DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
KESEHATAN MATARAM
TA.2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga Resume dengan judul “Manajemen
Konflik” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Resume ini saya buat dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai
manajemen konflik dalam suatu organisasi. Hal ini sangat bermanfaat untuk melengkapi
pengetahuan mahasiswa agar mampu mengatasi konflik yang mungkin terjadi, baik konflik
secara personal atau interpersonal dalam dunia kerja.
Meskipun upaya semaksimal sudah dilakukan dalam penyusunan Resume ini, namun
saya menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang ditemukan. oleh karena
itu, saya mohon adanya kritik dan saran yang bersifat membangun guna melengkapi Resume
ini.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perawat adalah salah satu profesi yang menyediakan pelayanan jasa keperawatan dan
langsung berinteraksi dengan banyak orang dalam hal ini adalah klien. Profesi perawat juga
menjalin hubungan kolaboratif antar tim kesehatan, baik itu dengan dokter, laboran, ahli
gizi, apoteker, dan semua yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan
pekerjaannya, perawat akan saling berinteraksi dengan tim kesehatan tersebut dan ketika tim
ini memandang suatu masalah atau situasi dari sudut pandang yang berbeda maka dapat
terjadi sebuah konflik (CNO, 2009). Perawat seringkali mengambil tindakan menghindar
dalam menyelesaikan permasalahan atau konflik yang terjadi dengan tujuan
mempertahankan status nyaman dan mencegah perpecahan dalam kelompok (Hudson,
2005). Ironisnya, strategi tersebut memberikan dampak destruktif terhadap perkembangan
individu dan organisasi.
Perawat sebagai pengelola, dalam hal ini sebagai manajer, memegang peranan
penting dalam menentukan strategi penyelesaian konflik antar anggotanya. Seorang
pemimpin yang dianggap berkompeten dalam menyelesaikan konflik (a conflict-competent
leader) adalah pemimpin yang mampu memahami dinamika terjadinya suatu konflik,
memahami reaksi yang ditimbulkan dari suatu konflik, mendorong respon konstruktif, dan
membangun suatu organisasi yang mampu menangani konflik secara efektif (a conflict-
competent organization) (Runde and Flanagan, 2007).
2. Tujuan
i. Tujuan Umum
Pengertian Konflik adalah ketidak sesuaian paham antara dua anggota atau lebih yang
timbul karena fakta bahwa mereka harus membagi dalam mendapatkan sumber daya yang
langka atau aktivitas pekerjaan atau karena fakta bahwa mereka memiliki status – status,
tujuan – tujuan,nilai – nilai, atau persepsi yang berbeda. (Menurut James,A.F stroner, dan
Charles Wanker) . Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat
dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. (Marquis &
Huston 1998).
Manajemen Konflik : Pendapat Deutch yang dikutip oleh Pernt dan Ladd (dalam Indati,
1996) menyatakan bahwa proses untuk mendapatkan kesesuaian pada individu yang
mengalami konflik disebut dengan pengelolaan konflik atau bisa disebut dengan manajemen
konflik . Pendapat Deutch yang dikutip oleh Bernt dan Ladd (dalam Indati, 1996) dan
Gottman dan Korkoff (dalam Mardianto, 2000) menyatakan beberapa pengelolaan konflik
atau bisa disebut manajemen konflik, yaitu :
1. Destruktif
Adalah bentuk penanganan konflik dengan menggunakan acaman, paksaan, atau
kekerasan. Adanya usaha ekspansi yang meninggi di atas isu awalnya atau bisa
dikatakan individu cenderung menyalahkan. Manajemen konflik destruktif yang
meliputi conflict engagement (menyerang dan lepas control), withdrawal (menarik
diri) dari situasi tertentu yang kadang-kadang sangat menakutkan hingga menjauhkan
diri ketika menghadapi konflik dengan cara menggunakan mekanisme pertahan diri,
dan compliance (menyerah dan tidak membela diri).
2. Konstruktif
Manajemen konflik disebut konstruktif bila dalam upaya menyelesaikan konflik
tersebut kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik masih terjaga
dan masih berinteraksi secara harmonis. Manajemen konflik konstruktif yaitu positive
problem solving yang terdiri dari kompromi dan negosiasi. Kompromi adalah suatu
bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya agar
tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk
melaksanakan kompromi adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan
dan memahami keadaan pihak lainnya dan sebaliknya sedangkan negosiasi yaitu suatu
cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak
dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.
Menurut Prijaksono dan Sembel (2000), negosiasi memiliki sejumlah karakteristik
utama.
2) Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing- masing.
3) Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi
maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan
prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
2) Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang
dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab. Seringnya
terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan
yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
5) Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-
over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi
secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu
tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul
pemborosan dalam cost benefit.
1. Karateristik individual
Berikut ini merupakan perbedaan individual antar orang-orang yang mungkin dapat
melibatkan seseorang dalam konflik.
Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan
kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar
pribadi.
Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Konflik juga dapat
timbul jika orang memiliki persepsi yang salah.
2. Faktor Situasi
c. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another).
Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, maka yang lain
juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
f. Batas-batas tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas (Ambiguous tesponsibilites
and Jurisdictions).
3.Kondisi Keorganisasian
Tatkala sejumlah besar orang hadir bersama di suatu organisasi, banyak hal bisa
memicu konflik. Konflik berakar pada peran dan tanggung jawab, kebergantungan, sasaran,
kebijakan, maupun sistem reward .
1) Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak
terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang
berkonfrontasi untuk menenangkan diri.
2) Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah,
khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya
kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat
yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan
menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama .
3) Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi
dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin
mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi
merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan .
1) Pengkajian
a) Analisis situasi
2) Identifikasi
Mengelola perasaan dengan cara menghindari respon emosional yang meliputi : marah,
sebab setiap orang mempunyai respon yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan
tindakan.
3) Intervensi
1. Merangsang konflik
2. Mengurangi konflik
a) Saling memberikan infomasi yang positif saja antara kelompok kerja yang satu
dengan kelompok kerja yang lain.
3. Menyelesaikan konflik
a) Cara menang kalah dimana satu pihak memaksa pihak lain untuk mengalah
d) Mengutamakan tujuan
f) Penyerahan kepada suatu pihak ketiga dari luar untuk mengambil keputusan seorang
wasit dan
g) Mengundang pihak ketiga dari luar untuk menengahi dan membantu dua pihak utama
mencapai suatu penyelesaian.
Berikut adalah strategi yang dapat digunakan oleh manajer untuk menangani konflik
dalam unit atau organisasional secaara efektif :
a) Mendorong terjadinya konfrontasi.
c) Perubahan perilaku. Ini digunakan hanya untuk kasus serius yaitu terjadi konflik
disfungsional.
e) Perubahan struktur. Kadang kala sebagai manajer perlu terlibat dengan konflik.
f) Menunjuk satu pihak. Merupakan penyelesaian sementara yang harus digunakan dalam
krisis ketika tidak ada waktu untuk mengatasi konflik secara efektif.
KESIMPULAN
Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilai- nilai,
keyakinan, dan perasaan antara dua orang atau lebih. Seorang pemimpin memiliki peran
yang besar dalam mengelola konflik yang konstruktif dalam pengembangan, peningkatan,
dan produktivitas suatu organisasi. Gaya kepemimpinan seseorang sangat mempengaruhi
pemilihan strategi penanganan konflik (integrating, obliging, dominating, avoiding, dan
compromising). Salah satu model penyelesaian konflik yang digunakan adalah Model
Rahim (2002), yang terdiri atas proses diagnosis, intervensi, dan evaluasi. Untuk
menegakkan diagnosis, diperlukan langkah-langkah identifikasi, antara lain identifikasi
batasan konflik, sumber konflik, potensi sumber daya manusia, dan identifikasi strategi yang
akan dilakukan. Proses selanjutnya adalah intervensi. Terdapat bermacam-macam strategi
intervensi konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi, konsiliasi, mediasi, arbitrasi, litigasi, dan
force yang dapat dipilih berdasarkan gaya kepemimpinan seseorang. Intervensi yang dipilih
bersifat sealami mungkin dan mampu memperbaiki keadaan dalam suatu organisasi dan
meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi dalam menyelesaikan
konflik saat ini ataupun yang akan datang. intervensi juga diharapkan dapat memperbaiki
struktur organisasi, seperti dalam hal mekanisme integrasi dan diferensiasi, hirarki,
prosedur, reward system, dan lain sebagainya. Proses terakhir adalah evaluasi sebagai
mekanisme umpan balik terhadap proses diagnosis dan intervensi yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
3:ll-72.