Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KONFLIK DAN NEGOSIASI

MATA KULIAH ILMU KEPEMIMPINAN DAN BERPIKIR KRITIS

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Yusuf Sabilu, M.Si.

Oleh:
SHOLA SHOBRINA SUKARYA
G2U122002
KELAS A

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan kasih sayangnya berupa kemampuan dan kecerdasan akal pikiran
sehingga makalah dengan judul “Konflik dan Negosiasi” dapat Penulis selesaikan
tepat waktu.

Penulis berharap, semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah


pengetahuan bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan penulisan di masa
yang akan datang.

Kendari, 20 November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................5
1.3 Tujuan.....................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................6
2.1 Konflik..........................................................................................................................6
2.1.1 Definisi Konflik......................................................................................................6
2.1.2 Faktor Penyebab Konflik......................................................................................7
2.1.3 Proses Konflik........................................................................................................7
2.1.4 Jenis Konflik........................................................................................................14
2.1.5 Penyelesaian Konflik...........................................................................................14
2.2 Negosiasi......................................................................................................................16
2.2.1 Definisi Negosiasi.................................................................................................16
2.2.2 Strategi Negosiasi................................................................................................16
2.2.3 Proses Perundingan.............................................................................................18
2.2.4 Cara Negosiasi.....................................................................................................19
2.2.5 Taktik Negosiasi..................................................................................................20
BAB III PENUTUP..............................................................................................................23
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................23
3.2 Saran.......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................25

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
perbedaan karakteristik tersebut seringkali menimbulkan gesekan dalam segala
aspek kehidupannya. Dalam sebuah organisasi yang terdiri dari berbagai jenis
orang, mungkin ada persaingan yang terjadi dalam bentuk yang adil atau tidak,
sangat sulit.Alasan apa yang disebut persaingan, meskipun disebut persaingan
yang sehat, pada dasarnya juga dapat mengarah. dan dapat menimbulkan konflik.
Persaingan yang sehat dalam suatu organisasi seharusnya memberikan pengaruh
yang positif. Para pihak menekankan bahwa mereka harus berperilaku sportif.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu


dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain
sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial,
konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan
dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Pada prinsipnya konflik yang masih lemah tidak berdampak negatif dan
tidak menimbulkan kerusakan yang serius. Tidak baik berkomunikasi secara
langsung antara pihak-pihak yang berkonflik. Namun, ketegangan tersebut tidak
muncul dalam persaingan yang sehat. Jika sistem komunikasi dan informasi tidak

4
memenuhi tujuannya, kesalahpahaman muncul atau orang tidak saling memahami.
Selain itu, hal ini menjadi salah satu penyebab konflik atau konflik dalam
organisasi.

Konflik yang berulang harus ditangani dengan cepat dan tepat agar konflik
yang ada tidak berlanjut dan tidak merembet ke masalah konflik lainnya. Konflik
bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi bekerja seperti sebuah siklus
dalam masyarakat. Konflik yang terkendali mengarah pada integrasi. Sebaliknya,
integrasi yang tidak lengkap dapat menyebabkan konflik. Penyelesaian konflik
dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah negosiasi. Negosiasi
biasanya dilakukan untuk mencari jalan tengah agar keadaan bisa membaik.
Negosiasi biasanya dilakukan untuk mencari jalan tengah dalam kasus tersebut,
sehingga situasi menemukan titik terang dan penyelesaian. Organisasi yang
berkonflik harus bernegosiasi untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dari
pihak lain yang ingin memiliki dan memilikinya juga.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang di sampaikan, maka makalah ini akan membahas
tentang Konflik dan Negosiasi yang terdiri dari beberapa sub-judul, yakni:
tentang definisi konflik, Penyebab Konflik, Proses Konflik, jenis konflik,
penyelesaian konflik, definisi negosiasi,Strategi Negosiasi ,proses perundingan,
cara negosiasi dan taktik negosiasi.

1.3 Tujuan
Berpijak dari rumusan masalah di atas, maka makalah ini bertujuan agar
pembaca mampu memahami tentang definisi konflik, Penyebab Konflik, Proses
Konflik, jenis konflik, penyelesaian konflik, definisi negosiasi,Strategi
Negosiasi ,proses perundingan, cara negosiasi dan taktik negosiasi.

5
6
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Konflik
2.1.1 Definisi Konflik
Konflik merupakan perbedaan atau pertentangan antar individu
atau kelompok sosial yang terjadi karena perbedaan kepentingan, serta
adanya usaha memenuhi tujuan dengan jalan menentang pihak lawan
disertai dengan ancaman atau kekerasan (Soerjono Soekanto, 2006).
Adapun definisi konflik menurut beberapa ahli yaitu:

1) Menurut Webster istilah conflict dalam bahasa latinnya


berarti suatu perkelahian, peperangan atau perjuangan, yaitu berupa
konfrontasi fisik antar beberapa pihak (Pruit dan Rubin, 2009: 9).

2) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun


Poerwadarminta, konflik berarti pertentangan atau percekcokan.
Pertentangan sendiri muncul ke dalam bentuk pertentangan ide
maupun fisik antara dua belah pihak berseberangan

3) Pruitt dan Rubin mendefinisikan konflik sebagai sebuah


persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of
interest), atau suatu kepercayaan beranggapan bahwa aspirasi pihak-
pihak yang berkonflik tidak dapat menemui titik temu yang sepaham
(Pruitt dan Rubin, 2009: 9). Kepentingan yang dimaksud adalah
perasaan orang mengenai apa yang sesungguhnya diinginkannya,
dimana perasaan tersebut cenderung bersifat sentral dalam pikiran dan
tindakan orang yang membentuk inti dari banyak sikap, tujuan dan
niatnya. Pengertian konflik diatas dapat disimpulkan bahwa konflik

7
merupakan suatu keadaan dari akibat adanya pertentangan antara
kehendak, nilai atau tujuan yang ingin dicapai yang menyebabkan
suatu kondisi tidak nyaman baik didalam diri individu maupun antar
kelompok.

2.1.2 Faktor Penyebab Konflik


Faktor penyebab atau akar-akar pertentangan atau konflik
(Soerjono Soekanto, 2006: 91-92), antara lain:

1) Perbedaan antara individu-individu Perbedaan pendirian dan


perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka, terutama
perbedaan pendirian dan perasasaan diantara mereka.

2) Perbedaan kebudayaan Perbedaan kepribadian dari orang


perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi
latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian, yang
sedikit banyak akan mempengaruhi kepribadian seseorang dalam
kebudayaan tersebut.

3) Perbedaan kepentingan Perbedaan kepentingan antara


individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari pertentangan
baik kepentingan ekonomi, politik, dan sebagainya.

4) Perubahan sosial Perubahan sosial yang berlangsung


dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat yang dapat menyebabkan munculnya golongan-
golongan yang berbeda pendiriannya.

8
2.1.3 Proses Konflik
Menurut Robbins & Judge (2013) proses konflik dapat
dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan yaitu,
potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi,
maksud, perilaku, dan hasil.

Gambar 1. Proses Konflik

Tahap 1 : Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan

Tahap pertama dalam proses konflik adalah munculnya


kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik.
Kondisi-kondisi tersebut tidak mesti mengarah langsung ke konflik,
tetapi salah satu darinya diperlukan jika konflik hendak muncul.
Kondisi-kondisi tersebut (sebab atau sumber konflik) dapat dipadatkan
ke dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur, dan variabel-
variabel pribadi.

9
Komunikasi, komunikasi dapat menjadi sumber konflik.
Komentar dari beberapa individu yang sedang berbicara
mempresentasikan dua kekuatan berlawanan yang muncul akibat
kesulitan semantik, kesalahpahaman, dan kegaduhan pada saluran
komunikasi.

Struktur, istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk


mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam
tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan
yuridiksi, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan,
sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antarkelompok. Penelitian
menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya
yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin
terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan
terjadinya konflik. Masa kerja dan konflik berkorelasi terbalik. Potensi
konflik cenderung paling tinggi jika anggota-anggota kelompok lebih
muda dan ketika tingkat perputaran karyawan tinggi.Kelompok-
kelompok dalam organisasi memiliki tujuan yang beragam.
Beragamnya tujuan di antara kelompok-kelompok ini merupakan salah
satu sumber utama konflik. Ada indikasi bahwa gaya kepemimpinan
yang melekat dapat meningkatkan potensi konflik, tetapi bukti
pendukungnya tidak kuat. Selain itu, terdapat pula indikasi bahwa
partisipasi dan konflik sangat berkorelasi karena partisipasi
mendorong dipromosikannya perbedaan. Sistem imbalan juga
diketahui menciptakan konflik ketika perolehan salah seorang anggota
dipandang merugikan anggota lain. Terakhir, jika sebuah kelompok
bergantung pada kelompok lain atau saling ketergantungan

10
memungkinkan satu kelompok mendapat hasil sembari merugikan
kelompok lain,daya konflik pun akan terangsang.

Variabel-variabel pribadi, jadi kategori terakhir dari sumber-


sumber konflik yang potensial adalah faktor-faktor pribadi. Faktor ini
mencakup sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik
kepribadian yang menyebabkan perbedaan individual, seperti
kepribadian yang otoriter, emosi, dan nilai-nilai.

Tahap 2 : Kognisi dan personalisasi

Kognisi dan personalisasi yaitu tahap dimana isu-isu konflik


biasanya didefinisikan dan pada gilirannya akan menentukan jalan
panjang menuju akhir penyelesaian konflik. Sebagai contoh, emosi
yang negatif dapat menyebabkan peremehan persoalan, menurunnya
tingkat kepercayaan dan interpretasi negatif atas perilaku pihak lain.
Sebaliknya, perasaan positif dapat meningkatkan kemampuan untuk
melihat potensi hubungan diantara elemen-elemen suatu masalah,
memandang secara lebih luas suatu situasi dan mengembangkan
berbagai solusi yang lebih inovatif. Konflik disyaratkan adanya
persepsi dengan kata lain bahwa tidak berarti konflik itu personalisasi.
Selanjutnya konflik pada tingkatan perasaan yaitu ketika orang mulai
terlibat secara emosional.

Tahap 3 : Maksud

Maksud mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan


perilaku luaran mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak
dengan cara tertentu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata
karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain.

11
Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan
perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat
maksud seseorang. muncul karena salah-satu pihak salah dalam
memahami maksud pihak lain.

Dengan menggunakan dua dimensi yaitu pertama, sifat


kooperatif (kadar sampai mana salah-satu pihak berusaha memuaskan
kepentingan pihak lain). Kedua, sifat tegas (kadar sampai mana salah-
satu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri).
Adapun lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasikan,
yaitu sebagai berikut: bersaing (tegas dan tidak kooperatif), bekerja
sama (tegas dan kooporatif), menghindar (tidak tegas dan tidak
kooperatif), akomodatif (tidak tegas dan kooperatif), dan kompromis
(tengah-tengah antara tegas dan kooperatif).

- Bersaing, hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi


seseorang tanpa memedulikan dampaknya terhadap orang lain yang
berkonflik dengannya.

- Bekerja Sama, merupakan suatu situasi di mana pihak-pihak


yang berkonflik ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua
belah pihak.

- Menghindar, merupakan hasrat untuk menarik diri dari atau


menekan sebuah konflik.

- Akomodatif, kesediaan salah satu pihak yang berkonflik


untuk menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya
sendiri.

12
- Kompromis, suatu situasi di mana masing-masing pihak yang
berkonflik bersedia mengalah dalam satu atau lain hal.

Tahap 4 : Perilaku

Meliputi pernyataan aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-


pihak yang berkonflik. Dengan demikian dalam konflik dibutuhkan
teknik-teknik manajemen konflik sehingga mendorong konflik
mencapai tingkat konflik yang diinginkan. Untuk meredakan konflik
yang ada, diperlukan untuk mempelajari teknik-teknik manajemen
konflik. Manajemen konflik adalah pemanfaatan teknik-teknik resolusi
dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang
diinginkan.

Tahap 5: Hasil

Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik


menghasilkan konsekuensi. Konsekuensi atau akibat ini bisa saja
bersifat fungsional atau disfungsional. Dikatakan bersifat fungsional
ketika konflik tersebut justru menghasilkan perbaikan kinerja
kelompok, sedangkan disfungsional adalah ketika konflik tersebut
menjadi penghambat kinerja kelompok.

1. Hasil Fungsional

Menjelaskan bahwa konfik dapat menjadi suatu penggerak


yang meningkatkan kinerja kelompok. Konflik bersifat konstruktif
ketika hal tersebut memperbaiki kualitas keputusan, merangsang
kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan keingintahuan di antara
anggota-anggota kelompok, menyediakan media atau sarana untuk

13
mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan, serta
menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan perubahan.
Selain itu, heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat
meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan
memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas
anggota.

2. Hasil Disfungsional

Menjelaskan bahwa konflik dapat menghambat kinerja dari


sebuah kelompok. Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak
diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya
kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh
dominasi perselisihan antaranggota. Yang lebih ekstrem, konflik dapat
menghentikan kelompok yang sedang berjalan dan secara potensial
mengancam kelangsungan hidup kelompok.

3. Menciptakan Konflik Fungsional

Tampaknya terdapat kesepakatan umum bahwa menciptakan


konflik fungsional merupakan pekerjaan yang sulit, salah satunya
karena masih adanya paham anti konflik, budaya anti konflik semacam
itu mungkin telah dapat ditolerir pada masa lalu, tetapi tidak dalam
ekonomi global dengan persaingan ganas seperti sekarang ini.
Orgnisasi-organisasi yang tidak mmendorong dan mendukung
perbedaan pandangan mungkin tidak akan hidup. Contoh nyatanya
Walt Disney Company sengaja mendorong pertemuan-pertemuan
besar, kusut dan kacau demi menciptakan friksi dan merangsang
gagasan yang kreatif. Satu bahan baku yang umum dalam organisasi-

14
organisasi yang sukses menciptakan konflik fungsional adalah bahwa
mereka menghargai perbedaan pendapat dan menghukum penghindar
konflik.

2.1.4 Jenis Konflik


Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam:

1. Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya


antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran
(role))

2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar


gank).

3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi


melawan massa).

4. Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)

5. Konflik antar atau tidk antar agama

6. Konflik antar politik.

2.1.5 Penyelesaian Konflik


Terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan konflik (Soerjono
Soekanto, 1990: 77-78), yaitu:

1) Coercion (Paksaan)
Penyelesaiannya dengan cara memaksa dan menekan pihak lain
agar menyerah. Coercion merupakan suatu cara dimana salah satu
pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan

15
pihak lawan. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak
harus mengalah dan menyerah secara terpaksa.
2) Compromise
Suatu cara dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi
tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan
yang ada.
3) Arbitration
Merupakan suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan diantara
kedua belah pihak. Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua
pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan
mengikat.
4) Mediation (Penengahan)
Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi
sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta,
menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan
memperjelas masalah serta melapangkan jalan untuk pemecahan
masalah secara terpadu.
5) Conciliation
Merupakan suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-
keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu
persetujuan bersama.
Konsep sentral dari teori konflik adalah wewenang dan posisi
yang keduanya merupakan fakta sosial. Distribusi wewenang dan
kekuasaan secara tidak merata menjadi faktor yang menentukan
konflik sosial secara sistematik, karena dalam masyarakat selalu
terdapat golongan yang saling bertentangan yaitu penguasa dan
yang dikuasai (Soetomo, 1995: 33). Teori konflik melihat apapun

16
keteraturan yang terdapat dalam masyarakat merupakan
pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas
dan menekankan peran kekuasaan dalam mempertahankan
ketertiban dalam masyarakat (George Ritzer dan Douglas J.
Goodman, 2008: 153).

2.2 Negosiasi
2.2.1 Definisi Negosiasi

Menurut Robbins & Judge (2013) negosiasi yaitu sebagai suatu


proses yang terjadi di mana dua pihak atau lebih menyepakati
bagaimana cara mengalokasikan sumber daya yang langka. Menurut
Ivancevich (2007) negosiasi merupakan sebuah proses di mana dua
pihak (atau lebih) yang berbeda pendapat berusaha mencapai
kesepakatan. Menurut Sopiah (2008) negosiasi merupakan suatu
proses tawar-menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi
adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik
dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan
pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.

2.2.2 Strategi Negosiasi


Menurut Robbins & Judge (2013) ada dua pendekatan umum
terhadap negosiasi yaitu negosiasi distributif dan negosiasi integratif.

a. Negosiasi Distributif

Negosiasi distributif adalah perundingan yang berusaha untuk


membagi sejumlah tetap sumber daya. Ciri yang paling khas dari

17
negosiasidistributif ini yaitu berjalan pada kondisi jumlah nol. Artinya,
setiap hasil yang dirundingkan adalah atas hasil perundingan bersama.

a. Negosiasi Integratif

Negosiasi yang mengusahakan satu penyelesaian atau lebih yang dapat


menciptakan suatu pemecahan saling menguntungkan. Negosiasi
antara penjualan kredit merupakan contoh negosiasi integratif. Berbeda
dengan Negosiasidistributif, pemecahan masalah integratif berjalan
dengan pengandaian bahwa terdapat satu atau lebih penyelesaian yang
akan menciptakan pemecahan masing-masing.

Dari segi perilaku intraorganisasi, negosiasi integratif lebih disukai


daripada tawar-menawar distributif. Negosiasi integratif mengikat para
perundingan dan memungkinkan masing-masing untuk meninggalkan
meja perundingan dengan perasaan mendapat kemenangan. Di satu sisi
lain, negosiasi distributif meninggalkan satu pihak sebagai pihak yang
kalah.

Menurut Kreitner dan Knicki (2004) Negosiasi integratif di dalam


perilaku intraorganisasi ini dapat memberi keuntungan karena dapat
membina hubungan jangka panjang dan mempermudah kerja sama di
masa mendatang.

Menurut Luthan (2005) perbedaan antara tawar menawardistributif


dengan tawar menawarintegratif dapat dilihat pada gambar gambar
berikut:

18
Gambar 2. Perbedaan Tawar Menawar Distributif dengan Integratif

2.2.3 Proses Perundingan


1. Persiapan dan Perencanaan: apa yang diinginkan dari perundingan, dan
bagaimana sejarah yang mendorong perundingan tersebut.

2. Ketentuan aturan-aturan dasar: siapa yang akan terlibat, dimana diadakan, isu-
isu apa yang akan dibahas.

3. Penjelasandan pembenaran: menerangkan, menegaskan, memperjelas,


memperkuat dan membenarkan tuntutannya kepada pihak yang lain.

4. Tawar-menawar dan pemecahan masalah: hakikat proses perundingan adalah


beri – ambil yang aktual dalam upaya memperbincangkan suatu persetujuan.

19
5. Penutupan dan implementasi: langkah terakhir dalam proses perudingan
memformalkan persetujuan yang telah dikerjakan dan melakukan
pemantauan.

2.2.4 Cara Negosiasi


Langkah-langkah perundingan sebagai berikut :

1) Perkenalan

Bersikaplah ramah terhadap pihak lain dan ciptakan suasana yang


santai dan tidak tegang.

2) Peninjauan umum

i. Jelaskan keinginan serta sasaran yang akan dicapai dari kedua belah
pihak.

ii. Sebutkan setiap perbedaan yang ada atau harapan yang ada di masing-
masing kedua belah pihak/posisi masing-masing.

3) Latar Belakang

Tinjaulah catatan kegiatan yang ada sebelum perundingan, jika


adainterpretasi/tafsiran yang berbeda mengenai persoalan yang akan
dibahas, makaluruskanlah perbedaan-perbedaantersebut.

4) Penjabaran Pokok-pokokPersoalan

Uraikan secara terinci apa yang ingin anda pecahkan/rundingkan, jika


mungkinmulailah dengan persoalan yang kemungkinan akan
mendapatkan persetujuan.

20
Hubungkan pokok-pokokpersoalan yang ada, jika memungkinkan
pecahkanpersoalan yang lebih mudah dahulu atau pemecahan
persoalan yang sekaligusmenjawab pokok persoalan yang lain.

5) Rundingkan Persoalan

Mulailah dengan mengajukan apa yang anda inginkan dan sebaliknya.


Karenakedua belah pihak ingin mendapatkan sebanyak mungkin
informasi agarmenemukan solusi atau pemecahan masalah dengan
baik. Dalam hal ini tentuakan timbul konflik kepentingan yang tidak
bisa dihindari.

6) Kompromi

Agar kita mendapatkan sesuatu, tentu kita harus memberikan pula


sesuatu kepadapihak lain sebagai imbalannya. Jika kompromi sulit
tercapai, maka beralihlah kesituasi meminta bantuan orang lain yang
dianggap dapat menjembatani pemecahan persoalan tersebut.

7) Penyelesaian

Jika persetujuan sudah disepakati oleh kedua belah pihak, maka


dibuatlahdokumentasi dengan baik atau nota persetujuan bersama dan
ditandatangaibersama.

2.2.5 Taktik Negosiasi


Dalam proses negosiasi, pihak-pihak yang berselisih seringkali
menggunakan

berbagai taktik agar agar dapat memperoleh hasil yang diinginkan.


Arbono (2005), menyarankan beberapa taktit sebagai berikut :

21
1. Membuat Agenda.

Taktit ini harus digunakan karena dapat memberikan waktu kepada


pihak-pihak yang berselisih setiap masalah yang ada secara berurutan
dan mendorong mereka untuk mencapai kesepakatan atas keseluruhan
paket perundingan.

2. Bluffing.

Taktik klasik yang sering digunakan para negosiator, bertujuan


mengelabui lawan berundingnya dengan membuat distorsi kenyataan
yang ada dan membangun suatu gambaran yang tidak benar. Contoh:
Pihak pengusaha menunjukkan bahwa mereka tidak peduli sama
sekali dengan ancaman pihak pekerja untuk melakukan pemogokan
bila perundingan gagal (padahal sebenarnya mereka khawatir bila
pemogokan terjadi).

3. Membuat tenggat waktu (deadline).

Taktik ini digunakan bila salah satu pihak yang berunding ingin
mempercepat penyelesaian proses perundingan dengan cara
memberikan tenggat waktu kepada lawannya untuk segera mengambil
keputusan. Contoh: Pihak pengusaha menyatakan kepada pihak
pekerja, bahwa bila paket PHK yang ditawarkan tidak diambil
sekarang, maka paket PHK yang akan diberikan berikutnya akan lebih
rendah dari yang ditawarkan saat ini.

4) Good Guy Bad Guy.

Taktik ini digunakan dengan cara menciptakan tokoh “jahat” dan


“baik” pada salah satu pihak yang berunding. Tokoh “jahat” ini

22
berfungsi untuk menekan pihak lawan sehingga
pandanganpandangannya selalu ditentang oleh pihak lawannya,
sedangkan tokoh “baik” ini yang akan menjadi pihak yang dihormati
oleh pihak lawannya karena kebaikannya. Sehingga pendapatpendapat
yang dikemukakannya untuk menetralisir pendapat tokoh “jahat”,
sehingga dapat diterima oleh lawan berundingnya.

5) The art of Concecion.

Taktik ini diterapkan dengan cara selalu meminta konsesi dari lawan
berunding atas setiap permintaan pihak lawan berunding yang akan
dipenuhi. Contoh: Pihak pengusaha sepakat untuk memberikan
kenaikan gaji yang diminta pihak pekerja asal pihak pekerja sepakat
untuk mendukung pihak pengusaha mengurangi jumlah pekerja.

6) Intimidasi.

Taktik ini dilakukan bila salah satu pihak membuat ancamankepada


lawan berundingnya agar menerima penawaran yang ada, dan
menekankan konsekwensi yang akan diterima bila tawaran ditolak.

23
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konflik adalah suatu bentuk konflik antara dua pihak atau lebih
dimana salah satu pihak merasa dirugikan atau terpengaruh secara negatif,
sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap perilaku pihak lain.
Dalam suatu organisasi, konflik dapat timbul dalam diri individu, antar
individu, dalam kelompok, antar kelompok, dan antar organisasi, baik
vertikal maupun horizontal, karena karakteristik individu, masalah
komunikasi, dan perbedaan struktur organisasi. Keterampilan seorang
manajer dalam manajemen konflik diperlukan agar semua konflik dapat
dioptimalkan untuk bekerja. Kegagalan untuk mengelola hasil konflik
dalam efektivitas organisasi yang dikompromikan. Ada tiga perspektif
tentang konflik, yaitu perspektif tradisional, perspektif interpersonal, dan
perspektif interaksional. Proses konflik terdiri dari lima fase yaitu potensi
konflik atau ketidakharmonisan, kognisi dan personalisasi, niat, perilaku
dan konsekuensi.
Negosiasi adalah bagian penting dari kehidupan sehari-hari untuk
bertahan dalam bisnis atau bidang lainnya. Dalam proses negosiasi, tidak
jarang muncul konflik yang mengangkat masalah yang melekat dari
tingkat yang sederhana ke tingkat yang kompleks dan dengan demikian
mengganggu jalannya negosiasi. Agar negosiasi berjalan dengan baik,
negosiasi harus memiliki lima tahapan, yaitu persiapan dan perencanaan,
definisi dan aturan main, penjelasan dan penalaran, negosiasi dan
pemecahan masalah, keputusan dan implementasi. Ada dua strategi
negosiasi, yaitu negosiasi perpecahan dan negosiasi terpadu. Ada

24
perbedaan individu dalam negosiasi, termasuk peran temperamen dan
sifat kepribadian, perbedaan gender dalam negosiasi, dan dampak
perbedaan budaya pada gaya negosiasi. Ketika negosiasi menemui jalan
buntu, terkadang pihak ketiga sengaja terlibat dalam proses negosiasi
sejak awal. Pihak ketiga memiliki tiga peran dasar, yaitu arbiter
(koordinator), arbiter (hakim) dan arbiter (mediator).

3.2 Saran
Konflik selalu muncul ketika pendapat satu pihak berbeda dengan
pihak lain. Untuk memanfaatkan konflik secara optimal dalam negosiasi
dan mengurangi dampak negatifnya, konflik dapat dikelola dengan
menghindari dan menangani konflik sehingga tujuan dan sasaran
negosiasi dapat tercapai. Setiap konflik harus dikelola dengan baik agar
konflik yang dihadapinya dapat memberikan dampak positif bagi
organisasi.

Sebelum bernegosiasi, negosiator harus membiasakan diri dengan


situasi yang ada, dalam bernegosiasi harus selalu fokus pada tujuan awal
dengan menerapkan strategi negosiasi, memahami banyak tentang proses
negosiasi sehingga dapat mengatur negosiasi dan mendapatkan umpan
balik yang positif. . pada hasil negosiasi ini. Berhasil atau tidaknya
negosiasi juga dapat ditentukan oleh keterampilan negosiator, sehingga ia
harus memiliki keterampilan bernegosiasi dengan pihak yang
bernegosiasi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Dahrendorf, Ralf. 1986. Konflik dan Konflik Dalam masyarakat Industri.Jakarta.


Rajawali Pers.
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008 “Teori Sosiologi Moderen”. Jakarta :
Kencana Prenada Media Grup
Ivancevich, John. 2007. Perilaku & Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga
K. B. B. I. 2022. Kata Konflik di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
https://kbbi.web.id/konflik di akses 19 November 2022
Kreitner, Robert & Kinicki, Angelo. 2007. “Organizational Behaviour “, Seventh
Edition, Mc.Graw Hill International.
Lasmahadi, A. 2005. Peran-Peran Baru Bagi Fungsi Sumber Daya Manusia dan Para
Praktisinya.
Pruitt, Dean G dan Jeffrey Z. Rubin. 2009. Teori Konflik Sosial. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta
Robbins, Stephen P & Judge, Timothy A. 2013. Organizational Behavior Edition 15.
New Jersey: Pearson Education
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: Raja Grafindo Persada
Soetomo. 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Jaya
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: CV Andi Offset.

26

Anda mungkin juga menyukai