Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Manajemen Konflik
“Negosiasi Sebagai Prosedur Penyelesaian dan Resolusi Konflik”

Dosen Pengampu: Era Aprianti, S.Pd.,ME

Disusun Oleh:
Kelompok 10
1. Dini Oktavia 504210064
2. Ilham Pramudiah 504210068

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah yang berjudul “Negosiasi Sebagai Prosedur Penyelesaian dan
resolusi Konflik” dapat tersusun sampai selesai tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu mata
kuliah Manajemen Konflik, yakni Ibu Era Aprianti, S.Pd.,ME yang telah
mendukung dan juga kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi untuk kedepannya.

Jambi, Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan penulisan ....................................................................................................2
BAB II .................................................................................................................................3
PEMBAHASAN .................................................................................................................3
A. Definisi Negosiasi....................................................................................................3
B. Strategi Negosiasi ...................................................................................................4
C. Proses Negosiasi......................................................................................................5
D. Devinisi Resolusi Konflik.......................................................................................7
BAB III ............................................................................................................................. 12
PENUTUP ........................................................................................................................ 12
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia tidak bisa menghindarkan diri dari berbagai konflik
dari beberapa aspek kehidupan. Perbedaan-perbedaan yang ada dan terjadi dalam
kebutuhan dari aspek-aspek yang dominan dalam mencapai serta menjadi tujuan
dalam kehidupan ini, akan memunculkan satu sengketa yang merupakan sebuah
konflik. Terjadinya konflik ini disebabkan karena adanya perbedaan didalam
kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah perbedaan jenis kelamin, strata sosial,
dan ekonomi, ideology, kepercayaan, sistem hukum, agama dan sebagainya.
Kata konflik berasal dari kata configere conflictus artinya saling
berbenturan yaitu semua bentuk benturan tabrakan ketidaksesuaian pertentangan
perkelahian oposisi dan interaksi yang antagonistis. Pengertian konflik menurut
joseph A.Devito, interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu
dengan yang lainnya, tidak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level
yang berbeda. Konflik dapat terjadi pada berbagai macam keadaan dan pada
berbagai tingkat kompleksitas. Organisasi perlu membuat definisi mengenai konflik
yang bisa diterima oleh organisasi. Apa yang termasuk konflik individu, apa yang
termasuk konflik organisasi, indikator terjadinya konflik, dan apakah konflik
merupakan konflik konstruktif atau konflik negatif. 1
Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial,
sehingga konflik bersifat inheren, artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap
ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Hal-hal yang mendorong timbulnya
konflik dan integrasi adalah adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial.
Didalam setiap kehidupan sosial tidak ada satu pun manusia yang memiliki
kesamaan yang persis baik dari unsur tekhnis. kepentingan, kemauan, kehendak,
tujuan, dan sebagainya. Dari setiap konflik ada beberapa diantaranya yang dapat di
selesaikan, akan tetapi ada juga yang tidak dapat diselesaikan sehingga menimblkan

1 Eko Sudarmanto dkk, Manajemen Konflik, Yayasan kita menulis, 2021, hal. 85

1
beberapa aksi kekerasan. Kekerasan merupakan gejala tidak dapat diatasinya akar
konflik sehingga menimbulkan kekerasan dari model kekerasan yang terkecil
hingga peperangan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Negosiasi?
2. Apa saja strategi yang digunakan saat Negosiasi ?
3. Apa yang dimaksud dengan Resolusi Konflik?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui maksud dari Negosiasi.
2. Untuk mengetahui strategi yang digunakan saat Negosiasi.
3. Untuk mengetahui maksud dari Resolusi konflik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Negosiasi
Menurut robbins & Judge negosiasi yaitu sebagai suatu proses yang terjadi
dimana dua pihak atau lebih menyepakati bagaimana cara mengalokasikan sumber
daya yang langka. Menurut Ivancevich negosiasi merupakan sebuah proses dimana
dua pihak atau lebih yang berbeda pendapat, berusaha mencapai kesepakatan.
Menurut Sopiah negosiasi merupakan suatu proses tawar menawar antara pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa negosiasi adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang
berkonflik dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan
pertentangan sesui dengan kesepakatan bersama.
Dengan kata lain negosiasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai
suatu keadaan yang dapat diterima kedua belah pihak. Negosiasi diperlukan ketika
kepentingan seseorang atau suatu kelompok tergantung pada perbuatan orang atau
kelompok lain yang juga memiliki kepentingan-kepentingan tersebut harus dicapai
dengan jalan mengadakan kerjasama. Negosiasi adalah pertemuan antara dua pihak
dengan tujuan mencapai kesepakatan atas pokok-pokok masalah yang penting
dalam pandangan kedua belah pihak, Dapat menimbulkan konflik di antara kedua
belah pihak, Membutuhkan kerjasama kedua belah pihak untuk mencapainya.
dalam komunikasi bisnis, negosiasi adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih
yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan, bertemu dan berbicara
untuk mencapai suatu kesepakatan.
Upaya negosiasi diperlukan manakala :
1. Tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan suatu hasil yang diinginkan.
2. Terjadi konflik antar para pihak, yang masing-masing pihak tidak mempunyai
cukup kekuatan atau mempunyai kekuasaan yang terbatas untuk menyelesaikannya
secara sepihak.
3. Keberhasilan kita dipengaruhi oleh kekuasaan atau otoritas dari pihak lain.

3
4. Tidak mempunyai pilihan yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah yang
kita hadapi atau mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. 2

Menurut Arbono Lasmahadi dalam Anna, upaya negosiasi tidak diperlukan


manakala :
1. Persetujuan atau kesepakatan bukanlah tujuan yang ingin dicapai oleh para pihak.
2. Salah satu atau kedua belah pihak berniat untuk merugikan atau menghancurkan
pihak lain.
3. Negosiator dari salah satu pihak mempunyai kekuasaan yang terbatas atau tidak
mempunyai kekuasaan sama sekali untuk mewakili kelompoknya dalam negosiasi.

B. Strategi Negosiasi
Menurut Robbins & Judge ada dua pendekatan umum terhadap negosiasi
yaitu negosiasi distributif dan negosiasi integratif.
a. Negosiasi Distributif
Negosiasi distributif adalah perundingan yang berusaha untuk membagi
sejumlah tetap sumber daya. Ciri yang paling khas dari negosiasidistributif ini
yaitu berjalan pada kondisi jumlah nol. Artinya, setiap hasil yang dirundingkan
adalah atas hasil perundingan bersama Pihak A dan B mewakili kedua
perunding. Tiap titik sasaran menetapkan apa yang ingin dicapainya. Masing-
masing juga mempunyai titik penolakan (resistance point) yang menandai hasil
terendah yang dapat diterima.
b. Negosiasi Integratif
Negosiasi yang mengusahakan satu penyelesaian atau lebih yang dapat
menciptakan suatu pemecahan saling menguntungkan. Negosiasi antara
penjualan kredit merupakan contoh negosiasi integratif. Berbeda dengan
negosiasi distributor, pemecahan masalah integratif berjalan dengan
pengandaian bahwa terdapat satu atau lebih penyelesaian yang akan
menciptakan pemecahan masing-masing.

2
Anna gustina zainal, teknik lobi dan negosiasi, bandar lampung 2017. Hal.14

4
Dari segi perilaku intraorganisasi, negosiasi integratif lebih disukai daripada
tawar-menawar distributif. Negosiasi integratif mengikat para perundingan dan
memungkinkan masing-masing untuk meninggalkan meja perundingan dengan
perasaan mendapat kemenangan. Di satu sisi lain, negosiasi distributif
meninggalkan satu pihak sebagai pihak yang kalah.

C. Proses Negosiasi
Menurut Robbins & Judge proses negosiasi memiliki suatu model yang
memiliki lima langkah, yaitu seperti pada gambar berikut:
1. Persiapan dan Perencanaan
Ada beberapa yang harus di persiapkan dan direncanakan sebelum memulai
sebuah perundingan, Sebelum melakukan sebuah perundingan, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut:
- Dasar dari konflik yang terjadi.
- Awal mula atau sejarah faktor yang mendorong konflik tersebut ke arah
perundingan.
- Siapa saja yang terlibat dari konflik tersebut.
- Bagaimana persepsi mereka mengenai konflik tersebut.
- Apa tujuan dari perundingan yang akan dilakukan tersebut

Dan juga beberapa hal mengenai pendirian pihak lain terhadap tujuan
perundingan yaitu seperti sebagai berikut:
- Apa yang mungkin mereka minta
- Seberapa besar mereka bertahan pada posisi mereka.
- Apa yang penting bagi mereka?
- Apa yang ingin mereka selesaikan?
Dengan menyiapkan beberapa poin diatas, maka pada saar perundingan
berlangsung akan semakin siap dalam mengatasi pendirian lawan dan siap untuk
melawan argumen-argumen lawan dengan fakta dan angka yang mendukung Dan
mengembangkan strategi dengan menetapkan BATNA (Best alternative to a
negotiated agreement). BATNA adalah altematif terbaik pada suaru persetujuan

5
yang dirundingkan, nilai terendah yang dapat diterima pada seorang individu untuk
suatu persetujuan yang dirundingkan.
2. Penentuan Aturan Dasar
Setelah menyiapkan persiapan dan mengembangkan strategi di tahap awal.
maka di tahap kedua ini yaitu menentukan aturan-aturan dasar dan prosedur dengan
pihak lain mengenai perundingan tersebut yatu seperti:
- Siapa saja yang akan melakukan perundingan?
- Dimana lokasi perundingan akan dilaksanakan?
- Tentukan waktu yang tepat untuk melakukan perundingan tersebut.
- Batasi masalah dalam perundingan tersebut.
Pada tahap ini, pihak-pihak terkait juga akan mempertukarkan usulan atau
tuntutan mereka.

3. Penjelasan dan Pembenaran


Di tahap ini, setelah tiap pihak terkait mempertukarkan pendinan dan
keinginan masing-masing maka pada tahap ini kedua belah pihak saling
menegaskan, memperjelas, memperkuat dan memberurlkan antar permintaan
masing-masing pihak. Pada tahap ini, kedua belah pihak memberi informasi
mengenai persoalan. mengapa persoalam ini penting, dan bagaimana keinginan
masing-masing pihak.
4. Tawar-menawar dan Pemecahan Masalah
Di tahap ini lah hakikat dari proses perundingan yaitu beri dan ambil yang
aktual dalam upaya memperbincangkan suatu persetujuan. Di tahap ini juga kedua
belah pihak perlu membuat sebuah konsesi (kontrak).
5. Penutupan dan Pelaksanaan
Langkah terkahir dalam proses perundingan adalah mem formalkan
persetujuan yang telah dikerjakan dan dikembangkan di setiap prosedurnya.hal- hal
spesifik diperlukan dalam memformalkan persetujuan tersebut.

6
D. Devinisi Resolusi Konflik
Resolusi konflik adalah kerangka kerja intelektual umum untuk memahami
apa yang terjadi di dalam konflik dan bagaimana melakukan intervensi di
dalamnya. Selain itu, pemahaman dan intervensi dalam konflik tertentu
memerlukan pengetahuan khusus tentang pihak yang berkonflik, konteks sosial,
aspirasi mereka, orientasi konflik mereka, norma-norma sosial, dan sebagainya.
Implikasi penting dari kerjasamakompetisi adalah bahwa orientasi kooperatif atau
menang untuk menyelesaikan konflik sangat memfasilitasi resolusi yang
konstruktif, sementara orientasi kompetitif atau menang-kalah menghalanginya.
Lebih mudah untuk mengembangkan dan memilihara sikap menang jika anda
mempunyai dukungan sosial untuknya. Dukungan sosial dapat berasal dari teman-
teman, rekan kerja, pengusaha, media, atau komunikasi anda. 3
Penentuan langkah resolusi konflik ditentukan oleh pemahaman tentang
konflik sosial. Secara teoretis konflik sosial dipahami dalam dua kutup. Pertama,
yang mendudukkan konflik sosial sebagai sesuatu yang rasional, konstruktif, dan
berfungsi secara sosial. Kedua, mendudukkannya sebagai sebuah gejala sosial yang
irasional, patalogis, dan tidak berfungsi secara sosial. Model pendekatan resolusi
konflik juga harus berbasis karakter lokal dapat melibatkan tokoh-tokoh lokal dari
masingmasing pihak untuk bertindak sebagai aktor lokal dalam mencari format
dalam penyelesaian masalah. Resolusi konflik berbasis warga (community based)
adalah pelibatan komunitas warga yang terlubat dalam konflik yang harus
diberdayakan untuk menjadi aktor pertama dan utama dalam mengelola konflik
yang mereka alami sendiri, baik konflik intra kelompok maupun konflik antara
kelompok.
Warga masyarakat yang terlibat langsung dalam resolusi konflik adalah
mereka yang tergabung dalam komunitas yang memiliki jaringan kerja atau
kebersamaan (social networking) dan ikatan emosional yang didasarkan pada
praksis kebersamaan yang diatur berdasarkan sejumlah nilai dan norma yang
diterima dan dijalankan bersama dan penuh kesadaran. Dalam kesadaran dan

3Peter T. Coleman dkk, 2016, Resolusi Konflik Teori dan Praktek, Bandung, Nusa Media,
hlm 36-37

7
kebersamaan tersebut mereka membentuk atau memproduksi sejumlah kearifan
yang sering disebut sebagai kearifan lokal dalam bidang resolusi konflik, yang
diwariskan dari generasi ke generasi. Kearifan-kearifan resolusi konflik pada
masyarakat itu pada dasarnya merupakan social capital (modal sosial) yang dapat
menopang kebersamaan diantara para warga maupun untuk mencegah atau
mengatasi konflik yang terjadi diantara mereka atau dengan komunitas lain.
Dalam pengertian itu, konsep community based dalam resolusi konflik
mengandaikan praksis resolusi konflik yang bertumpu upaya aktivitas semua social
capital yang dimiliki masyarakat, juga sebagai strategi membangun ketahanan
warga (capacity building) agar mereka dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di
antara mereka sendiri. Rumasan paling sederhana dari social capital. Pihak-pihak
yang berada di luar community based dalam resoluasi konflik yang hanya berfunsi
sebagai fasilitator, juru damai, juru runding, yang sifatnya untuk memediasi.
Mereka tetap merukan pihak luar yang hanya bertugas memfasilitasi serta
mengawasi para pihak yang bertikai untuk masuk ke dalam proses resolusi konflik
yang menuju rekonsiliasi.
Keberlangsungan hasil pekerjaan fasilitator sebagai pihak luar dalam proses
resolusi konflik sangat tergantung pada, Pertama, kemampuan melakukan
pemetaan terhadap situasi konflik yang ada, kedua, kemampuan dalam melibatkan
masyarakat setempat dalam proses resolusi konflik sebagai bagian dari proses
pembelajaran dan proses transef pengetahuan dan keterampilan dalam manajemen
konflik, ketiga, kebesaran jiwa dari luar untuk mundur dari proses resolusi konflik
jika 1)pekerjaannya sudah selesai atau 2) mereka telah menjadi sumber persoalan
baru bagi para pihak yang bertikai. 4
Dalam memanjamen konflik interpersonal Kenneth W. Thomas dan Ralp H.
Kilmann mengembangkan gaya manajemen konflik berdasarkan dua dimensi yaitu
kerja sama (cooperativeness) pada sumbu horizontal dan keasertifan (asertiveness)
pada sumbu vertikal.89 Terdapat dua hal yang memegang peranan penting dalam
keberhasilan penyelesaian konflik, yaitu menentukan besarnya konflik dan gaya

4Andi Muh. Darwis, 2012, Konflik Komunal Studi dan Rekonsiliasi Konflik Poso,
Yogyakarta, Buku Litera, hlm 61-64.

8
penanganan konflik. Yang dimaksud dengan besarnya konflik terkait dengan
jumlah individu yang terlibat, apakah konflik mengarah pada intrapersonal,
interpersonal, intrakelompok, atau antarkelompok. 5
Kreitner dan Kinicki mengungkapkan lima gaya penanganan konflik (five
conflict handling styles). Model ini ditujukan untuk menangani konflik
disfungsional dalam organisasi. Menggambarkan sisi pemecahan masalah yang
berorientasi pada orang lain (concern for others) dan pemecahan masalah yang
berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Kombinasi dari kedua variabel ini
menghasilkan lima gaya penanganan masalah yang berbeda, yaitu: integrating,
obliging, dominating, avoiding, dan compromising. 6
1. Integrating (Problem Solving)
Proses integrasi berkaitan dengan mekanisme pemecahan masalah dengan
kolaborasi (problem solving), seperti dalam menentukan diagnosis dan intervensi
yang tepat dalam suatu masalah. Dalam gaya ini pihak-pihak yang berkepentingan
secara bersamasama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, bertukar
informasi, kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif
pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang
disebabkan oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk
memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan
utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalah.
Langkah-langkah untuk mencapai solusi ini antara lain adalah mulai dengan
berdiskusi, dengan waktu dan tempat yang kondusif, menghargai perbedaan
individu, bersikap empati dengan semua pihak. Selain itu, menggunakan
komunikasi asertif dengan mamaparkan isu dan fakta dengan jelas, membedakan
sudut pandang, meyakinkan bahwa tiap individu dapat menyampaikan idenya
masing-masing, membuat kerangka isu utama berdasarkan prinsip yang umum,
menjadi pendengar yang baik. Setuju terhadap solusi yang menyeimbangkan
kekuatan dan memuaskan semua pihak sehingga dicapai “win-win solution”.

5Wirawan, Konflik dan Manjemen Konflik : Teori, Aplikasi Dan Penelitian, (Jakarta :
Salemba umanika, 2010 ), 140
6M. Afzalur Rahim, “Toward A Theory Of Managing Organizational Conflict”, The

International Journal of Conflict Management, 13 (3), 2002.206-235.

9
2. Obliging (Smoothing)
Seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya
untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut
akomodatif (melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan
menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara pihakpihak yang terlibat.
Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerjasama.
Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentuh masalah
pokok yang ingin dipecahkan.
3. Dominating (Forcing)
Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap
kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya
menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut kompotetif (forcing) karena
menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok
digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian
masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan harus mengambil
keputusan dalam waktu yang cepat. Namun, teknik ini tidak tepat untuk menangani
masalah yang menghendaki adanya partisipasi dari mereka yang terlibat dan juga
tidak tepat untuk konflik yang bersifat kompleks. Kekuatan utama gaya ini terletak
pada minimalnya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik.
Kelemahannya, gaya ini sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk
menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.

4. Avoiding
Teknik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan
masalah yang sederhana, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi
jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok
untuk menyelesaikan masalah-malasah yang sulit atau “buruk”. Teknik ini kurang
tepat pada konflik yang menyangkut isu-isu penting, dan adanya tuntutan tanggung
jawab untuk menyelesaikan masalah secara tuntas. Kekuatan dari strategi
penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau

10
mendua (ambiguous situations). Adapun kelemahannya, penyelesaian masalah
hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.
5. Compromising
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara
seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini
merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (take and give approach) dari
pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah
yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki
kekuatan yang sama.7
Metode resolusi konflik dapat dikelompokkan menjadi pengaturan sendiri
oleh pihak-pihak yang terlibat konflik (self regulation) atau melalui intervensi pihak
ketiga (third party intervention). Resolusi konflik melalui pengaturan sendiri terjadi
jika para pihak yang terlibat konflik berupaya menyelesaikan sendiri konflik
mereka Intervensi pihak ketiga terdiri atas (1) resolusi melalui pengadilan, (2)
proses administratif dan (3) resolusi perselisihan alternatif (alternative dispute
resolution). Hodge B J dan Anthony W P. dalam menyatakan bahwa untuk
menghadapi konflik manajer atau pimpinan organisasi dapat memilih metode -
metode resolusi konflik yang tepat sesuai dengan faktorfaktor penyebab dan tujuan
yang hendak dicapai.
Metode - metode resolusi konflik dimaksud adalah kerja sama demokrasi
kompromi penggunaan kekuasaan menghindar melalui pihak ketiga dan rotasi
pekerjaan. James L Gibson dalam Eko mengemukakan bahwa untuk mengelola
konflik dapat dilakukan melalui teknik resolusi pemecahan masalah, tujuan super
ordinat perluasan sumber daya penghindaran pelunakan kompromi perintah
kekuasaan penggantian variabel manusia penggantian variabel struktural dan teknik
mengenali musuh bersama.

7Haya, Resolusi Konflik, probolinggo El-Rumi press, 2021. Hlm 64-67

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut robbins & Judge negosiasi yaitu sebagai suatu proses yang terjadi
dimana dua pihak atau lebih menyepakati bagaimana cara mengalokasikan sumber
daya yang langka. Menurut Ivancevich negosiasi merupakan sebuah proses dimana
dua pihak atau lebih yang berbeda pendapat, berusaha mencapai kesepakatan.
Menurut Sopiah negosiasi merupakan suatu proses tawar menawar antara pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik. Menurut Robbins & Judge ada dua pendekatan
umum terhadap negosiasi yaitu negosiasi distributif dan negosiasi integratif.
Resolusi konflik adalah kerangka kerja intelektual umum untuk memahami
apa yang terjadi di dalam konflik dan bagaimana melakukan intervensi di
dalamnya. Selain itu, pemahaman dan intervensi dalam konflik tertentu
memerlukan pengetahuan khusus tentang pihak yang berkonflik, konteks sosial,
aspirasi mereka, orientasi konflik mereka, norma-norma sosial, dan sebagainya.
Implikasi penting dari kerjasamakompetisi adalah bahwa orientasi kooperatif atau
menang untuk menyelesaikan konflik sangat memfasilitasi resolusi yang
konstruktif, sementara orientasi kompetitif atau menang-kalah menghalanginya.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentunya masih
terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikaan makalah ini kedepannya. Penulis mohon maaf
apabila dalam makalah ini salah kata atau penulisan. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk yang membacanya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Andi Muh. Darwis. 2012. Konflik Komunal Studi dan Rekonsiliasi Konflik Poso,
Yogyakarta, Buku Litera.
Anna gustina zainal.2017. Teknik lobi dan negosiasi.bandar lampung.
Eko Sudarmanto dkk.2021. Manajemen Konflik. Yayasan kita menulis.
Haya.2021. Resolusi Konflik. Probolinggo El-Rumi press.
M. Afzalur Rahim.2002. “Toward A Theory Of Managing Organizational Conflict”,
The International Journal of Conflict Management.
Peter T. Coleman dkk. 2016. Resolusi Konflik Teori dan Praktek. Bandung, Nusa
Media.
Wirawan.2010. Konflik dan Manjemen Konflik : Teori, Aplikasi Dan Penelitian.
Jakarta : Salemba umanika.

13

Anda mungkin juga menyukai