Anda di halaman 1dari 17

Kontribusi Psikologi Behaviorisme ……….

Ahmad Zain Sarnoto

KONTRIBUSI PSIKOLOGI BEHAVIORISME


TERHADAP PERKEMBANGAN
TEORI ILMU KOMUNIKASI

Ahmad Zain Sarnoto


Dosen dan Konsultan Pendidikan

Abstrak:
banyak teori dalam ilmu komunikasi dilatarbelakangi
konsepsi-konsepsi psikologi tentang manusia. Paling tidak, ada
empat teori psikologi yang paling dominan yang dianggap sebagai
akar dari teori komunikasi, yaitu Psikoanalisis, Behaviorisme,
Psikologi Kognitif, dan Psikologi Humanistis. Pendekatan
Behaviorisme memusatkan pada pendekatan ilmiah yang objektif
sehingga dalam pendekatan ini hal-hal yang berbau subjektifitas
sama sekali diabaikan.

Katakunci: Psikologi Behaviorisme dan Ilmu Komunikasi

A. Pendahuluan
“Ilmu komunikasi ibarat oasis, yang menjadi persimpangan jalan dan
tempat perjumpaan berbagai ilmu (musafir) dalam perjalanan ke tujuan
keilmuannya masing-masing. Walaupun sebagian musafir itu sekedar
mampir sebentar, ilmu yang dikembangkannya pada saat mampir itu
membantu pertumbuhan ilmu si musafir dan memperkaya oasis tersebut“
demikian kata Wilbur Schramm, salah seorang Bapak Ilmu Komunikasi
(Dahlan, 1996). Komunikasi adalah suatu ilmu yang cakupannya luas dan
perlintasan ilmu-ilmu lain, seperti psikologi, sosiologi, antropologi,
linguistik, ilmu politik, dan sebagainya.
Kenyataan tersebut menyebabkan banyak teori-teori komunikasi
yang sebenarnya „dipinjam‟ dari berbagai disiplin ilmu lain. Fakta bahwa
sejauh ini ilmu komunikasi belum menghasilkan teori-teori besar (grand
theories), seperti sosiologi atau psikologi, dianggap sebagai kelemahan ilmu
komunikasi oleh sebagian pengamat. Namun, sebagian pengamat lain
menegaskan justru di situ pulalah kekuatannya (Mulyana, 1999). Kenyataan
bahwa ilmu komunikasi bersifat multidisipliner dan merupakan ilmu yang
relatif baru tidak membuat membuat „rendah diri‟ para pakar ilmu
komunikasi, karena hal itu menjadi tantangan sekaligus peluang untuk
mengembangkan ilmu komunikasi sejajar dengan ilmu-ilmu sosial yang lain.
Menurut Rakhmat (2001), banyak teori dalam ilmu komunikasi
dilatarbelakangi konsepsi-konsepsi psikologi tentang manusia. Paling tidak,
ada empat teori psikologi yang paling dominan yang dianggap sebagai akar

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 1


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

dari teori komunikasi, yaitu Psikoanalisis, Behaviorisme, Psikologi Kognitif,


dan Psikologi Humanistis.
Setiap pendekatan (konsepsi) tersebut memandang manusia dengan
cara yang berlainan, yang akan mempengaruhi pandangannya tentang
karakteristik manusia sebagai pelaku utama komunikasi. Dalam tulisan ini
akan dibahas konsepsi behaviorisme, yang pada dasarnya melihat manusia
sebagai Homo Mechanicus (makhluk yang digerakkan semaunya oleh
lingkungan)
Secara umum, pembahasan materi dalam tulisan ini dilakukan dengan
tujuan untuk memberikan gambaran singkat tentang kontribusi pandangan
(konsepsi) Psikologi Behaviorisme terhadap perkembangan teori dalam Ilmu
Komunikasi, dalam tulisan ini dibahas pemahaman singkat tentang
perkembangan konsepsi psikologi behaviorisme, yang mencakup
perkembangan pemikirannya sekaligus tokoh-tokohnya. Selanjutnya
dibicarakan kontribusi behaviorisme dalam konteks komunikasi interpersonal
dan komunikasi massa.

B. Sejarah Singkat Mahzab Behaviorisme


Dalam perkembangan Psikologi, yang mendapat sebutan mazhab
„kedua‟ adalah karya para ahli yang berhubungan dengan teori Behaviorisme.
Teori yang bersifat umum ini dirumuskan oleh John B. Watson (1878-1958)
tepat pada peralihan abad ini. Saat itu, Watson adalah seorang guru besar
psikologi di Universitas Johns Hopkins. la berupaya menjadikan studi
tentang manusia seobjektif dan seilmiah mungkin, karenanya seperti
Sigmund Freud, ia berusaha mereduksikan tingkah laku manusia menjadi
perkara kimiawi dan fisik semata.
Kini kata „behaviorisme‟ biasanya digunakan untuk melukiskan isi
sejumlah teori yang saling berhubungan di bidang psikologi, sosiologi dan
ilmu-ilmu tingkah laku meliputi bukan hanya karya John Watson, melainkan
juga karya tokoh-tokoh seperti Edward Thorndike, Clark Hull, John Dollard,
Neal Miller, B.F. Skinner, dan masih banyak lagi. Para pendahulu aliran
pemikiran ini adalah Isaac Newton, yang berhasil mengembangkan metode
ilmiah di bidang ilmu-ilmu fisik, dan Charles Darwin, yang menyatakan
bahwa manusia merupakan hasil proses evolusi secara kebetulan dari bina-
tang-binatang yang lebih rendah.
Behaviorisme amat banyak menentukan perkembangan psikologi
terutama dalam ekperimen-eksperimen. Walaupun Watson sering dianggap
tokoh utama aliran ini, tetapi sebenarnya perkembangannya dapat dilacak
sampai kepada empirisisme dan hedonisme pada abad XVIII – XVIII.
Aristoteles berpendapat bahwa pada waktu lahir jiwa manusia tidak
memiliki apa-apa, ibarat sebuah meja lilin (tabula rasa) yang siap dilukis oleh
pengalaman. Dari Aristoteles, John Locke (1632 - 1704), tokoh empirisme
Inggris, meminjam konsep ini. Menurut kaum empiris, pada waktu lahir
manusia tidak mempunyai “warna mental”. Warna ini didapat dari

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 2


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

pengalaman. Pengalaman satu-satunya jalan ke pemilikan pengetahuan.


Bukanlah ide yang menghasilkan pengetahuan, tetapi keduanya adalah
produk pengalaman. Secara psikologis, ini berarti seluruh perilaku manusia,
kepribadian dan temperamen ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory
experience). Pikiran dan perasaan, bukan penyebab perilaku tetapi
disebabkan perilaku masa lalu.
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme dan
juga psikoanalisis. Behaviorisme ingin menganalisis hanya perilaku yang
nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Belakangan,
teori kaum behavioris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena
menurut mereka seluruh perilaku manusia kecuali instink adalah hasil
belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh
lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik
atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui
bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Dari
sinilah timbul konsep “manusia mesin” (Homo Mechanicus).
Teori Freud dikembangkan terutama dengan mendengarkan para
pasiennya dan dari hasil interpretasi subjektifnya atas aneka neurosis para
pasiennya itu. Sebaliknya, kaum Behavioris memusatkan diri pada
pendekatan „ilmiah‟ yang sungguh-sungguh objektif. Lagi pula, Freud
menempatkan rangsangan-rangsangan dan dorongan-dorongan dalam sebagai
sumber motivasi, sementara kaum Behavioris menekankan
kekuatan-kekuatan luar yang berasal dari lingkungan. Dalam teori mereka
segala yang berbau subjektif sama sekali diabaikan. Menurut Watson, “Kaum
Behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka semua peristilahan yang
bersifat subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk
berpikir dan emosi sejauh kedua pengertian tersebut dirumuskan secara
subjektif”.

C. Mekanisme Belajar
Secara umum terdapat tiga mekanisme yang biasa terjadi dalam
belajar. Ketiga mekanisme itu adalah :
Mekanisme belajar yang pertama adalah Asosiasi.
Anjing Pavlov belajar mengeluarkan air liur pada saat mendengar garpu
tala berbunyi karena sebelumnya disajikan daging setiap saat terdengar
bunyi. Setelah beberapa saat, anjing itu akan mengeluarkan air liur bila
mendengar bunyi garpu tala meskipun tidak disajikan daging, karena
anjing itu mengasosiasikan bel dengan daging. Kita belajar berperilaku
dengan asosiasi. Misalnya, kata “Nazi” biasanya diasosiasikan dengan
kejahatan mengerikan. Kita belajar bahwa Nazi adalah jahat karena kita
telah belajar mengasosiasikannya dengan hal yang mengerikan.
Mekanisme belajar kedua adalah reinforcement.

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 3


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

Orang belajar menampilkan perilaku tertentu karena perilaku itu disertai


dengan sesuatu yang menyenangkan dan dapat memuaskan kebutuhan
(atau mereka belajar menghindari perilaku yang disertai akibat-akibat
yang tidak menyenangkan). Seorang anak mungkin belajar membalas
penghinaan yang diterimanya di sekolah dengan mengajak berkelahi si
pengejek karena ayahnya selalu memberikan pujian bila dia membela
hak-haknya. Atau seorang mahasiswa mungkin belajar untuk tidak
menentang sang profesor dikelas karena setiap kali dia melakukan hal itu,
sang profesor selalu mengerutkan dahi, nampak marah, dan
membentaknya kembali.
Mekanisme belajar utama yang ketiga adalah imitasi.
Seringkali orang mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan meniru
sikap dan perilaku yang menjadi model. Seorang anak kecil dapat belajar
bagaimana menyalakan perapian dengan meniru bagaimana ibunya
melakukan hal itu. Anak-anak dan remaja mungkin menentukan sikap
politik mereka dengan meniru pembicaraan orang tua mereka
pembicaraan orang tua mereka selama kampanye pemilihan. Imitasi bisa
terjadi tanpa adanya reinforcement eksternal, hanya melalui observasi
biasa terhadap model.
Kaum Behavioris sangat mengagungkan proses belajar asosiatif atau
proses belajar asosiatif stimuslus respon ini sebagai penjelasan terpenting
tentang tingkah laku manusia. Perbedaan antara teori Freud, yang memberi
tekanan pada dorongan dari dalam pada manusia, dengan keyakinan kaum
Behavioris pada kekuatan-kekuatan “luar” atau kekuatan-kekuatan dari
lingkungan dalam diri manusia dapat dilihat dengan jelas
Salah satu asumsi dasarnya mengatakan bahwa kesusilaan sama
sekali tidak memiliki dasar ilmiah. Maka kaum Behavioris menganut paham
relativisme budaya dan moral. Manusia adalah korban yang fleksibel, dapat
dibentuk dan pasif dari lingkungannya, yang menentukan tingkah lakunya.
Seorang Behavioris tidak menaruh minat pada soal-soal budaya dan moral
kecuali bahwa ia adalah seorang ilmuwan. Tak peduli, manusia macam
apapun. Manusia adalah korban yang fleksibel, dapat dibentuk dan pasif dari
lingkungannya, yang menentukan tingkah lakunya.”
Tahun-tahun awal kehidupan seseorang merupakan tahun-tahun yang
penting mengenai soal yang satu ini sebenarnya semua aliran psikologi
sependapat. Dari sini muncul imbauan agar para orang tua bersikap serba
membolehkan, serba memuaskan dan tidak menuntut terhadap anak-anak
selama tahun-tahun awal kehidupan mereka, khususnya dalam soal-soal
menyuapi, melatih kebersihan, memberi pendidikan awal di bidang
seksualitas, dan menanamkan cara mengendalikan amarah serta agresi.
Setiap bentuk frustrasi pada masa ini dipandang dapat melahirkan
kecenderungan ke arah neurosis di masa dewasa.
Sejak dari Thorndike dan Watson sampai sekarang, kaum behavioris
berpendirian: organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau psikologis;

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 4


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

perilaku adalah hasil pengalaman; dan perilaku digerakkan atau dimotivasi


oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi
penderitaan. Asumsi bahwa pengalaman adalah paling berpengaruh dalam
membentuk perilaku, menyiratkan betapa elastisnya manusia . la mudah
dibentuk menjadi apa pun dengan menciptakan lingkungan yang relevan.
Dalam bukunya yang memikat tentang sejarah pemikiran-pemikiran di dunia,
The Broken Image, Floyd W. Matson mengutip kata-kata Watson sebagai
berikut:
“Pendek kata, semboyan kaum Behavioris adalah Berilah saya
seorang bayi dan kekuasaan serta keluasaan untuk membesarkannya,
maka saya buat ia mampu merangkak dan berjalan; akan saya buat ia
mampu memanjat dan menggunakan kedua belah tangannya untuk
mendirikan. bangunan-bangunan dari batu atau kayu akan saya
jadikan pencuri, penembak atau, pecandu narkotika atau
kemungkinan untuk membentuk, seseorang ke segala arah tiada
hampir tidak ada batasnya.
John Watson, Tokoh Utama Behaviorisme
John Broades Watson dilahirkan di Greenville pada tanggal 9 Januari
1878 dan wafat di New York City pada tanggal 25 September 1958. Ia
mempelajari ilmu filsafat di University of Chicago dan memperoleh gelar
PhD pada tahun 1903 dengan disertasi ber udul “Animal Education”. Watson
dikenal sebagai ilmuwan yang banyak melakukan penyelidikan tentang
psikologi binatang.
Pada tahun 1908 ia menjadi profesor dalarn psikologi eksperimenal
dan psikologi komparatif di John Hopkins University di Baltimore dan
sekaligus menjadi direktur laboratorium psikologi di universitas tersebut.
Antara tahun 1920-1945 ia meninggalkan universitas dan bekerja dalam
bidang psikologi konsumen.
John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika
Serikat. Karyanya yang paling dikenal adalah “Psychology as the
Behaviourist view it” (1913). Menurut Watson dalarn beberapa karyanya,
psikologi haruslah menjadi ilmu yang obyektif, oleh karena itu ia tidak
mengakui adanya kesadaran yang hanya diteliti melalui metode introspeksi.
Watson juga berpendapat bahwa psikologi harus dipelajari seperti orang
mempelajari ilmu pasti atau ilmu alam. Oleh karena itu, psikologi harus
dibatasi dengan ketat pada penyelidikan-penyelidikan tentang tingkahlaku
yang nyata saj a. Meskipun banyak kritik terhadap pendapat Watson, namun
harus diakui bahwa peran Watson tetap dianggap penting, karena melalui dia
berkembang metodemetode obyektif dalam psikologi.
Peran Watson dalam bidangpendidikanjugacukup penting. Ia
menekankan pentingnya pendidikan dalam perkembangan tingkahlaku. Ia
percaya bahwa dengan memberikan kondisioning tertentu dalam proses
pendidikan, maka akan dapat membuat seorang anak mempunyai sifat-sifat
tertentu. Ia bahkan memberikan ucapan yang sangat ekstrim untuk

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 5


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

mendukung pendapatnya tersebut, dengan mengatakan: “Berikan kepada


saya sepuluh orang anak, maka saya akan jadikan ke sepuluh anak itu sesuai
dengan kehendak saya.
Ucapan Watson ini dibuktikan dengan suatu eksperimen bersama
Rosalie Rayner di John Hopkins, tujuannya menimbulkan dan
menghilangkan rasa takut. Eksperimen Albert dengan tikus putih
kesayangannya bukan saja membuktikan betapa mudahnya membentuk atau
mengendalikan manusia, tetapi juga melahirkan metode pelaziman klasik
(classical conditioning). Diambil dari Sechenov (1829 - 1905) dan Pavlov
(1849- 1936), pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli yang netral atau
stimuli yang terkondisi (tikus putih) dengan stimuli tertentu (yang tak
terkondisikan - unconditioned stimulus) yang melahirkan perilaku tertentu
(unconditioned response). Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang,
stimuli yang netral melahirkan respons terkondisikan. Dalam eksperimen di
atas, tikus yang netral berubah mendatangkan rasa takut setelah setiap
kehadiran tikus, dilakukan pemukulan batangan baja (unconditioned
stimulus).
F. Skinner, seorang psikolog dari Harvard dan penganjur serta
pemimpin tradisi Behavioris masa kini, berkata, “Satu-satunya perbedaan
antara tingkah laku tikus dan tingkah laku manusia yang mungkin saya
saksikan (terlepas dari beda yang amat besar dalam hal kompleksitasnya)
terletak dalam soal tingkah laku verbal. Karena percaya akan kesamaan
hakiki antara manusia dan binatang, untuk mudahnya, dan demi
alasan-alasan objektivitas, para psikolog Behavioris mendasarkan sebagian
besar karya mereka pada percobaan-percobaan dengan menggunakan
binatang.
Etika, moral, dan nilai-nilai hanyalah hasil proses belajar asosiatif.
“Suatu analisis ilmiah akan memaksa kita menolak segala pesona jangka
pendek berupa kebebasan, keadilan, pengetahuan ataupun kebahagiaan dalam
menatap akibat-akibat jangka panjang kelangsungan hidup”, kata Skinner.
Skinner menambahkan jenis pelaziman yang lain. Ia menyebutnya
sebagai operant conditioning. Kali ini subjeknya burung merpati. Skinner
menyimpannya pada sebuah kotak (yang dapat diamati). Merpati disuruhnya
bergerak sekehendaknya. Satu saat kakinya menyentuh tombol kecil pada
dinding kotak. Makanan ke luar dan merpati bahagia. Mula-mula merpati
tidak tahu hubungan antara tombol kecil pada dinding dengan datangnya
makanan. Sejenak kemudian merpati tidak sengaja menyentuh tombol, dan
makanan turun lagi. Sekarang bila merpati ingin makan, ia mendekati
dinding dan menyentuh tombol. Sikap manusia seperti itu pula. Bila setiap
anak menyebut kata dengan sopan, segera kita memujinya, anak itu. kelak
akan mencintai kata-kata sopan dalam komunikasinya. Proses memperteguh
respon yang baru dengan mengasosiasikannya pada stimuli tertentu
berkali-kali, disebut peneguhan (reinforcement). Pujian dalam hal ini disebut
dengan peneguh (reinforcer).

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 6


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

D. Beberapa Teori Dalam Psikologi Behaviorisme


Selama beberapa tahun, pendekatan yang dominan dalam psikologi
sosial di Amerika Serikat dan Kanada menekankan peranan belajar. Pokok
pikirannya adalah bahwa perilaku ditentukan oleh apa yang telah dipelajari
sebelumnya. Dalam situasi tertentu, seseorang mempelajari perilaku tertentu
sebagai kebiasaan, dan bila menghadapi situasi itu kembali, orang tersebut
akan cenderung berperilaku sesuai dengan kebiasaan itu. Bila seseorang
mengulurkan tangan maka kita akan menjabatnya, karena itulah yang telah
kita pelajari untuk menanggapi uluran tangan itu. Bila seseorang mengatakan
sesuatu yang tidak menyenangkan kepada kita, mungkin kita akan
membalasnya atau mungkin kita akan melakukan hal yang sam pada orang
lain, tergantung pada apa yang telah kita pelajari di masa lampau.
Pendekatan dengan belajar menjadi populer di tahun 1920-an dan
merupakan dasar Behaviorisme. Mula-mula Pavlov dan John B. Watson yang
menjadi pendukungnya yang paling terkenal, yang kemudian diteruskan oleh
Clark Hull dan B.F. Skinner, Neal Miller, dan John Dollard menerapkan
prinsip-prinsip belajar pada perilaku sosial, dan kemudian Albert Bandura
memperluas penerapan ini ke dalam suatu pendekatan yang disebut Social
Learning Theory.
a. Teori Classical Conditioning (Pavlov dan Watson)
Dapat dikatakan bahwa pelopor dari teori Conditioning ini adalah
Pavlov, seorang ahli psikologi-refleksologi dari Rusia. Ia mengadakan
percobaan-percobaan dengan anjing. Sesudah Pavlov, banyak ahli-ahli
psikologi lain yang mengadakan percobaan-percobaan dengan binatang,
antara lain Guthrie, Skinner, Watson dan lain-lain.
Watson mengadakan eksperimen-eksperimen tentang perasaan takut
pada anak dengan menggunakan tikus dan kelinci. Dari hasil percobaannya
dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah atau
dilatih. Anak percobaan Watson yang mula-mula tidak takut kepada kelinci
dibuat menjadi takut kepada kelinci. Kemudian anak tersebut dilatihnya pula
sehingga tidak menjadi takut lagi kepada kelinci.
Menurut teori conditioning, belajar adalah suatu proses perubahan
yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian
menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar
haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam
belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang kontinu.
Yang diutamakan dalam teori ini ialah hal belajar yang terjadi secara
otomatis.
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia.
juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yakni hasil daripada
latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap
syarat-syarat/perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya di dalam
kehidupannya.

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 7


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

Kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori ini menganggap


bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis; keaktifan dan penentuan
pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan terlalu
ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat
sesuatu, manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar.
Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan
menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori
conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan
binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal
belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang mengenai skills
(kecakapan-kecakapan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak
kecil.
b. Teori Conditioning dari Guthrie
Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara
keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang
terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi atau
respons dari perangsang atau stimulus sebelumnya, dan kemudian unit
tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian menimbulkan response bagi
unit tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya sehingga
merupakan deretan-deretan unit tingkah laku yang terus-menerus. Jadi pada
proses conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unit-unit
tingkah laku satu sama lain yang berurutan. Ulangan-ulangan atau latihan
yang berkali-kali memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku
yang satu dengan unit tingkah laku yang berikutnya.
Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara
keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang
terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi atau
respons dari perangsang atau stimulus sebelumnya, dan kemudian unit
tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian menimbulkan response bagi
unit tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya sehingga
merupakan deretan-deretan unit tingkah laku yang terus-menerus. Jadi pada
proses conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unit-unit
tingkah laku satu sama lain yang berurutan. Ulangan-ulangan atau latihan
yang berkali-kali memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku
yang satu dengan unit tingkah laku yang berikutnya.
c. Teori Operant Conditioning (Skinner) ,
Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku
sebagai hubungan antara perangsang dan respons. Hanya perbedaannya,
Skinner membuat perincian lebih jauh, Skinner membedakan adanya dua
macam respons, yaitu:
1) Respondent response (reflexive response): respon yang ditimbulkan oleh
perangsang-perangsang tertentu. Misalnya, keluar air liur setelah melihat
makanan tertentu. Pada umumnya, perangsang-perangsang yang demikian
itu mendahului respon yang ditimbulkannya.

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 8


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

2) Operant response (instrumental response): yaitu respon yang timbul dan


berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang
yang demikian itu disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena
perangsang itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme.
Di dalam kenyataan, respon jenis pertama sangat terbatas adanya
pada manusia. Sebaliknya operant response merupakan bagian terbesar dari
tingkah laku, manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak
terbatas. Oleh karena itu, Skinner lebih memfokuskan pada respon atau jenis
tingkah laku yang kedua ini. Jadi yang menjadi soal adalah: bagaimana
menimbulkan, mengembangkan dan memodifikasi tingkah laku. Prosedur
pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning secara sederhana
adalah seperti berikut:
a. Mengindentifikasi hal-hal apa yang merupakan reinforcer (hadiah) bagi
tingkah laku yang akan dibentuk.
b. Menganalisis, dan selanjutnya mengidentifikasi komponen- komponen
kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud.
Komponen-komponen itu lalu disusun dalam urutan yang tepat untuk
menuju kepada terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
c. Berdasarkan urutan komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforcer (hadiah) untuk masing-masing komponen itu.
d. Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan
komponen-komponen yang telah disusun. Kalau komponen pertama
telah dilakukan, maka hadiahnya diberikan; hal ini akan mengakibatkan
komponen tersebut cenderung untuk sering dilakukan. Kalau ini sudah
terbentuk dilakukan komponen kedua yang kemudian diberi hadiah pula
(komponen pertama tidak lagi memerlukan hadiah); demikian
berulang-ulang sampai komponen kedua itu terbentuk. Setelah itu
dilanjutkan dengan komponen ketiga, dan seterusnya, sampai seluruh
tingkah laku yang diharapkan terbentuk.
d. Teori Systematic Behavior (Hull)
Seperti halnya dengan Skinner, maka Clark C Hull mengikuti jejak
Thorndike dalam usahanya mengembangkan teori belajar. Prinsip-prinsip
yang digunakanya mirip dengan apa yang dikemukakan oleh para behavioris
yaitu dasar stimulus-respon dan adanya reinforcement.
Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan
atau “keadaan terdorong” (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus
ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat
atas dasar pengurangan kebutuhan itu. Dalam hal ini efisiensi belajar
tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang
menyebabkan timbulnya usaha belajar itu oleh respon-respon yang dibuat
individu itu. Setiap obyek, kejadian atau situasi dapat mempunyai nilai
sebagai penguat apabila hal itu dihubungkan dengan penurunan terhadap
suatu keadaan deprivasi (kekurangan) pada diri individu itu; yaitu jika obyek,

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 9


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

kejadian atau situasi tadi dapat menjawab suatu kebutuhan pada saat individu
itu melakukan respon.
Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan seluruh situasi yang
memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan kebutuhan utama
seseorang sampai pada hasil-hasil yang memberikan ganjaran bagi seseorang
(misalnya: uang, perhatian, afeksi, dan aspirasi sosial tingkat tinggi). Jadi,
prinsip yang utama adalah suatu kebutuhan atau motif harus ada pada
seseorang sebelum belajar itu terjadi; dan bahwa apa yang dipelajari itu harus
diamati oleh orang yang belajar sebagai sesuatu yang dapat mengurangi
kekuatan kebutuhannya atau memuaskan kebutuhannya.
Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar dari Hull ialah
adanya incentive motivation (motivasi insentif) dan drive stimulzis reduction
(pengurangan stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah bila
besarnya hadiah (reward) berubah.
e. Teori Conectionism (Thorndike)
Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap
organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan
tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta jika dalam
usaha mencoba-coba itu secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap
memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang kebetulan cocok itu
kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus maka waktu
yang dipergunakan antuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama
makin efisien.
Jadi, proses belajar menurut Thorndike melalui proses:
1 ) trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan), dan
2) law of effect; Yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan
suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan
diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya. Sedangkan segala tingkah
laku yang berakibat tidak menyenangkan akan dihilangkan atau
dilupakannya. Tingkah laku ini terjadi secara otomatis. Otomatisme
dalam belajar itu dapat dilatih dengan syarat-syarat tertentu, pada
binatang juga pada manusia.
Thorndike melihat bahwa organisme itu (juga manusia) sebagai
mekanismus; hanya bergerak atau bertindak jika ada perangsang yang
mempengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar menurut
Thorndike disebabkan adanya law of effect itu. Dalam kehidupan sehari-hari
law of effect itu dapat terlihat dalam hal memberi penghargaan atau
ganjaran dan juga dalam hal memberi hukuman dalam pendidikan. Akan
tetapi menurut Thorndike yang lebih memegang peranan dalam pendidikan
ialah hal memberi penghargaan atau ganjaran dan itulah yang lebih
dianjurkan.
Karena adanya law of effect terjadilah hubungan (connection) atau
asosiasi antara tingkah laku reaksi yang dapat mendatangkan sesuatu dengan

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 10


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

hasil biaya (effect). Karena adanya koneksi antara reaksi dengan hasilnya itu
maka teori Thorndike disebut juga Connectionism.
f. Teori Belajar Sosial (Bandura)
Albert Bandura menambahkan konsep belajar sosial (social
learning). la mempermasalahkan peranan, ganjaran, dan hukuman dalam
proses belajar. Banyak perilaku yang tidak dapat dijelaskan dengan
mekanisme pelaziman dan peneguhan. Bandura menyatakan bahwa belajar
terjadi karena peniruan (imitation). Kemampuan meniru respons orang lain,
misalnya meniru bunyi yang sering didengar, adalah penyebab utama belajar.
Ganjaran dan hukuman bukanlah faktor penting dalam belajar, tetapi faktor
yang penting dalam melakukan satu tindakan (performance).
Jadi menurut Bandura, bila anak selalu diganjar (dihargai) karena
mengungkapkan perasaannya, ia akan sering melakukannya. Tetapi jika ia
dihukum atau dicela ia akan menahan diri untuk bicara walau pun ia
memiliki kemampuan untuk melakukannya. Melakukan satu perilaku
ditentukan oleh peneguhan, sedangkan kemampuan potensial untuk
melakukan ditentukan oleh peniruan.
Selanjutnya Bandura menjelaskan bahwa dalam proses belajar sosial
ada empat tahapan proses, yaitu:
(1) Proses perhatian
(2) Proses pengingatan (retention)
(3) Proses reproduksi motoris
(4) Proses motivasional

E. Kontribusi Psikologi Behaviorisme Terhadap Perkembangan Teori


Komunikasi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, behaviorisme sebagai salah satu
mazhab dalam psikologi telah banyak melahirkan teori-teori tentang tingkah
laku manusia. Dalam hal ini, pandangan behaviorisme tentang manusia
berbeda secara signifikan dengan tiga pendekatan psikologi lain yang
dominan, yaitu psikoanalisis, psikologi kognitif, dan psikologi humanisme.
Di lain pihak, komunikasi adalah suatu proses yang ditandai
beberapa karakteristik di antaranya adalah komunikasi itu bersifat simbolik,
irreversible, kompleks, berdimensi sebab akibat, dan mengandung potensi
problem. Karakteristik di atas memperlihatkan betapa rumitnya suatu proses
komunikasi. Oleh karenanya suatu tindakan komunikasi sepatutnya dikelola
secara tepat. Dengan mengelola perilaku komunikasi dalam berbagai
konteksnya maka berbagai kecenderungan yang mengarah pada terjadinya
communication breakdown dapat dihindari. Dalam hal ini, pandangan
psikologi behaviorisme dapat membantu memahami berbagai kecenderungan
tingkah laku komunikan kita sebagai sasaran utama dalam kegiatan
komunikasi yang kita lakukan.
Secara lebih khusus, penulisan pada bagian ini bertujuan untuk
memberikan gambaran ringkas tentang kontribusi psikologi behaviorisme

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 11


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

terhadap perkembangan teori komunikasi. Adapun pembahasannya


difokuskan kepada teori-teori komunikasi dalam konteks komunikasi
interpersonal, dan komunikasi massa yang masing-masing hanya
dikemukakan satu contoh. Hal ini hanya untuk menunjukkan bahwa pada
masing-masing konteks komunikasi, pandangan behaviorisme telah
memberikan kontribusinya secara signifikan.

F. Konteks Komunikasi Interpersonal


Teori dari perspektif behaviorisme yang akan dibahas dalam konteks
komunikasi interpersonal adalah Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange
Theory) dari Thibault dan Kelley. Teori ini memandang hubungan
interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan
orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya.
Thibault dan Kelley, dua orang tokoh utama teori ini, menyimpulkan teori
pertukaran sosial sebagai berikut: “Asumsi utama yang mendasari seluruh
analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan
tinggal dalam hubungan sosial selama hubungan tersebut cukup memuaskan
ditinjau dari segi ganjaran dan biaya.” Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat
perbandingan merupakan konsep-konsep pokok dalam teori ini.
Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh
seseorang dari suatu hubungan interpersonal. Ganjaran bisa berupa uang,
penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai
suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan
berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain. Bagi orang kaya,
mungkin penerimaan sosial (social approval) lebih berharga daripada uang.
Bagi si miskin, hubungan interpersonal yang dapat mengatasinya kesulitan
ekonominya lebih memberikan ganjaran daripada hubungan yang menambah
pengetahuan.
Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu
hubungan interpersonal. Biaya dapat berupa waktu, usaha, konflik,
kecemasan, dan keruntuhan harga diri, serta kondisi-kondisi lain yang dapat
menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek
yang tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah-ubah sesuai
dengan waktu dan orang yang terlibat di dalamnya.
Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang
individu merasa, dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak
memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang
mendatangkan laba.
Sementara tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku
(standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu
pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu
pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya. Bila pada
masa lalu, seorang individu mengalami hubungan interpersonal yang
memuaskan, tingkat perbandingannya turun.

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 12


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

G. Konteks Komunikasi Massa


Sumbangan yang terbesar untuk memahami cara berkomunikasi
massa mengambil bahagian dalam proses sosialisasi adalah melalui
modelling theory yang diperkenalkan o1eh psikolog Albert Bandura serta
para pembantunya di tahun 1960-an. Sebagian besar isi teori ini sebenarnya
bermuara pada teori psikologi : social learning theory yang telah dijelaskan.
Kita akan mengenal berapa aplikasinya pada studi yang berkaitan dengan
komunikasi massa.
1. Teori belajar sosial (belajar mengobservas i)
Teori ini memang tidak secara khusus belajar mengenai pengaruh
terpaan media massa tetapi secara umum dapat menjelaskan bagaimana
orang memperoleh bentuk-bentuk yang baru dari perilakunya yang
diperolehnya dari masyarakat sekelilingnya. Disebut belajar sosial karena
penekanannya pada bagaimana individu mengamati aktivitas orang lain
kemudian mengadopsi perilakunva sebagai bentuk aktivitas untuk
menghadapi masalah dalam beragam situasi dan kondisi atau
kejadian-kejadian lain, yang dialaminya.
Alekis Tan (1981) dalam Hardy (1985) mengemukakan bahwa pada
prinsipnya teori belajar sosial menunjukkan sebenarnya setiap manusia tidak
dilahirkan dengan memiliki suatu sikap atau nilai dan pandangan tertentu
terhadap dunianya. Dunialah yang sebalikya mempengaruhi dan membangun
persepsi kita. Kita belajar dari dunia karena kita membuat reaksi terhadap
setiap rangsangan yang masuk dari luar. Ada banyak teori mengenai perilaku
sudah pernah diulas dan sebagian besar menekankan tentang hal ini yaitu
bagaimana manusia dan juga hewan belajar dari lingkungannya hanya karena
berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun demikian menurut Albert Bandura dalam Hardy (1985)
mengajukan teori bercakupan luas tentang perilaku manusia yang disebutnya
dengan teori belajar sosial itu. Teori ini menjelaskan bagaimana manusia
belajar sccara langsung dari pengalamannya sebaik-baiknya dan menjadikan
sesuatu yang pernah diamatinya itu sebagai modelnya. Bandura juga
menambahkan bahwa teori belajar sosial menerangkan perilaku manusia
sebagai konstruk dari lingkungan sosial serta faktor-faktor kognitif dari
setiap manusia. Yang penting dari teori Bandura yang perlu diingat adalah
bahwa proses belajar mengikuti sesuatu dimulai dari tahap:
(1) Proses memperhatikan;
(2) Proses mengingatkan kembali;
(3) Proses gerakan untuk menciptakan kembali;
(4) Proses mengarahkan gerakan sesuai dengan dorongan.
Albert Bandura ingin menerangkan misalnya kita melihat suatu
kejadian maka kita memperhatikan kejadian itu dengan saksama. Kemudian
kita mengingat-ingat kembali apakah kita mempunyai pengalaman yang
sama dengan apa yang dilihat itu. Menyusul setiap orang karena

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 13


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

pengingatannya kembali menciptakan reaksi-reaksi terhadap apa yang


dilihatnva, reaksi-reaksi tersebut terhadap apa yang dilihatnya, reaksi-reaksi
tersebut merupakan perulangan pengalaman yang pernah dilakukannya. Arah
dari perlakuan gerakan itu disesuaikan dengan motivasi yang dimiliki orang
itu.
Peranan media massa dalam hubungannya dengan teori belajar sosial
tersebut dapat, mengisi keempat proses yang diajukan Bandura. Media massa
melalui pesan-pesannya dapat mengakibatkan seseorang lebih
memperhatikan suatu pesan tertentu, atau dapat mengakibatkan seseorang
mengingat. kembali pengalamannya. Media juga dapat mendorong, atau
mempercepat proses gerakan, reaksi untuk menciptakan kembali cara-cara.
yang sama yang pernah dilakukannya, dan media juga membantu
meneguhkan motivasi yang dimiliki seseorang.
Aplikasi dari teori belajar sosial dapat dirinci dengan kehadiran
empat teori berikut yang dikemukakan melalui tulisan Bittner(1986) dan
Bradac (1989), yaitu:
a) Teori Chatarsis
Prinsip dasar teori ini bahwa kita dapat menghilangkan sikap frustasi yang
dimiliki dengan menonton film-film kekerasan di televisi. Anggapan teori
ini bahwa ada satu keuntungan yang diperoleh akibat menonton film
kekerasan di televisi karena kekerasan itu dapat memecahkan masalah
frustasi.
b) Teori Aggresive Cues
Menurut teori aggressive cues bahwa terpaan berita atau film kekerasan
pada siaran televisi dapat menumbuhkan atau merangsang penonton
membuat semacam katalisator yang kuat dalam mempertahankan diri
kalau terjadi hal yang sama melanda dirinya.
c) Teori reinforcemeni
Teori ini menyatakan bahwa kekerasan yang disiarkan di televisi dapat
meneguhkan perilaku yang sudah ada yang selama ini dilakukan oleh para
penontonnya.
d) Teori belajar mengobservasi
Berdasarkan teori ini bahwa kita menyelidiki dengan saksama dan
mempelajari serta menganalisis pelbagai perilaku kekerasan yang muncul
di televisi.
Banyak penelitianpun dilakukan untuk menguji kembali kebenaran
teori-teori tersebut dan menemukan memang benar bahwa jika dibandingkan
dengan media cetak maka ternyata pelukisan kekerasan melalui media massa
elektronik terutama media televisi lebih kuat. Karena orang melihat secara
langsung penggambaran perilaku terutama proses suatu peristiwa secara
dinamik daripada di surat kabar yang membutuhkan suatu pemikiran untuk
memahami dan menjelaskan konsep proses. Media massa khususnya
elektronik (dapat lebih baik sebagai agen sosialisasi) dalam waktu panjang
dan lebih cepat jika dibandingkan dengan media non elektronik.

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 14


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

2. Proses pemodelan.
Proses pemodelan atau modelling theory digunakan untuk
menggambarkan aplikasi dari teori sosial learning secara umum yang
membentuk perilaku yang baru melalui penggambaran media. Media
memberikan peluang yang membuat daya tarik besar dari pola-pola perilaku
yang dinyatakan dalam media oleh komunikator. Pelbagai kepustakaan
melukiskan bahwa anak-anak maupun orang-orang menyusun sikapnya
apakah itu kesan, emosi, gaya hidup baru akibat terpaan media dari film dan
televisi.
Pembentukan perilaku yang baru akibat terpaan komunikasi massa
dalam proses pemodalan dapat dirumuskan ke dalam beberapa proposisi :
(a) Seorang individu yang menjadi anggota khalayak media massa dapat
mengamati atau membaca perilaku model yang ditunjukkan seseorang
melalui sebagian isi media.
(b) Para pengamatan yang mengidentifikasi model-model itu percaya dan
lambat laun menyukai model, ingin menjadi seperti model itu, atau
melihat model sebagai, daya tarik yang cepat dan patut ditiru.
(c) Pengamat dapat dengan sadar menghubungkan gambaran perilaku yang
diamati dengan fungsi perilakunya. Karena seseorang menjadi lebih
percaya dan yakin bahwa gambaran perilaku melalui media dapat
membawa daya tarik yang lebih besar berhasil diimitasi orang lain
dalam sebagian situasi
(d) Pada waktu individu mengingat kembali aksi-aksi dari suatu individu dari
suatu model yang dilihatnya pada situasi yang relevan maka ia akan
mengulangi atau memperbanyak perilaku yang sesuai dengan itu
berdasarkan situasi dan kondisinya.
(e) Penampilan atau pengulangan setiap sikap perilaku dalam suatu situasi
perangsang yang cocok akan membawa seseorang semakin mendekat
pada model karena dorongan, sokongan, ganjaran, atau faktor pemuas
yang diberikan media. Media meneguhkan perilaku seseorang melalui
model yang patut ditiru.
(f) Penguatan yang positif akan meningkatkan peluang bagi seseorang dalam
menggunakan model itu untuk memperbanyak perilaku yang sama pada
situasi yang sama.
Proposisi ini dapat terlihat hasilnya dalam suatu penelitian oleh Prof.
George Comstock yang menunjukkan hubungan antara kekerasan dengan
perilaku agresif, hasilnya adalah:
(a) Film siaran kartun tentang kekerasan seakan-akan hidup sesuai dengan
kejadian aslinya dan dapat mempengaruhi sikap agresif bagi sebagian
penontonnya.
(b) Pengulangan suatu terpaan film kartun tentang kekerasan tidak dapat
menghapuskan kemungkinan terpaan berita yang baru yang juga dapat
mempengaruhi penampilan yang agresif dari seseorang.

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 15


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

(c) Penampilan perilaku yang agresif sama sekali tidak bebas terhadap
bentuk-bentuk frustasi lainnya meskipun peluang untuk menjadi agresif
diabaikan.
(d) Meskipun efek yang diteliti pada setiap eksperimen itu menunjukkan
seseorang “lebih agresif” namun tidak diperoleh kesan bahwa seseorang
menjadi anti Sosial.
Kesimpulannya bahwa sebenarnya tidak semua sikap anti sosial berasal
dari siaran kekerasan di televisi.
(e) Secara sederhana sebenarnya faktor-faktor yang memungkinkan semakin
meningkatnya sikap agresif seseorang juga adalah sugesti. Dengan
sugesti dimaksudkan bahwa seseorang semakin agresif karena ia
menerima sesuatu contoh cara dari orang-orang yang lain tanpa bersikap
kritis terlebih dahulu. Perilaku agresif seolah-olah membenarkan suatu
kenyataan sosial, suatu kondisi yang semrawut, atau dimotivasi oleh rasa
benci, balas dendam yang dilakukan seseorang. Perilaku-perilaku ini
pada kelompok anak muda lebih mirip dengan apa yang ditontonnya
sehingga lingkungan menganggapnya hanya diakibatkan. oleh pesan
media massa.
Namun demikian tidak ada alasan yang mendasar bagi kita bahwa
pengulangan terpaan pesan kekerasan yang pernah dilihat sekelompok
remaja bisa membuat mereka menjadi lebih kebal, yang bisa dicurigai malah
akibat terpaan dari televisi justru merangsang anak-anak itu kembali cepat
merasakan kekerasan dalam lingkungannya.
Dapat disimpulkan babwa kekerasan di televisi membuat kita harus
ingat bahwa sebagian besar issu yang menjadi tema kekerasan itu dapat
mempengaruhi keputusan setiap orang bagi masa depannya melalui
pesan-pesan yang disosialisasikannya.

H. Kesimpulan
Berdasar pada pembahasan sebelumnya maka pada akhir tulisan ini
dapat kami simpulkan bebarapa hal yang dianggap penting, antara lain:
(1) Pendekatan Behaviorisme memusatkan pada pendekatan ilmiah yang
objektif sehingga dalam pendekatan ini hal-hal yang berbau
subjektifitas sama sekali diabaikan. Dalam pendekatan yang dilakukan
kaum behaviorisme menekankan pada kekuatan-kekuatan luar yang
berasal dari lingkungannya.
(2) Penganut paham behavior sangat percaya bahwa segala tingkah laku
manusia. juga tidak lain adalah hasil daripada proses pembelajaran.
Yakni hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan bereaksi
terhadap syarat-syarat atau perangsangan-perangsangan tertentu yang
dialaminya di dalam kehidupannya. Untuk menjadikan seseorang itu
belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting
dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 16


Kontribusi Psikologi Behaviorisme ………. Ahmad Zain Sarnoto

yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini ialah hal belajar yang
terjadi secara otomatis.
(3) Demikian pula dalam konteks komunikasi baik komunikasi interpersonal,
kelompok maupun komunikasi massa teori-teori yang dikembangkan
tidak lepas dari asumsi dasar bahwa manusia belajar dari lingkungannya
(S-R) dengan demikian teori komunikasi menitik beratkan pada kondisi
dan situasi lingkungan yang mempengaruhi komunikan kita.

Daftar Pustaka
Ahmad Zain Sarnoto, Pengantar Ilmu Komunikasi, Pustaka Faza AManah,
Bekasi, 2009
Depari, Edward dan Collin Mac Andrews, 1991, Peranan Komunikasi
Massa Dalam Pembangunan, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Fisher, B.Aubrey, 1990, Teori-Teori Komunikasi Massa, Remadja Karya,
Bandung.
Griffin EM, 2002, A First Look At Communication Theory, Fifth Edition,
Mc. Graw Hill, Boston.
Goldberg A Alvin, Carl E Larson, (diterjemahkan Koesdarini Soemiati dan
Garry Jusuf), 1985, Komunikasi Kelompok, Proses-Proses Diskusi
dan Penerapannya, edisi pertama, UI Press, Jakarta.
Hardy, Malcom, (diterjemahkan Soenardji), 1988, Pengantar Psikologi,
Erlangga, Jakarta.
Liliweri, Alo, 1991, Memahami Peran Komunikasi Dalam Masyarakat,
Citra Aditya Bakti, Bandung
Matson, Floyd, 1966, The Broken Image, Doubleday, New York.
Rakhmat, Jalaluddin, 2001, Psikologi Komunikasi, Remadja Karya,
Bandung,
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1986. Berkenalan dengan Alirah Aliran dan
Tokoh-Tokoh Psikologi, Bulan Bintang: Jakarta.
Sears, O.David, Jonathan L Freedman dan L. Anne Peplau, 1992, Psikologi
Sosial, edisi lima, Erlangga, Jakarta

STATEMENT. Vol.01 No.2 Tahun 2011 17

Anda mungkin juga menyukai