2021
1
BAB II PEMBAHASAN
sebagai makhluk sosial” atau dalam bahasa latinnya disebut “zoon piliticon”.
Manusia tidak dapat sebagai makhlul hidupnya terasing dari manusia lain,
melainkan harus selalu hidup dalam ikatan kelompok, golongan, atau kerukunan
sebagai suatu kesatuan sosial. Seperti yang dikatakan Bouman, seorang sarjana
sosiologi terkenal, bahwa “Manusia baru menjadi manusia sesudah hidup bersama
dengan sesama manusia”, hal ini disebabkan karena adanya faktor kebutuhan
hidup, perasaan suka menolong, rasa harga diri, hasrat untuk patuh, untuk mencari
hubungan satu dengan yang lainnya yang disebut kontak. Dalam melakukan
kontak satu sama lain atau masyarakat, maka kepentingan dapat bertentangan satu
memelihara tingkah laku yang menimbulkan tata tertib dalam hidup bersama
tersebut. Apabila tidak dipelihara, akan menimbulkan konflik atau sengketa dalam
masyarakat.2
Sengketa dapat terjadi pada siapa saja. Sengketa dapat terjadi antara
1
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 11
2
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 11-12
2
dengan kelompok, antara perushaan dengan perusahaan, antara perusahaan
dengan negara, antara negara satu dengan lainnya, dan sebagainya. Dengan kata
lain, sengketa dapat bersifat publik maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi
arti sendiri dan berbeda-beda, penggunaannya tergantung pada situasi dan kondisi
tertentu. Penulis lebih condong untuk menggunakan kata sengketa sebagai suatu
istilah hukum dibandingkan kata lainnya. Istilah sengketa telah menjadi istilah
Sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan
oleh pihak lain. Pihak merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasan ini kepada
pihak kedua dan apabila pihak kedua tidak menanggapi dan memuaskan pihak
kontrak, yang dimaksud dengan sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara
perkataan lain telah terjadi wanprestasi oleh pihak-pihak atau salah satu pihak.
3
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 12
4
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 12
5
Riduan Syahrani, Seluk-beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1985),
hlm. 228
3
1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi
karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian.
B. Penyelesaian Sengketa
yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa
melalui proses peradilan yang berbelit-belit, biaya mahal, dan waktu yang lama,
kurang cocok untuk penyelesaian sengketa bisnis. Oleh karena itu, para sarjana
Amerika berusaha mencari alternatif selain dari pengadilan. Alternatif lain selain
proses pengadilan inilah dewasa ini dikenal dengan ADR (Alternative Dispute
Resolution).7
pada era 1970-an yang kemudian menyebar ke berbagai negara dalam bentuk
antara lain arbitrase dan mediasi. Secara teori ADR dapat memberikan prosedur
yang lebih murah, cepat, tidak kompleks seperti litigasi formal. Penggunaannya
6
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 13
7
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 13-14
4
tidak hanya ditujukan untuk mengatasi hambatan finansial terhadap pengadilan,
sebelummya sejak 35 tahun lalu, yaitu dalam pidato Prof. Frank Sander dari
meningkatnya perkara di pengadilan, maka nantinya hanya kan ada dua solusi
yaitu9
1. Waktu
mendapatkan suatu putusan yang benar-benar final dan mengikat (karena hak para
8
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 14
9
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 14
10
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 14-16
5
pihak untuk mengajukan banding, kasasi, peninjauan kembali, bantahan, dan
2. Adversary
menyerang.
3. Biaya Mahal
5. Lawyer Oriented
pihak yang mempunyai keahlian saja yang dapat beracara di pengadilan. Oleh
11
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 16-17
6
Ada ungkapan yang digalih dari pepatah, ada pula yang diformulasikan dari kesan
7. Win-Lose Situation
Sistem peradilan didasarkan pada nilai benar atau salah, yang pada
pengetahuan yang lebih dari lainnya. Mereka dituntut banyak belajar. Namun
kenyataannya, Hakim hanya mengetahui suatu hal secara terbatas dan tidak
didukung oleh keahlian yang profesional. Oleh karena itu, sulit untuk
objektif dari para Hakim sebeb kualitas Hakim tidak seimbang denga
9. Hubungan Putus
Dengan adanya sistem win-lose, maka untuk kasus perdata atau bisnis,
maka hubungan para pihak menjadi putus atau tidak harmonis lagi.12
12
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 18
7
Karena untuk menyelamatkan muka dan telah terputusnya hubungan,
Negosisasi (Negotation)
kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak
(kelompok atau organisasi) lain. Negosiasi juga diartikan suatu cara penyelesaian
mengikatkan diri dalam suatu kontrak, maupun jika terjadi sengketa mengenai
negosiasi sudah lazim dan merupakan langkah awal yang dilakukan oleh para
pelaku bisnis.16
Dalam hal ini, negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang di rancang
untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai
13
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 18
14
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi Edisi Kedua,
(Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 199
15
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi Edisi Kedua,
(Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 199
16
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 23
8
kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Oleh, karena itu negosiasi
penyelesaiannya tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah, baik yang tidak
Sementara itu harus di perhatikan bagi para pihak yang melakukan perundingan
damai.17
kompetitif, teknik kooperatif, teknik negosiasi lunak, teknik negosiasi keras, dan
negosiasi yang bersifat alot (tough) adalah teknik negosiasi yang bercirikan:
perunding lain sebagai musuh, jarang memberikan konsesi dan sering kali
menggunakan cara berlebihan. Tujuan penggunaan teknik ini adalah sebagai suatu
pihak lawan kehilangan kepercayaan diri, mengurangi harapan pihak lawan, serta
pada akhirnya lawan menerima kurang dari apa yang diharapkan sebelumnya.
kesepakatan.19
17
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi Edisi Kedua,
(Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 199
18
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 23
19
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 24
9
Sebaliknya, teknik negosiasi koorperatif menganggap pihak negosiator
lawan bukan sebagai musuh, namun sebagai mitra kerja mencari kepentingan
bersama. Para pihak menurut pola penyelesaia koorperatif ini berkomunikasi satu
values), dengan menggunakan rasio dan akan sehat sebagai cara menjajaki kerja
sama. Hal yang dituju oleh negosiator koorperatif adalah penyelesaian yang adil
teknik negosiasi lunak menempatkan pentingnya hubungan baik antar pihak yang
1) Orang
2) Kepentingan
3) Solusi
4) Kriteria objektif
20
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 24-25
21
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 25
10
Tabel 1. Perbandingan Teknik Negosiasi Lunak, Keras, dan Internet
Based22
Mudah mengubah
posisi Memperkuat posisi Fokus pada kepentingan
Mengemukakan
tawaran Membuat ancaman Menelusiru kepentingan
Mengungkap bottom
line Menciptakan win-lose Mencegah win-lose
Perolehan sepihak
Mengalah untuk sebagai harga Hasil sedaoat mungkin
kesepakatan kesepakatan diterima para pihak
Mencari satu jawaban Mencari satu jawaban Mengembangkan pilihan
yang menyenangkan yang harus diterima terlebih dahulu sebelum
lawan perunding lawan memutuskan
22
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 26
11
Untuk menghasilkan suatu negosiasi ang efektif, maka perlu diperhatikan
1. Tahap persiapan,
(willingess to negotiate)
6. Terdapat BATNA
7. Sense of urgensy
23
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 27
24
Mahkamah Agung R.I., Mediasi dan Perdamaian, (Jakarta: MA-RI, 2004), hlm. 27
12
Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, diharapkan pihak-pihak yang
sangketa melalui negosiasi adalah pihak-pihak ang bersengketa sendiri yang akan
yang paling tahu mengenai masalah yang menjadi sengketa dan bagaimana cara
Mediasi
suatu perselisihan sebagai penasihat. Mediasi juga merupakan salah satu bentuk
negosiasi antara para pihak yang bersengketa dan melibatkan pihak ketiga dengan
25
Mahkamah Agung R.I., Mediasi dan Perdamaian, (Jakarta: MA-RI, 2004), hlm. 28
26
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi Edisi Kedua,
(Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 199-200
27
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi Edisi Kedua,
(Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 200
13
1. Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan
perundingan.
2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam
perundingan.
penyelesaian.
bersama.
Dengan demikian, putusan yang diambil atau yang dicapai oleh mediasi
merupakan putusan yang disepakati bersama oleh para pihak yang dapat
Selain itu, dapat pula berbentuk putusan yang tidak sejalan dengan tatanan yang
ada, tetapi tidak bertentangan dengan nilai atau norma yang berlaku. Namun,
putusan tersebut dapat pula bertolak belakang dengan nilai atau norma yang
berlaku. Jika dengan cara mediasi tidak menghasikan suatu putusan diantara para
28
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi Edisi Kedua,
(Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 200-201
14
pihak maka tiap-tiap pihak boleh menempuh cara penyelesaian lain, seperti
Konsiliasi
30 Tahun 1999 tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian
dari konsiliasi. Akan tetapi rumusan itu dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 10
dan alinea 9 penjelasan umum, yakni konsiliasi merupakan salah satu lembaga
sengketa.31
kepada yang bersengketa. Selain itu, konsiliator tidak berhak untuk membuat
putusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak sehinga keputusan akhir
merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam
29
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi Edisi Kedua,
(Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 201
30
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi Edisi Kedua,
(Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 201
31
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi Edisi Kedua,
(Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 199
32
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi Edisi Kedua,
(Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 202
15
Apabila pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu
kesepakatan dan pihak ketiga mengajukan usulan jalan ke luar dari sengketa,
proses ini disebut konsiliasi. Hal ini menyebabkan istilah konsiliasi kadang sering
diartikan mediasi.33
rekomendasi yang diberikan oleh pihak ketiga kepada pihak yang bersengketa.
sedangkan mediator dalam suatu mediasi hanya berusaha membimbing para pihak
Arbitrase
ini, ada beberapa definisi yang diberikan oleh para ahli hukum, antara lain Subekti
pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan
persetujuan bahwa mereka akan tunduk atau menaati keputusan yang akan
diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih atau yang ditunjuk.
16
sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak pengusaha yang bersengketa.
perjanjian tertulis yang mereka buat sebelum atau sesudah terjadi sengketa
kehendak serta itikad baik dari pihak-pihak yang berselisih agar perselisihan
mereka tersebut diselesaikan oleh hakim yang mereka tunjuk dan angkat sendiri,
dengan pengertian bahwa putusan yang diambil oleh hakim tersebut merupakan
putusan yang bersifat final (putusan pada tingkat terakhir) dan yang mengikat
Dari pengertian yang diberikan ini, tampak bagi kita bahwa arbitrase tidak
lain merupakan suatu badan peradilan, yang putusannya memiliki sifat final dan
dilakukan lewat pranata arbitrase. Dalam hal ini para pihak berhak dan berwenang
untuk menentukan dan mengangkat sendiri para arbiter yang akan menyelesaikan
36
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase Ed.1 Cet.1, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2000), hlm. 16
17
sengketa mereka, yang berarti pula adanya kewenangan dari para pihak untuk
Dari ketentuan Rv. Tersebut jelas bagi kita bahwa setiap orang berhak
sengketa meraka kepada seorang atau beberapa orang arbiter, yang akan
yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. Dan bahwa mereka
berhak untuk melakukan penunjukkan itu setelah ataupun sebelum sengketa terbit.
37
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase Ed.1 Cet.1, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2000), hlm. 17
18
cara penyelesaian sengketa setelah sengketa terbit dilakukan dengan membuat
Dalam klausula atau persetujuan yang dibuat tersebut, para pihak harus
sengeketa melalui arbitrase, dan mereka juga telah menuangkan dengan jelas,
siapa saja yang akan mereka tunjuk sebagai arbiter yang akan menyelesaikan
sengketa meraka, tata cara apa yang harus ditempuh, bagaimana cara (para) arbiter
diselesaikan, serta bagaimana sifat dari putusan yang dijatuhkan oleh (para)
arbiter tersebut.39
D. Eksekusi keputusan
Pasal 147
yang dipimpinnya.40
Pasal 148
1) Dalam hal ketua pengadilan negeri berpendapat, bahwa perkara pidana itu
38
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase Ed.1 Cet.1, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2000), hlm. 17-18
39
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase Ed.1 Cet.1, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2000), hlm. 18
40
M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-undangan Hukum Acara Pidana, (Bogor
Sukabumi: Politelia, 1998), hlm. 130
19
termasuk wewenang pengadilan negeri lain, ia menyerahkan surat
surat penetapan.
Penjelasan :
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal kejaksaan negeri yang menerima surat pelimpahan perkara yang
dimaksud dari kejaksaan negeri semula, ia membuat surat pelimpahan baru untuk
Ayat (3)42
Cukup jelas
Pasal 149
41
M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-undangan Hukum Acara Pidana, (Bogor
Sukabumi: Politelia, 1998), hlm. 131
42
M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-undangan Hukum Acara Pidana, (Bogor
Sukabumi: Politelia, 1998), hlm. 131
20
a. Ia mangajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi yang
diterima.
batalnya perlawanan.
sebagaimana dimaksud dalam pasal 148 dan hal itu dicacat dalam
2. Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama empat belas hari stelah
dalam ayat (3) dan ayat (4) disampaikan kepada penuntut umum.43
Penjelasan:
Pasal 149
43
M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-undangan Hukum Acara Pidana, (Bogor
Sukabumi: Politelia, 1998), hlm. 132
21
Cukup jelas
Pasal 150
Penjelasan :
Pasal 150
Cukup jelas
Pasal 151
44
M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-undangan Hukum Acara Pidana, (Bogor
Sukabumi: Politelia, 1998), hlm. 133
22
c. Antara dua pengadilan tinggi atau lebih.45
Penjelasan :
Pasal 151
Cukup jelas46
DAFTAR PUSTAKA
Alumni, 1985)
23