Anda di halaman 1dari 13

PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA

OLEH:

KAMARUL HIDAYAT (0205191007)

T. SITI ANNASTASIA (0205192034)

NURJANNAH (0205191026)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM


2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala Tuhan semesta alam, atas berkat dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menuntaskan makalah ini yaitu “Pilihan
Penyelesaian Sengketa” ini dengan lancar.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu kewajiban mata kuliah
Hukum Arbitrase. Mungkin didalam penulisan ini terdapat kekurangan walaupun kami telah
berusaha sebaik mungkin. Oleh karena itu, kritik dan saran untuk memperbaiki makalah ini
dengan senang hati kami terima.

Medan, 18 Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
BAB I............................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4

a. Latar belakang.....................................................................................................................................4

b. Rumusan Masalah...............................................................................................................................4

c. Tujuan..................................................................................................................................................4

BAB II...........................................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.............................................................................................................................................5

A. Latar Belakang.....................................................................................................................................5

B. Pengertian ADR Dan Jenis ADR............................................................................................................6

C. ADR Dalam Masyarakat Indonesia.......................................................................................................7

D. Karakteristik Arbitrase.......................................................................................................................10

BAB III........................................................................................................................................................12

PENUTUP...................................................................................................................................................12

KESIMPULAN.........................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar belakang
Alternative Dispute Resolution merupakan alternatif penyelesaian sengketa yang
dilakukan di luar pengadilan (ordinary court) dimana proses penyelesaian sengketanya adalah
negosiasi, mediasi dan arbitrase. Negosiasi dan mediasi merupakan bagian dari proses
penyelesaian sengketa secara kompromi dengan tujuan pemecahan masalah bersama. Sedangkan
arbitrase adalah proses penyelesaian sengketanya disebut metode kompromi negosiasi bersaing
dan terdapat pihak ketiga yang putusannya bersifat final.

b. Rumusan Masalah
1. Apa yan dimaksud dengan ADR dan jenis-jenisnya?

2. Bagaimana ADR di dalam Masyarakat?

3. Apa saja karakteristik dari ADR?

c. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ADR dan jenisnya.

2. Untuk mengetahui ADR di dalam masyarakat.

3. Untuk mengetahui karakteristik ADR.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
Semua orang tentu tidak ingin bersengketa dengan orang lain. Semua orang
sesungguhnya berkeinginan hidup dengan damai dan saling menghormati. Namun dalam
kehidupan masyarakat yang sangat kompleks, baik secara etnik, ekonomi, sosial, budaya dan
ragam keinginan yang berbeda dari setiap orang, konflik atau sengketa sulit untuk dihindarkan.
Konflik dapat terjadi antara dua pihak secara individual, dapat juga secara komunal, bahkan
dapat melibatkan banyak pihak dan negara, dari konflik yang sederhana sampai yang paling
krusial.

Konflik umumnya berawal dari perbedaan pandangan ataubkepentingan yang terjadi


antara para pihak, yang kemudian dipertajambsehingga memunculkan konflik yang sebenarnya.
Bisa perbedaan bpandangan (persepsi) tentang sesuatu hal, gengsi dan perbedaan kepentingan
yang tajam. Di dalam dunia bisnis, konflik berawal dari adanya pertentangan kepentingan antara
para pelaku bisnis, yang mungkin diakibatkan karena penafsiran berbeda terhadap
klausulakontrak, wan prestasi, kondisi perekonomian yang berubah drastis, adanya iktikad buruk
dari salah satu pihak, atau adanya perubahan peraturan terkait dengan obyek dari kontrak.

Sengketa adalah perselisihan atau perbedaan pendapat (persepsi) yang terjadi antara dua
pihak atau lebih karena adanya per-tentangan kepentingan yang berdampak pada terganggunya
pencapaian tujuan yang diinginkan oleh para pihak.

Pada zaman dahulu, masyarakat dalam menyelesaikan sengketa menggunakan pranata


adat yang tersedia, melalui musyawarah adat, menggunakan tetua adat sebagai mediator dan
perdamaian adat. Contohnya pranata kerapatan kaum, kerapatan suku (kerapatan ninik
mamak/kerapatan uruang nan apek jinih) pada masyarakat Minang di Sumatera Barat, Kutei
pada masyarakat Rejang Bengkulu. Pada zamannya pranata penyelesaian sengketa tersebut
sangat efektif, terutama jika sengketa terjadi antara warga yang hidup dalam komunitas yang
sama secara etnik dan budaya. Namun dalam perkembangannya, pranata tersebut semakin
5
terdistorsi dan mulai ditinggalkan. Hal ini disebabkan kondisi sosial masyarakat mengalami
perubahan yang mendasar, baik dari segi etnik, budaya, perilaku, norma sosial dan pola
kehidupan ekonomi. Perubahan tersebut sebagai akibat logis dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pembangunan dalam segala bidang dan tuntutan kehidupan dunia
modern.

Cara penyelesaian sengketa pasca pranata adat yang selama ini dikenal dan digunakan
oleh masyarakat adalah pengadilan. Mulai dari bsengketa keluarga (seperti perceraian,
pewarisan) sampai sengketa bisnis (seperti sengketa kontrak, pertanahan, perbankan) diserahkan
kepada pengadilan untuk menyelesaikannya. Namun perkembangan terakhir menunjukkan
bahwa pengadilan ternyata bukan satu-satunya lembaga penyelesaian sengketa yang tepat,
terutama bagi kalangan pelaku bisnis. Pengadilan ternyata mengandung banyak kelemahan dan
menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat. Ketidakpuasan masyarakat terhadap pengadilan
sebagai lembaga penyelesaian sengketa memunculkan lembaga alternatif penyelesaian

B. Pengertian ADR Dan Jenis ADR


Alternative Dispute Resolution atau yang sering di singkat ADR adalah sebuah istilah
dalam bahasa asing yang dalam bahasa indonesia dikenal dengan beberapa istilah yaitu pilihan
penyelesaian sengketa (PPS), Mekanisme alternatif penyelesaian sengketa (MAPS) ,pilihan
penyelesaian sengketa diluar pengadilan, dan mekanisme penyeselaian sengketa secara
kooperatif.

Definisi ADR dalam pasal 1 angka 10 UU No 30 tahun 1999 yaitu : “lembaga


penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli”

Mengacu pada hakikatnya ADR sendiri dapat diartikan sebagai semua mekanisme
penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan merupakan upaya penyelesaian sengketa di luar
litigasi (non-litigasi).

6
Ragam dan bentuk ADR

Dalam ADR/APS terdapat beberapa bentuk penyelesaian sengketa yaitu:

a. Konsultasi

Permintaan pendapat atau opinion kepada pihak ketiga (konsultan) terkait sengketa yang
dihadapi.

b. Negosiasi

Dalam negosiasi, penyelesaian sengketa dilakukan sendiri oleh pihak yang bersengketa,
tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.

c. Konsiliasi

Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan intervensi pihak ketiga (konsiliator),


yang mana peran konsiliator lebih bersifat aktif, yaitu dengan mengambil inisiatif menyusun dan
merumuskan langkah-langkah penyelesaian, yang kemudian langkah atau opsi itu ditawarkan
kepada para pihak yang bersengketa.

d. Mediasi

Mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan dibantu oleh pihak ketiga (mediator) yang
netral dan imparsial. Peranan mediator adalah sebagai penengah yang perannya pasif
memberikan bantuan berupa alternatif-alternatif penyelesaian sengketa untuk selanjutnya
ditetapkan sendiri oleh pihak yang bersengketa.

C. ADR Dalam Masyarakat Indonesia


Dalam budaya masyarakat Indonesia pilihan penyelesaian sengketa melalui pola
musyawarah sebagaimana yang dimaksudkan dalam undang-undang tersebut sebenarnya
bukanlah suatu hal yang baru, karena dalam budaya bangsa Indonesia sejak dahulunya praktek
seperti itu sudah berjalan ditengah masyarakat, terumtama dalam masyarakat adat, dimana ketua
adat atau yang dituakan di dalam lingkungan masyarakat adat diberikan kewenangan untuk
menengahi atau memutuskan sengketa antar warganya. Dalam adat Minangkabau misalnya

7
dikenal istilah “kusuik-kusuik bulu ayam, paruah juo nan kamanyalasaikan” ( kusut-kusut bulu
ayam, paruh juga yang akan menyelesaikan) artinya yang bisa menyelesaikan masalah antar
warga itu adalah warga itu sendiri. Dan fungsi penghulu, di dalam kaum adalah “ mangabek
arek, mamancuang putuih” (mengikat kuat, memancung putus) artinya penghulu yang akan
menyelesaikan sengketa dan tidak ada lagi bantahan dari yang bersengketa, atau dengan bahasa
lain putusannya final. Secara umum dalam budaya masyarakat Indonesia yang juga menjadi nilai
dalam Pancasila yakni adanya budaya musyawarah, artinya masyarakat Indonesia sudah terbiasa
menyelesaikan sengketa didalam masyarakat dengan cara bermusyawarah. Dalam adat
masyarakat banjar misalnya dikenal dengan adat badamai, yang dilakukan dalam rangka
menghindarkan persengketaan yang dapat membahayakan tatanan sosial. Putusan badamai yang
dihasilkan melalui mekanisme musyawarah merupakan upaya alternatif dalam mencari jalan
keluar guna memcahkan persoalan yang terjadi dalam masyarakat, maka warga masyarakat
berkecenderungan menyelesaikan secara damai warga masyarakat enggan menyelesaikan
sengketa melalui lembaga litigasi.1

Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman tentunya model penyelesaian sengketa
yang telah berlaku di dalam masyarakat adat tersebut tidak semuanya relevan untuk diterapkan
terutama dalam sengketa bisnis yang melibatkan tidak saja masyarakat dalam satu kelompok
budaya akan tetapi sudah melibatkan pihak luar dan bahkan berbeda bangsa. Oleh karena itu
maka model alernatif penyelesaian sengketanya juga perlu ada perkembangan, hal inilah yang
menjadikan ADR sekarang menjadi pilihan bagi para pelaku bisnis.Selain itu keberadaan
lembaga alternatif penyelesaian sengketa ini juga dimaksudkan membantu mengatasi
menumpuknyaperkara di pengadilan 25 Adapun model alternatif yang berkembang dan sesuai
dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa umum Pasal 1 angka (10), merumuskan bahwa adalah: “ Alternatif penyelesaian
sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”

1
Nevey Varida Ariani, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis Diluar Pengadilan (Non Litigation
Alternatives Business Dsipute Resolution), Rechts Vinding, 1.2 (2012), 277-94
8
Urgensi penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan ditandai oleh kecenderungan
masyarakat kalangan bisnis mendayagunakan penyelesaian tersebut, yang dilandasi oleh
beberapa faktor yang menempatkannya dengan berbagai keunggulan, antara lain faktor
ekonomis, faktor budaya hukum, faktor luasnya ruang lingkup permasalahan yang dapat dibahas,
faktor pembinaan hubungan baik para pihak dan faktor proses (Rachmadi Usman, 30-31).

1. Faktor Ekonomis

Penyelesaian sengeketa bisnis di luar pengadilan lebih menguntungkan secara ekonomis,


karena biayanya relatif lebih murah daripada dilakukan di Pengadilan dan waktunya lebih cepat.
Ada ungkapan “jika seseorang kehilangan seekor kambing diajukan ke pengadilan, bisa-bisa
kehilangan seekor sapi”. Lamanya penyelesaian perkara di pengadilan juga berpengaruh
terhadap biaya-biaya yang harus ditanggung oleh pencari keadilan (justiciabellen). Oleh karena
itu faktor ekonomi perlu diperhitungkan secara matang dalam memilih penyelesaian sengketa
yang tepat, agar tidak membebani secara finansial bagi para pencari keadilan maupun
keluarganya.

2. Faktor Budaya Hukum

Unsur budaya hukum adalah nilai-nilai dan sikap-sikap anggota masyarakat yang
Berhubungan dengan hukum (Satjipto Raharjo, 1980: 36). Budaya hukum masyarakat Juga
merupakan faktor yang mempengaruhi arti penting penyelesaian sengeketa bisnis di Luar
pengadilan. Budaya tradisional yang menekankan kepada komunalitas, kekerabatan, Harmoni,
primus inter peres telah mendorong penyelesaian sengketa di luar pengadilan Yang formal.
Demikian budaya yang menekankan kepada efisiensi dan efektivitas sama Kuatnya mendorong
penyelesaian sengketa bisnis tanpa melalui pengadilan (Erman Rajagukguk. Budaya Hukum dan
Penyelesaian Sengketa Perdata di Luar Pengadilan, Jurnal Magister Hukum, Vol. 2 No. 4,
Oktober 2000).

3. Faktor Luasnya Ruang Lingkup

Permasalahan yang Dapat di Bahas ADR binis memiliki kemampuan untuk membahas
ruang lingkup atau agenda Permasalahan secara luas dan komprehensif. Hal ini dapat terjadi

9
karena aturan Permainan dikembangkan serta ditentukan oleh para pihak sesuai dengan
kepentingan dan Kebutuhan para pihak yang berselisih.

4. Faktor Pembinaan

Hubungan Baik Para PihakADR bisnis yang menekankan cara-cara penyelesaian yang
kooperatif sangat Cocok bagi mereka yang menghendaki kepentingan pembinaan hubungan baik
antar Manusia yang sedang berlangsung maupun yang akan datang.

5. Faktor Proses

Proses ADR bisnis yang lebih fleksibel dibandingkan dengan beracara di Pengadilan
lebih memiliki kemampuan untuk menghasilkan kesepakatan yang Mencerminkan kepentingan
dan kebutuhan para pihak (pareto optimal atau win-win Solution).

Itulah mengapa masyarakat terlebih pada kalangan pembisnis di Indonesia lebih memilih
ADR daripada penyelesaian secara litigasi kecuali pada keadaan tertentu yang memang
mengharuskan untuk melalui jalur litigasi.2

D. Karakteristik Arbitrase
Pada prinsipnya, arbitrase menyediakan proses penyelesaian sengketa yang netral dan
efisien. Netral karena tidak berhubungan secara emosional dengan kedua pihak yang bersengketa
dan Efisien karena menyangkut pemilihan bantuan hukum yang tidak merugikan dan bertele-tele
kepada kedua pihak.

Intinya pendekatan artibtrase adalah alternatif penyelesaian masalah bebas masalah,


Karena itu kita perlu mengetahui karakteristik arbitrase. Hal ini, sebagai langkah objetifikasi
penilaian terhadap keunggulan arbitrase.

Ada 4 karakteristik arbitrase yang setidaknya diketahui oleh pebisnis dalam rangka
penyelesaian sengketa jika sewaktu-waktu diperlukan, diantaranya ialah :

2
Ros Angesti Anas Kapindha, dkk. “EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
SEBAGAI SALAH SATU PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI INDONESIA”, Jurnal hukum, Vol.1, hal. 10-11.
10
1. Arbitration Shall be Made Based on the Consent of Parties Arbitrase merupakan proses
konsensual yang membutuhkan persetujuan para pihak dalam hal terjadinya sengketa
yang timbul dalam perjanjian konstruksi, Hal tersebut sesuai dengan article II New York
convention, bahwasnya arbitrase akan bisa dieksekusi apabila para pihak sepakat untuk
menuangkan klausul arbitrase di setiap perjanjian yang dibuatnya.
2. The Decision that Made by Parties is Not Affected by the Government salah satu
karakteristik yang sangat fundamental dalam arbitrase adalah para pihak bebas untuk
menentukan forum arbitrase dan para arbitrator nya. Keputusan yang diambil pun tidak
berdasarkan pada hukum nasional negara salah satu pihak saja. Maka, dalam hal
terjadinya sengketa konstruksi internasional, maka para pihak dalam menentukan
pilihannya tidak berdasarkan hukum nasional negara masing-masing pihak melainkan
berdasarkan ketentuan forum arbitrasenya.

3. The Award of Arbitration are Final and Binding Arbitrase menghasilkan keputusan Final
dan Banding, yang memiliki arti bahwa keputusan arbitrase tidak bisa diuji lagi dan
mengikat para pihak. Keputusan arbitrase harus segera dieksekusi setelah keputusannya
diberikan kepada pengadilan negeri dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.

4. Arbitration Use Adjudicatory Procedures Karakteristik terakhir dari Arbitrase adalah


proses arbitrase bersifat ajudikasi privat yang diberikan oleh forum arbitrase. Dalam
proses ajudikasi ini akan menghasilkan keputusan yang tetap dan mengikat para pihak
yang harus segera dieksekusi.3

3
https://bplawyers.co.id/2021/05/24/empat-karakteristik-arbitrase-yang-wajib-dipahami-pebisnis/, Diakses pada
15 Oktober 2022.
11
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

12
DAFTAR PUSTAKA

13

Anda mungkin juga menyukai