Anda di halaman 1dari 8

MEDIASI NONLITIGASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Dosen Pengampu : Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H


Dr. H. Iskandar, S.H., M.H

OLEH :
IBNU MUDHAKIR 23850007

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM


UNIVESITAS MUHAMMADIYAH METRO
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Sengketa adalah merupakan suatu fenomena yang selalu kita jumpai pada setiap
masyarakat di dunia, baik pada masyarakat yang masih bercorak tradisional, masyarakat
modern bahkan masyarakat pasca modern yang mempunyai kaitan dengan hukum yang
berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan atau lebih tepatnya dengan hukum
sebagaimana banyak mendapat perhatian dari para pengkaji “hukum dan masyarakat”
(Law and Society), Antrapologi Hukum (Legal Anthropology), dan Hukum Bisnis (Business
Law).1 Penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan seringkali menimbulkan
masalah baru, karena menang atau kalah ternyata tidak menyenangkan hati. Biasanya
orang yang telah bersengketa di lembaga peradilan, sekalipun sengketanya sudah
diputuskan akan tetapi pertikaian antar pihak yang bersengketa terus berlanjut, seperti
tidak bertegur sapa lagi dan tidak jarang saling menyimpan dendam yang
berkepanjangan.
Penyelesaian perkara di lembaga peradilan seringkali harus membutuhkan waktu
yang lama, apalagi seandainya banyak perkara yang tertumpuk di pengadilan, maka
akan memakan waktu yang lama dan akhirnya dari lamanya waktu tersebut
mengakibatkan biaya tidak sedikit. Hal ini akan bertentangan atau tidak cocok dengan
azas yang dikenal dalam Hukum Acara Perdata yang berbunyi : “Peradilan dilaksanakan
dengan sederhana, cepat dan biaya ringan”.2
Sistem hukum Indonesia ada beberapa alternatif penyelesaian sengketa di luar
peradilan yang didasarkan pada Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Alternatif-alternatif yang dapat dilakukan oleh
pihak yang bersengketa antara lain: (1) Konsultasi, (2) Negoisasi, (3) Mediasi, (4)
Konsiliasi, (5) Pemberian pendapat hukum, (6) Arbitrase. Pengaturan mengenai mediasi
1
Abdurrahman, Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Pengadilan Dan Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa,
dalam Refleksi Dinamika Hukum, Rangkaian Pemikiran Dalam Dekade Terakhir, Analisis Komprehensif Tentang
Hukum Oleh 63 Akademisi dan Praktisi Hukum, Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta: 2008, cet
ke-1, hal 553
2
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, Cet ke-2,1979, hal. 21
dan ditemukan dalam ketentuan pasal 16 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang
No. 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Terdapat suatu budaya (culture) yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat3 untuk mengatasi berbagai perselisihan, yaitu budaya musyawarah mufakat
yang efektif dalam mengatasi perselisihan antar anggota masyarakat, namun akhir-akhir
ini mulai ditinggalkan dan terkikis seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan
manusia dan kemajuan teknologi. Pada dasarnya penggunaan cara penyelesaian
perselisihan dengan musyawarah mufakat dalam masyarakat sama saja dengan metode
mediasi, hanya saja penerapannya yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan
kebiasaan masing-masing masyarakat.4
Indonesia telah mengenal dan mengakui cara mediasi sebagai alternatif
penyelesaian sengketa. Sejak keluarnya Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang merupakan implementasi dari Hukum
Acara Perdata Pasal 130 Hersiene Inlandsch Reglemen (HIR) yang berlaku untuk wilayah
Jawa dan Madura, dan Pasal 154 Rechtsreglemen voor de Buitengewesten (R.Bg) yang
berlaku untuk wilayah di luar Jawa dan Madura, yang pada intinya mengisyaratkan
upaya perdamaian dalam menyelesaikan sengketa.
Mediasi non litigasi berjalan dengan peran serta berbagai pihak dan tokoh-tokoh
yang ada di tengah masyarakat seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan
kepala desa yang memiliki kharisma dan dihormati, proses penyelesaiannya diserahkan
sesuai kehendak dan kesepakatan mereka, sedang para tokoh hanya memfasilitasi dan
memberikan nasihat sehingga hasilnya memuaskan pihak-pihak yang berselisih.
Keberhasilan proses mediasi biasanya terwujud dalam bentuk kesepakatan damai. Asas
musyawarah memberikan hak-hak yang fundamental kepada masyarakat untuk
membangun keinginan kolektifnya serta memberikan legitimasi yang kuat pada produk
hukum, merupakan pembuka ruang publik bagi masyarakat sehingga mereka dapat
mengakses, mengkritik, dan meluruskan makna hukum yang sesuai dengan kepentingan

3
Ibid h.45.
4
Helmy Ziaul Fuad, Mediasi Sebagai Penyelesaian Sengketa Pada Masyarakat Tradisional Dan Moderen, Artikel
Dirjen Badan Peradilan Agama, Mei 2019.
kolektifnya.5 Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua proses, proses
penyelesaian sengketa tertua dengan melalui proses litigasi di dalam pengadilan,
kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerjasama (kooperatif) di
luar pengadilan.6
Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversarial yang belum
mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru,
lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan
menimbulkan permusuhan di antara pihak-pihak yang bersengketa. Proses yang panjang
dan terkesan tidak menyelesaikan masalah ini pula yang menambah andil kritik
terhadap proses penyelesaian sengketa melalui litigasi. 7 Sebaliknya dengan melalui
proses di luar pengadilan menghasilkan kesepakatan yang bersifat win win solution.8
Mediasi di pengadilan diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan (litigasi), sedangkan
mediasi diluar pengadilan (non litigasi) dalam aturan hukum Indonesia terdapat dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa “Sengketa atau
beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif
penyelesaian sengketa yang didasarkan pada i‟tikad baik dengan mengesampingkan
penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri”, belum diaturnya secara jelas
ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan mediasi non litigasi dalam Undang-Undang
ini memiliki implikasi yang terjadi dalam prakteknya, bahwa masyarakat di berbagai
tempat cenderung melaksanakan mediasi sesuai dengan kebiasaan serta budaya yang
berkembang di lingkungan mereka masing-masing. Peraturan Perundang-Undangan lain

5
Ija Suntana, Politik Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), h.14-15.
6
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013), h.5.
7
I Made Sukadana, Mediasi Peradilan Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia Dalam Rangka
Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana, Cepat, Dan Biaya Ringan, (Jakarta: Prestasi Pustakakarya, 2012),
h.67.
8
diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/9080-IDperbandingan-hukum-penyelesaian-sengketa-
secara-mediasi-di-pengadilan-dan-di-lua.pdf, pada tanggal 10 Oktober 2023 Jam 23.31 wib
yang mendukung pelaksanaan mediasi non litigasi diantaranya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman 9.
Urgensi mediasi non litigasi, penting untuk diterapkan di tengah masyarakat,
mengingat perkara perselisihan keluarga di pengadilan agama semakin hari semakin
bertambah, ungkapan yang sama sering terlontar dari para advokat yang bersinggungan
langsung dan menyaksikan sendiri, bahwa perkara perselisihan keluarga yang mereka
hadapi semakin bertambah setiap harinya, bahkan biaya yang harus dikeluarkan para
pihak dalam proses sengketanya lebih besar (mahal) daripada nilai objek yang
dipersengketakan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dari itu penulis
mengangkat judul tesis “ MEDIASI NONLITIGASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
a. Bagaimana mediasi nonlitigasi sebagai alternatf penyelesaian sengketa ?
b. Bagaimana Optimaliasasi mediasi nonlitigasi sebagai alternatif penyelesaian
sengketa?
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
a. Untuk mengetahui efektifitas proses mediasi nonlitigasi sebagai bentuk penyelesaian
sengketa. Dari pemaparan diatas peneliti dapat ambil tujuan penelitian yaitu,
bagaimana Mediasi Nonlitigasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dan
optimalisasi mediasi Nonlitigasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa.
D. MANFAAT PENELITIAN
a. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan dalam perkembangan
ilmu pengetahuan hukum di Indonesia, hukum penyelesaian sengketa alternatif

9
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, diakses dari
https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4b01297e9d172/undangundang-nomor-48-tahun2009#, pada
tanggal 10 Oktober 2023 Jam 23.31 wib
khususnya mediasi nonlitigasi yang merupakan salah satu penyelesaian sengketa
perdata di luar Pengadilan.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa khusunya penulis,
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika merupakan pola dasar untuk mengarahkan suatutulisan dalam
pembahasan skripsi berbentuk bab dan subbab yang saling berkaitan satu sama lain,
setiap permasalahan yang dijadikan objek penelitian.
Pertama, pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
F. KERANGKA TEORI
1. Kerangka Teori
- Rouscou Pound berpendapat yang menjadi penunjang atau pendukung atas
teori hukum yang dapat merekayasa masyarakat (law as a tool social
engineering) adalah teori efektivitas.10 Bahwasanya hukum memainkan peranan
yang penting dalam suatu masyarakat, dan bahkan mempunyai multifungsi untuk
kebaikan masyarakat, demi mencapai keadilan, kepastian hukum, ketertiban,
kemanfaatan, dan lain-lain tujuan hukum. Hukum berfungsi untuk keadilan,
kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan
ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan.
Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat
abstrak sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara
penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak
tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya
keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidaklah semata-mata dilihat
dari sudut hukum tertulis saja, masih banyak aturan-aturan yang hidup dalam
masyarakat yang mampu mengatur kehidupan masyarakat.
- Menurut Soerjono Soekanto Teori efektivitas hukum yaitu bahwa efektif atau
tidaknya suatu hukum ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : 1.Faktor
hukumnya sendiri (undang-undang). 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak
yang membentuk maupun menerapkan hukum.3.Faktor sarana atau fasilitas
10
https://ejournal.stai-br.ac.id/index.php/alrazi/article/view/23, diunduh 02/11/23 pukul 23.33 wib
yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan
dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni
sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di
dalam pergaulan hidup. faktor di atas sangat berkaitan dengan eratnya, oleh
karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur
dari pada efektivitas penegakan hukum. Pada elemen pertama, yang
menentukan dapat berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan baik atau tidak
adalah tergantung dari aturan hukum itu sendiri.
- Teori Keadilan dalam hukum adalah prinsip atau konsep yang mengacu pada
keseimbangan, kesetaraan, dan perlakuan yang adil bagi semua individu dalam
sistem hukum. Menurut John Rawls - Keadilan substantif tercapai ketika setiap
orang memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh hak dan kebebasan
dasar yang sama, serta ketidaksetaraan sosial dan ekonomi diatur sedemikian
rupa sehingga memberikan manfaat terbesar bagi yang paling tidak beruntung.
Menurut Plato - Keadilan adalah keadaan di mana setiap orang diberikan apa
yang seharusnya diberikan kepadanya. Menurut Aristoteles - Keadilan tercapai
ketika setiap individu diberi apa yang sesuai dengan hak, prestasi, atau
kontribusinya. Keadilan dalam hukum juga mencakup aspek restoratif, di mana
tujuan hukuman atau tindakan hukum adalah untuk memperbaiki kerugian yang
ditimbulkan oleh pelanggaran hukum, memulihkan kerugian bagi pihak yang
terkena dampak, dan membawa perdamaian dalam masyarakat Keadilan dalam
hukum juga mencakup keadilan komutatif, yaitu keadilan timbal balik yang terjadi
ketika warga masyarakat melakukan transaksi Selain itu, keadilan dalam hukum
juga mencakup keadilan pidana yang dijadikan dasar dan tujuan pengenaan
hukum pidana.
2. KONSEPTUAL
- Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau
mufakat para pihak yang bersengketa dengan dibantu oleh mediator yang netral
dan tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian Mediator berperan sebagai penengah atau perantara antara kedua
belah pihak yang sedang berkonflikMediasi juga dapat dilakukan di pengadilan,
seperti mediasi di Pengadilan Agama yang merupakan suatu proses usaha
perdamaian antara suami dan istri yang telah mengajukan gugatan cerai.
- Non-litigasi adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau sering juga
disebut dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif Penyelesaian sengketa melalui
jalur non-litigasi dapat menjadi alternatif penyelesaian sengketa yang lebih cepat,
murah, dan efektif dibandingkan dengan jalur litigasi Selain itu, penyelesaian
sengketa melalui jalur non-litigasi juga dapat menciptakan perdamaian di antara
para pihak yang bersengketa.
- Sengketa adalah perbedaan kepentingan antara individu atau lembaga pada
objek yang sama yang dimanifestasikan dalam hubungan-hubungan di antara
mereka, Sengketa dapat berupa konflik, perselisihan, atau perbedaan pendapat
antara dua pihak atau lebih. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui jalur
litigasi atau non-litigasi. Jalur litigasi adalah penyelesaian sengketa melalui
proses pengadilan atau lembaga peradilan. Sedangkan jalur non-litigasi adalah
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, seperti melalui arbitrase, konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
- Penyelesaian sengketa adalah proses untuk menyelesaikan perbedaan
kepentingan antara individu atau lembaga pada objek yang sama yang
dimanifestasikan dalam hubungan-hubungan di antara mereka. Penyelesaian
sengketa dapat dilakukan melalui jalur litigasi atau non-litigasi. Jalur litigasi
adalah penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan atau lembaga
peradilan. Sedangkan jalur non-litigasi adalah penyelesaian sengketa di luar
pengadilan, seperti melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi,
atau penilaian ahli. Penyelesaian sengketa dapat bersifat formal dan teknis,
menghasilkan kesepakatan yang sifatnya menang kalah, dan cenderung
menimbulkan masalah baru. Tujuan penyelesaian sengketa adalah menciptakan
perdamaian di antara para pihak yang bersengketa.

Anda mungkin juga menyukai