Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONFLIK PERTANAHAN

DISUSUN OLEH :

Kelompok 8
Vanessa Gloria G H2/22
Ahmad Dzulfikardin H2/23
Rafida N. Latuconsina H2/24

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI


TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa mengucapkan terima kasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca.Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekan dalam kehidupan.

Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu sangat diharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….…….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG…………………………………………………………………………..…1
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………………..…2
C. TUJUAN MAKALAH……………………………………………………………………..………2
BAB II PEMBAHASAN
A. KONSEP TENTANG KONFLIK/SANGKETA………………………………………………..…3
B. FAKTOR PENYEBAB SANGKETA PERTANAHAN…………………………………………..4
C. KONSEP PENYELESAIAN SANGKETA PERTANAHAN…………………………………….5
D. ROADMAP PENELITIAN…………………………………………………………………….….6
E. IDENTIFIKASI BENTUK KONFLIK PENYELESAIAN SANGKETA TANAH………………8
BAB II KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN………………………………………………………………………………...…10
B. SARAN……………………………………………………………………………...……11
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………......………………..…12

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan sumber kehidupan bagi mahluk hiduo baik manjsia, hewan, atau tumbuh-
tumbuhan. Manusia hidup dan tinggal diatas tanah memanfaatkan tanah untuk sumber kehidupana dengan
menanam tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan tanaman. Tanah merupakan modal dasar pembangunan,
oleh karena itu hukum keagrariaan di Indonesia secara umum telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang merupakan pelaksanaan Pasal 33
ayat 3 yang menyatakan bahwa :

“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) meletakan dasar-dasar kepastian hukum terhadap hak-hak
atas tanah termasuk benda tetap yang ada diatasnya, khususnya tentang kepemilikan dan/atau
penguasaannya. Hukum tanah merupakan salah satu hukum yang saat ini dan masa yang akan datang
sangat menyentuh hajat hidup orang banyak. Berbagai kasus pertanahan khususnya pembebasan tanah
untuk wilayah/kawasan pertambangan. Saat ini tanah merupakan sumber daya alam terpenting, di saat
populasi manusia terus meningkat sementara luasnya tidak bertambah sehingga pemilikan dan
penggunaan tanah sering berujung pada sengketa bahkan konflik pertanahan yang diakibatkan karena
tidak dimilikinya dasar hukum yang kuat sebagai alat bukti hukum terhadap penguasaan bidang fisik
tanah serta adanya benturan kepentingan antara pemerintah dan masyarakat.

Dalam melakukan tindakan penyelesaian sengketa atau konflik pertanahan yang ada, badan
pertanahan nasional merupakan salah satu lembaga mediasi yang dapat menyelesaikan suatu sengketa
pertanahan dengan mengedepankan keadilan, yaitu penyelesaian konflik melalui musyawarah mufakat
dengan menghormati hak dan kepentingan para pihak yang bersengketa yang prinsip dasarnya adalah
solusi sama-sama menang atau dikenal dengan istilah “win-win solution” atau normatifnya disebut jalan
penyelesaian “Non-Litigation” atau Alternative Despute Resulution (ADR), yang selanjutnya untuk
mewadahi pelaksanaan ADR tersebut Pemerintah melalui Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

4
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Aturan inilah yang menjadi tolok ukur untuk mengetahui
seberapa pentingnya lembaga mediasi didalam penyelesaian konflik tanah.Oleh karena itu, diharapkan
dengan makalah ini dapat menambah wawasan tentang bagaimana konflik pertanahan yang terjadi,
khususnya di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik pertanahan?
2. Bagaimana proses terjadinya konflik pertanahan?
3. Bagaimana cara menyelesaikan konflik pertanahan yang terjadi?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya konflik pertanahan
2. Untuk mengetahui proses terjadinya konflik pertanahan
3. Untuk mengetahui cara penyelesaian berbagai konflik pertanahan

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep tentang Konflik/Sengketa

Konflik berasal dari kata latinconfigure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu
pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik menurut pengertian hokum adalah perbedaan pendapat, perselisihan paham, sengketa antara dua
pihak tentang hak dan kewajiban pada saat dan keadaan yang sama. Secara umum konflik atau
perselisihan paham, sengketa, diartikan dengan pendapat yang berlanan antara diua pihak mengenai
masalah tertentu pada saat dan keadaan yang sama. (Muchsan, 1992 : 42).
Menurut Robbins (2006), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar belakanginya. Kondsi
tersebut yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga kategori, yaitu komunikasi,
structural, dan variable peribadi.Sedangkan menurut Kreps, Konflik senantiasa berpusat pada beberapa
penyebab utama, yakni tujuan yang ingn dicapai, alokasi sumber-sumber yang dibagikan, keputusan yang
diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat. Sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang
merasa dirugikan oleh pihak lain, yang kemudian pihak tersebut menyampaiakan ketidakpuasan kepada
pihak kedua. Jika situasi menunjukan perbedaan pendapat, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan
sengketa.
Menurut Nurnaningsih (2012 ; 2), dalam konteks hukum terutama hukum kontrak, yang dimaksud
dengan sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara para pihak karena ada pelanggaran terhadap
kesepakatan yang telah dituangkan dalam suatu kontrak, baik sebagian maupun keseluruhan. Dengan kata
lain terjadi wanprestasi oleh pihak-pihak atau salah satu pihak. Dalam sebuah kontrak, tentunya diawali
dengan prasyarat sehingga tercapai suatu kesepakatan terhadap obyek yang halal untuk diperjanjikan.
Terhadap apa 7 yang sudah disepakati, manakala dalam proses pelaksanaan kontrak tersebut terdapat
salah satu pihak yang tidak menjalankan segala sesuatu sesuai dengan kontrak maka akan terjadi konflik
atas dasar wanprestasi. Tindakan wanprestasi itulah sebagai titik awal lahirnya sebuah sengketa/konflik.
Menurut Takdir Rahmadi (2011 ; 1), konflik atau sengketa merupakan situasi dan kondisi dimana
orang-orang saling mengalami perselisihan yang bersifat factual maupun perselisihan-perselisihan yang
ada pada persepsi mereka. Kondsi yang terjadi adalah masing-masing orang mempertahankan
persepsinya, dimana perselisihan dapat terjadi karena adanya suatu tindakan wanprestasi dari pihak-pihak
atau salah satu pihak dalam perjanjian.

6
B. Faktor Penyebab Sengketa Pertanahan

Menurut Takdir Rahmadi (2011 : 8-10), dalam teori konflik, terdapat beberapa teori yang menjelaskan
sebab-sebab timbulnya sengketa, termasuk dalam lahirnya sengketa pertanahan, antara lain :
a. Teori hubungan masyarakat
Pada teori ini menitikberatkan pada adanya ketidakpercayaan dan rivalisasi kelompok dalam masyarakat.
Para penganut teori ini memberikan solusi-solusi terhadap konflik-konflik yang timbul dengan cara
peningkatan komunikasi dan saling pengertian antar kelompok-kelompok yang mengalami konflik, serta
pengembangan toleransi agar masyarakat bias saling menerima keberagaman dalam masyarakat.
b. Teori negosiasi prinsip
Pada teori ini menitikberatkan pada konsep bahwa konflik terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan
diantara para pihak.Para penganjur teori ini berpendapat bahwa agar sebuah konflik dapat diselesaikan,
maka pelaku harus mampu memisahkan perasaan peribadinya dengan masalah-masalah dan mampu
melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan dan bukan pada posisi yang sudah tetap.
c. Teori identitas
Teori ini menyatakan bahwa konflik terjad karena sekelompok orang merasa identitasnya terancam oleh
pihak lain. Penganut teori ini mengusulkan penyelesaian konflik karena identitas yang terancam
dilakukan melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara wakil-wakil kelompok yang mengalami konflik
dengan tujuan mengidentifikasi ancaman-ancaman dan kekhawatiran yang mereka rasakan serta
membangun empati dan rekonsiliasi. Tujuan akhirnya adalah pencapaian kesepakatan bersama yang
mengakui identitas pokok semua pihak.
d. Teori kesalahpahaman antar budaya
Teori ini menjelaskan bahwa konflik terjadi karena ketidakcocokan dalam berkomunikasi diantara orang-
orang dari latar belakang budaya yang berbeda. Untuk itu, diperlukan dialog antara orang-orang yang
mengalami konflik guna mengenal dan memahami budaya masyarakat lainnya, mengurangi stereotipe
yang mereka miliki terhadap pihak lain.
e. Teori transformasi
Teori ini menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi karena adanya masalah- masalah ketidaksetaraan dan
ketidakadilan serta kesenjangan yang terwujud dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat baik social,
ekonomi maupun politik. Penganut teori ini berpendapat bahwa penyelesaian sengketa dapat dilakukan
melalui beberapa upaya seperti perubahan struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan
ketidaksetaraan, peningkatan hubungan, dan sikap jangka panjang para pihak yang mengalami konflik,

7
serta pengembangan proses-proses dan system untuk mewujudkan pemberdayaan, keadilan, rekonsiliasi,
dan pengakuan keberadaan masing-masing.
f. Teori kebutuhan atau kepentingan manusia
Teori ini menitikberatkan pada konsep bahwa konflik dapat terjadi karena kebutuhan atau kepentingan
manusia tidak dapat terpenuhi/terhalangi atau merasa dihalangi oleh orang/pihak lain. Kebutuhan dan
kepentingan manusia dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu subtantif, procedural, dan
psikologis.Kepentingan substantif berkaitan dengan kebutuhan manusia yang berhubungan dengan
kebendaan seperti uang, sandang, pangan, papan/rumah, dan kekayaan.Kepentingan procedural berkaitan
dengan tata dalam pergaulan masyarakat, sedangkan kepentingan psikologis berkaitan dengan non-
materiil atau bukan kebendaan seperti pengharagaan dan empati.

C. Konsep Penyelesaian Sengketa Tanah

a. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi)


Jalur litigasi adalah jalur penyelesaian resmi melalui lembaga kehakiman yaitu pengadilan.Dalam
jalur litigasi terdapat pihak yang bertindak sebagai penggungat atau yang berkeberatan dan pihak tergugat
atau pihak teradu. Dalam proses ini kemudian para pihak menyampaikan dalil-dalil yang mendukung
kebenaran apa yang mereka sampaikan didepan pengadilan. Proses penyelesaian sengketa melalui jalur
litigasi adalah mekanisme penyelesaian melalui jalur peradilan umum. Prosedur ini sifatnya lebih formal
dan tekhnis yang menghasilkan kesepakatan menang kalah, senderung menimbulkan masalah baru,
lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsive dan menimbulkan
permusuhan diantara para pihak yang bersengketa. Kondisi ini cenderung menyebabkan masyarakat
mencari alternatif lain diluar pengadilan atau biasa disebut dengan alternative dispute resolution atau
ADR (Yahya Harahap, 2008 : 234). Menurut Nurnaningsih Amriani (2012 : 35), jalur litigasi merupakan
proses penyelesaian sengketa dipengadilan yang mana semua pihak yang bersengketa saling berhadapan
satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya dimuka pengadilan. Hasil akhir dalam penyelesaian
sengketa melalui litigasi adalah putusan yang menyatakan win-lose solution.

b. Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Non-Litigasi


Penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi dapat ditempuh dengan metode sebagai berikut :
1. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase
Ketentuan mengenai pengertian arbitrase diatur dalam Undang- Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang
arbitrase dan Penyelesaian Sengketa. Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999
menyatakan bahwa arbitrase (wasit) adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar pengadilan

8
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.
2. Penyelesaian sengketa melalui negosiasi.
Menurut pendapat Ficher dan Ury dalam Nurnaningsih Amriani (2012 : 23) menyatakan bahwa negosiasi
adalah komunikasi dua arah yang dirancang untuk mecapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak
memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda.
3. Penyelesaian sengketa melalui mediasi
Menurut Nurnaningsih Amriani (2012 : 28), Mediasi adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang
memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi konflik untuk
mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga dapat lebih efektif dalam proses tawar menawar. Menurut I
Made Widnyana (2009 : 2), Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternative dimana pihak
ketiga yang dimintakan bantuannya untuk membantu proses penyelesaian sengketa bersifat pasif dan
sama sekali tidak berhak atau berwenang untuk memberikan suatu masukan.
4. Penyelesain sengketa melalui konsiliasi.
Konsiliasi adalah tindak lanjut dari mediasi.Mediator berubah fungsi menjadi konsiliator. Konsiliator
menjalankan fungsi yang lebih aktif dalam mencari bentuk-bentuk penyelesaan sengketa dan
menawarkannya kepada para pihak. (Nurnanningsih Amriani, 2012 : 34).
5. Penyelesaian sengketa melalui Penilaian ahli.
Penyelesaian model ini merupakan cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan meminta pendapat
atau penilaian oleh ahli terhadap perselisihan yang sedang terjadi.(Takdir Rahmadi, 2011 : 19).
6. Penilaian sengketa melalui pencari fakta.
Model ini adalah sebuah cara penyelesaan sengketa oleh para pihak dengan meminta bantuan sebuah tim
yang biasanya terdiri atas para ahli dengan jumlah ganjil yang menjalankan fungsi penyelidikan atau
penemuan fakta-fakta yang diharapkan memperjelas duduk persoalan dan dapat mengakhiri sengketa.
(Takdir Rahmadi, 2011 : 17).

D.Roadmap Penelitian
Pertambangan adalah salah satu sangketa tanah yang terjadi. Seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,
eksplorasi dan studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta kegiatan pascatambang (Kementerian ESDM tahun 2014).

a. Penelitian Estevina Pangemanan

9
Penelitian berjudul Upaya Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Hak Atas Tanah (2013). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana konflik sengketa kepemilikan hak atas tanah dan bagaimanakah
upaya penyelesaian sengketa hak atas tanah. Penelitian ini dapat disimpulkan dalam dua hal yaitu
pertama, upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh pemerintah atas sengekta kepemilikan hak atas
tanah adalah dilakukan lewat procedural administrasi lembaga pemerintah dalam hal ini untuk Badan
Pertanahan Nasional. Kedua, apabila suatu sengketa kepemilikan tanah tidak dapat diselesaikan dengan
bantuan pemerintah, dalam hal ini Direktorat Agraria lewat jalur mediasi, maka upaya lewat lembaga
pengadilan umum maupun badan arbitrase dapat menjadi jembatan dari pihak yang bersengketa untuk
mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang menjadi objek sengketa.
(https:journal.unsar.ac.id/index.php/lexprivatum/article/…/2607, tanggal 3 Juli 2017).

b. Penelitian H. Salim H.S.” dan Idrus Abdullah”


Penelitian berjudul Penyelesaian Sengketa Tambang: Studi Kasus Sengketa antara Masyarakat
Samawa dengan PT. Newmont Nusa Tenggara Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah yang
terjadi antara masyarakat etnis Samawa dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. Penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa factor penyebab terjadinya sengketa antara masyarakat etnis Samawa dengan PT.
Newmont Nusa Tenggara dan antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara
bervariasi. Factor-faktor tersebut, meliputi (1) belum terpenuhinya permintaan ganti rugi oleh PT.
Newmont Nusa Tenggara (83%) dan 92) belum jelasnya status hukum wilayah Elang Dodo, Kecamatan
Ropang, Kecamatan Ropang Kabupaten Sumbawa dengan PT. Newmont Nusa Tenggara adalah karena
tidak terpenuhinya permintaan masyarakat terhadap proposal yang diajukan oleh masyarakat Desa
Ropang, Kecamatan Rpang, Kabupaten Sumbawa kepada PT. Newmont Nusa Tenggara (100%). Nilai
proposal yang diajukan oleh masyarakat Desa Ropang sebesar Rp. 10 milyar. Faktor penyebab timbulnya
sengketa divestasi saham antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara dalam
melaksanakan kontrak karya (57%) dan adanya pihak ketiga (43%). Persepsi masyarakat tentang cara
atau pola untuk mengakhiri atau menyelesaiakn sengketa antara masyarakat etnis Samawa dengan PT.
Newmont Nusa Tenggara dan antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara,
meliputi hukum Negara (4%), hukum adat (86%), dan arbitrase internasional (10%) . pola penyelesaian
sengketa yang paling dominan adalah menggunakan hukum adat. Cara-cara itu, meliputi (1) tumaq
barema atau tumaq basuan, dan (2) saling basabalong atau basasai atau yasasapah.
(https://jurnal.ugm.ac.id > article > viewFile, tanggal 4 Juli 2017).

c. Penelitian Sulastrino Penelitian berjudul Penyelesaian Konflik Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis
Pranata Adat.

10
Penelitian ini bertujuan sebagai pengetahuan dasar (milestone) dalam penemuan obat modern.
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat hukum adat melaksanakan pengelolaan sumber daya
alam untuk memenuhi kebutuhan hidup para anggota baik, orang tua, anak-anak, maupun pemuda.
Impleimentasi pengelolaan sumber daya alam sering ada perbedaan kepentingan sehingga muncul
konflik. Upaya penyelesaian konflik pengelolaan sumber daya alam dikatakan berbasis pranata adat
merupakan impleimentasi model penyelesaian konflik melalui jalur non litigasi. Penyelesaian konflik
pengelolaan sumber daya alam dikatakan berbasis pranata adat apabila konflik diselesaikan berdasarkan
sistem peradilan adat dalam suatu forum/kerapatan adat dengan menerapkan aturan adapt masyarakat
hukum adat setempat. Agar pranata adat dapat berkontribusi sebagai basis dalam penyelesaian
pengelolaan sumber daya alam maka perlu ada upaya serius dan sungguh-sungguh untuk memberdayakan
pranata adat dari pihak pemerintah, masyarakat hukum adat, dan pihak swasta. (journal.umy.ac.id >
article > download, tanggal 4 Juli 2017).

E.Identifikasi Bentuk Penyelesaian Konflik Sengketa Pertanahan

Menurut Thomas dalam Huczynski dan Buchanan (2005) dan Spangler (2003) telah membedakan
antara dua dimensi kunci kepribadian: ketegasan dalam mengejar tujuan sendiri, dan kegotong-royongan
dalam mengejar tujuan bersama. Kedua ahli ini telah mengidentifikasi lima pendekatan penyelesaian
konflik atau resolusi konflik utama berdasarkan kontinum dari asertif (kompetitif) ke kooperatif:

a. Pendekatan pemaksaan/bersaing: tinggi pada ketegasan dan rendah dalam kerjasama.


Orang-orang yang memiliki kecenderungan terhadap cara kompetitif mengambil sikap tegas, dan
mengenali apa yang mereka inginkan. Mereka biasanya bertujuan dari posisi kekuasaan, yang diambil
dari hal-hal seperti posisi, pangkat, keahlian, atau kemampuan persuasif. Metode ini dapat membantu
ketika ada situasi yang mendesak dan keputusan harus dibuat cepat; ketika keputusan tidak diterima; atau
ketika membela seseorang yang mencoba menggunakan situasi itu dengan egois. Namun, itu dapat
mengecewakan atau melukai para pihak, tidak yakin dan kesal ketika digunakan dalam situasi yang
kurang mendesak.

b. Pendekatan akomodatif
Sesuatu yang bersifat rendah pada ketegasan dan tinggi dalam kerjasama. Pendekatan ini
menunjukkan keinginan untuk menyatukan kebutuhan orang lain pada pengeluaran kebutuhan orang itu
sendiri. Sang akomodator secara teratur mengakui kapan harus memberikan kepada orang lain, tetapi

11
dapat diyakinkan untuk menyerahkan situasi bahkan ketika itu tidak perlu. Pihak tersebut tidak percaya
diri tetapi sangat akomodatif. Akomodasi cocok ketika masalah lebih banyak menjadi masalah bagi pihak
tambahan, ketika harmoni lebih berharga daripada menyenangkan, atau ketika keinginan berada di suatu
tempat untuk menyatukan "belokan yang baik" ini yang diberikan. Sebaliknya, orang mungkin tidak akan
kembali, dan secara keseluruhan langkah ini menuju ke arah yang diragukan untuk menyajikan hasil yang
paling baik

c. Pendekatan penghindaran
Sifatnya rendah pada ketegasan dan kegotongroyongan. Perhatian komunitas terhadap pendekatan ini
terlihat untuk menghindari konflik sepenuhnya. Pendekatan ini dicirikan dengan menyerahkan keputusan
yang kontroversial, mengakomodasi resolusi kegagalan, dan tidak kekurangan untuk menyakiti perasaan
siapa pun. Ini bisa menjadi tepat ketika penaklukan tidak mungkin, ketika argumen itu tidak penting, atau
ketika seseorang berada dalam situasi yang baik untuk menyelesaikan dilema. Namun demikian, dalam
banyak kondisi, ini adalah pendekatan yang lemah dan tidak produktif untuk diperoleh.

d. Pendekatan kolaboratif
Posisinya tinggi pada ketegasan dan kegotongroyongan. Kelompok-kelompok ini cenderung melakukan
upaya bersama untuk memenuhi persyaratan semua kelompok yang terlibat. Kelompok ini dapat sangat
percaya diri selain lawan yang berbeda, mereka meminjamkan bantuan secara efisien dan mengakui
bahwa setiap kelompok adalah signifikan. Cara ini sangat membantu ketika kebutuhan membawa
keberagaman sudut pandang untuk mendapatkan solusi yang paling unggul; ketika hadir sebelum konflik
dalam suatu kelompok; atau ketika keadaannya terlalu penting yang dirancang untuk pertukaran yang
lugas.

e. Pendekatan kompromisti
Posisinya moderat pada kedua ketegasan dan kebersamaan. Kelompok yang menyukai penemuan cara
tengah yang mencoba mendapatkan solusi terbaik yang setidaknya membuat sebagian motivasi puas
untuk semua pihak. Setiap pihak dapat diprediksi untuk mengalah dan mengesankan serta pendekatan
kompromi mempunyai berniat menyerahkan sesuatu. Kompromi berguna ketika muatan konflik tinggi
daripada muatan latar belakang posisi ketika lawan kekuatan yang setara berada dalam keadaan diam dan
ketika ada batas yang mengancam bagi kedua belah pihak.

12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Konflik tidak bisa dihindari tapi diminimalisir dengan melalui pendekatan kompromi. Kompromi itu
moderat pada kedua ketegasan dan kegotong-royongan. Kelompok yang menyukai penemuan cara tengah
yang mencoba mendapatkan solusi yang setidaknya membuat sebagian motivasi puas untuk semua pihak.
Secara garis besar, tipologi kasus-kasus dibidang pertanahan dapat dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu :

a) Kasus berkenaan dengan penggarapan rakyat atas tanah-tanah perkebunan, kehutanan, dan lain-lain
b) Kasus berkenaan dengan pelanggaran peraturan landreform
c) Sangketa perdata berkenaan dengan masalah tanah
d) Kasus-kasus berkenaan dengan akses-akses penyediaan tanah untuk perkebunan

Pada dasarnya sumber konflik pertanahan sekarang ini sering terjadi antara lain disebabkan oleh :
1. Pemilikan/penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak merata;
2. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan non pertanian;
3. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan ekonomilemah;
4. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas tanah (hak ulayat);
5. Lemahnya posisi masyarakat pemegang hak atas tanah dalam pembebasan tanah;
6. Permasalahan pertanahan dalam penerbitan sertifikat yang antaralain:
a. Proses penerbitan sertifikat tanah yang lama dan mahal,
b. Sertifikat palsu,
c. Sertifikat tumpang tindih (overlapping),
d. Pembatalan sertifikat.

13
Untuk itu berbagai usaha yang dilakukan pemerintah yaitu mengupayakan penyelesaian sengketa
tanah dengan cepat untuk menghindari penumpukan sengketa tanah, yang dapat merugikan masyarakat
misalnya tanah tidak dapat digunakan karena tanah tersebut dalam sangketa.
Dalam melakukan tindakan penyelesaian sengketa atau konflik pertanahan yang ada, badan
pertanahan nasional merupakan salah satu lembaga mediasi yang dapat menyelesaikan suatu sengketa
pertanahan dengan mengedepankan keadilan, yaitu penyelesaian konflik melalui musyawarah mufakat
dengan menghormati hak dan kepentingan para pihak yang bersengketa yang prinsip dasarnya adalah
solusi sama-sama menang atau dikenal dengan istilah “win-win solution” atau normatifnya disebut jalan
penyelesaian “Non-Litigation” atau Alternative Despute Resulution (ADR), yang selanjutnya untuk
mewadahi pelaksanaan ADR tersebut Pemerintah melalui Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Aturan inilah yang menjadi tolok ukur untuk mengetahui
seberapa pentingnya lembaga mediasi didalam penyelesaian konflik tanah.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan kritik dan saran
dari para pembaca agar kedepannya dapat membuat makalah dengan lebih baik lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA

I Made Widnyana. 2009. Alternative Penyelesain Sengketa ADR, PT Fikahati Aneska, Jakarta.

Muchsan.1992. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di
Indonesia, Liberti, Yogjakarta.

Nurnaningsih Amriani. 2012. Mediasi Alternative Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi Edisi Kesepuluh, PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.

Takdir Rahmadi, 2011, Mediasi : Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Rajawali Pers, Jakarta.

Bambang Hudayana. 2005. Pengantar Antropologi Ekonomi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Salim HS. 2005. Hukum Pertambanagn Indonesia, Rajawali Grafindo, Jakarta

(https:journal.unsar.ac.id/index.php/lexprivatum/article/…/2607, tanggal 3 Juli 2017).

(https://jurnal.ugm.ac.id > article > viewFile, tanggal 4 Juli 2017).

(journal.umy.ac.id > article > download, tanggal 4 Juli 2017).

15

Anda mungkin juga menyukai