KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................ 2
D. Metode Penulisan .............................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Konflik ............................................................. 3
B. Tipe Konflik ...................................................................... 3
C. Penyebab Konflik ............................................................... 5
D. Proses Konflik .................................................................... 9
E. Strategi dan Ketrampilan Manajemen Konflik ................... 9
F. Penyelesaian Konflik ......................................................... 11
G. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan .............. 14
H. Hasil Konflik ...................................................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................... 18
B. Saran ................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia memiliki sejumlah dorongan, tujuan dan kebutahan yang unik dan selalu
menuntut untuk dipuaskan. Bumi ini terdiri dari orang- orang seperti ini yang bergerak dari
segala penjuru, melalui massa dan ruang didalam perjalan mereka jika perjalan ini dibayangkan
sebagai sebuah kapsul yang memuat satu orang yang melintasi kapsul – kapsul lain, maka setiap
akan bersifat otonomi, dan manusia tidak dapat diperhitungkan secara sosilogis; dan teori system
umum akan berlaku.
Di satu segi, manusia adalah kapsul- kapsul tetapi kebutuhan- kebutuhanya dipenuhi dengan
menjadi tergantung (dependen) dan saling tergantung (interdependep) dengan kapsul lain. Bila
semua orang dan kapsul- kapsul mereka menginkan hal- hal yang komplemen, yaitu, apa yang
dinginkan oleh seseorang adalah apa yang ingin diberikan oleh orang lain, dan apa yang ingin
dipertahankan oleh seseorang adalah apa yang tidak dinginkan oleh orang lain, apa system-
system dapat hadir dengan itegrasi total. Tetapi, harmoni seperti ini tidak hadir didalam realita
konflik hadir didalam ketidakadaan integrasi total yang harmonis. Karenanya , konflik selalu ada
meskipun ditekan.manusia memmang tidak berfikir menyakini, dan meinginkan hal yang sama.
Konflik adalah sebuah kemutlakan; pemimpin harus belajar untuk secara efektif menfasilitasi
penyelesauian konflik diantara orang –orang agar tujuan dapat tercapai, inilah yang merupakan
isi dari bab ini. Bab mulai dengan pengertian konflik, diikuti oleh bahasan tentang tipe dan
penyebab konflik. Isi area ini menyusun tahap proses konflik serta strategi dan manajemen
konflik. Penyelesaian serta hasil produktif dan destruktif dari konflik menjadi topic akhir.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan konflik ?
2. Apa saja tipe-tipe konflik ?
3. Apakah penyebab konflik ?
4. Bagaimana proses konflik ?
5. Bagaimanakah strategi dan manajemen konflik ?
6. Bagaimanakah cara penyelesaian konflik ?
7. Apa saja hasil dari konflik ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan konflik
2. Mengetahui tipe-tipe konflik
3. Mengetahui penyebab konflik
4. Mengetahui proses konflik
5. Mengetahui strategi dan manajemen konflik
6. Mengetahui cara penyelesaian konflik
7. Mengetahui hasil dari konflik
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang penulis lakukan adalah :
1. Tinjauan Pustaka
Mempelajari dari buku dan internet.
2. Pengumpulan Data
Mengumpulkan data-data yang terkait dengan manajemen konflik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konflik
Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari perasaan,
hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di dalam individu
atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang destruktif atau
konstruktif.
Deutsch (1969) dalam lamonica (1986), mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan
atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman keseimbangan antara perasaan, pikiran,
hasrat dan perilaku seseorang. Douglass & bevis (1979) mengartikan konflik sebagai suatu
bentuk perjuangan diantara kekuatan interdependen. Perjuangan tersebut dapat terjadi baik di
dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di dalam kelompok (intragroup conflict).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi akibat adanya pertentangan
pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu taupun pada tatanan yang lebih luas,
seperti antar-individu, antar-kelompok, atau bahkan antar-masyarakat. Konflik dianggap sebagai
suatu bentuk perjuangan maka dalam penyelesaian konflik seharusnya diperlukan usaha-usaha
yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan positif individu atau kelompok,
mpeningkatan kesadaran, pemahaman diri dan orang lain, dan perasaan positif kearah hasil
interaksi atau hubungan dengan orang lain.
B. Tipe konflik
Konflik timbul didalam diantara dan antara orang- orang adanya perbedaan adanya pada
kenyataan definisi, pandangan, otoritas, tujuan, nilai, dan kendali konflik dalam organisasi secra
strukturan dapat dikategorikan sebagai konflik vertika atau horizontal. Konflik vertical meliputi
perbedaan antara pemimpin dan anak buah. Hal inin sering diakibatkan oleh komunikasi dan
kurang penyebaran persepsi dan perilaku yang tepat untuk peran diri sendiri atau orang lain.
Konflik horizontal adalh garis konflik antara staff dan ada hubungan dengan praktik keahlian
otoritas, dan sebagainya. Sering berupa perselisihan antar departemen:
1. Konflik di dalam pengirim
Pengirim sama pesan saling berlawaan. Contoh pemimpin yang sama menutut pelayanan yang
tinggi, menolak memecat anggota staff tidak kompeten dan menolak pengontrak staff tambahan
2. Antar pengirim
Pesan – pesan yang berlawan dari dua atau lebih pengirim. Contoh pimpinan tertinggi dari
keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan menekankan kebutuhan untuk
memakai keperawatan primer sebagai model pelayanan keperawatan; anak buah yakin bahwa
mereka dapat mencapai layanan keperawatan yang individual dan bermutu dengan menggunakan
metode keperawatan tim
3. Antar pesan
Orang yang sama ternasuk didalam kelompok- kelompok yang berkonflik. Contoh Direktur
keperawatan adalah seorang anggota kelompok konsumen masyarakat yang sedang berusaha
untuk mengkonsilidasi pelatyanan obsteri dan pediatric didaerahnya, dengan menempatkan
semau ahli pediatric terbagi diantara dua rumah sakit lainya. Perawat yang sama juga merupakan
pegawai di salah satu rumah sakit yang ingin tetap mempertahankan kedua pelayanan tersebut
dirumah sakitnya.
4. Peran pribadi
Orang yang sama nilai- nilainya berlawanan (ketidak sesuaian kognitif). Contoh perawat percaya
bahwa pasien di klinik harus menerima perhatian individual dari seseorang perawat yang
mengikuti perkembangannya pada setiap kunjungan. Syarat – syarat dari kedudukannya dan
system pelayanan yang ada membuat tujuan ini jarang bisa tercapai, jika tidak boleh dibilang
bahwa tidak mungkin tercapai.
5. Antar pribadi
Dua atau lebih orang bertindak sebagai pendukung kelompok- kelompok yang berbeda. Contoh
direktur keperawatan bersaing dengan direktur lain untuk sebuah posisi baru.
6. Didalam kelompok
Nilai- nilai baru dari luar dimasukkan pada kelompok yang ada. Contoh pendidikan yang
berkelajutan diwajibkan oleh pemerintah untuk setiap perpanjangan ijin kn keperawatan.
Lembaga pelayanan kesehatan desa tidak mempunyai dana untuk pengirim perawat untuk
mengikuti program pendidikan berkelanjutan, dan staff perawat, yang dibayar murah tetapi
puas, tidak dapat membianyayi sendiri pendidikan lanjutan mereka.
7. Antar kelompok
Dua atau lebih kelompok dengan tujuan yang berlawanan. Contoh departemen keperawatan
menuntut bahwa para perawata diruang operasi dan pemulihan secara organisional berada
dibawah keperwatan. Departemen bedah, yang terdiri dari dari para dokter, menyakini bahwa
mereka harus mengendalikan perawat- perawat di area ini.
8. Peran mendua
Seseorang tidak menyadari harapan olrang lain terhadap sebuah peran tertentunya. Contoh
seorang pengawas perawat yang baru tidak mempunyai gambaran tentang posisinya dan tidak
mempunyai pengalaman sebelumnnya sebagai pengawas.
9. Beban peran yang terlalu
Seseorang tidak dapat memenuhi harapan orang lain untuk perannya. Contoh seorang sarjana
muda baru diharapkan oleh direktur keperawatan untuk bertanggung jawab terhadap 40 tempat
tidur di unit penyakit kronis dan akut pada dinas malam.
C. Penyebab Konflik
Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama dalam suatu
organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang menentang, stres, kondisi ruangan,
kewenangan dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber
daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
1. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat
menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku ini
dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu :
a. Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan
menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di sengaja.
b. Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau palsu dan
kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan ejekan dan hinaan.
c. Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak
untuk berpartisipasi.
2. Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang timbul
ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang.
Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang menjadi tanggung
jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam organisasi, misalnya di
bangsal keperawatan.
3. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-kegiatan
rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat
berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat didalamnya, terlalu
banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan bahkan dapat berupa
aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga mampu memperparah kondisi ruangan
yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4. Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan-usulan
diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau
menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran-saan
dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi ini
akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam pengelolaan klien merasa
direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata-kata ketus dokter terhadap perawat
atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk ketidak puasan tehadap penanganan yang dilakukan
profesi lain.
5. Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu percaya
dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat
yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin menjadi
kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan pihak diluar tim
kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul pun semakin tidak
sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di dalamnya.
6. Eksklusifisme, adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang lebih
dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik
antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala sebuah kelompok
didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan) diberikan tanggung jawab oleh
manager untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri dari
sistem atau kelompok lain yang ada dibangsal tersebut karena merasa bahwa kelompoknya lebih
mampu dibandingakan dengan kelompo lain.
7. Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan seringkali
mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih dari satu peran pada waktu yang
hamper bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan
kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh peran ganda, antara lain satu sisi
perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada klien, namun pada saat yang bersamaan
yang harus juga berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau bahkan sebagai manager
dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini sering terjadi kebingunan untuk menentukan
mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat
dilakukan kemudian. Akibatnya, sering terjadi kegagalan melakukan tanggung jawab dan
tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atay kelompok.
8. Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber absolute
terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia, sering memicu terjadinya
persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik yang dapat terjadi,
yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatu pasti di
hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani klien, dan tidak jarang juga
terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan.
9. Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan
mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-
gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan konflik.
Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan sebagai suatu ancaman.
Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubaan akan menjadi tidak nyaman bila tidak
terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu dalam tatanan organisasinya.
10. Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh dengan
motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata anatar
satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila individu
yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan besar-
kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan. Pemberian imbalan yang tidak
didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan masalah yang pada gilirannya
dapat memunculkan suatu konflik.
11. Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak
seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager, penggunaan bahasa yang
tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering kali berujung dengan terjadinya
konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.
D. Proses Konflik
La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi proses konflik dalam enam
tahapan, yaitu kondisi yang mendahului, konflik yang dipersepsi, konflik yang dirasakan,
perilaku yang dinyatakan, penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat konflik.
Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik seperti yang sudah
didiskusikan sebelumnya. Setelah terjadi suatu konflik, konflik yang ada dipersepsi atau
berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara pihak yang terlibat atau di dalam diri dapat
menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsi ini pada umumnya bersifat logis, tidak
personal, dan sangat objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan secara subjektif karena individu
merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini sering diasumsikan sebagai suatu yang dapat
mengancam integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan takut dan bahkan timbulnya
perasaan tidak berdaya. Akibat dari kondisi-kondisi tersebut, beberapa individu kemudian
melakukan bentuk perilaku nyata seperti perilaku agresif, pasif, aseptif, persaingan, debat, atau
ada beberapa individu yang mencoba memecahkan masalah atau konflik. Langkah selanjutnya
yang dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau menekan
konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian siantara yang terlibat atau kadang
melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang terlibat. Oleh karena itu, upaya untuk
menyelesaikan sisa atau akibat konflik tersebut sudah selayaknya dilakukan oleh pihak yang
terlibat. Jika hal itu tidak dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada tempat dan waktu
yang berbeda.
F. Penyelesaian Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi misalnya bangsal keperawatan harus
dikenali sifat, jenis, penyebab, lamanya, dan kepelikan konflik dalam rangka untuk
menyelesaikannya. Seorang manajer atau kepala ruangan harus segera mengambil inisiatif untuk
memfasilitasi penyelesain konflik yang positif. Manajer dapat saja “mengabaikan” konflik yang
terjadi atau harus ikut campur tangan dalam penyelesaiannya. Jika persoalan yang mendasari
konflik sangat kecil, dalam arti hanya melibatkan dua orang (perawat, perawat dengan profesi
lain) dan tidak mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan secara bermakna, seorang
manajer tidak harus ikut campur untuk mnyelesaikan konflik. Meskipun demikian, manajer dapat
member izin agar pihak yang terlibat membuat perjanjian mengenai persoalan yang sedang
dihadapi dan cara apa yang sekiranya dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Sebaliknya,
bila konflik yang terjadi sangat mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan pada klien,
seorang manajer dapat mengambil inisiatif untuk ikut seta aktif menyelesaikan konflik yang
sedang terjadi denga pertimbangan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan
yang dapat menimpa klien.
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik, seperti penggunaan disiplin,
pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi, lingkaran kualitas dan latihan keasertifan.
1. Penggunaan disiplin
Dalam menggunakan displin untuk mengelola atau mencegah terjadinya konflik, seorang
manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan dan ketepatan organisasi yang
berlaku. Berbagai aturan dapat digunakan untuk mengelola konflik, antara lain penggunaan
disiplin yang progresif, pemberian hukuman yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan
anggota, penawaran bantuan untuk menyelesaikan masalah pekerjaan, penentuan pendekatan
terbaik utnuk setiap personil, pendekatan individual, tegas dalam keputusan, penciptaan rasa
hormat dan rasa percaya diri diantara anggota utnuk mengatasi masalah kedisiplinan.
2. Pertimbangan tahap kehidupan
Konflik juga dapat diselesaikan melalui pemberian dukungna pada anggota untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap perkembangan kehidupannya. Ada tiga tahap
perkembangan yaitu tahap dewasa muda, setengah baya, dan setelah umur 55 tahun. Masing-
masing tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya, tahap
dewasa muda dicirikan dengan kegiatan mengejar atau rasa “haus” akan pengetahuan,
keterampilan, dan selalu ingin bergerak kearah kemajuan dan tahap setengah baya dicirikan
dengan perilaku atau keinginan untuk membantu perawat mudah dalam mengembangkan
karirnya, serta tahap diatas umur 55 tahun dicirikan dengan perilaku pengintegrasian ide ego
dengan tujuan yang diinginkan. Atas dasar ciri tersebut maka seorang manajer harus mampu
mengidentifikasi karakteristik pada masing-masing tahap perkembangan sebagai dasar untuk
menyelesaikan konflik.
3. Komunikasi
Komunikasi yang merupakan bagian mendasar manusia dapat dimanfaatkan dalam penyelesaian
konflik. Komunikasi merupakan suatu seni yang penting digunakan untuk memelihara suatu
lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam situasi ini, seorang manajer dapat melakukan beberapa
tindakan untuk mencegah terjadinya konflik melalui pengajaran pada staf keperawatan tentang
komunikasi efektif dan peran yang harus dilakukan, pemberian informasi yang jelas pada setiap
personel secara utuh, pertimbangan matang tentang semua aspek situasi emosi, dan
pengembangan keterampilan dasar yang menyangkut orientasai realitas, ketengan emosi,
harapan-harapan positif yan gdapat membangkitkan respons positif, cara mendengar aktif, dan
kegiatan dan menerima informasi.
4. Lingkaran kualitas
Cara lain yan gdapat digunakan untuk mencegah terjadinya konflik adalah lingkaran kualitas.
Cara ini telah digunakan untuk mengurangi terjadinya sters melalui kegiatan manajemen
personel. Lingkaran kualitas ini dapat digunakan melalui kegiatan manajemen partisipasi,
keanggotaan dalam panitia, program pengembangan kepemimpinan, latihan-latihan kelas,
penjenjangan karier, perluasan kerja, dan rotasi kerja.
5. Latihan keasertifan
Seorang manajer dapat juga melatih stafnya dalam hal keasertifan untuk mencegah atau
mengelola konflik. Sifat asertif dapat juga diajarkan melalui progam pengembangan staf. Pada
program ini perawat diajarkan cara belajar melalui respon yang baik. Manajer dapat belajar
mengendalikan personel supaya mampu memegang aturan. Bila mereka tidak puas, mereka
mencoba melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan itu. Pada umunya perilaku asertif dapat
dipelajari melalui studi kasus, bermain peran, dan diskusi kelompok.
H. Hasil Konflik
Konflik mengakibatkan hasil yang dapat produktif untuk pertumbuhan individu atau
organisasi. Sebalikanya,konflik dapat sangat destruktif( Kramer, Schmalenberg, 1978;lLewis
1976, Myrtle, Glogow, 1978; Nielsen, 1977) Deutsh( 1969, 1973) menegenali empat factor
utama yang menentukan hasil konflik: isu, kekuasaan, kemampuan menanggapai kebutuhan, dan
komunikasi bahasan berikut ini diberikan oleh Kramer dan Schmalenberg (1978).
1. Isu
Pada konflik yang destruktif, isu di besarkan, dirumuskan secara luas dengan tambahan secara
rinci , dan bermuatan emosi. Pada konflik yang konstuktif, isu difokuskan dan dipertahankan
dalam ukuran yang dapat ditangani. Hanya isu perifer yang berhubungan hal pokok yang
dididkusikan, dan proses pilihannya adalah aksi (tindakan) bukan reaksi.
2. Kekuasaan
Pada kekuasaan destruktif, situasi dipertahankan atau diubah melalui ancaman dan paksaan.
Suasananya adalah persaingan dengan hasil menang dan kalah. Kekuasaan konstruktif meliputi
penemuan jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin berupa kompromi atau sebuah jalan
keluar yang dapat diterima yang mungkin diterima yang mungkin berupa kompromi atau sebuah
jalan keluar yang baru; kebutuhan dan pandangan pribadi tidak dipaksakan pada orang lain
3. Kemampuan Menanggapi Kebutuhan
Pada konflik destruktif, hanya kebutuhan sendiri saja yang dipertimbangkan. Dengan berjalanya
waktu seseorang menjadi semakian yakin bahwa keyakinananya dan perilakunya adalah benar.
Penyelesaaian konflik yang konstruktif ditandai secara khas oleh penyelesaian yang menanggapi
kebutuhan semua pihak yang terlibat.
4. Komunikasi
Saling tidak percaya, persepsi yang salah, dan peningkatan muatan emosi tertentu saja
membentuk konflik yang destruktif. Penyelesaian yang konstruktif meliputi dialog terbuka dan
jujur, slaing berbagi kekawatiran, dan mendengarkan dengan hasrat untuk memahami orang lain.
Tujuanya adalah memebuka masalah sehingga dapat dihadapi secara efektif.
Konflik dapat bermanfaat bagi organisasi, bila pemimpin mempunyai kemahiran dalam
memfasilitasi penyelesain konflik yang konstruktif. Jika perbedaan pendapat tentang sesuatu isu
disuarakan dan jika masalah dibuka, hali ini menunjukan bahwa orang- orang terlibat dan peduli.
Lawan dari cinta bukanlah benci, tetapi ketidakpedulian. Pada cinta dan benci terdapat enerji
mereka yang dicintai seseorang akan memepunyai kekuasaan untuk menibulkan kebencian.
Ketidakpedulian bersifat kosong. Enerji ditimbulkan melalui penyelesaian konflik yang efektif
dapat diguanakan secara positif kearah pencapain tujuan. Nielsen (1977) mengatakan bahwa
konflik adalah akar perubahan pribadi dan social’( hlm153). Konflik merangsang penyelesaian
masalah dan hasil penyelesaian yang kreatif, konflik dapat dinikmati, danmemungkinkan
perkembangan identitas pribadi.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari perasaan,
hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di dalam individu
atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang destruktif atau
konstruktif. Secara structural, konflik dapat vertical, yaitu melibatkan perbedaan antara
pemimpin dan anak buah, atau horizontal, yaitu garis relative staf. Sembilan tipe konflik tercatat
dalam literature : di dalam pengirim, di dalam peran, peran pribadi, antar pribadi, di dalam
kelompok, di antara kelompok, peran mendua, dan beban peran yang terlalu besar.
Penyebab konflik adalah unik dan bermacam-macam. Tetapi, penyebab umumnya telah
dinyatakan dan dibahas. Penyebab umum ini antara lain perilaku menentang, stress, kondisi
ruangan yang terlalu sempit, kewenangan dokter-perawat yang berlebihan, perbedaan nilai dan
keyakinan, eksklusifisme, peran ganda perawat, kekurangan sumber daya insani, perubahan,
imbalan serta komunikasi. Proses konflik dimulai dengan kondisi pendahulu, kemudian bergerak
ke konflik yang di presepsi dan atau dirasakan. Selanjutnya adalah perilaku, lalu konflik untuk
diselesaikan atau ditekan.
Penyelesaian konflik yang konstruktif adalah sebuah aspek penting dari tanggung jawab
menejerial. Sejumlah pendekatan, termasuk kemungkinan keterlibatan dan menejemen yang
mempunyai tujuan, juga didiskusikan. Tidak ada metoda terbaik untuk memfasilitasi
penyelesaian konflik. Seorang pemimpin harus mempunyai pengetahuan tentang kemungkinan
strategi bersamaan dengan pengetahuan tentang proses memimpin dan mengatur orang;
kemudian harus dipilih dan dilaksanakan strategi yang terbaik untuk situasi yang unuk tersebut.
B. Saran
Konflik adalah sebuah kemutlakan, pemimpin harus belajar untuk secara efektif
memfasilitasi penyelesaian konflik diantara orang-orang agar tujuan dapat tercapai. Dari hasil
pembahasan di atas, diharap para pembaca baik yang merupakan calon pemimpin ataupun yang
telah menjadi pemimpin, agar dapat me-manajemen institusi atau organisasinya dengan baik agar
terbebas dari konflik yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Satrianegara M fais, & siti saleha.2009.”Buku Aajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan
Kesehatan Serta Kebidanan”. Jakarta.salemba medika.
Soetopo, Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
BABI
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa mengetahui,memahami,dan mampu
menerapkan Konsep manajemen konfik dalam manajemen keperawatan.
Tujuan dari manajemen konflik termasuk memperluas pengertian tentang masalah,meningkatkan
alternatif pemecahan,dan mencapai kesepakatan inya konfldalam keputusan yang dapat
dilaksanakan serta keikhlasan terhadap persetujuan yang dibuat.Manajemen konflik menjaga
meluasnya konflik,membuat kerja lebih produktif,dan dapat membuat konflik sebagai suatu
kekuatan yang positif dan membangun.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Konflik adalah ketidak sesuaian paham antara dua anggota atau lebih yang timbul karena
fakta bahwa mereka harus membagi dalam mendapatkan sumber daya yang langka atau aktivitas
pekerjaan atau karena fakta bahwa mereka memiliki status – status, tujuan – tujuan,nilai – nilai,
atau persepsi yang berbeda. (Menurut James,A.F stroner, dan Charles Wanker)
C. Kategori Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik
intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar
kelompok dan konflik antar organisasi
1. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada
waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
a. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
b. Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-
kebutuhan itu terlahirkan.
c. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
d. Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang
diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali
menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak
menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
a. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-
sama menarik.
b. Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama menyulitkan.
c. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang
mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2. Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena
pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda
status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku
organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa
anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi
tersebut.
3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk
mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai
contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena
ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
4. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang
konflik antar kelompok.
5. Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain
dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini
berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk
baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara
lebih efisien.
D. Proses konflik
1. Tahap I Potensi Oposisi dan Ketidakcocokan
Kondisi yang menciptakan terjadinya konflik meskipun kondisi tersebut tidak mengarah
langsung ke konflik. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh :
a. Komunikasi yg kurang baik dalam organisasi shg menimbulkan
ketidaknyamanan antar anggota organisasi.
b. Struktur Tuntutan pekerjaan menyebabkan ketidaknyamanan antar anggota organisasi
c. Variabel Pribadi
Ketidaksukaan pribadi atas individu lain
2. Tahap II Kognisi dan Personalisasi
Apabila pada tahap I muncul kondisi yang negatif, maka pada tahap ini kondisi tersebut
didefinisikan, sesuai persepsi pihak yang berkonflik.
a. Konflik yang dipersepsikan : kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya konflik yang
menciptakan peluang terjadinya konflik
b. Konflik yang dirasakan : keterlibatan emosional saat konflik yang menciptakan kecemasan,
ketegangan, frustasi, atau kekerasan.
3. Tahap III Maksud
Keputusan u/ bertindak dgn cara tertentu
a. Persaingan : keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak mempedulikan dampak pada
pihak lain dalam konflik tsb.
b. Kolaborasi : situasi yg di dalamnya pihak2 yg berkonflik sepenuhnya saling memuaskan
kepentingan semua pihak.
c. Penghindaran : keinginan menarik diri dari konflik
d. Akomodasi : kesediaan satu pihak dlm konflik u/ memperlakukan kepentingan pesaing di atas
kepentingannya sendiri.
e. Kompromi : satu situasi yg di dalamnya masing2 pihak yg
berkonflik bersedia mengorbankan sesuatu.
4. Tahap IV Perilaku
Pada tahap ini konflik tampak nyata, mencakup pernyataan, tindakan dan reaksi yg dibuat pihak2
yg berkonflik.
5. Tahap V Hasil
Pada tahap ini konflik dapat ditentukan apakah merupakan Konflik Fungsional atau Konflik
Disfungsional.
Bagan Proses Konflik
penanganan
konflik
Bersaing
Kerjasama
Berkompromi
Menghindari
akomodasi
Konflik yg
dirasakan
Konflik terbuka
Perilaku pihak
berkonflik
Reaksi orang lain
Kelompok yg di
persepsikan
Kinerja kelompok
menurun
Kinerja kelompok
meningkat
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konflik adalah ketidak sesuaian paham antara dua anggota atau lebih yang timbul karena
fakta bahwa mereka harus membagi dalam mendapatkan sumber daya yang langka atau aktivitas
pekerjaan atau karena fakta bahwa mereka memiliki status – status, tujuan – tujuan,nilai – nilai,
atau persepsi yang berbeda
Konflik akan timbul bila terjadi ketidak harmonisan antara seseorang dalam
suatu kelompok dan orang lain dari kelompok lain. Pada dasarnya konflik sesuatu
yang wajar terjadi. Konflik akan selalu terjadi, karena manusia dalam suatu
organisasi atau perusahaan masing-masing memiliki latar belakang keluarga dan
pendidikan yang berbeda-beda. Kadang kala juga ada perbedaan kebiasaan atau
pribadi yang kurang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Satrianegara M fais, & siti saleha.2009.”Buku Aajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan
Kesehatan Serta Kebidanan”. Jakarta.salemba medika.
2. Swanburg,Russel C.2000.”Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan”.Jakarta:EGC
3. Suarli,Yanyan.”Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis”.Jakarta:Erlangga
4. http://rinoan.staff.uns.ac.id/files/2009/06/konflik-negosiasi-v-1.pdf
BAB I
PENDAHULUAN
Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-
perubahan dalam bidang manajemen, maka adalah rasional untuk menduga akan timbulnya
Institusi kesehatan mempunyai banyak kelompok-kelompok yang berinteraksi, staf dengan staf,
staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter dan sebagainya.
sebagai mana adanya, diperlakukan seperti budak, tidak dihargai. Hal ini berhubungan dengan
kurangnya harga diri dan tidak di anggap berharga. Perasaan-perasaan individu menimbulkan
suatu titik kemarahan. Hal ini mengakibatkan perilaku bermaksud jahat seperti berfikir, berdebat,
atau berkelahi.
Di samping itu perlu diingat bahwa orang-orang bekerja sama erat satu sama lain dan
khususnya dalam rangka upaya mengejar sasaran-sasaran umum, maka cukup beralasan untuk
mengasumsi bahwa dengan berlangsungnya waktu yang cukup lama, pasti akan timbul
perbedaan-perbedaan pendapat antara meraka. mengingat bahwa konflik tidak dapat dihindari,
demikian rupa, hingga ia tetap serta efektif untuk sasaran-sasaran yang di inginkan. Pendekatan
konflik sebagai bagian normal dari perilaku dapat di manfaatkan sebagai alat untuk
Sebagai pedoman dan panduan mahasiswa dalam memahami arti penting dari Manajemen
konflik.
Penulisan makalah ini dapat menjadi tolak ukur pemahaman mahasiswa terhadap Manajemen
konflik.
BAB II
PEMBAHASAN
Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan
pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. (Marquis & Huston 1998).
Konflik dapat di kategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian,
konflik terjadi dari suatu ketidak setujuan antara dua orang atau organisasi dimana seseorang
tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam kepentingannya. Sebagai proses, konflik di
manifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau kelompok
suatu konflik yang berarti juga sebagai pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan bahwa
konflik dapat berakibat pertumbuhan produksi dan kehancuran organisasi, tergantung bagaimana
manajer mengolahnya. Karena konflik adalah suatu yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu
Sejarah terjadinya suatu konflik di suatu organisasi dimulai seratus tahun yang lalu, dimana
konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yang pasti terjadi di organisasi. Pada
awal abad ke-20, konflik diindikasikan sebagai suatu kelemahan manajemen disuatu organisasi
Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi konflik selalu akan merusaknya.
Sewaktu konflik mulai terjadi pada suatu organisasi, meskipun dihindari dan ditolak, maka harus
diselesaikan secepatnya. Konflik sebenarnya dapat dihindari, kalo staf diarahkan terhadap suatu
tujuan yang jelas dalam melaksanakan tugasnya dan ketidakpuasan staf harus diekspresikan
Pada pertengahan abad ke-19, sewaktu ketidak puasan staf dan umpan balik dari atasan tidak
ada, maka konflik diterima secara pasif dan sebagai suatu kejadian yang normal dalam
organisasi. Oleh karena itu sebagai manajer harus belajar tentang bagaimana menyelesaikan
konflik tersebut dari pada berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam organisasi sebagai
suatu unsur penghambat staf dalam melaksanakan tugasnya, tetapi diakui bahwa konflik dan
2.3 Kategori Konflik
Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
1. Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal untuk
mengklarifikasikan nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering di manifestasikan
sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa konflik intrapersonal
dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan dan loyalitas kepada
pasien.
2. Interpersonal
Konflik yang terjadi antar dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan keyakinan
berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang
lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konfik dengan teman
Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen atau organisasi.
Sumber jenis konflik ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas ( kualitas jasa
Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik intrapersonal, interpersonal
dan antar kelompok. Tapi dalam organisasi konflik dipandang sebagai konflik secara vertikal dan
horizontal (Marquis & Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi atasan dan bawahan. Konflik
horizontal terjadi antara staf dengan kedudukan atau posisi yang sama. Misalnya konflik
pada seseorang dimana perilaku ini di tunjukan. Manajer perawat harus menentukan perilaku
dan perilaku yang keras, perilaku ini mungkin berlaku verbal dan non verbal.
mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam yang dapat
diterjemahkan sebagai “urus aja sendiri”. Mereka dengan wajah cemberut pergi meninggalkan
manajer perawat atau tidak masuk kerja. Penentang kompetitif ini dapat merusak secara agresif
berupa serangan yang sengaja. Mereka berkomentar tentang kondisi kerja yang tidak adil dan
kacau, manipulasi dan jadwal kerja yang jelek. Perilaku-perilaku ini dilakukan
merajuk dan memaksa untuk mendapatkan dukungan teman-teman sejawat bahkan manajemen
lebih tinggi.
Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi juga sambil melakukan ejekan dan hinaan,
Mereka tidak merespon terhadap manajer perawat. Apabila kondisi berubah maka mereka
2.4.2 Stres
Konflik menimbulkann stres, ketakutan, kecemasan dan perubahan dalam hubungan
penyesuaian dengan perubahan tekhnologi yang cepat”. Biaya stres pada tahun 1973
diperkirakan 1 sampai 3 % dari GNP (gross national product). Dan bisa saja angka tersebut
Kepenatan adalah hasil dari stres. Manajer perawat merasa penat karena mencoba
mempertahankan sistem pendukung untuk memberi perawatan. Perawat klinis merasa penat
Konfrontasi, ketidak setujuan. Dan kemarahan adalah bukti dari stres dan konflik. Stres
dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilakukan manusia, termasuk harapan-
Stres pada pasien dapat menimbulkan penyakit ringan introgenik, komplikasi dan
pelambatan pemuliahan. Hal ini dapat ditimbulkan oleh depresi atau kecemasan. Dan staf yang
stres tidak dapat menghadapi pasien yang stres, dan ini dapat menimbulkan tidak efisien, ketidak
puasan kerja dan tidak mengacuhkan perawatan. Pada akhirnya staf terpancing dalam konflik.
Mereka juga dapat mengelami penyakit ringan iatrogenik seperti pasien-pasien mereka. Keluarga
pasien dapat menambah stres bila tidak ditangani dengan baik, meningkatnya stres pada pasien
dan staf menurunkan keefektifan penggunaan waktu masalah-masalah ini meningkatnya biaya
perawatan pasien, meningkatnya rasa sakit dan menurunnya efisiensi dan efektivitas perawatan.
Dimasa yang akan datang pasien dapat pergi kemana saja untuk mendapatkan perawatan, apakah
inisiatif sendiri maupun atas rekomendasi dokter, keluarga, teman atau kenalan.
2.4.3 Ruang
Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit, mereka harus berinteraksi
secara konstan dengan anggota staf yang lain, pengunjung dan dokter-dokter. Terutama pada
ruang/unit perawatan intensif yang penuh sesak. Menimbulkan kepenatan dan pergantian.
Dokter-dokter dilatih untuk berwenang terhadap perawat. perawat masakini ingin menjadi
lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab profesional, dan tanggung gugat untuk perawatan
pasien. Mereka banyak menggunakan waktu berada didekat pasien dari pada dokter, dan sering
kali mempunyai usulan yang valid dalam mengubah tindakan terapi. Para dokter terkadang
melalaikan usulan-usulan mereka, yang menunjukan mereka tidak menginginkan umpan balik.
Perawat menjadi marah bila harga diri mereka menurun. Komunikasi gagal, terutama
Aktifitas atau presepsi-presepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik. Hal ini terbukti
apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang berbeda dengan manajer perawat,
doter, pasien pengunjung, keluarga, bagian administrasi, dan yang lainnya. Nilai-nilai perawat
dapat masuk kedalam konflik-konflik yang berhubungan dengan persoalan secara etika yang
manusiawi, aborsi, adiksi, AIDS, dan masalah-masalah lainnya. Sasaran pribadi sering kali
konflik dengan sasaran organisasi, terutama yang berhubungan dengan pengaturan staf,
Perawat yang harus melanggar standar pribadinya akan melawan sistem. Hal ini dapat
merendahkan mereka dan menyebabkan hilangnya harga diri dan stres emosional. Mereka harus
mengetahui bahwa keyakinan mereka, nilai-nilai dan sasaran pribadinya di hargai. Seperti orang
lain, perawat bertindak untuk melindungi citra diri atau umum dirinya bila ditekan atau di serang.
Respon mereka sesuai dengan harapan orang lain terhadap mereka, sebagai mana mereka ingin
mudah terluka dan menjadi masalah besar dalam konflik. Pertahanan menjadi lebih panas bila
salah satu atau kedua bagian konflik tidak di informasikan atau dimanipulasi. Bila perawat tidak
dikenal atau dihargai mereka merasa tidak berdaya bila mereka tidak mampu mengontrol situasi.
Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi. Misalnya,
kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada
ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak
Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan,
tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik “affectives”. Hal ini penting
bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang dilaksanakan
mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian konflik. Setiap orang tidak
sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik
dalam perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam suatu organisasi, memerlukan
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang
2.5.5 Konflik “Aftermatch”
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini
akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau dikurangi penyebab dari konflik yang
sama.
2.6.1 Langkah-langkah
1. Pengkajian
a. Analisa situasi
identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan. Setelah fakta dan
memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlihat
jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama yang
memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua
c. Menyusun tujuan
2. Identifikasi
a. Mengelola perasaan
hindari suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai respon yang berbeda
3. Intervensi
Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai
Suatu srtategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling menyadari dan sepakat
situation” kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Didalam
keperawatan.
2. Kompetisi
menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa
mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa dan
3. Akomodasi
memberi kesempatan orang lain untuk menang. Masalah utama pada strategi sebenarnya tidak
terselesaikan. Strategi ini biasanya sering digunakan dalam suatu politik untuk suatu kekuasaan
Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini
individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan dari pada perbedaan
dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa ditetapkan pada konflik yang
ringan, tetapi untuk konflik yang besar misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi dan tidak
dapat dipergunakan.
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang dihadapi
tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalahnya. Strategi ini dipilih bila
ketidaksepakatan adalah membahayakan kedua pihak,biaya penyelesaian lebih besar dari pada
menghindar, atau maslah perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya atau jika masalah dapat
6. Kolaborasi
menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya
meyakini akan mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing meyakininya.
Strategi kolaborasi tidak akan berjalan jika kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi
tersebut, kelompok yang terlibat tidak memiliki kemampuandalam menyelesaikan masalah dan
tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok / seorangan (Bowditch & Buono, 1994).
Apabila perhatian diberikan terhadap peranan manajer perawat dalam meningkatkan suasana
kerja perawat yang produktif, banyak kasus-kasus konflik yang dapat di selesaikan. Pengetahuan
dan keterampilan manajer konflik yang terjadi adalah peran yang aktif dari manajer perawat.
Zamke menunjukan bahwa stres dan tekanan didalam merupakan perangsang. Yang
membuat nanajer lebih positif, lebih hati-hati dan pedulli terhadap karyawannya. Dalam
surveinya, ia menemukan bahwa dalam penurunan memotivasi kinerja yang baik, memperbaiki
keluaran, dan menghilangkan pekerjaann yang tidak produktif yang dapat menimbulkan masalah
moral dan konflik. Dengan perubahan sistem pembayaran kembali dirumah sakit, manajer
perawat akan dihadapkan pada stres, tekanan kerja, penurunan hasil kerja.
Konflik dapat menjadi sumber energi dan kreatifitas yang positif dan membangun bila
dikelola dengan baik. Jika tidak, konflik akan mengganggu fungsi, dan menghancurkan,
dan kekacauan, hilangnya semangat tim dan hilangnya keinginan untuk bekerja kearah
pencapaian tujuan bersama, mengakibatkan jalan buntu dan kemacetan. Kelola konflik jangan
sampai meluas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpukan bahwa hubungan kerja perawat dan personel yang lain, pasien dan
keluarga dapat menimbulkan potensial konflik. Dalam hal ini manajer perawat harus menguasai
ruang yang penuh sesak, kewenangan dokter, serta ketidak cocokan nilai dan sasaran.
Konflik dapat dicegah atau diatasi dengan disiplin, mempertimbangkan tahap kehidupan,
komunikasi termasuk mendengarkan secara aktif, penggunaan lingkaran kualitas, dan ketetapan
alternatif pemecahan, dan mencapai kesepakatan dalam keputusan yang dapat dilaksanakan serta
keikhlasan terhadap keputusan yang dibuat. Strategi khusus termasuk menghindar, akomodasi,
kompetisi, kompromi, dan kerja sama. Selain itu manajer perawat dapat mempelajari dan
Manajemen konflik menjaga meluasnya konflik, membuat kerja lebih produktif, dan dapat