Kurniawan1
Abstract
Since year 2001 in Indonesia based on instruction article 49 subsection (1) the
Law number 8 year 1999 of consumer protection have been establishment of
Consumer Dispute solution Body (BPSK). Based on degree of President
number 90 year 2001 about formation of BPSK in several city in Indonesia. In
several country that submit Common Law System dispute solving cases
finishing by institute that called Small claims Court and Small Claim tribunal.
The difference dispute solving of BPSK with dispute solving by means of the
Small Claims Court and Small Claims Tribunal (SCT) is BPSK form of
institute consumer dispute solution with small scale, formal and cheap cost, but
not limiting large of claim that the consumer offer. Whereas the Small Claims
Tribunal bringing limitation with transparant about claim that the offering by
consumer. On the Small Claims Court (SCC) committe of solving cases
willborn from active judge unsure, and pensioner, whereas in BPSK committe
willborn from government unsure, producer and consumer with different
background.
Abstrak
Sejak tahun 2001, di Indonesia sesuai dengan amanat Pasal 49 ayat (1)
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, telah
dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan BPSK pada
beberapa kota di Indonesia. Di beberapa Negara yang menganut Common
Law System, kasus-kasus sengketa konsumen diselesaikan oleh lembaga yang
disebut The Small Claims Court (SCC) dan The Small Claims Tribunal (SCT).
Perbedaan penyelesaian melalui BPSK dengan SCC dan SCT adalah BPSK
menyelesaikan sengketa konsumen yang berskala kecil, formal dan biaya
murah, namun tidak membatasi besar gugatan yang diajukan konsumen,
sedangkan SCT memberikan batasan yang jelas mengenai gugatan yang dapat
diajukan oleh konsumen. Pada penyelesaian model SCC, majelis yang
menyelesaikan perkara berasal dari unsur hakim aktif dan pensiunan,
sedangkan pada BPSK majelis berasal dari unsur pemerintah, pelaku usaha
dan konsumen dengan latar belakang yang berbeda-beda.
1
Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram, NTB. Alamat
korespondensi: kurniawan3377@yahoo.co.id.
270 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
I. Pendahuluan
2
Trubek dalam Mochamad Munir, Penggunaan Pengadilan Negeri Sebagai Lembaga
Untuk Menyelesaikan Sengketa Dalam masyarakat (Disertasi Universitas Airlangga Surabaya),
1997, hal. 90.
Perbandingan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Kurniawan 271
karenanya cenderung berupa keadilan yang rasional. Oleh sebab itu, keadilan
yang diperoleh masyarakat modern tidak lain adalah keadilan birokratis.3
Penyelesaian sengketa menggunakan pengadilan telah terbukti banyak
menimbulkan ketidakpuasan pada pihak-pihak yang bersengketa maupun
masyarakat luas. Ketidakpuasan masyarakat dilontarkan dalam bentuk
pandangan sinis, mencemooh, dan menghujat terhadap kinerja pengadilan
karena dianggap tidak memanusiakan pihak-pihak yang bersengketa,
menjauhkan pihak-pihak yang bersengketa dari keadilan, tempat terjadinya
perdagangan putusan hakim, dan lain-lain hujatan yang ditujukan kepada
lembaga peradilan.
Seiring dengan terjadinya globalisasi, dimana dunia saat ini seperti tanpa
batas, menyebabkan Negara-negara di dunia termasuk Indonesia yang memang
dari awal masyarakat adatnya telah melaksanakan prinsip-prinsip penyelesaian
sengketa damai atau di luar pengadilan dalam kehidupan bermasyarakat mulai
memasukkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini ke dalam ranah
hukum positif. Alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini
kemudian berkembang dalam menyelesaikan sengketa-sengketa bisnis yang
terjadi antara konsumen dengan pelaku usaha.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana perbandingan penyelesaian
sengketa konsumen di Indonesia dengan di negara-negara yang menganut
common law system.
II. Pembahasan
3
Eman Suparman, Jurisdiksi Pengadilan Negeri Terhadap Forum Arbitrase Dalam
Penyelesaian Sengketa Bisnis Berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999, Laporan
Hasil Penelitian, Dana DIK UNPAD 2003, hal. 2-3
4
Abu Rohmad, “Paradigma Resolusi Konflik Agraria”, (Semarang: Walisongo Press,
2008), hal. 9
272 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
5
Ahmad Ali, “Sosiologi Hukum: Kajian Empiris Terhadap Pengadilan”, (Jakarta:
Iblam, 2004), hal. 63.
6
Laura Nader dan Harry Todd dalam Ihromi, “Beberapa Catatan Mengenai Metode
Sengketa yang Digunakan Dalam Antropologi Hukum, dalam Antropologi Hukum ; Sebuah
Bunga Rampai”, (Jakarta: Yayasan Obor, 1993), hal. 210-211.
7
Rachmad Syafa‟at, “Mediasi dan Advokasi Konsep dan Implementasinya”, (Malang:
Agritek YPN Malang Kerjasama dengan SOFA Press, 2006), hal. 33.
8
B.N. Marbun, ”Kamus Hukum Indonesia”, Cetakan I, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2006), hal. 285.
9
J.C.T. Simorangkir, et.al, ”Kamus Hukum”, Cetakan ke-5, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), hal. 157.
10
Kurniawan, ”Hukum Perlindungan Konsumen, Problematika Kedudukan dan
Kekuatan Putusan BPSK”, (Malang: UB Press, 2011), hal. 44.
Perbandingan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Kurniawan 273
11
Cristoper W. Moore, “The Mediation Process: Practical Strategies for Resolving
Conflict”, (Edisi Kedua), (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1996), hal. 162.
274 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
12
Kurniawan, Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui BPSK di Indonesia (Kajian
Yuridis Terhadap Permasalahan dan Kendala-kendala BPSK), “Jurnal Hukum &
Pembangunan Universitas Indonesia”, Tahun Ke-41 No. 3 Juli 2011, hal. 337.
Perbandingan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Kurniawan 275
1) Tahap Permohonan
Persyaratan Pengaduan
Setiap konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha dapat
mengajukan permohonan penyelesaian sengketa konsumen melalui
BPSK terdekat. Permohonan tersebut dapat dilakukan oleh
konsumen yang bersangkutan, ahli warisnya, atau kuasanya.
Permohonan yang diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dilakukan
bilamana:13
1) Konsumen meninggal dunia;
2) Konsumen sakit atau berusia lanjut, sehingga tidak dapat
mengajukan pengaduan;
3) Konsumen belum dewasa (Menurut KUH Perdata)
4) Konsumen warga negara asing.
2) Tahap Persidangan
Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK dilakukan oleh
Majelis yang dibentuk berdasarkan Keputusan Ketua BPSK dan
dibantu oleh Panitera.14 Majelis tersebut harus berjumlah ganjil dan
paling sedikit terdiri dari 3 (tiga) anggota BPSK yang mewakili
unsur Pemerintah (sebagai ketua) dan unsur konsumen dan pelaku
usaha sebagai anggota.15 Sedangkan Panitera ditunjuk dari anggota
Sekretariat BPSK.16
14
Deperindag, Pedoman Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK). 2002, hal. 22.
Perbandingan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Kurniawan 277
15
UUPK. No.8 Tahun 1999, Pasal 54 Ayat (2).
16
Deperindag, Op.Cit., hal. 23.
17
Ibid.
278 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
18
Direktorat Perlindungan Konsumen, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri., 2003.
Perbandingan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Kurniawan 281
Skema I:
Alur Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK
Pengajuan
21 hari kerja
Pengaduan
Perma 1 Tahun
2006
Pengaduan Pengajuan ke
Konsumen Peng Negeri
Ke BPSK
21 hari kerja
Sepakat Putusan PN
UUPK Ps 58 (2)
14 hari Kerja
Putusan final & (UUPK Ps 56 (2)
mengkgikat 14 hari kerja
Putusan
BPSK Memberikan diterima
Para pihak Pengajuan
Keputusan
(UUPK Ps 54 (3) Kasasi Ke MA
Putusan ditolak
para pihak
Putusan BPSK 30 hari kerja
19
Susanti Adi Nugroho, ”Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari
Hukum Acara Serta Implementasinya”, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 87.
Perbandingan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Kurniawan 285
20
Catherine Tay Swee Kian & Tang See Chim, “Your Right as a Consumer”,
(Singapura: Penerbit, Time Book International, 1986), hal. 109.
21
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hal. 86.
22
Ibid.
286 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
III. Penutup
1. Simpulan
Dari pembahasan yang sudah dipaparkan di atas dapat ditarik
simpulan yaitu perbedaan penyelesaian sengketa konsumen melalui
BPSK di Indonesia dengan penyelesaian sengketa konsumen model SCC
dan SCT di negara-negara common law system dapat dilihat dari
kelembagaan, batasan nilai gugatan, dan asal majelis (hakim). BPSK
merupakan lembaga penyelesaian sengketa konsumen yang berskala
kecil, formal dan biaya murah, namun tidak membatasi besar gugatan
yang diajukan konsumen, sedangkan SCT merupakan lembaga
penyelesaian perkara perdata (civil claims) berskala kecil dengan cara
sederhana, tidak formal, cepat dan biaya murah serta memberikan
batasan yang jelas mengenai gugatan yang dapat diajukan oleh
konsumen. Pada penyelesaian model SCC, majelis yang menyelesaikan
Perbandingan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Kurniawan 289
perkara berasal dari unsur hakim aktif dan pensiunan, sedangkan pada
BPSK majelis berasal dari unsur pemerintah, pelaku usaha dan konsumen
dengan latar belakang yang berbeda-beda.
2. Saran
Daftar Pustaka
Buku
Artikel-Artikel/Internet/Makalah
Deperindag. Pedoman Operasional Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK), 2003.
Deperindag. Pedoman Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK), 2002.
Direktorat Perlindungan Konsumen. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri, 2003.
Kurniawan. ”Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui BPSK di Indonesia
(Kajian Yuridis Terhadap Permasalahan dan Kendala-kendala BPSK)”,
Perbandingan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Kurniawan 291
Perundang-Undangan