Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

DINAMIKA MASALAH DAN CARA MENYELESAIKANNYA


Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Kemahiran Litigasi

Dosen Pengampu : Dr. Muhammad Kholidul Adib, SHI, MSI

Disusun Oleh:

1. Rahmawati Wahyu Aribayanah (2002026107)


2. Rangga Ahmad Arsilan (2002026108)
3. Hilmi Mardinda Putri (2102026056)

HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah limpakan kepada baginda tercinta kita Nabi Muhammad SAW yang selalu kita
nantikan syafaat-Nya kelak di akhirat nanti.

Makalah yang kami buat dengan judul “Dinamika Masalah Dan Cara
Menyelesaikannya”

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik segi
penyusunan, bahasa, maupun penulisanya dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan didalamnya, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkermbangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Semarang, 6 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................ Error! Bookmark not defined.I

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3

BAB I ......................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4

A. Latar Belakang .................................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 4

C. Tujuan………………………………………………………………………………………1

BAB II...................................................................................... Error! Bookmark not defined.

PEMBAHASAN ...................................................................... Error! Bookmark not defined.

A. Pengertian Masalah, Konflik, dan Sengketa ..................... Error! Bookmark not defined.

B. Cara Menyelesaikan Sengketa Litigasi Dan Non Litigasi .................................................. 3

C. Praktek Membuat Sinopsis Sengketa Perdata Dan Perkara Pidana .................................... 4

BAB III ...................................................................................................................................... 7

PENUTUP.................................................................................................................................. 7

A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 7

B. Saran ................................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 8


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Konflik merupakan suatu fenomena sosial yang sering terjadi dalam masyarakat. pada
dasarnya, manusia merupakan mahluk sosial yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang
berbeda dimana dari perbedaan itulah ada kalanya memunculkan suatu pertentangan atau
konflik.

Sebagaimana konflik didefinisikan sebagai kondisi yang ditimbulakan oleh adanya


kekuatan yang saling bertentangan (Niniek dan Yusniati, 2007:30). Konflik merupakan gejala
kemasyarakatan yang melekat di dalam kehidupan masyarakat, dan oleh karenanya tidak
mungkin dilenyapkan. sebagai gejala kemasyarakat yang melekat di dalam kehidupan setiap
masyarakat. ia akan lenyap bersama lenyapnya masyarakat itu sendiri.

Konflik adalah suatu pertentangan secara langsung dan sadar antara individu atau
kelompok untuk mencapai cita-cita bersama. Dalam menciptakan cita-cita bersama, pihak
lawan yang terlibat dalam konflik itu perlu dihabisi terlebih dahulu. Dalam situasi konflik,
karena adanya perasaan permusuhan yang kuat, kerap kali peniadaan lawan lebih penting dari
pencapaian cita-cita (Rahman, 2011:57).

Konflik bisa terjadi dalam jenis masyarakat atau stuktur sosial manapun. Demikian itu
disebabkan adanya tuntutan individu-individu atau kelompok-kelompok yang bertentangan
dari waktu-kewaktu. Konflik tentang cita-cita, nilai atau kepentingan adalah berfungsi kalau
konflik itu tidak berlawanan dengan anggapan dasar tentang hubungan sosial. Konflik seperti
ini dapat menyesuaikan kembali norma-norma dan hubungan sosial.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka muncullah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi dari Masalah, Konflik, dan Sengketa ?
2. Bagaimana cara Menyelesaikan Sengketa Litigasi Dan Non Litigasi ?
3. Bagaimana Praktek Membuat Sinopsis Sengketa Perdata Dan Perkara Pidana ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi Dari Masalah, Konflik, dan Sengketa
2. Mengetahui cara Menyelesaikan Sengketa Litigasi Dan Non Litigasi
3. Mengetahui Praktek Membuat Sinopsis Sengketa Perdata Dan Perkara Pidana
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Masalah, Konflik, dan Sengketa


 MASALAH

Secara umum masalah dapat di definisikan sebagai suatu kondisi Dimana sesuatu hal
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Diantara kondisi dan harapan, itulah yang disebut
dengan permasalahan. atau dengan kata lain masalah dapat didefinisikan sebagai kesenjangan
antara harapan dengan realita yang ada.Dengan kata lain masalah diartikan sebagai
kesenjangan antara teori dengan realita fakta.

Masalah merupakan suatu kondisi yang tidak terduga atau beda dengan apa yang
diharapkan. Berdasarkan tingkat penyelesaiannya, masalah dibagi menjadi tiga, yaitu:

 Masalah Sederhana
Adalah masalah yang paling mudah untuk diselesaikan.
 Masalah Sedang
Adalah masalah yang tidak mudah untuk dilakukan tetapi tetap dapat
diselesaikan
 Masalah Rumit
Adalah masalah yang sangat susah untuk dikendalikan.

 KONFLIK

Konflik ialah terjadinya gesekan antara dua individu, kelompok, organisasi, bahkan
negara dengan rakyatnya dan antar negara dikarenakan terjadinya suatu ketidak samaan dalam
mengartikulasikan suatu masalah sehingga akan terjadi suatu konflik. Instabilitas ekonomi,
keamanan, penegakan hukum hingga politik pemerintahan merupakan bumbu-bumbu yang
menyebabkan isu-isu tersebut muncul. Ketika ketidakmampuan Negara dalam menstabilkan
berbagai aspek dalam negara tetap berlangsung.

Konflik, dalam perspektif teoritik seperti dikemukakan oleh George Simmeldan Lewis
A Coserm merupakan bentuk interaksi yang menyangkut actor, tempat, waktu, serta intensitas
yang tunduk pada hokum perubahan. Secara umum konflik diartikan sebagai suatu pertarungan
antara dua pihak yang mencoba meraih tujuan yang berbeda dan memuaskan kepentingan yang
berlawanan1 . Konflik dapat juga definisikan sebagai perbedaan dan pertentangan kepentingan,

1
. Nurhasim, Konflik Dan DinamikaPolitikLokal: KelasPemodal-Negara Versus Masyarakat, Jakarta,
PusatPenelitianPolitik-LIPI (P2P-LIPI), 2002, Hlm 13
pendapat, ide atau faham, baik dalam bentuk kekerasan (violent), maupun dalam kadar rendah,
yang tidak menggunakan cara kekerasan (non violent).

Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya
kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatankekuatan ini bersumber pada keinginan manusia.
Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat,
persaingan dan permusuhan.

 SENGKETA

Adalah menurut kamus besar bahasa Indonesia sengketa dapat diartikan segala
sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat,pertikaian,dan pembantahan.

Sengketa adalah perbedaan kepentingan antar individu atau lembaga pada objek yang
sama yang dimanifestasikan dalam hubungan-hubungan di antara mereka.salah satu contoh
sengketa adalah sengketa tanah.

B. Cara Menyelesaikan Sengketa Litigasi Dan Non Litigasi

Penyelesaian sengketa adalah suatu penyelesaian perkara yang dilakukan antara salah
satu pihak dengan pihak yang lainnya. Penyelesaian sengketa terdiri dari dua cara yaitu melalui
litigasi (pengadilan) dan non litigasi (luar pengadilan). Dalam proses penyelesaian sengketa
melalui litigasi merupakan sarana terakhir (ultimum remidium) bagi para pihak yang
bersengketa setelah proses penyelesaian melalui non litigasi tidak membuahkan hasil.
Litigasi adalah persiapan dan presentasi dari setiap kasus, termasuk juga memberikan
informasi secara menyeluruh sebagaimana proses dan kerjasama untuk mengidentifikasi
permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak terduga. Sedangkan Jalur litigasi
adalah penyelesaian masalah hukum melalui jalur pengadilan. Umumnya, pelaksanaan gugatan
disebut litigasi. Gugatan adalah suatu tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana
penggugat, pihak yang mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan
terdakwa, menuntut upaya hukum atau adil. Terdakwa diperlukan untuk menanggapi keluhan
penggugat. Jika penggugat berhasil, penilaian akan diberikan dalam mendukung penggugat,
dan berbagai perintah pengadilan mungkin dikeluarkan untuk menegakkan hak, kerusakan
penghargaan, atau memberlakukan perintah sementara atau permanen untuk mencegah atau
memaksa tindakan. Orang yang memiliki kecenderungan untuk litigasi daripada mencari solusi
non-yudisial yang disebut sadar hukum.
Jalur non litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Jalur non-
litigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif. Penyelesaian perkara diluar
pengadilan ini diakui di dalam peraturan perundangan di Indonesia. Pertama, dalam penjelasan
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman disebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian
atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan. Kedua, dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dalam Pasal 1 angka 10
dinyatakan bahwa Alternatif Penyelesaian Perkara (Alternatif Dispute Resolution)
adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara negosiasi, mediasai, konsiliasi
dan arbitrase.

C. Sinopsis Sengketa Perdata Dan Perkara Pidana

 Penyelesaian Sengketa Perdata

Timbulnya sengketa bermula dari adanya konflik yang disebabkan oleh terjadinga
benturan atau perbedaan kepentingan satu pihak dengan pihak lain. Di dalam kehidupan
bermasyarakat setiap individu mempunyai kepentingan yang berbeda satu sama lain,
adakalanya kepentingan-kepentingan itu saling bertentangan satu sama lain dan dapat
menimbulkan sengketa. Konflik dapat terjadi ketika dua orang atau lebih terlibat dalam suatu
peristiwa atau keadaan yang sama naumn belum tentu mereka memandang peristiwa itu dari
kacamata yang sama.

Suatu konflik dapat berasal dari perikatan atau di luar perikatan. Konflik yang berasal
dari perikatan timbul apabila salah satu pihak dalam perjanjian melakukan wanprestasi atau
mengingkari isi perjanjian. Satu pihak memandang isi perjanjian harus dipenuhi, pihak lain
memandang bahwa ketentuan atau isi perjanjian tersebut dapat diingkari, sedangkan konflik
yang timbul di luar perikatan terjadi pada konflik-konflik yang melibatkan masyarakat
didalamnya, seperti misalnya kasus pencemaran lingkungan hidup.

Pada dasarnya penyelesaian sengketa perdata dilakukan secara damai dengan cara
dilakukan perdamaian antara para pihak yang bersengketa, karena timbulnya sengketa
berpamgkal pada kepentingan pribadi masing-masing yang saling berbenturan, sehingga
penyelesaian masalahnya sangat tergantung pada inisiatif para pihak. Penyelesaian sengketa
perdata dapat dilakukan baik secara konvensional melalui pengadilan (secara litigasi), atau
dengan menggunakan penyelesaian sengketa alternative di luar pengadilan.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan tunduk terhadap ketentuan hukum acara


perdata, yaitu HIR (het Herzienne Indonesisch Reglement) untuk wilayah Jawa dan Madura,
RBg (Rechtsreglement Buitengeweisten), serta peraturan perundang-undangan lainnya yang
mengatur mengenai acara perdata.

Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang
harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan, dan cara bagaimana pengadilan itu harus
bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.2
Dengan kata lain Hukum Acara Perdata adalah sekumpulan peraturan yang mengatur cara
bagaimana seseorang harus bertindak terhadap orang lain, atau bagaimana seseorang dapat
bertindak terhadap Negara atau badan hukum (juga sebaliknya) seandainya hak dan

2
Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1992, hlm. 13.
kepentingan mereka terganggu, melalui suatu badan yang disebut badan peradilan, sehingga
terdapat tertib hukum.

Menurut Pasal 10 Undang-Undang No.4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman,


kita mengenal 4 macam Badan Peradilan, yaitu Peradilan Umum. Peradilan Agama, Peradilan
Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Semua badan peradilan ini bermuara di Mahkamah
Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi. Di samping Mahkamah Agung, Indonesia juga
memliki Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan pada tingkat pertama dan terakhir
dengan kewenangan yang berbeda. Dengan demikian saat ini kekuasaan kehaliman di
Indonesia berada di tangan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

Proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan, terdiri dari beberapa tahapan yang
dilakukan secara berurutan, dimulai dari pengajuan gugatan oleh penggugat, jawaban dari
tergugat, replik dari penggugat dan duplik dari tergugat, pembuktian baik dari penggugat
maupun tergugat, kesimpulan baik dari penggugat maupun tergugat, dan putusan hakim. Bila
dikehendaki pihak yang merasa kalah atau dirugikan oleh putusan hakim tersebut dapat
mengajukan upaya hokum baik biasa maupun luar biasa.

 Penyelesaian Sengketa Pidana

Perkara pidana pada prinsipnya tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme Mediasi.
Namun dalam praktek, sering juga perkara pidana diselesaikan melalui mekanisme mediasi,
yang merupakan inisiatif penegak hukum sebagai bagian dari penyelesaian perkara. Dengan
demikian, Pada kenyataannya mediasi sebenarnya dapat dijalankan dalam Sistem Peradilan
Pidana. Negara-negara yang telah menerapkan hal tersebut ialah Austria, Jerman, Belgia,
Perancis, Polandia, Slovenia, Canada, Amerika Serikat, Norwegia, Denmark, dan Finlandia.
Mediasi inilah yang disebut sebagai Mediasi Penal.3 Menurut DS. Dewi dan Fatahillah A.
Syukur, Mediasi Penal adalah Penyelesaian perkara pidana melalui musyawarah dengan
bantuan mediator yang netral, dihadiri korban dan pelaku beserta orang tua dan perwakilan
masyarakat, dengan tujuan pemulihan bagi korban, pelaku, dan lingkungan masyarakat.4

Dalam Hukum Positif Indonesia perkara pidana tidak dapat diselesaikan diluar proses
pengadilan, akan tetapi dalam hal-hal tertentu dimungkinkan pelaksanaanya. Dalam praktiknya
penegakan hukum pidana di Indonesai, walaupun tidak ada landasan hukum formalnya perkara
pidana sering diselesaikan diluar proses pengadilan melalui diskresi aparat penegak hukum,
mekanisme perdamaian, lembaga adat dan sebagainya. Konsekuensi makin diterapkan
eksistensi mediasi penal sebagai salah satu alternatif penyelesaian perkara dibidang hukum

3
Mansyur Ridwan, 2010, Mediasi Penal Terhadap Perkara KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga),
Yayasan Gema Yustisia Indonesia, Jakarta, h.166.
4
DS. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, 2011, Mediasi Penal : Penerapan Restorative Justice di Pengadilan
Anak Indonesia, Indie-Publishing, Depok, h.86.
pidana melalui restitusi dalam proses pidana menunjukkan, bahwa perbedaan antara hukum
pidana dan perdata tidak begitu besar dan perbedaan itu menjadi tidak berfungsi.5

Mediasi Penal yang menerapkan nilai-nilai Keadilan Restoratif bukanlah barang baru
bagi masyarakat Indonesia, malahan sekarang keadilan ini dikatakan sebagai pendekatan yang
Progresif seperti yang disampaikan oleh Marc Levin “Pendekatan yang dulu dinyatakan usang,
kuno dan tradisional dikatakan sebagai pendekatan yang progresif “6. Menurut Barda Nawawi
Arief, Alasan dipergunakan mediasi penal dalam penyelesaian perkara pidana adalah karena
ide dari mediasi penal berkaitan dengan masalah pembaharuan hukum pidana (Penal Reform),
berkaitan juga dengan masalah pragmatisme, alasan lainnya adalah adanya ide perlindungan
korban, ide harmonisasi, ide restorative justice, ide mengatasi kekakuan (formalitas) dan efek
negatif dari sistem peradilan pidana dan sistem pemidanaan yang berlaku, serta upaya
pencarian upaya alternatif pemidanaan (selain penjara). Sebenarnya dalam masyarakat
Indonesia penyelesaian suatu perkara baik perdata maupun pidana dengan Mediasi Penal bukan
hal baru, hal ini dibuktikan dengan adanya penyelesaian dengan pendekatan musyawarah. Bila
dilihat secara histories kultur (budaya) masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi
pendekatan consensus, yang lebih mengutamakan pengambilan keputusan secara tradisional
dan penyelesaian melalui mekanisme adat.

Menurut Mudzakkirmengemukakan beberapa kategorisasi sebagai tolok ukur dan


ruang lingkup terhadap perkara yang dapat diselesaikan di luar pengadilan melalui Mediasi
Penal adalah sebagai berikut:

1. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk kategori delik aduan, baik aduan yang
bersifat absolut maupun aduan yang bersifat relatif.
2. Pelanggaran hukum pidana tersebut memiliki pidana denda sebagai ancaman pidana dan
pelanggar telah membayar denda tersebut (Pasal 80 KUHP).
3. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk kategori “pelanggaran”, bukan “kejahatan”,
yang hanya diancam dengan pidana denda.
4. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk tindak pidana di bidang hukum administrasi
yang menempatkan sanksi pidana sebagai ultimum remedium.

5
Barda Nawawi Arief, 2008, Mediasi Penal Penyelesaian Perkara Diluar Pengadilan, Pustaka Magister,
Semarang, h. 4-5.
6
Marc Levin dalam Eva Achjani Zulfa, 2011, Pergeseran Paradigma Pemidanaan, Lubuk Agung,
Bandung, h. 67.
5. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk kategori ringan/serba ringan dan aparat
penegak hukum menggunakan wewenangnya untuk melakukan diskresi.
6. Pelanggaran hukum pidana biasa yang dihentikan atau tidak diproses ke pengadilan
(Deponir) oleh Jaksa Agung sesuai dengan wewenang hukum yang dimilikinya.
7. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk kategori pelanggaran hukum pidana adat
yang diselesaikan melalui lembaga adat.7

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perkembangan sengketa perdata dewasa ini dalam era pembangunan nasional,
seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi dan industri, di mana semakin berkembang
pula hubungan hukum/transaksi yang dilakukan oleh masyarakat, khususnya dalam bidang
perdagangan dan perbankan, semakin bertambah pula keanekaragaman sengketa perdata
yang timbul dengan berbagai permasalahannya. Seperti maraknya perbuatan hukum yang
dilakukan melalui internet, di mana tidak mungkin lagi dilakukan secara konkrit, kontan
dan komun, tetapi perbuatan hukum tersebut dilakukan dalam dunia maya secara tidak
kontan dan bersifat individual. Dengan sendirinya sengketa yang timbul karenanya juga
menjadi tidak lagi sederhana sifatnya.
Mediasi dapat dipergunakan dalam menyelesaikan perkara pidana. Akan tetapi
tidak semua perkara pidana yang dapat diselesaikan melalui mediasi, ada kategori tindak
pidana yang dapat diselesaikan dengan mediasi, Penerapan mediasi dalam perkara pidana
merupakan penjabaran nilai-nilai keadilan restoratif yang berorientasi pada penyelesaian
perkara yang menguntungkan semua pihak (korban, pelaku, dan pihak ketiga yaitu
masyarakat).
B. SARAN
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan pasti banyak
sekali ditemukan kekurangan dan harus banyak yang perlu dibenahi mulai dari materi,
kosa kata, bahasa, penulisan dan lain sebagainya. Untuk itu kami sangat membutuhkan

7
Mudzakkir, Dalam I Made Agus Mahendra Iswara, “Mediasi Penal Penerapan Nilai-Nilai Restoratif
Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana Adat Bali”, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta, 2013, h.55-56.
kritik dan saran untuk perbaikan kami dalam mengerjakan tugas selanjutnya. Terima kasih
telah membaca makalah kami, semoga bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Barda Nawawi Arief, 2008, Mediasi Penal Penyelesaian Perkara Diluar


Pengadilan, Pustaka Magister, Semarang.

DS. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, 2011, Mediasi Penal : Penerapan Restorative
Justice di Pengadilan Anak Indonesia, Indie-Publishing, Depok.

Mansyur Ridwan, 2010, Mediasi Penal Terhadap Perkara KDRT (Kekerasan


Dalam Rumah Tangga), Yayasan Gema Yustisia Indonesia, Jakarta.

Marc Levin dalam Eva Achjani Zulfa, 2011, Pergeseran Paradigma Pemidanaan,
Lubuk Agung, Bandung.

Mudzakkir, Dalam I Made Agus Mahendra Iswara, 2013, “Mediasi Penal


Penerapan Nilai-Nilai Restoratif Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana Adat Bali”,
Tesis,

Nurhasim, Konflik Dan DinamikaPolitikLokal: KelasPemodal-Negara Versus


Masyarakat, Jakarta, PusatPenelitianPolitik-LIPI (P2P-LIPI), 2002.

Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur Bandung,


Bandung, 1992, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai