Anda di halaman 1dari 14

PENYAKIT POLIOMIELITIS PADA ANAK DAN IMUNISASI YANG DIBERIKAN

KEPERAWATAN ANAK

DOSEN PENGAMPU : H. MOH. ARIP, S.Kp., M. Kes.


DISUSUN OLEH KELOMPOK 5
1. FIRDA AULIA HASANAH NIM.P07120120010
2. INDRI WARDANI NIM.P071201200
3. NI NYOMAN PURI NIRMALA SARI NIM.P071201200
4. RR. OKTAVIA SAFITRI NIM.P071201200
5. SHAKIRA ANINDITA NIM.P071201200
6. VIDIATUL AENI NIM.P071201200
7. ZUHALDI AKBAR NIM.P071201200

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkah
yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Penyakit Poliomielitis Pada Anak dan Imunisasi Yang Diberikan”dengan tepat waktu.

Kami juga berterima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah
ini dan juga teman- teman yang telah membantu dan mendukung sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari akan kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna . Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak dapat di sampaikan kepada kami agar
dapat menjadi lebih baik .Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih

Penulis

Mataram, 22 Maret 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………………
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………………………………………………

3
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polio adalah penyakit infeksi paralisis yang discbabkan olch virus. Agen pembawa
penyakit polio yaitu sebuah virus yang dinarnakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui
mulut, menginfeksi saluran usus. Infeksi vinus polio terjadi di dalam saluran pencernaan yang
menyebar ke kelenjar limfe regional sebagian kecil menyebar ke system saraf dan saraf yang
diserang adalah syarat motoric otak dibagian grey matter dan menimbulkan kelumpuhan
(Soedarmo dan Sumarmo, 2008)

Resiko kelumpuhan meningkat pada usia yang lebih tinggi, terutama bila menyerang
individu lebih dari 15 tahun. Manusia adalah satu-satunya reservoir dan sumber penularan
biasanya penderila tanpa gejala (inapparens infection) terutama anak-anak. World Health
Organization (WHO) memperkirakan bahwa 140.000 kasus baru poliomyelitis (polio) paralitik
terjadi pada tahun 1992 dengan jumlah terakumulasi balita dan orang dewasa dengan
kelumpuhan akibat polio diperkirakan 10 hingga 20 juta jiwa (Widyastuti, 2007).

Penularan dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung Transmisi langsung melalui
droplet dan orofaring serta feses penderita yang meryebar melalui jari yang terkontarinasi pada
peralatan makanan dan minuman, sedangkan penularan dengan tidak langsung melalui sumber
air, air mandi dimana virus berada dalam air buangan masuk ke sumber-sumber air tersebut
dikarenakan sanitasi yang rendah.

Pemodelan matematika adalah proses membangun sutu model matematika untuk


menggambarkan dinamika suatu sistem. Oleh karena itu, pemodelan matematika selalu terkait
dengan bidang ilmu yang lain, salah satunya adalah ilmu kesehatan. Pemodelan matematika
telah memainkan peran penting dalam merumuskan strategi pengendalian terhadap suatu
permasalahan. Dalam bidang kesehatan, penggunaan model matematika dapat memberikan
wawasan ke dalam dinamika transmisi dan merentukan strategi pengendalian yang efektif
terhadap penyebaran penyakit tertentu. Dinamika atau perilaku model dapat diamati dari
kestabilan titik setimbang model tersebut. Hal ini menunjukkan model matematika mempunyai
peranan penting dalam memprediksi terjadinya kondisi endemik polio.
4
Besarnya jumlah kelumpuhan karena penyakit poliomyelitis (polio) menunjukan bahwa
penyakit tersebut memang sangat berbahaya dan harus dicegah penyebarannya. Pada model
matematika polio, penyebaran penyakit poliomyelitis (polio) dapat ditekan dengan mengkontrol
pemberian vaksin atau melakukan imunisasi.

Berdasarkan uraian di atas, untuk mengkaji ulang model matematika tentang penyebaran
penyakit polio yang ditulis oleh Agarwal dan Bhadauria (2011) dengan menganalisis kestabilan
pada model penyakit polio dengan vaksin dan interpretasi dari model tersebut baik secara
analitik maupun numerik, serta selanjutnya menambahkan variabel kontrol pada model untuk
meminimalkan individu laten dan individu terinfeksi dan meminimumkan biaya vaksinasi
dengan menggunakan Prinsip Maximum Pontryagin.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari poliomyelitis?
2. Apa etiologi dari poliomyelitis?
3. Bagaimana gejala klinis dari poliomyelitis?
4. Bagaimana cara penularan poliomyelitis?
5. Apa saja faktor yang memungkinkan timbulnya poliomyelitis?
6. Apa itu imunisasi polio?
7. Apa saja jenis-jenis vaksin polio?
8. Bagaimana cara pemberian imunisasi polio?
9. Apa efek samping dari imunisasi polio?
10. Apa saja indikasi dan kontraindikasi imunisasi polio?
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui apa itu poliomyelitis
2. Agar mahasiswa memahami etiologi dari poliomyelitis
3. Agar mahasiswa memahami gejala dari poliomyelitis
4. Agar mengetahui bagaimana cara penularan poliomyelitis
5. Agar mahasiswa mengetahui faktor apa saja yang memungkinkan timbulnya poliomyelitis
6. Agar mahasiswa mengetahui apa itu imunisasi polio
7. Agar mahasiswa memahami jenis-jenis dari vaksin polio

5
8. Agar mahasiswa memahami bagaimana cara pemberian imunisasi polio
9. Agar mahasiswa memahami efek samping dari imunisasi polio
10. Agar mahasiswa mengetahui indikasi dan kontraindikasi imunisai polio

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Poliomielitis

Penyakit polio adalah penyakit infeksi paralisis yang disebabkan oleh virus. Agen
pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui
mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem
saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Infeksi virus polio terjadi di
dalam saluran pencernaan yang menyebar ke kelenjar limfe regional sebagian kecil menyebar ke
sistem syaraf (Chin, 2006: 482).

Penyakit polio dapat menyerang semua kelompok umur, namun kelompok umur yang
paling rentan adalah 1-15 tahun dari semua kasus polio . Risiko kelumpuhan meningkat pada
usia yang lebih tinggi, terutama bila menyerang individu lebih dari 15 tahun . WHO
memperkirakan adanya 140.000 kasus baru dari kelumpuhan yang diakibatkan oleh poliomyelitis
sejak tahun 1992 dengan jumlah keseluruhan penderita anak yang menderita lumpuh akibat polio
diperkirakan 10 sampai 20 juta orang (Biofarma, 2007).

Pemenuhan kriteria telah ditetapkan WHO dan berhubungan dengan persyaratan


spesimen tinja untuk diuji di laboratorium. Hal yang berhubungan dengan spesimen tinja
surveilans AFP antara lain ketepatan waktu pengambilan sampel yang optimum yaitu tidak lebih
dari 14 hari terjadinya paralysis, jumlah spesimen yang diambil dengan jumlah yang cukup
sebanyak 2 kali, dengan selang waktu 24 jam, menggunakan wadah khusus untuk diuji di
laboratorium, penanganan dan pengiriman spesimen harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
suhunya terjaga 2-8 derajat dan tetap dalam keadaan segar .

2.1.2 Etiologi

7
Poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3, semua tipe dapat menyebabkan
kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus kelumpuhan, tipe 3 lebih jarang,
demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan wabah. Sebagian besar
kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3. (Chin, 2000 dalam Surya 2007).

Sifat virus polio seperti halnya virus yang lain yaitu stabil terhadap pH asam selama 1-3
jam. Tidak aktif pada suhu 56' selama 30 menit. Virus polio berkembangbiak dalam sel yang
torinfeksi dan siklus yang scmpurna berlangsung selama 6 jam. Virus tersebut dapat hidup di air
dan manusia, meskipun juga bisa terdapat pada sampah dan lalat (Widodo, 1994 dalam Arifah
1998).

2.1.3 Gejala Klinis

Menurut Chin (2006: 482-485), gejala yang bisa muncul berupa asimptomatik,
poliomyelitis abortif, poliomyelitis Nonparalitik, dan atau poliomyelitis paralitis. Masa inkubasi
penyakit 7-14 hari, tetapi kadang-kadang terdapat kasus dengan masa inkubasi 5-35 hari.

Persentase polio tanpa gejala (asimptomatik) lebih dari 90% dan hanya dideteksi dengan
mengisolasi virus dari feses dan orofaring atau pemeriksaan titer antibody. Poliomyelitis Abortif
merupakan sakit yang terjadi secara mendadak beberapa jam saja. Gejalanya seperti muntah,
nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi, nyeri abdomen, malaise dan timbul keluhan seperti
anoreksia, nausea. Diagnosisnya dengan mengembangbiakkan jaringan virus (Chin, 2006: 482 -
485).

Poliomyelitis Nonparaliik gejala klinisnya sama dengan poliomyeltis abortif tetapi hanya
nyeri kepala, nausea, dan muntah yang lebih berat. Ciri penyakit ini adalah nyeri dan kaku otot
belakang leher, dan tungkai hipertonia. Sedangkan Poliomyelitis Paralitik merupakan
kelumpuhan secara akut, disertai dengan demam dan gejala seperti Poliomyelitis Nonparalitik
(Chin, 2006: 482 - 485). Sebanyak 4- 8% penderita dapat mengalami demam tinggi, sakit
punggung dan otot yang bisa berlangsung antara 3-7 hari disertai gejala seperti meningitis
aseptik yang akan pulih 2-10 hari (Cono dan L.N, 2002).

8
2.1.4 Cara-cara penularan

Penularan dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Transmisi langsung melalui
droplet dan orofaring serta jeses penderita yang menyebar melalui jari yang terkontaminasi pada
peralatan makan,makanan dan minuman. Sedangkan penularan dengan tidak langsung melalui
sumber air, air mandi dimana virus berada dalam air buangan masuk ke sumber-sumber air
tersebut dikarenakan sanitasi yang rendah (Wahyuhono, 1989).

Peralatan dan barang-barang yang tercemar dapat berperan sebagai media penularan.
Belum ada bukti serangga dapat menularkan virus polio, sedangkan air dan limbah jarang sekali
dilaporkan sebagai sumber penularan. Kontaminasi virus melalui makanan dan air yang dipakai
bersama dalam suatu komunitas untuk semua keperluan sanitasi dan makan-minum, menjadi
ancaman untuk terjadinya wabah (Surya, 2007)

2.1.5 Faktor - Faktor yang Memungkinkan Timbulnya Poliomyelitis

Faktor yang memungkinkan timbulnya poliomyelitis menurut Soerbakti (1989) antara


lain:

1) Tingginya angka Tripple Negatif,

2) Perbaikan Lingkungan,

3) Perkembangan Pesat dibidang Transportasi,

4) Keadaan Sosial Ekonomi.

Angka Tripple Negatif adalah belum adanya antibodi terhadap virus polio. Asumsi
mengenai tingginya angka tersebut adalah :

1) faktor penghambat dari sesame enterovirus lainnya.

2) faktor penghambat dalam pembentukan antibodi lainnya.

Faktor penghambat dalam pembentukan antibodi salah satu penyebabnya adalah status
gizi yang buruk. Gangguan sistim imunitas pada penderita kurang kalori protein dapat berupa
gangguan seluler yaitu fungsi makrofag dan leukosit serta sifat komplemen.
9
Perbaikan lingkungan diharapkan dapat membebaskan Indonesia dari infeksi polio. Akan
tetapi kenyataannya perbaikan lingkungan masih belum merata, daerah dengan sanitasi buruk
menjadi sumber penularan penyakit. Akses transportasi yang semakin berkembang mempercepat
penyebaran virus dari satu daerah ke daerah lainnya termasuk import virus dari luar negeri.
Keadaan sosial ekonomi tidak mempengaruhi terjadinya poliomyelitis secara langsung, namun
dengan sosial ekonomi yang rendah tingkat pendidikan juga pasti rendah sehingga pengetahuan
mengenai sumber dan cara penularan penyakit polio sangat kurang. Selain itu dengan status
ekonomi yang rendah juga dapat mempengaruhi terhadap status gizi pada anak (Arifah, 1998).

A. Pengertian Imunisasi Polio


Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan terhadap
penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan
lumpuh. Kontraindikasi imunisasi polio yaitu ditangguhkan pada anak dengan diare berat atau
sedang, demam tinggi dan tidak diberikan pada anak yang menderita penyakit gangguan
kekebalan, HIV/AIDS, penyakit kanker atau keganasan, serta pada anak yang sedang menjalani
pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum (Maryunani, 2013 : 218-219).
Imunisasi polio adalah suatu vaksin yang melindungi anak terhadap penyakit
Poliomyelitis. Poliomyelitis adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
polio. Virus polio yang masuk melalui makanan akan berkembang biak di kelenjar getah bening
saluran cerna, kemudian menyebar melalui darah ke sistem syaraf, dan mengakibatkan
kelumpuhan serta cacat seumur hidup (Hadinegoro, 2011).
B. Macam – Macam Imunisasi Polio
Terdapat dua jenis vaksin polio, yaitu :
1. Oral Polio Vaccine (OPV)
Mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil
atau cairan dan diberikan sebanyak 4 kali sebelum bayi berusia 6 bulan, yakni
saat lahir, serta bertahap pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.
2. Inactivated Polio Vaccine (IPV)
Mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan dan
diberikan sebanyak lima kali, yakni pada usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan, serta

10
pada usia 3 – 4 tahun (booster vaksin pada masa prasekolah) dan usia 13 – 18
tahun (booster vaksin saat remaja).
C. Cara Pemberian Dan Dosis Obat
Pemberian imunisasi polio bisa di lakukan dengan 2 cara seperti :
a. Formarin Inactivated virus (salk) yang diberikan melalui suntikan
a) Keuntungan :
1) Dengan dosis yang cukup, dapat memberikan imunitas humoral yang baik
2) Karena tidak ada virus yang hidup, kemungklinan virus ganas tidak ada
3) Dapat diberikan kepada anak – anak
4) Yang sedang mendapatkan kortikosteroid atau kelainan imunitas e. Sangat
berfaedah di daerah tropis. dimana vaksin yang mengandung virus hidup/
lemah mudah rusak
b) Kerugian:
1) Pembentukan zat anti kurang baik
2) Memerlukan beberapa ulang suntikan
3) Tidak menimbulakan imunitas lokaldi usus
4) Mahal
5) Pembuatan sulit
6) Dapat terjadi kecelakaan terkontaminasi dengan virus hidup yang masih ganas
b. Live Attenusted virus vaccine (sabin) yang diberikan melalui oral
a) Keuntungan :
1) Lebih efektif dari vaksin salk
2) Memberikan imunitas lokar dan humorar poada dinding usus
3) Pemberiannya mudah dan harganya murah
4) Imunitas cukup lama yakni 8 tahun
5) Timbul zatanti sangat cepat
6) Dapat dipakai di lapangan dan tidak memerlukan persyaratan suhu baku
7) Waktu epidemi pembentukan zat anti tidak saja cepat tapi juga merangsang
usus dan mencegah penyebaran virus
8) Dapat dibuat dalam sel manusia dan tidak tergantung dari binatang

11
b) Kerugian:
1) Karena virus hidup, suatu saat mungkin menjadi ganas
2) Virus vaksin dapat mencapai semua penghuni rumah
3) Derah panas vaksin memerlukan rantai dingin yang baik
4) Adanya kontradikasi bagi penderita dengan defisisensi imun dan penderita
yang sedang diberi kortikosteroid/ imunosupresif.
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes
(0,1 ml) langsung kemulut anak atau dengan atau dengan menggunakan sendok yang
berisi air gula. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang
baru. Cara pemakaian :
1) Orang tua memegang bayi dengan lengan kepala di sangga dan dimiringkan ke
belakang.
2) Mulut bayi dibuka hati-hati menggunakan ibu jari atau dengan menekan pipi bayi
dengan jari-jari.
3) Teteskan dengan 2 tetes vaksin dari alat tetes ke dalam lidah. Jangan biarkan alat tetes
menyentuh bayi.
D. Efek Samping
Pada umunya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang
disebabkan oleh vaksin jarang terjadi.
E. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis
F. Kontraindikasi
Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita
defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio
pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan, misalnya sedang menderita
diare, maka dapat diberikan setelah sembuh.

12
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Penyakit polio adalah penyakit infeksi paralisis yang disebabkan oleh virus. Agen
pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui
mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem
saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (QQ_Scarlet, 2008). Infeksi
virus polio terjadi di dalam saluran pencernaan yang menyebar ke kelenjar limfe regional
sebagian kecil menyebar ke sistem syaraf (Chin, 2006: 482). Yuwono dalam Arifah (1998)
menambahkan bahwa syaraf yang diserang adalah syaraf motorik otak dibagian grey matter dan
kadang-kadang menimbulkan kelumpuhan.

3.2 Saran

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Astuti, H., dan Fitri. 2017. Analisi Faktor Pemberian Imunisasi Dasar. Jurnal Kebidanan
Midwiferia, 3(1).

2. Kemenkes. 2017. Penyelengaraan Imunisasi. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi.

3. Maryunani, Rinawati. 2013. Imunisasi Untuk Anak. Nuha Medika, Yogyakarta.

4. Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2008. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:
IDAI
5. Dempsey, A.D % Dempsey, A.P., Widyastuti, Palupi (Alih Bahasa), Adiningsih, Dian
(Editor). (2002). Riset Keperawatan. Jakarta : EGC
6.

14

Anda mungkin juga menyukai