Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh negara, baik di negara
maju maupun di negara berkembang. Saat ini penyakit asma juga sudah tidak
asing lagi di masyarakat. Asma dapat menyerang oleh semua lapisan
masyarakat dari mulai anak-anak sampai dewasa. Penyakit asma awalnya
merupakan penyakit keturunan yang diturunkan dari orang tua pada anaknya.
Namun, sekarang ini keturunan bukan merupakan penyebab utama penyakit
asma. faktor udara dan kurangnya kebersihan lingkungan di kota-kota besar
merupakan faktor utama penyebab dalam peningkatan serangan asma
(Harmoko, 2012).
Data word health organization (WHO) memperkirakan 100-180 juta
penduduk diseluruh negara menderita asma, jumlah ini memperkirakan akan
terus bertambah sebesar 180 juta orang setiap tahunnya. Apabila dibiarkan
dan tidak ditangani dengan baik maka diperkirakan akan menjadi peningkatan
prevalensi yang lebih tinggi pada masa yang akan datang serta mengganggu
proses tumbuh kembang anak dan kualitas hidup. Sebanyak 300 juta orang di
dunia terkena penyakit asma dan 225 ribu orang meninggal karena penyakit
asma pada tahun 2008 lalu (WHO, 2008). Hasil penelitian International Study
on Asthma and Alergies in Childhood pada tahun 2008 menunjukkan, di
Indonesia prevalensi gejala penyakit asma meningkat dari sebesar 4,2%
menjadi 5,4% di jawa tengah 1,5% menjadi 2,5%, asma mempunyai tingkat
yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak di temukan dalam
masyarakat (Citrawati, 2011).
Prevalensi asma pada orang dewasa lebih tinggi dari anak. Angka
ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota lain di negara yang
sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7 % (Sukamto,
2014). Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013 prevalensi penyakit
asma di Indonesia sebesar 4,5% (Riskesdas, 2013).
Data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) diberbagai
propinsi di Indonesia, asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab
kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema.
Asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian
(mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu dilaporkan
prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI,
2006).
Asma Bronkial atau lebih popular disebut asma atau sesak
napas, telah dikenal luas masyarakat adalah penyakit saluran
pernapasan kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang serius di berbagai Negara diseluruh dunia (GINA,2011).
Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya
dimulai mendadak dengan gejala batuk dan rasa tertekan di dada, disertai
dengan sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami pada awalnya
susah, tetapi segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada penderita asma
adalah berupa batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non produktif, kemudian
menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental (Brunner & Suddard,
2002).
Akibat dari penyakit Asma jika tidak ditangani akan menimbulkan
komplikasi seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis,
aspergilosis, gagal nafas, brobkhitis. Meskipun asma dapat berakibat fatal,
asma lebih sering mengganggu pekerjaan, aktivitas fisik, dan banyak aspek
kehidupan lainnya (Mansjoer, 2008).
Asma dengan gangguan ventilasi dimana diameter bronckeolus lebih
banyak berkurang selama ekspirasi dibanding inspirasi, karena peningkatkan
tekanan dalam paru selama ekspirasi menekan paksa bagian luar bronkeolus.
apabila bronkeolus yang tersumbat sebagian sumbatan akan terbawa adalah
akibat tekanan dari luar yang mengakibatkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Penderita asma dapat melakukan inspirasi dengan baik namun
sangat sulit saat ekpsirasi (Guyton and Hall, 2009). Sehingga terjadi
gangguan difusi gas di alveoli. Hal tersebut menyebabkan pasien mengalami
gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen (O2). Penanganan yang tepat dalam
masalah gangguan pemenuhan O2 adalah dengan pemberian O2 dan
pengobatan. Pemberian oksigen pada penderita asma bronkial minimal 94%
melalui masker Rebreathing mask (RM) atau non Rebreathing mask (NRM)
maupun kanul nasal sesuai dengan kebutuhan dari pasien itu sendiri.
Konsentrasi oksigen yang tinggi dalam pemberian terapi dapat menyebabkan
peningkatan kadar PCO2 dalam tubuh pada pasien dengan asma. Walaupun
pemberian terapi oksigen digunakan secara sering dan luas dalam perawatan
pasien asma, pemberian oksigen seringkali tidak akurat, sehingga pemberian,
monitoring, dan evaluasi terapi tidak sesuai (Perrin et al, 2011).
Salah satu penyebab terganggunya pemenuhan kebutuhan oksigenasi
(O2) pada asma bronkial adalah produksi mukus yang berlebihan
menyebabkan obstruksi saluran napas. Oleh karena itu perlu dilakukan
intervensi untuk membantu mengurangi obstruksi saluran napas adalah
dengan cara pemberian terapi farmakologi dan non farmakolgi, terapi
farmakologi terdiri dari inhalasi nebulizer, suction, terapi oksigen, dan terapi
pemberian obat, sedangkan terapi non farmokolgi terdiri dari fisioterapi dada,
postural drainage, dan mengajarkan klien teknik batuk efektif (Hasanah,
2016). Penanganan yang utama pada penderita asma adalah memenuhi
kebutuhan oksigen. Kerja sama dengan tim medis serta melibatkan pasien dan
keluarga sangat diperlukan agar perawatan dapat berjalan dengan lancar
(Harmoko, 2012).
Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu tahun 2014
penyakit asma bronkial menempati urutan keenam penyakit terbanyak
diderita masyarakat kota Bengkulu dengan jumlah 628 jiwa (10%) (Profil
Dinas Kesehatan tahun 2014). Sedangkan dikota Bengkulu, asma bronchiale
pada anak termasuk sepuluh penyakit terbanyak dengan jumlah penderita
pada tahun 2015 sebanyak 2.497 orang (Dinkes Kota Bengkulu, 2016). Data
prevalensi penyakit Asma dari RSUD Tais didapatkan dari tahun 2017
sebanyak 9 orang penderita asma, sedangkan tahun 2018 ada sebanyak 11
orang penderita asma.
Pada saat studi pendahuluan juga dilakukan wawancara kepada pasien
asma yang dirawat di ruang rawat inap Melati RSUD Tais yang terdiri dari 3
orang pasien dewasa, ketika wawancara pasien ditanyakan pertanyaan yang
sama berupa gejala asma dan penanganan yang telah didapat selama
perawatan di rumah sakit, serta bagaimana respon penyakit terhadap
penatalaksanan yang diberikan. Hasil yang didapat rata-rata pasien merasakan
perbaikan setelah mendapatkan perawatan berupa nebulizer dan pemberian
terapi melalui jalur parental, dan pengobatan setalah 2-3 hari. Pasien tidak
diajarkan untuk melakukan tindakan mandiri seperti tehnik nafas dalam dan
distraksi untuk memudahkan ekspansi dada, batuk efektif untuk memudahkan
pengeluaran secret, serta tidak dilakukannya tindakan fisioterapi dada oleh
petugas medis dan masih banyak terapi non farmakologis lainnya yang bisa
diberikan pada pasien dengan asma bronchiale tetapi perawat dan petugas
kesehatan lainnya hanya berfokus pada pengobatan farmakologis saja.
Masih banyak masyarakat indonesia belum mengetahui penanganan
asma jika kambuh, sehingga itu masih menjadi masalah kesehatan yang harus
diperhatikan. Dalam pengobatan asma ini sangat penting bagi penderita
karena mencegah timbulnya jika asma itu kambuh lagi, asma sangat
berbahaya bagi penderita yang mempunyai sifat yang berasal dari allergen
semisal cuaca, debu, makanan karena bisa menyerang secara mendadak jika
allergen tersebut timbul, dapat kekurangan oksigen dan sesak nafas yang
sifatnya dapat mematikan nyawa sebagai penderita asma.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah
yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Ny. M dengan Asma Bronkial di
Ruang Melati RSUD Tais ”.

B. Identifikasi Masalah
Bagaimana penerapan Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan
gangguan Asma Bronkhial di Ruang Melati RSUD Tais?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan dan mendokumentasikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan Asma Bronkial dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan di RSUD Tais Kabupaten Bengkulu
Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian keperawatan dengan gangguan asma
bronkial
b. Mendeskripsikan perumusan diagnosa keperawatan dengan gangguan
asma bronkial
c. Mendeskripsikan rencana keperawatan dengan gangguan asma
bronkial
d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan dengan gangguan asma
bronkial
e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan dengan gangguan asma
bronkial
f. Mendeskripsikan dokumentasi keperawatan dengan gangguan asma
bronkial
D. Manfaat Penelitian
1. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di Rumah
Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya
Asuhan Keperawatan dengan gangguan sistem pernafasan Asma
Bronkhial.
2. Tenaga Keperawatan
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap bagi instansi terkait, khususnya didalam
meningkatkan pelayanan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan Asma Bronkial.
3. Akademik
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk institusi
pendidikan DIII keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan di masa yang akan datang.
4. Klien dan keluarga
Sebagai bahan masukan bagi klien dalam mengatasi permasalahan yang
dihadapi.
5. Pembaca
Sebagai sumber informasi mengenai perawatan penyakit khususnya Asma
Bronkial.

DAPUS
Harmoko. (2012). Asuhan keperawatan. Yogyakarta : pustaka pelalajar
Citrawati, M. (2012). Asuhan keperawatan Dengan Asma Bronchial. Jakarta :
EGC

Guyton, And Hall (2009). Buku Fisiologi Kedokteran. Edisi. 11. Jakarta: EGC.

Gina Putri. 2006. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

World Health Organization. Facts about Asthma (2010). Available.from


http://www.who.int/mediacentre / factsheets / fs307 / en/index.html Diunduh pada
20 Januari 2016.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Asma Bronkial

Gambar 2.1 Perjalanan terjadinya asma

 Organ Pernafasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat
hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna
untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dala
m lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang
bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat
hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang
(ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri
dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan
makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah
dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9
sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi
oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan
V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis
set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah
tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari
pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri
dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang,
cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada
bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli
terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini
terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus
(belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari
pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan
5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen
yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen
ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan
tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus
ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut
duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak
jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput
dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum
pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara
paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

2. Fisiologi Asma Bronkial


 Proses terjadi pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari
tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan
disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara
oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan
melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam
tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke
serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian ke
seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi
(pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan
dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung
(serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel
dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan
paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli.
Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme,
sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui
traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi
perjalanan panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada
laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu
menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakhea, sedangkan
waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan
masuk ke dalam laring, maka akan mendapat serangan batuk, hal
tersebut untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebut dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan
ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan
inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus
menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-
otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan
yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata).
Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau
mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga
dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka
terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam
darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat
rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat
rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar.
Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra
semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan
tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma
akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan
demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi
kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses
respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada
terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini
terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda
dan pada perempuan. Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas
diafragma turun naik, maka ini dinamakan pernapasan perut.
Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya tidak begitu
lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang
mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

B. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya
penyempitan bronkus yang berulang namun revesibel, dan diantara
episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang
lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentang terkena asma
mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan yang menandakan suatu
keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas (Solmon, 2015).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang
mempunyai ciri brokospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran
napas) terutama pada percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan
oleh berbagai stimul seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi,
otonomik dan psikologi (Irman Somarti, 2012). Sedangkan menurut
NANDA NIC-NOC (2015) Asma adalah suatu keadaan dimana saluran
nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat
berulang namun revelsible, dan diantar episode penyempitan bronkus
tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal.
Penderita Asma Bronkial, hipersensensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan
lain penyebab alergi. Gejala kemunculan sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa dtang secara tiba-tiba jika tidak dapat mendapatkan
pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma
bronkial juga bias muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lender,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan (Irman Somarti,
2012).
Berdasarkan dari definisi asma di atas dapat disimpulkan bahwa
penyakit asma adalah suatu penyakit jalan nafas yang disebabkan oleh
satu hiperreaksi dari bronkus dan trakea, sehingga mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang bersifat reversible dan menyebabkan
terjadinya gangguan pernafasan.
2. Etiologi Asma
Berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui
dengan pasti penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukan dasar gejala
asma yaitu inflamasi dan respon saluran nafas yang berlebihan ditandai
dengan dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi), tumor (esudasi
plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsagan sensori), dan
function laesa fungsi yang terganggu (sudoyoAru,dkk.2015).
Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi
virus RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan
(debu, kapuk, tunggau, sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau
asap, uap cat), makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-
bijian, tomat), obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian,
tertawa terbahak-bahak), dan emosi (sudoyoAru,dkk.,2015).
Menurut Andra & Yessie (2013) Etiologi asma dapat dibagi atas :
a. Asma ekstrinsik/alergi
Asma yang disebabkan oleh allergen yang diketahui masanya
sudah terdapat semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein,
serbuk sari, bulu halus, binatang dan debu.
b. Asma intrinsik/idiopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi
adanya faktor-faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik atau emosi
sering memicu serangan asma. Asma ini sering muncul/timbul
sesudah usia 40 tahun setelah menderita infeksi sinus/cabang
trakeobronchial.
c. Asma campuran
Asma yang terjadi/timbul karena adanya komponen ekstrinsik

3. Gambaran Klinis Asma Bronkial


Gejala asma terdiri atas triad, yaitu dipsnea, batuk dan mengi.
Gejala yang disebutkan terakhir sering dianggap sebagai gejala yang
harus ada (sine qua non), data lain terlihat pada pemeriksaan fisik (Nurarif
& kusuma, 2015). Kemungkinan reaksi alergik lainnya yang dapat
menyertai asma termasuk ekzema, ruam dan edema temporer. Serangan
asmatik dapat terjadi secara periodik setelah pemajanan terhadap allergen
spesifik, obat-obat tertentu, latihan fisik dan kegairahan emosional (Andra
& Yessie, 2013).

4. Patofisiologi Asma bronkial


Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang
dikendalikan oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara
antigen dengan molekul IgE dengan sel mast. Sebagian besar allergen
yang mencetus asma bersifat airborne dan agar dapat menginduksi
keadaan sensitivitas, allergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak
untuk periode waktu terentu. Akan tetapi, sekali sensitivitasi telah terjadi,
klien akan memperlihatkan respon yang sangan baik, sehingga sejumlah
kecil allergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi
penyakit yang jelas (Nurarif & kusuma, 2015).
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut
asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis, beta-
adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom pernafasan sensitif-aspirin
khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat
dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis
vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan
polip nasal. Baru kemudian muncul asma progresif. Klien yang sensitive
terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari.
Setelah menjalani terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap
agen anti-inflamasi non-steroid. Mekanisme yang menyebabkan
bronkospasme karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui,
tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi
secara khusus oleh aspirin (Solomon, 2015).
Antagons ᵝ-adenergik biasanya menyebabkan obtruksi jalan napas
pada klien asma, halnya dengan klien lain. Dapat menyebabkan
peningkatan reaktivitas jalan nafas dan hal tersebut harus dihindari. Obat
sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium
sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas dignakan dalam industri
makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat
menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada klien yang sensitive.
Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang
mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, karang, dan
anggur (Irman Somarti, 2012).
Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus
lainnya dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen
dan antibody. Reaksi antigen antibody ini akan mengeluarkan substansi
pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam
menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamine,
bradikinin, dan anafilaktoksin. Hasil ini dari reaksi tersebut adalah
timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan
permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus (nurarif & kusuma,
2015).

5. Pathway Asma Bronkial

Bagan 2.2

(sumber: Corwin, Elizabeth J.: 2009)


Bagan 2.3

(sumber:Corwin, Elizabeth J.: 2009)

6. Penatalaksanaan Asma Bronkial


Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial adalah sebagai berikut :
(Somantri, 2009).
a) Diagnosis status asmatikus.
Faktor penting yang harus diperhatikan:
1) Saatnya serangan
2) Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)
b) Pemberian obat bronkodilator
c) Penilaian terhadap perbaikan serangan.
d) Pertimbangan terhadap pemberian kartikosteroid.
e) Penatalaksanaan setelah serangan mereda
1) Cari faktor penyebab
2) Modifikasi pengobatan penunjang selanjutya
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat teradi pada Asma Bronkial apabila tidak
segera ditangani, adalah : (Sundaro & Sukanto, 2006).
a) Gagal napas.
b) Bronkhitis.
c) Fraktur iga (patah tulang rusuk).
d) Pneumotoraks (penimbunan udara pada rongga dada disekeling paru
yang menyebabkan paru-paru kolaps).
e) Pneumodiastinum penimbunan dan emfisema subkitus.
f) Aspergilosis bronkopulmoner alergik.
g) Atelektasis.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi
dari kristal eosinophil
2) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel
cetakan) dari cabang bronkus
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
4) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum,
umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi
dan kadang terdapat mucus plug
- Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat
pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan
LDH
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pencetusnya allergen, olahraga, cuaca, emosi (imun respon
menjadi aktif, Pelepasan mediator humoral), histamine,
SRS-A, serotonin, kinin, bronkospasme, Edema mukosa,
sekresi meningkat, inflamasi (penghambat kortikosteroid)
4) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan
dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu
bebas dari serangan.
- Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.


Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada
paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan
rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:
1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus
akan bertambah
2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka
gambaran radiolusen akan semakin bertambah
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat
pada paru
4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
5) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru

- Pemeriksaan tes kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma
- Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan
dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan
gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
1) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right
axis deviasi dan clock wise rotation
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni
terdapatnya RBB (Right bundle branch block)
3) Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus
tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negative
- Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari
bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak
menyeluruh pada paru-paru
- Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas
reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis
asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer)
golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis
tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. (Dudut
Tanjung., Skp, 2007)

C. Konsep Asuhan Keperawatan Klien Dengan Asma

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik


keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien diberbagai tatanan
pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidah-
kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk layanan bio, psiko, sosial, dan spiritual secara
komprehensif yang bertujuan bagi individu, keluarga, dan masyarakat
(Asmadi, 2008).
1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan


dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar pasien. Imformasi yang
didapat dari klien (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain
(sumber data sekuder), cacatan kesehatan klien, imformasi atau laporan
laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang yang terdekat, atau
anggota tim kesehatan merupakan pengkajian dasar (Asmadi, 2008).
Data yang diperoleh berupa informasi mengenai masalah kesehatan
yang ada pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus
diambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik,
mental, sosial, dan spiritual serta faktor lingkungan yang
memperngaruhinya. Data tersebut harus akurat dan mudah di analisis.
Jenis data dalam pengkajian adalah data Objektif, yaitu data yang
diperoleh melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan,
misalnya suhu tubuh, tekanan darah, serta warna kulit. Sedangkan Data
Subjektif yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan pasien,
atau dari keluarga pasien/saksi lain. Mengeluh kepala pusing, nyeri dan
mual (Hidayat, 2012).
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, ras dll
2) Informasi dan diagnosa medik yang penting
3) Data riwayat kesehatan
4) Riwayat kesehatan dahulu : pernah menderita penyakit asma
sebelumnya, menderita kelelahan yang amat sangat dengan
sianosis pada ujung jari.
5) Riwayat kesehatan sekarang
a) Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk lesu tidak
bergairah, pucat tidak ada nafsu makan, sakit pada dada dan
jalan nafas
b) Sesak setelah melakukan aktivitas/menghadapi suatu krisis
emosional
c) Sesak nafas karena perubahan udara dan debu
d) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada
6) Riwayat kesehatan keluarga
a) Riwayat keluarga (+) asma
b) Riwayat keluarga (+) menderita penyakit alergi, seperti
rinitis alergi, sinusti, dermatitis, dan lain-lain (Andra &
Yessie, 2013).
7) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
- Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien
pada posisi duduk.
- Dada diobservasi dengan membandikan satu sisi
dengan yang lainnya.
- Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah.
- Ispeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan
kondisinya, skar, lesi, massa, dan gangguan tulang
belakang, sperti kifosis, skoliosis, dan lordosis.
- Catat jumlah,irama, kedalaman pernapasan, dan
kemestrian pergerakakan dada.
- Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung
pernapasan diafragma, dan penggunaan otot bantu
pernapasan.
- Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase
inspirasi (I) dan fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini
normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang
menunjukan adanya obstruksi pada jalan napas dan
sering ditemukan pada klien Chronic Airflow
Limitation (CAL) / Chornic obstructive Pulmonary
Diseases (COPD)
- Kelainan pada bentuk dada.
- Observasi kesemetrian pergerakan dada. Gangguan
pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada
mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
- Observasi trakea obnormal ruang interkostal selama
inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan
nafas.
b) Palpasi
- Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan
dada dan mengobservasi abnormalitas,
mengidentifikasikan keaadaan kulit, dan mengetahui
vocal/tactile premitus (vibrasi).
- Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang
terkaji saat inspeksi seperti : mata, lesi, bengkak.
- Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang
dihasilkan ketika berbicara
c) Perkusi
Suara perkusi normal:
- Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan
pada jaringan paru normal.
- Dullness : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan
diatas bagian jantung, mamae, dan hati.
- Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas
perut yang berisi udara.
Suara perkusi abnormal :
- Hiperrsonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah
dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian
paru yang berisi darah.
- Flatness : sangat dullness. Oleh karena itu, nadanya
lebih tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah hati,
di mana areanya seluruhnya berisi jaringan.
d) Auskultasi
- Merupakan pengkajian yang sangat bermakna,
mencakup mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi
nafas tambahan (abnormal), dan suara.
- Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara
ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan
sifat bersih.
- Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular
dan vesikular.
- Suara nafas tambahan meliputi wheezing, , pleural
friction rub, dan crackles.
b. Data dasar pengkajian klien
1) Aktivitas/istirahat
Gejala :
a) keletihan, kelelahan, malaise
b) ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
c) ketidakmampuan untuk tidur dalam posisi duduk tinggi
d) dispnea pada saat istirahat aktivitas dan hiburan
2) Sirkulasi
Gejala : pembengkakan pada ekstremitas bawah
3) Intregitas ego
Gejala :
a) Peningkatan faktor resiko
b) Perubahan pola hidup
4) Makanan dan cairan
Gejala :
a) Mual/muntah
b) Nafsu makan menurun
c) Ketidakmampuan untuk makan
5) Pernafasan
Gejala :
a) Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidakmampuan untuk
bernafas
b) Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan
Tanda :
a) Pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya memanjang
b) Penggunaan otot bantu pernafasan
c) Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinanselama inspirasi berlanjut sampai
penurunan/tidak adanya bunyi nafas
6) Keamanan
Gejala :Riwayat reaksi alergi/sensitif terhadap zat
7) Seksualitas
Penurunan libido (Andra & Yessie, 2013).
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan


respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi atau memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah
(Carpenito, 2000). Perumusan diagnosa keperawatan adalah sebagai
berikut :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme
jalan nafas, mukus dalam jumlah berlebihan, sekresi dalam bronchi
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler, ventilasi-perfusi
c. Gangguan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, gangguan
musculoskeletal, keletihan otot pernafasan
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen

3. Perencanaan Keperawatan
Setelah mengidentifikasi diagnosa keperawatan dan kekuatannya,
langkah berikutnya adalah perencanaan asuhan keperawatan. Pada
langkah ini, perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi
pasien serta mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &
Perry, 2005). Dalam teori ini, perencanaan keperawatan ditulis dengan
rencana dan kriteria hasil berdasarkan Nursing Outcomes Classification
(NOC) (Moorhead dkk, 2013), Nursing Intervention Classification (NIC)
(Bulechek dkk, 2013) serta Rasional (Dongoes, 2000).
Intervensi adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan
masalah dan menentukan tujuan rencana untuk mengatasi masah pasien.
Perawat dapat menggunakan strategi pemecahan untuk mengatasi masalah
pasien melalui intervensi dan menejemen yang baik. Rencana
keperawatan memuat tujuan sebagai berikut : (Hidayat, 2012).
a. Organisasi informasi pasien sebagai sumber dokumentasi.
b. Sebagai alat komuniasi atara perawat dan klien.
c. Sebagai alat komunikasi antara angota tim kesehatan.
d. Langkah dari proses keperawatan, (pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi) yang merupakan rangkaian yang tidak
dapat dipisahkan.

Anda mungkin juga menyukai