah Sedang Berat
3. Isolasi- Perasaan depresi Perasaan tidak Tidak berdaya,
menarik diri yang samar, berdaya, putus asa, putus asa, menarik
tidak menarik menarik diri diri, protes pada
diri diri sendiri
4. Fungsi Umumnya baik Baik pada beberapa Tidak baik pada
sehari-hari pada semua aktivitas semua aktivitas
aktifitas
5. Sumber- Beberapa Sedikit Kurang
sumber
6. Strategi Umumnya Sebagian konstruktif Sebagian besar
koping konstruktif destruktif
7. Orang Beberapa Sedikit atau hanya Tidak ada
penting/dekat satu
8. Pelayanan Tidak, sikap Ya,umumnya Bersikap negatif
psikiatri yang positif memuaskan terhadap
lalu pertolongan
9. Pola hidup Stabil Sedang (stabil tak Tidak stabil
stabil)
10. Pemakai Tidak sering Sering Terus-menerus
alkohol dan
obat
11. Percobaan Tidak, atau yang Dari tidak sampai Dari tidak sampai
bunuh diri tidak fatal dengan cara yang berbagai cara yang
sebelumnya agak fatal fatal
12. Disorientasi Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
dan
disorganisasi
13. Bermusuhan Tidak atau tidak Beberapa Jelas atau ada
sedikit
14. Rencana Samar, kadang- Sering dipikirkan Sering dan konstan
bunuh diri kadang ada kadang-kadang ada dipikirkan dengan
pikiran, tidak ide untuk rencana yang
ada rencana merencanakan spesifik

i. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau di kamar
pertolongan darurat di RS, di bagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan,
kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis.
Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan
erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri.
Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat
dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak ada hubungan beratnya gangguan
badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali pengobatannya untuk
menangani gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat
diberikan terapi elektro konvulsi, obat-obat anti depresan dan psikoterapi.
j. Pohon Masalah

Resiko Perilaku
Kekerasan Akibat

Resiko Bunuh Diri Core Problem

ResikoBunuhDiri

Isolasi Sosial Penyebab

Harga Diri Rendah Penyebab

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1. Identitas klien
Identitas meliputi ruangan rawat, inisial pasien, umur, pekerjaan,
pendidikan, tanggal rawat, tanggal pengkajian, nomer RM, status, dan
informan.
2. Alasan masuk RSJ
Disesuaikan dengan kondisi pasien.Biasanya pasien yang mengalami resiko
bunuh diri masuk RSJ dengan alasan mengungkapkan perasaan sedih,
marah, putus asa, tidak berdaya dan memberikan isyarat verbal maupun
non verbal mengenai keinginannya untuk bunuh diri.
3. Faktor Predisposisi
Pasien dengan resiko bunuh diri mungkin memiliki riwayat keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu
dengan pengobatan yang kurang berhasil, pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan, dan lain sebagainya.
4. Fisik
Kaji TTV pasien, TB, keluhan fisik yang mungin terjadi seperti tidak nafsu
makan, merasa lemas,
5. Psikososial
Gambarkan genogram keluarga pasien, kaji konsep diri pasien yang terdiri
dari citra tubuh, identitas, peran, ideal diri,dan harga diri, hubungan sosial
dengan orang terdekat/masyarakat serta kehidupan spiritual. Pada pasien
dengan resiko bunuh diri dengan penyebabnya harga diri rendah, pasien
akan memperlihatkan konsep diri yang buruk missal perasaan malu
terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan
martabat dengan menyatakan saya tidak bisa/saya tidak mampu/saya orang
bodoh/tidak tahu apa-apa, menarik diri, percaya diri kurang, dan
mencederai diri akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram
dan akhirnya mungkin klien ingin mengakhiri kehidupannya.
6. Status mental
Perlu dikaji penampilan pasien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam
perasaan, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan
penilaian, dan daya tilik diri. Pada pasien dengan resiko bunuh diri
mungkin akan tampak penampilan tidak rapi, gaya bicara lambat, aktivitas
motorik lesu, alam perasaan sedih dan putus asa, interaksi selama
wawancara kurang dan lebih banyak membisu.
7. Kebutuhan persiapan pulang
Perlu dikaji kesiapan pasien saat pulang mencakup kebutuhan ADL,
istirahat tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas dalam
rumah dan luar rumah.
8. Mekanisme koping
Pada pasien dengan resiko bunuh diri biasanya memiliki koping maladaktif
yakni dengan berusaha mencederai diri atau orang lain
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Kaji masalah pasien terhadap pelayanan kesehatan yang didapat, dukungan
kelompok, lingkungan, pendidikan, perumahan, dan ekonomi. Mungkin
pada pasien resiko bunuh diri akan tampak masalah dengan dukungan
kelompok serta lingkungan dimana pasien tidak percaya diri dalam
berinteraksi dengan orang lain karena selalu mengganggap dirinya tidak
bisa, tidak mampu dan lain sebagainya.
10. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa/faktor
presipitasi/koping/penyakit fisik/obat-obatan.
11. Aspek medik
Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan oleh pasien.
2. Diagnosa Keperawatan
(SDKI. 2016)
Risiko bunuh diri
Faktor Resiko :
- Gangguan perilaku
- Demografi
- Gangguan fisik
- Gangguan psikologis

Harga diri rendah

Gejala dan tanda mayor


1. Subjektif :
- Menilai diri negatif
- Merasa malu/bersalah
- Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
- Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
2. Objektif :
- Berbicara pelan dan lirih
- Menolah berinteraksi dengan orang lain
- Berjalan menunduk
- Poster tubuh menunduk
Gejala dan tanda minor
1. Subjektif :
- Sulit berkonsentrasi
2. Objektif :
- Kontak mata kurang
- Lesu dan tidak bergairah
- Pasif
- Tidak mampu membuat keputusan
Isolasi sosial
Tanda dan gejala mayor
Gejala Subjektif :
- Merasa ingin sendirian
- Merasa tidak aman di tempat umum
Gejala Objektif
- Menarik diri
- Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau
lingkungan
Tanda dan gejala minor
Gejala Subjektif :
- Merasa berbeda dengan orang lain
- Merasa asyik dengan pikiran sendiri
- Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
Gejala Objektif :
- Afek datar
- Afek sedih
- Riwayat ditolak
- Menunjukkan permusuhan
- Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
- Kondisi difabel
- Tindakan tidak berarti
- Tidak ada kontak mata
- Perkembangan terlambat
- Tidak bergairah/lesu
Risiko perilaku kekerasan
Faktor risiko :
- Pemikiran waham/delusi
- Curiga pada orang lain
- Halusinasi
- Berencana bunuh diri
- Disfungsi sistem keluarga
- Kerusakan kognitif
- Disorientasi atau konfusi
- Keruskan control impuls
- Persepsi pada lingkungan tidak akurat
- Alam perasaan depresi
- Riwayat kekerasan pada hewan
- Kelainan neurologis
- Lingkungan tidak teratur
- Penganiayaan atau pengabdian anak
- Riwayat atau ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain
atau destruksi properti orang lain
- Impulsif
- Ilusi
3. Intervensi

Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Risiko bunuh diri TUM : 1. Setelah …x… interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan 1. Agar pasien dapat percaya diri
Pasien tidak mencederai menunjukkan tanda-tanda percaya menggunakan prinsip komunikasi dengan perawat
diri sendiri pada perawat : terapeutik : 2. Agar pasien merasa aman dan
 Ekspresi wajah bersahabat  Sapa pasien dengan nama baik verbal nyaman
TUK 1 :  Menunjukkan rasa senang maupun non verbal 3. Agar terjalin komunikasi dengan
Pasien dapat membina  Ada kontak mata  Perkenalkan diri dengan sopan baik
hubungan saling percaya  Mau berjabat tangan  Tanyakan nama lengkap pasien dan 4. Agar tindakan keperawatan yang
nama panggilan pasien dilakukan pleh perawat dapat
 Mau menyebutkan nama
 Jelaskan tujuan pertemuan diterima oleh pasien
 Mau menjawab salam
 Jujur dan menepati janji 5. Agar hubungan antara perawat dan
 Mau duduk berdampingan
pasien terjalin dengan baik
dengan perawat  Tunjukkan simpati empati dan menerima
6. Agar pasien tidak merasa sendiri
 Mau mengutarakan masalah pasien apa adanya
menghadapi penyakit yang
yang dihadapi  Berikan perhatian pada pasien dan
dialaminya
perhatian kebutuhan dasar
7. Agar kebutuhan pasien dapat
terpenuhi
TUK 2 : 2. Dalam ....x…. interaksi pasien 1. Jauhkan pasien dari benda-benda yang 1. Agar pasien tidak melakukan hal-
Pasien dapat terlindung dapat terlindung dari perilaku membahayakan hal yang tidak diinginkan seperti
dari perilaku bunuh diri bunuh diri 2. Tempatkan pasien di ruangan yang melukai dirinya sendiri atau orang
tenang dan selalu terlihat oleh perawat lain
3. Awasi pasien secara ketat setiap saat 2. Agar pasien dapat menenangkan
diri, namun tetap terpantau oleh
perawat
3. Agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan
TUK 3 : 3. Dalam ....x…. interaksi pasien 1. Dengarkan keluhan yang dirasakan 1. Agar pasien tidak merasa sendiri
Pasien dapat dapat mengekspresikan perasaannya pasien 2. Agar hubungan antara perawat dan
mengekspresikan 2. Bersikap empati untuk meningkatkan pasien terjalin dengan baik
perasaannya ungkapan keraguan, ketakutan, dan 3. Agar pasien merasa lebih tenang
keputusasaan 4. Agar keinginan pasien untuk hidup
3. Beri waktu dan kesempatan untuk meningkat
menceritakan arti penderitaannnya
4. Beri dukungan pada tindakan atau
ucapan pasien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup
TUK 4 : 4. Dalam ....x…. interaksi pasien 1. Bantu untuk memahami bahwa pasien 1. Agar pasien dapat mengambil
Pasien dapat dapat meningkatkan harga diri dapat mengatasi keputusasaannya keputusan dengan baik
meningkatkan harga diri 2. Kaji dan kerahkan sumber sumber 2. Untuk mengetahui sejauh mana
internal individu pengetahuan pasien tentang
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber penyakitnya
harapan (misal : hubungan antar sesama, 3. Agar pasien bisa mengendalikan
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan) harapan prilakunya

TUK 5 : 5. Dalam …x…. interaksi pasien 1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman 1. Agar ingatan pasien dengan masa
Pasien dapat dapat menggunakan koping yang pengalaman yang menyenangkan lalunya Kembali tumbuh
menggunakan koping adaptif 2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia 2. Agar pasien sadar akan orang-orang
yang adaptif cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya penting di hidupnya
terhadap kehidupan orang lain 3. Agar pasien tidak sendiri
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan menghadapi penyakitnya
pada orang lain

TUK 6 : 6. Dalam …x… interaksi pasien dapat 1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber 1. Agar pasien dapat mengingat orang-
Pasien dapat menggunakan dukungan sosial eksternal individu orang terdekatnya
menggunakan dukungan 2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang 2. Agar pasien yakin dengan dirinya
sosial
dimiliki pasien sendiri dan agama yang dianutnya
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka 3. Agar penyakit pasien dapat teratasi
agama)
TUK 7 : 7. Dalam ….x… interaksi pasien 1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, 1. Mengkolaborasikan tentang
Pasien dapat dapat menggunakan obat dengan frekuensi, efek dan efek samping minum pemberian obat yang akan
menggunakan obat dengan tepat obat) diberikan ke pasien
benar dan tepat 2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 2. Mengajarkan pasien menggunakan
6 benar atau mengonsumsi obat dengan
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek prinsip 6 benar
samping yang dirasakan oleh pasien 3. Mengajarkan pasien untuk bisa
4. Beri reinforcement positif bila mengetahui efek samping dari obat
menggunakan obat yang benar yang akan diberikan kepada pasien
4. Memberikan reinforcement positif
kepada pasien
4. Implementasi

Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi benda-benda yang 1. Mendiskusikan masalah yang
dapat membahayakan pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengamankan benda yang dapat pasien
membahayakan pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Mengajarkan cara mengendalikan gejala risiko bunuh diri dan jenis
dorongan bunuh diri perilaku bunuh diri yang dialami
4. Melatih cara mengendalikan pasien beserta proses terjadinya
dorongan bunuh diri 3. Menjelaskan cara merawat pasien
bunuh diri
SP II SP II
1. Mengidentifikasi aspek positif pasien 1. Melatih keluarga mempraktikan cara
2. Mendorong pasien berfikir positif merawat pasien dengan risiko bunuh
3. Mendorong pasien menghargai diri diri
sendiri 2. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung pasien risiko
bunuh diri
SP III SP III
1. Mengidentifikasi pola koping yang 1. Membantu keluarga membuat jadwal
dapat diterapkan aktivitas dirumah termasuk minum
2. Menilai pola koping yang dapat obat (perencanaan pulang)
dilakukan 2. Menjelaskan kepada keluarga setelah
3. Mengidentifikasi dan mendorong pulang
pasien memilih pola koping yang
kontruktif
4. Menganjurkan pasien menggunakan
pola koping yang kontruktif

SP IV SP IV
1. Membuat rencana masa depan yang 1. Evaluasi SP 1, 2, 3
realistis 2. Latih langsung ke pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai masa 3. RTL keluarga seperti follow up dan
depan yang realistis rujukan
3. Memberi dorongan melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis

5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien (Keliat, dkk 2012). Hasil yang ingin dicapai
pada pasien dengan resiko bunuh diri yaitu :
 Pasien dapat membina hubungan saling percaya
 Pasien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
 Pasien dapat mengekspresikan perasaannnya
 Pasien dapat meningkatkan harga diri
 Pasien dapat menggunakan koping yang adaptif
 Pasien dapat menggunakan dukungan sosial
 Pasien dapat menggunakan obat dengan tepat

DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Eka. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Fitria dan Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Keliat. dkk., 2012. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
Tim Dosen Keperawatan STIKes Wira Medika Bali. 2019. Buku Panduan Skill Lab
Mahasiswa Reguler Ilmu Keperawatan Semester IV. Denpasar : STIKes Wira
Medika Bali.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Yosep dan Iyus. 2015. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai