Oleh :
KELOMPOK V
LOKAL V MPI C
Dosen Pengampu :
M. RIZAL PAHLEPFI, S.IP., M.IP
Kelompok V
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap kelompok dalam satu organisasi dimana di dalamnya terjadi interaksi
antara satu dengan yang lainnya, mempunyai kecenderungan timbulnya suatu konflik
yang tidak dapat di hindarkan. Konflik terjadi karena di satu sisi orang-orang yang
terlibat dalam suatu organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi dan misi yang
berbeda-beda. Konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam suatu kelompok dan
organisasi, konflik tidak dapat di singkirkan tetapi konflik bisa menjadi kekuatan positif
dalam suatu kelompok dan organisasi agar menjadi kelompok dan organisasi
berkinerja efektif.
Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami
faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu
maupun konflik antar perorangan, konflik didalam kelompok dan konflik antar
kelompok. Dalam menata sebuah konflik dalam organisasi di perlukan keterbukaan,
kesabaran serta kesadaran semua pihak yang terlibat maupun yang berkepentingan
dengan konflik yang terjadi. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang tepat agar
konflik dapat terselesaikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Dimensi Manajemen Konflik ?
2. Apa saja Sumber Konflik ?
3. Bagaimana Strategi Manajemen Konflik ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa saja Dimensi Manajemen Konflik.
2. Untuk mengetahui apa saja Sumber Konflik.
3. Untuk mengetahui bagaimana Strategi Manajemen Konflik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Anggraini. (2021). Manajemen Konflik, hal 12-13
2
Khenneth W. Thomas dan Ralp H. Kilman 1974 dalam Wirawan,
mengungkapkan dalam manajemen konflik, terdapat dua dimensi penting yang perlu
diperhatikan oleh individu. Dua dimensi tersebut yakni :
1. Kerja sama (cooperativeness)
Kerja sama adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk memuaskan
lawan konflik. Kerja sama dapat ditempatkan pada posisi yang sangat
dipertimbangkan hingga taraf tidak dipedulikan.
Dalam dimensi ini terdapat empat indikator, yaitu :
a. Menjaga hubungan baik
b. Mengorbankan kesenangan diri demi orang lain
c. Mendengarkan pendapat orang lain
d. Tidak melakukan tindakan agresi
2. Keasertifan (assertiveness)
Keasertifan adalah upaya individu untuk memenuhi keinginan pribadi ketika
menghadapi konflik. Keinginan untuk memuaskan diri dapat ditempatkan pada level
yang sangat penting hingga tidak penting.
Dalam dimensi ini terdapat tiga indikator diantaranya :
a. Perhatian rendah pada orang lain
b. Fokus pada tujuan pribadi
c. Mencari jalan yang menguntungkan diri sendiri.
B. Sumber Konflik
Konflik di dalam organisasi secara sederhana dapat disebabkan oleh faktor-
faktor sebagai berikut :
1. Faktor Manusia
a. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
b. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
2
Neni Noviza dan Meisari, Manajemen Konflik (Palembang: Bening Media Publishing, 2021), hal 53
3
c. Timbul karena ciri-ciri kepribadian individual, antara lain sikap egoistis,
temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
2. Faktor Organisasi
a. Persaingan dalam menggunakan sumber daya.
Apabila sumber daya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas
atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan
potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
b. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas,
dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut.
c. Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu
hasil kerja dari kelompok lainnya.
d. Perbedaan nilai dan persepsi.
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa
mendapat perilaku yang tidak adil. Para manager yang relatif mudah memiliki persepsi
bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin, dan rumit, sedangkan
para manager senior mendapatkan tugas yang ringan dan sederhana.
e. Kekaburan yurisdiksional.
Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung
jawab yang tumpang tindih.
f. Masalah “status”.
Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan
meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai
sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
g. Hambatan komunikasi.
Hambatan komunikasi baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi
bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/departemen. 3
3
Riska Y, et al, Makalah Manajemen Konflik (Universitas Madura, 2013), hal 4
4
C. Strategi Manajemen Konflik
Dalam proses perencanaan wilayah konflik, dapat terjadi pada pengambilan
keputusan dan implementasinya. Pemecahan konflik dengan sasaran sumber daya
manusianya sangat menguntungkan untuk dilaksanakan. Menurut Ross, strategi
dalam memecahkan konflik adalah sebagai berikut :
1. Self-Help
Strategi self-help merupakan tindakan sepihak yang bersifat destruktif.
Tindakan ini kadang-kadang dilakukan oleh pihak yang kuat untuk menekan pihak
yang lemah. Strategi self-help dapat pula digunakan untuk tindakan yang konstruktif
dalam bentuk menarik diri, menghindar, tidak mengikuti, atau untuk melakukan
tindakan independen.
Pihak yang lemah sangat tepat jika menerapkan strategi ini disebabkan self-
help merupakan tindakan sepihak yang potensial dapat meningkatkan respon,
menyebabkan strategi ini sulit untuk mencapai solusi yang konstruktif. Jadi, strategi
self-help dapat diterapkan oleh pihak yang kuat, maupun pihak yang lemah.
Langkah-langkah yang dapat diambil dalam menerapkan strategi self-help,
antara lain sebagai berikut :
a. Exit
Jika tekanan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah sangat kuat,
pihak yang lemah sebaiknya keluar dari tekanan tersebut. Hal ini di dasarkan pada
pertimbangan bahwa tekanan akan menimbulkan pengaruh yang kuat pada
kehidupan pihak yang tertekan. Jadi, exit sebaiknya dilakukan sebagai upaya
penghindaran konflik dari pihak yang lemah.
b. Avoidance
Merupakan tindakan menghindar dilakukan didasarkan perhitungan untung-
rugi nya untuk melakukan suatu aksi. Jika biaya dikeluarkan lebih besar dari
keuntungan yang akan di dapat, strategi menghindar dapat diterapkan. Strategi
penghindaran yang dapat dilakukan adalah mengabaikan konflik yang terjadi dan
melakukan pemisahan secara fisik.4
c. Noncomplince
Tindakan ini berguna untuk mencari dukungan atas tindakan yang
dilaksanakan sebagai akibat dari kewenangan yang dimiliki sangat kecil. Tindakan ini
4
Neni, Op.Cit., hal 54
5
dilakukan karena ada pihak yang tidak sepakat untuk bertindak tidak sesuai dengan
yang diharapkan. Strategi ini juga merupakan langkah awal untuk menerapkan join
problem solving atau third-party decision making.
d. Unilateral Action
Tindakan ini sangat memungkinkan terjadinya kekerasan karena dua pihak
saling berbentur kepentingan. Pihak yang melakukan tindakan ini menganggap bahwa
hal yang dilakukan merupakan bagian dari kepentingannya. Akan tetapi, pihak lain
mungkin akan menginterpretasikan sebagai tindakan yang destruktif.
5
Ibid., hal 55
6
Pihak ketiga ni harus bersifat netral agar setiap pihak dapat menerima hasil
yang disepakati. Konflik yang dihadapi individu, kelompok, dan masyarakat kadang-
kadang tidak dapat di selesaikan tanpa adanya pihak ketiga.
Dalam strategi ini, pihak ketiga membuat keputusan yang mengikat
berdasarkan aturan-aturan untuk mencapai hasil yang pasti. Pihak ketiga ini seperti
administrator atau hakim keputusan yang diambil oleh administrator ini dapat diterima
oleh pihak-pihak yang terlibat konflik karena administrator dianggap mempunyai
pegangan atau pedoman yang baik. Strategi ini sedikit menawarkan kompromi atau
penyelesaian masalah secara kreatif karena pihak ketiga memiliki otoritas penuh. 6
6
Ibid., hal 56
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari pembahasan yang telah dipaparkan maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Dimensi Manajemen Konflik, menurut Irawan (2011) yaitu:
a) Strategi konflik
b) Pengendalian konflik
c) Resolusi konflik.
Sedangkan menurut Khenneth W. Thomas dan Ralp H. Kilman 1974 dalam Wirawan,
mengungkapkan dalam manajemen konflik, terdapat dua dimensi penting yang perlu
diperhatikan oleh individu. Dua dimensi tersebut yakni :
a) Kerja sama (cooperativeness), dan
b) Keasertifan (assertiveness).
2. Sumber Konflik terdapat dua sumber yaitu :
a) Faktor Manusia.
b) Faktor Organisasi.
3. Strategi Manajemen Konflik, yakni :
a) Self-Help
b) Join Problem Solving.
B. Saran
Demikianlah pembahasan tentang Dimensi Manajemen Konflik yang dapat
pemakalah sampaikan dan pemakalah menyadari bahwa dalam makalah ini masih
banyak kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu pemakalah mohon kritik dan
sarannya untuk membangun makalah yang lebih baik kedepannya.
8
DAFTAR PUSTAKA