BAB 2
KARAKTERISTIK MANUSIA KOMUNIKAN
Di Yunani, sejak abad VI S.M., terkenal sebuah tempat pemujaan Apollo di Delphi. Ke tempat
inilah raja-raja dan rakyat banyak meminta nasihat. Seorang pendeta wanita duduk di atas kursi yang
dipenuhi asap dari sajian pemujaan. Dalam keadaan “fana” (trance), ia menjawab pertanyaan-
pertanyaan pengunjung dari masalah kontes lagu sampai urusan agama dan politik. Ketika penjahat-
penjahat di koloni lucri meminta nasihat bagaimana mengatasi kekacauan, orakel Delphi menjawab:
“Buat hukum bagimu.” Ketika orang-orang bertanya siapa manusia paling bijak, dewa Apollo melalui
mulut pendeta Delphi menjawab: “Socrates”. Dari Delphi menyebar motto yang terkenal: Gnothi
Seauthon (kenalilah dirimu).
Motto ini mengusik para filusuf untuk mencoba memahami dirinya, sehingga motto inilah yang
mendorong filsafat di Yunani. Gnothi Seauthon – Kenalilah Dirimu! Ternyata motto ini masih tetap
relevan buat kita, sebelum kita lebih banyak bercerita tentang komunikasi. Pemeran utama dalam
proses komunikasi justru pada prilaku manusia komunikan. Tugas ahli linguistiklah untuk membahas
komponen-komponen yang membebtuk struktur pesan. Tugas ahli tekniklah untuk menganalisa berapa
banyak “noise” terjadi di jalan sebelum pesan sampai pada komunikate, dan berapa banyak pesan yang
hilang. Psikolog mulai masuk ketika membicarakan bagaimana manusia memproses pesan yang
diterimanya, bagaimana manusia memproses pesan yang diterimanya, bagai mana cara berpikir dan
cara melihat manuisia dipengaruhi lambang-lambang yang dimiliki. Fokus psikologi komunikasi adalah
Manusia Komunikan.
Konsepsi Psikologi tentang Manusia
Banyak teori dalam ilmu komunikasi dilatar belakangi konsepsi-konsepsi psikologi tentang
manusia. Teori-teori persuasi sudah lama menggunakan konsepsi psikoanalisis yang melukiskan manusia
sebagai makhluk yang digerakan oleh keinginan-keinginan terpendam (homo volens). Teori “jarum
hipodermik” (yang menyatakan media massa sangat berpengaruh) dilandasi konsepsi behaviorisme yang
memandang manusia sebagai makhluk yang digerakan semaunya oleh lingkungan (homo mechanicus).
Teori pengolahan informasi jelas dibentuk oleh konsepsi psikologi kognitif yang melihat manusia sebagai
makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang diterimanya (Homo Sapiens). Teori-
teori komunikasi interpersonal banyak dipengaruhi konsepsi psikologi humanistik yang menggambarkan
manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya (Homo
Ludens).
Walaupun psikologi telah banyak melahirkan teori-teori tentang manusia, tetapi empat
pendekatan yang dicontohkan diatas adalah yang paling dominan: psikoanalisis, behaviorisme, psikologi
kognitif, dan psikologi humanistik. Setiap pendekatan ini memandang manusia dengan cara berlainan.
Karakteristik manusia tampaknya merupakan sintesis dari keempat pendekatan itu. Sekali waktu ia
menjadi makhluk yang secara membuta menuruti kemauanya, pada waktu yang lain ia menjadi makhluk
yang berpikir logis. Pada satu saat ia menyerah bulat-bulat pada proses pelaziman (conditioning) yang
diterimanya dari lingkungan, pada saat lain ia berusaha mewarnai lingkungannya dengan nilai-nilai
kemanusiaan yang dimilikinya.
Konsepsi Manusia dalam Psikoanalisis
Kita mulai dengan psikoanalisis, karena dari seluruh aliran psikologi, psikoanalisis secara tegas
memperhatikan struktur jiwa manusia. Sigmund Freud, pendiri psikologi manusia. Ia memfokuskan
perhatiannya kepada totalitas kepribadian manusia, bukan pada bagian-bagiannya yang terpisah
(Asch,1959:17).
Menurut Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga sistem dalam kepribadian
manusia Id, Ego, dan Superego. Id adalah bagian kepribadiaan yang menyimpan dorongan-dorongan
biologis manusia - pusat instink (hawa nafsu – dalam kamus agama ). Ada dua instink dominan: (1)
Libido – instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatn manusia yang
konstruktif; (2) Thanatos - instink destruktif dan agresif. Yang pertama juga disebut instink kehidupan
(eros), yang dalam konsep Freud bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang
mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan pada Tuhan, dan cinta diri. Bila yang pertama
adalah instink kehidupan, yang kedua merupakan instink kematian. Semua motif manusia adalah
gabungan antara Eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle),
ingi segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan
kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia.
Walaupun Id mampu melahirkan keinginan, ia tidak mampu memuaskan keinginannya.
Subsistem yang kedua – ego – berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas dunia luar. Ego
adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang
menyebabkan manusia mampu menundukan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional
(pada pribadi yang normal). Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas (Reality principle). Ketika Id
mendesak supaya anda membahas ejekan dengan sjekan lagi, ego memperingatkan anda bahwa lawan
anda adalah “Bos” yang dapat memecat anda. Kalau anda mengikuti desakan Id, anda konyol. Anda pun
baru ingat bahwa tidak baik melawan atasan.
Unsur moral dalam pertimbangan terakhir disebut Freud sebagai superego, superego adalah
polisi kepribadian, mewakili yang ideal. Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan
internalisasi dari norma-norma sosial dan kurtural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan
hasrat-hasrat yang tak berlainan dalam alam bawah sadar. Baik Id maupun superego berada dalam
bawah sadar manusia. Ego berada di tengah, antara memenuhi desakan Id dan peraturan superego.
Untuk mengatasi ketegangan, ia dapat menyerah pada tuntutan Id, tetapi berarti dihukum superego
denagn perasaan bersalah. Untuk menghindari ketegangan, konflik, atau frustasi ego secara tidak sadar
lalu menggunakan mekanisme pertahanan ego, dengan mendistorsi realitas. Secara singkat, dalam
psikoanalisis prilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id), komponen psikologis
(ego), dan komponen sosial (superego); atau unsur animal, rasional, dan moral (hewani, akali, dan nilai).
Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksisme (yang menganalisa jiwa manusia
berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan juga psiloanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar
yang tidak nampak). Behaviorisme ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat
diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Belakangan, teori kaum behavioris lebih dikenal dengan nama teori
belajar, kerena menurut mereka seluruh perilaku manusia – kecuali instink – adalah hasil belajar.
Belajaer artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau
mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin
mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh fakor-faktor lingkungan. Dari sinilah timbul
konsep “manusia mesin” (Homo Mechanicus).
Behaviorisme amat menentukan perkembangan psikologi – terutama dalam eksperimen-
eksperimen. Aristoteles berpendapat bahwa pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa,
sebuah meja lilin (tabula rasa) yang siap dilukis oleh pengalaman. Dari Aristoteles, Jhon Locke (1632-
1704), tokoh empirisisme Inggris, meminjam konsep ini. Menurut kaum empiris, pada waktu lahir
manusia tidak memiliki “warna mental”. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah satu-
satunya jalan ke pemilikan pengetahuan. Bukankah idea yang menghasilkan pengetahuan, tetapi kedua-
duanya adalah produk pengalaman. Secara psikologis, ini berarti seluruh perilaku manusia, kepribadian,
dan tempramen ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory experience). Pikiran dan perasaan,
bukan penyebab perilaku tetapi disebabkan perilaku masa lalu.
Salah satu kesulitan empirisme dalam menjelaskan gejala psikologi timbul ketika orang
membicarakan apa yang mendorong manusia berprilaku tertentu. Hedonisme, salah satu paham filsafat
etika, memandang manusia sebagai makhluk yang bergerak untuk memenuhi kepentingan dirinya,
mencari kesenangan dan menghindari penderitaan. Dalam utilitarianisme, seluruh perilaku manusia
tunduk pada prinsip ganjaran dan hukuman. Bila empirisme digabung dengan utilitarianisme dan
hedonisme, kita menemukan apa yang disebut sebagai behaviorisme (Goldstein, 1980:17).
Sejak Thondike dan Watson sampai sekarang, kaum behavioris berpendirian: organisme
dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau psikologis; perilaku adalah hasil pengalaman; dan perilaku
digerakan atau dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi
penderitaan. Asumsi ini ditambah lagi denagn sumbangan biologi abad XIX: manusia hanyalah
kelanjutan dari organisme yang lebih rendah.
Asumsi bahwa pengalaman adalah paling berpengaruh dalam membentuk perilaku, menyiratkan
betapa plastinya manusia. Ia mudah dibentuk menjadi apapun dengan menciptakan lingkungan yang
relevan. Watson pernah sesumbar:
(berikan padaku selusi anak-anak sehat, tegap, dan berikan dunia yang aku atur sendiri untuk
memelihara mereka. Aku jamin, aku sanggup mengambil seorang anak sembarang saja, dan
mendidiknya menjadi tipe spesialis yang aku pilih – dokter, pengacara, seniman, saudagar, dan bahkan
pengemis, dan pencuri, tanpa memperhatikan bakat, kecenderungan, tendensi, kemampuan, pekerjaan,
dan ras orang tuanya). (J.B. Watson, 1934:104)
Ucapan ini dibuktian Watson dengan satu eksperimen bersama Rosalie Rayner di John Hopkins;
tujuannya menimbulkan dan menghilangkan rasa takut. Subyek eksperimennya adalah Albert B., bayi
sehat berusia 11 bulan yang tinggal di rumah perawat di situ. Albert menyayangi tikus putih itu.
Sekarang takut ingin diciptakan. Ketika Albert menyentuh tikus itu lempengan baja dipulul keras tepat
dibelakang kepalanya. Albert tersentak, tersungkur dan menelupkan mukanya di atas kasur. Proses ini
diulangi: kali kemudian, ketika tikus diberikan kepadanya, Albert ragu-ragu dan menarik tangannya
ketika hidung tikus itu menyentuhnya. Pada keenam kalinya, tikus diperlihatkan dengan suara keras
pukulan baja. Rasa takut Albert betambah, dan ia menangis. Akhirnya, kalu tikus itu muncul – walauun
tanpa ada suara keras – Albert mulai menagis, membalik, dan berusaha menjauhi tikus itu, kelak, ia
bukan saja takut pada tikus, juga kelinci, anjing, baju berbulu, dan apa saja yang memiliki kelembutan
seperti tikus. Albert yang malang sudah menjadi patologis. Watson dan Rayner bermaksud
menyembuhkannya kembali, bila mungkin, Albert dan ibunya meninggalkan rumah perawatan dan nasib
Albert tidak diketahui (Hunt, 1982:62).
Eksperimen Albert bukan saja membuktikan betapa mudahnya membentuk atau mengendalikan
manusia, tetapi jga melahirkan metode pelaziman klasik (classical conditioning). Diambil dari Sechenov
(1829 - 1905) dal Pavlov (1849 - 1936), pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli yang netral atau
stimuli terkondisi dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisi yang melahirkan perilaku tertentu
(unconditioned response) yang setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral
melahirkan respon terkondisikan. Dalam eksperimen diatas tikus yang netral berubah mendatangkan
rasa takut setelah setiap kehadiran tikus dilakukan pemukulan batangan baja (unconditioned stimulus).
Skinner menambahkan jenis pelaziman yang lain. Ia menyebutnya operant conditioning. Kali ini
subyeknya burung merpati. Skinner menyimpannya pada sebuah kotak. Merpati disuruhnya bergerak
sekehendaknya. Suatu saat kakinya menyentuh tombol kecil pada dingding kotak. Makanan keluar dan
merpati bahagia. Mula-mula merpati tidak tahu hubungan antara tombol kecil dan makanan. Sejenak
kemudian, merpati tidak sengaja menyentuh tombol, dan makanan turun lagi. Sekarang, bila merpati
ingin makan, ia mendekati dinding dan menyentuh tombol. Sikap manusia seperti itu pula. Bila setiap
anak menyebut kata yang sopan, segera kita memujinya, anak itu kelak akan mencintai kata-kata sopan
dalam komunikasinya. Proses memperteguh respons yang baru denagn mengasosiasikannya pada
stimuli tertentu berkali-kali, disebut peneguhan (reinforcement). Pujian dalam contoh tadi disebut
peneguh (reinforcer).
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman. Bandura menambahkan
konsep belajar sosial (social learning). Ia mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam
proses belajar. Banyak perilaku manusia yang tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme pelaziman atau
peneguhan. Misalnya, mengapa anak yang berusia dua tahun dapat berbicara dalam bahasa ibunya.
Kaum behavioris tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada maknanya,
dipasangkan dengan lambang atau obyek yang punya makna (pelaziman klasik). Menurut skinner, mula-
mula anak mengucapkan bunyi yang tak bermakna (misalnya, “mamah”). Dengan cara ini berangsur-
angsur terbentuk bahasa nak yang memungkinkannya berbicara. Menurut Bundara, dengan cara ini
penguasaan bahasa akan terbentuk bertahun-tahun, dan cara ini tidak dapat menjelaskan mengapa
anak-anak dapat mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak pernah didengar sebelumnya. Menurut
Bandura, belajar terjadi karena peniruan (imitation). Kemampuan meniru respons orang lain, misalnya
meniru bunyi yang sering didengar, adalah penyebab utama belajar. Ganjaran dan hukuman bukanlah
faktor yang penting dalam belajar, tetapi faktor penting dalam melakukan tindakan (performance).
Sumbangan Bundara tidak menyebabkan behaviorisme dapat menjelaskan seluruhnya.
Behaviorisme bungkam ketika melihat perilaku manusia yang tidak dipengaruhi ganjaran, hukuman,
atau peniruan. Orang-orang yang menjelajahi kutub utara yang dingin, pemuda Jepang yang menempuh
Samudera Pasifik di atas rakit semuanya itu mengungkapkan perilaku yang “self-motivated”.
Behaviorisme memang agak sukar menjelaskam motivasi. Motivasi terjadi pada diri individu, sedang
kaum bhavioris melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan pikiran orang tidak menarik
mereka.
Konsepsi Manusia dalam Psikologi Kognitif
Ketika asumsi-asumsi Behaviorisme diserang habis-habisan pada akhir tahun 60-an dan pada
awal 70-an, psikologi sosial bergerak ke arah paradigma baru. Manusia tidak lagi dipandang sebagai
makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha
memahami lingkungannya: makhluk yang selalu berpikir (Homo Sapiens).
Descartes, juga Kant, menyimpulkan bahwa jiwalah (mind) yang menjadi alat utama
pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa menafsirkan pengalaman inderawi secara aktif: mencipta,
mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. Tidak semua stimuli kita terima. “
seorang ibu yang tidur disamping bayinya tidak mendengar suara yang riuh rendah di sekitarnya; tetapi
begitu si kecil bergerak, ibu bangun dengan seperti penyelam yang tergesa-gesa muncul di permukaan
air laut. Tetapkanlah tujuannya pertambahan, dan stimuli “dua dan tiga” menimbulkan respon “lima”.
Tetapkan tujuannya perkalian, dan stimuli yang sama, sensasi auditif yang sama, “dua dan tiga”
melahirkan respons “enam”...sensasi dan pikiran adalah pelayan, mereka menunggu panggilan kita,
mereka tidak datang kecuali kalau kita butuhkan. Ada tuan yang menyeleksi dan mengarahkan. (Will
Durant, 1933:203).
Rasionalisme ini tampak jelas pada aliran psikologi Gesalt di awal abad XX. Para psikolog Gesalt,
seperti juga kebanyakan psikoanalisis. Menurut mereka, manusia tidak memberikan respons kepada
stimuli secara otomatis. Manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi
lingkungan. Sebelum memberikan respons, manusia menangkap dulu “pola” stimuli secara keseluruhan
dalam satuan-satuan yang bermakna. Pola ini disebut Gesalt Huruf “I” akan dianggap sebagai angka satu
dalam rangkaian “1,2,3,” tetapi menjadi huruf “el” dalam rangkaian :j,k,l,” atau huruf “i” dalam
“Indonesia”. Manusialah yang menentukan makna stimuli itu, bukan stimuli itu sendiri.
Mula-mula psikologi Gesalt hanya menaruh perhatian pada persepsi obyek. Beberapa orang
menerapkan prinsip-prinsip Gesalt dalam menjelaskan perilaku sosial. Diantara mereka adalah Kurt
Lewin, Solomon Asch, Fritz Heider.
Menurut Lewin, perilaku manusia harus dilihat dalam konteksnya. Dari Fisika Lewin meminjam
konsep medan (field) untuk menunjukan totalitas gaya yang mempengaruhi seseorang pada saat
tertentu. Perilaku manusia bukan sekedar respons pada stimuli tetapi produk berbagai gaya yang
mempengaruhinya secara spontan. Lewin menyebut seluruh gaya psikologis yang mempengaruhi
manusia sebagai ruang hayat (life space). Ruang hayat terdiri dari kebutuhan dan tujuan individu, semua
faktor yang disadarinya, dan kesadaran diri. Dari Lewin terkenal rumus: B=f (P,E), artinya Behavior
(perilaku) adalah hasil interaksi antara person (diri orang itu)dengan environment (lingkungn
psikologisnya).
Lewin juga berjasa menganalisa kelompok. Dari Lewin lahir konsep dinamika kelompok. Dalam
kelompok, individu menjadi bagian yang saling berkaitan dengan anggota kelompok yang lain. Kelompok
memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki individu. Solomon Asch memperluas penelitian kelompok dengan
melihat pengaruh penilaian kelompok (group jugdment) pada pembentukan kesan (impression
formation).
Walaupun psikologi kognitif sering dikritik karena konsep-konsepnya sukar diuji, psikologi
kognitif telah memasukan kembali “jiwa” manusia yang sudah dicabut oleh behaviorisme. Manusia kini
hidup dan mulai berpikir. Tetapi manusia bukan skedar makhluk yang berpikir, ia juga berusaha
menemukan identitas dirinya dan mencapai apa yang didambakannya.
Manusia dalam Konsepsi Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik dianggap revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi pertama dan kedua
adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Pada behaviorisme manusia hanya mesin yang dibentuk
lingkungan, pada psikoanalisis manusia melulu dipengaruhi oleh naluri primitifnya. Dalam pandangan
behaviorisme manusia menjadi robot tanpa jiwa, tanpa nilai. Keduanya tidak menghormati manusia
sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan
menentukan, seperti cinta, kreativitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi.
Psikologi humanistik mengambil banyak dari psikoanalisis Neo-Freudian (sebenarnya Anti-
Freudian) seperti, Adler, Junk Rank, Slekel, Ferenczi; tetapi lebih banyak lagi mengambil dari
fenomenologi dan eksistensialisme. Fenomenologi memendang manusia hidup dalam “dunia
kehidupan” yang dipersepsi dan interpretasi secara subyektif. Setiap orang mengalami dunia dengan
caranya sendiri.
Menurut Alfred Schutz, tokoh sosiologi fenomenologis, pengalaman subyektif ini
dikomunikasikan oleh faktor sosial dalam proses intersubjektivitas. “Untuk memehami makna subjektif
Anda, aku harus menggambarkan arus kesadaran Anda mengalir berdampingan dengan arus
kesadaranku. Dalam gambaran inilah, aku harus menafsirkan dan membentuk tindakan intensional Anda
ketika Anda memilih kata-kata Anda” (Schutz, 1970:167) intersubjektivitas diungkapkan pada
eksistensialisme dalam tema dialog, pertemuan, hubungan diri-dengan-orang lain, atau apa yang
disebut Martin Buber “I-thou Relationship”. Istilah yang disebut terakhir ini menunjukan hubungan
pribadi denagn pribadi, bukan pribadi dengan benda; subyek dengan subyek, bukan subyek denagn
obyek. Manusia, dalam pandangan ini hanya tumbuh dengan baik dalam “I-thou Relationship”, dan
bukan “I-it Relationship”. Disinilah faktor orang lain menjadi penting; bagaimana reaksi mereka
membentuk bukan saja konsep diri kita, tetapi juga pemuasan – apa yang disebut Abraham Maslow –
“growth needs”. Eksistensialisme menekankan pentinnya kewajiban individu pada sesama manusia.
Yang paling penting bukan apa yang didapat dari kehidupan, tetapi apa yang dapat kita berikan untuk
kehidupan.
Faktor-faktor personal yang Mempengaruhi perilaku Manusia
Dewasa ini ada dua macam psikologi sosial. Yang pertama adalah Psikologi sosial (dengan huruf
P besar) dan yang kedua psikologi Sosial (dengan huruf S besar). Ini menunjukan dua pendekatan dalam
psikologi sosial: ada yang menekankan faktor-faktor psikologis dan ada yang menekankan faktor-faktor
sosial; atau dengan istilah lain: faktor-faktor yang timbul dalam diri individu (faktor personal), dan
faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar diri individu (faktor environmental).
Perspektif yang berpusat pada pesona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik
berupa sikap, instink, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara
garis besar ada dua faktor: faktor biologis dan faktor sosiologis.
Faktor biologis
Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lain. Faktor biologis
terlibat dalam seluruhkegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Bahwa
warisan biologis manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan
seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orang tuanya. Begitu besarnya warisan
biologis sehingga muncul aliran baru, yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama,
kebudayaan, moral, berasal dari struktur biologinya. Aliran ini menyebut dirinya sebagai aliran
sosiobiologi (Wilson, 1975).
Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara
genetis dalam jiwa manusia. Program ini, disebut sebagai “epigenic riles” kemampuan memahami
ekspresi wajah, sampai kepada persaingan politik. Walaupun banyak sarjan yang menolak sosiobiologis
sebagi determinisme biologis dalam kehidupan sosial, tidak seorang pun yang menolak kenyataan
bahwa struktur biologis manusia – genetika, sistem syaraf dan sistem hormonal – sangat mempengaruhi
perilaku manusia. Struktur genesis, misalnya, mempengaruhi kecerdasan, kemampuan sensasi, dan
emosi. Sistem saraf mengatur pekerjaan otak dan proses pengolahan informasi dalam jiwa manusia.
Sistem hormonis bukan saja mempengaruhi mekanisme biologis, tetapi juga proses psikologis.
Pada tahun-tahun mutakhir ini, orang berusaha mengendalikan perilaku manusia melalui
manipulasi genetis, kontrol terhadap sistem saraf dan sistem homonal. Yang pertama dilakukan dengan
“quality control” terhadap gen-gen bakal manusia. Sekarang kita dapat menyingkirkan gen-gen resensif
dan memelihara gen-gen yang meninggikan kualitas manusia, misalnya menyingkirkan sifat agresif dan
memperkuat sifat-sifat penyantun. Dengan bedah otak, jarum-jarum hipodermik yang dihubungkan
dengan “push-button radio divice”, atau obat-obatan, kita dapat mengubah orang yang penyabar
menjadi pemarah, yang gelisah menjadi tenang, yang penyedih menjadi bahagia (Parckard, 1978)
Pengaruh biologis terhadap perilaku manusia tampak pada dua hal berikut ini.
Pertama, telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan
manusia, dan bukan pengaruh lingkungan atau situasi. Dahulu orang menyebutnya “instink”, sekarang
Desiderato, Howieson, dan Jackson (1976:34) menamainya species-characteric behavior. Merawat anak,
memberi makan, dan perilaku agresif adalah contoh-contohnya.
Kedua, diakui pula faktot-faktor biologisyang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut
motif biologis. Yang paling penting dari motif-motif biologis antara lain, ialah kebutuhan akan makanan-
minuman dan istirahat, kebutuhan seksual, dan kebutuhan memelihara kelangsungan hidup dengan
menghindari sakit dan bahaya.
Komponen-komponen lain dari manusia; yakni faktor-faktor sosiopsikologis.
Faktor-faktor Sosiopsikologis
Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yamg
mempengaruhi perilakunya. Kita dapat mengklarifikasikannya kedalam tiga komponen komponen
afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen yang pertama, yang merupakan aspek
emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan
sebelumnya. Komponen kognitif adlah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui
manusia. Komponen konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan
bertindak. Kita mulai dengan komponen afektif yang terdiri dari sosiogenis, sikap, dan emosi.
Motif sosiogenis
Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekunder lawan motif primer (motif biologis),
sebetulnya bukan motif “anak bawang”. Peranannya dalam membentuk perilaku sosial bahkan sangat
menentukan. Berbagai klarifikasi motif sosiogenis disajikan di bawah.
W.I Thomas dan Florian Znaniecki:
1. Keinginan memperoleh pengalaman baru;
2. Keinginan untuk mendapat respons;
3. keinginan akan pengakuan;
4. Keinginan akan rasa aman.
David McClelland:
1. Kebutuhan berprestasi (need for achievement);
2. Kebutuhan akan kasih sayang (need for affiliation);
3. Kebutuhan berkuasa (need for power).
Abraham Maslow:
1. Kebutuhan akan rasa aman (sefety needs);
2. Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs);
3. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs);
4. Kebutuhan untuk pemenuhan diri (self-actualization).
Melvin H.Marx:
1. Kebutuhan organismis:
- Motif ingin tahu (curiosity),
- Motif kompetisi (competence),
- Motif prestasi (achievement);
2. Motif-motif sosial:
- Motif kasih sayang (affiliation),
- Motif kekuasaan (power),
- Motif kebebasan (independence).
Klarifikasi diatas tidak menunjukan pebedaan yang tegas. Kalau tidak terjadi perulangan dengan
istilah lain (seperti motif prestasi dengan motif pemenuhan diri), maka yang terjadi adalah penambahan.
Secara singkat, motif-motif sosiogenis di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Motif ingin tahu: mengerti, meneta, dan menduga. Setiap orang berusaha memahami dan
memperoleh arti dari dunianya.
2) Motif kompetisi. Setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mampu mengatasi persoalan
kehidupan apapun. Motif kompetisi erat kaitannya dengan kebutuhan akan rasa aman.
3) Motif cinta. Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebutuhan akan kasih sayang yang tidak terpenuhi akan
meimbulkan perilaku manusia yang kurang baik: orangb akan menjadi agresif, kesepian, frustasi.
(Packard, 1974).
4) Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas. Erat kaitannya dengan kebutuhan
untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk menunjukan
eksistensi di dunia.
5) Motif kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan.dalam menghadapi gejolak
kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntnnya dalam mengambil keputusan atau
memberikan makna pada kehidupannya.
6) Kebutuhan akan pemenuhan diri. Kita bukan saja ingin mempertahankan kehidupan, kita juga
ingin meningkatkan kualitas kehidupan kita; juga memenuhi potensi-potensi kita.
BAB 3
SISTEM KOMUNIKASI INTRAPERSONAL
Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Perepsi ialah proses member makna pada sensasi
sehingga manusia memeroleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi
informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah
mengolah dan memanipulasi informasi untuk memengaruhi kebutuhan atau memberikan respons.
Sensasi
Sensasi adalah tahap palinga awal dalam penerimaan informasi. Sensasi berasal dari kata
“sense”, artinya alat penginderaan, yang menghubungkan organism dengan lingkungannya. Dennis Coon
(1977: 79) mengatakan “bila alat-alat indera mengubah informasi menjad impuls-impuls saraf ---dengan
‘bahasa’ yang dipahami (‘komputer’) otak--- maka terjadilah proses sensasi.” Sedangkan Benyamin
B.Wolman (1973: 3443) menuliskan “sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak
memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan
kegiatan alat indera.”
Seorang filusuf bernama John Locke beranggapan bahwa there is nothing in the mind except what
wa first in the sense(tidak ada apa-apa dalam jiwa kita kecuali harus lebih dulu lewat alat indera). Filusuf
lain, Berkeley, beranggapan bahwa andaikan kita tidak mempunyai alat indera, dunia tidak akan ada.
Psikologi menyebut sembilan (bahkan ada yang menyebut sebelas) alat indera: penglihatan,
pendengaran, kinestesis, vestibular, perabaan, temperature, rasa sakit, perasa, dan penciuman. Kita
dapat mengelompokkannya pada tiga macam indera penerima, sesuai sumber informasi. Sumber
informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri individu sendiri(internal).
Informasi dari luar diinderai oleh ekseptor (misalnya, telinga atau mata). Informasi dari dalam diindera
oleh interoseptor(misalnya, sistem peredaran darah). Selain itu gerakan tuhuh kita sendiri diindera oleh
proprioseptor (misalnya, organ vestibular).
Apa saja yang menyentuh alat indera disebut stimulus. Stimulus yang diubah menjadi energi saraf
disampaikan ke otak melalui proses transduksi. Agar dapat diterima pada alat indera, stimulus harus
cukup kuat. Batas minimal intensitas stimulus disebut ambang mutlak (absolute threshold).
Ketajaman sensasi ditentukan oleh faktor-faktor personal. Brakesley, seorang peneliti
mengatakan “we live in different taste worlds”. Perbedaan sensasi dapat disebabkan oleh perbedaan
pengalaman atau lingkungan budaya, disamping kapasitas alat indera yang berbeda.
Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada
stimulus inderawi (sensory stimuli). Ada yang dinamakan kekeliuan persepsi, ada salah persepsi.
Kekeliruan persepsi dapat dicontohkan jika anda memanggil teman sekelas anda, namun ternyata orang
itu ternyata adalah orang asing yang baru anda kenal. Kesalahan persepsi dicontohkan ketika saya
mengucapkan kata “nasi”, tetapi Anda mendengar “asi”.
Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. David Krench dan Richard S.
Crutchfield (1977: 235) menyebutnya faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor lainnya yang sangat
mempengaruhi persepsi, yakni perhatian.
Memori
Schlessinger dan Groves (1976: 352) mendefinisikan “memori adlaah sistem yang sangat berstruktur,
yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan
pengetahuannya untuk membimbing perilakunya.”
Secara singkat, memori melewati tiga proses: perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman
(encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpanan
(storage) adalah menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa, dan
dimana. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi, adalah menggunakan
informasi yang disimpan (Mussen dan Rosenzweig, 1973:499)
Jenis-jenis memori
Kita tidak menyadari pekerjaan memori pada dua tahap yang pertama. Kita hanya mengetahui memori
pada tahap ketiga: pemanggilan kembali. Pemanggilan diketahui dengan empat cara:
1) Pengingatan (Recall). Pengingatan adalah proses aktif untuk menghasilakan kembali fakta dan
informasi secara vervbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas.
2) Pengenaln (Recognition)
Pilihan berganda (multiple-choice) dalam tes objektif menuntut pengenalan, bukan pengingatan.
3) Belajar lagi (Relearning).
Mempelajari yang sudah pernah dipelajari akan lebih cepat.
4) Redintegrasi (Redintegration).
Mekanisme Memori
Ada tiga teori yang menjelaskan memori: teori aus, teori interferensi, dan teori pengolahan informasi.
1. Teory Arus (Disuse Theory)
Menurut teori ini, memori hilang atau memudar karena waktu. Willism James, juga Benton J.Underwood
membuktikan dengan eksperimen, bahwa “the more memorizing one does, the poorer one’s ability to
memorzize” ---makin sering mengingat makin jelek kemampuan mengingat (Hunt, 1982: 94).
2. Teori Interferensi (Interference Theory)
Menurut teori ini, memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada
meja lilin atau kanvas itu. Jika misalnya dalam kanvas itu terekam hukum relativitas dan segera setelah
itu Anda mencoba merekam hukum medan gabungan , Yang kedua akan menyebabkan terhapusnya
rekaman yang pertama atau mengaburkannya. Ini disebut interferensi.
Inhibisi retroaktif (hambatan ke belakang) terjadi jika kita misalnya kita menghafal halaman
pertama dalam kamus Inggris-Indonesia, lalu berhasil. Kemudian menghafal halaman kedua, berhasil
juga. Akan tetapi yang diingat pada halaman pertama berkurang. Inilah yang disebut inhibisi retroaktif.
Lebih sering mengingat, lebih jelek daya ingat kita. Ini disebut inhibisi proaktif (hambatan ke
depan). Masih ada satu hambatan lagi ---walaupun tidak tepat masuk teori interferensi, disebut
hambatan motivasional. Psikologi klinik membuktikan bahwa peristiwa-peristiwa yang “melukai” hati
kita cenderung dilupakan. Freud mengasali lupa pada proses represi yang berkaitan dengan cemas atau
ketakutan. Amnesia bisa terjadi karena gangguan fisik atau psikologi; karena kerusakan otak atau
neurosis. Sebaliknya, sesuatu yang penting menurut kita, yang menarik perhatian kita, yang
memengaruhi kebutuhan kita, akan mudah kita ingat. Ini pengaruh faktor personal dalam memori.
BAB 4
SISTEM KOMUNIKASI INTERPERSONAL
1. Persepsi Interpersonal
a. Pengaruh faktor-faktor Situasional pada persepsi Interpersonal
Deskripsi Verbal : Bagaimana rangkaian sifat menentukan persepsi orang.
• Petunjuk proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan pesan.
• Petunjuk kinesik ialah ungkapan yang mencerminkan persepsi khusus tentang orang lain dari
gerakan tubuhnya.
• Petunjuk wajah adalah yang paling penting dalam mengenali perasaan pesona stimuli.
• Petunjuk paralinguistik ialah bagaimana cara orang mengucapkan lambanng-lambang verbal.
• Petunjuk artifaktual ialah meliputi segala macam penampilan sejak potongan tubuh, kosmetik
yang dipakai, baju, tas dll.
b. Pengaruh faktor-faktor Personal pada Persepsi Interpersonal
• Pengalaman, pengalaman kita bertambah juga melalui rangkain peristiwa yang pernah kita
hadapi.
• Motivasi
• Kepribadian
c. Proses pembentukan Kesan
• Stereotyping ini mungkin yang menjelaskan terjadinya primacyy effect dan halo efect, yang secara
sederhana menunjukkan kesan pertama amat menentukan. Karena kesan itulah yang menentukan
kategori. Pesona seperti itulah yang sudah kita senangitelah mempunyai kategori tertentu yang positif,
dan pada kategori ini sudah disimpan semua sifat yang baik.
• Implicit Personality Theory, memberi kategori berarti membuat konsep. Setiap orang punya
persepsi sendiri tentang sifat-sifat apa, berkaitan dengan sifat-sifat apa untuk memberikan kesan
tentang orang lain.
• Atribusi adalah proses menyimpulkan motof, maksud dan karakteristik orang lain dengan melihat
pada perilakunya yang tampak.
d. Proses pengelolaan kesan
Kecermatan persepsi interpersonal dimudahkan oleh petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal
dan dipersulit oleh faktor-faktor personal pada penanggap. Kesulitan timbul karena stimuli berusaha
menampilkan petunjuk-petunjuktertentu untuk menimbulkan kesan tertentu pada diri penanggap
(Erving Goffman).
e. Pengaruh Persepsi Interpersonal pada komunikasi Interpersonal
Persepsi interpersonal juga akan mempengaruhi komunikate. Bila orang berperilaku sesuai
dengan persepsi orang lain terhadap dirinya, terjadinya apa yang disebut fulfilling prophecy (ramalan
yang dipenuhi sendiri).
2. Konsepsi Diri
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsep Diri
Orang lain , Gabriel Marcel, kita mengenali diri kita dengan mengenal orang lain lebih dulu.
Kelompok rujukan, Anda mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri
kelompoknya.
b. Pengaruh Konsep Diri pada komunikasi Interpersonal
• Nubuat yang dipenuhi sendiri
• Membuka diri
• Percaya diri
• Selektivitas : konsep diir memengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi
kepada pesan apa Anda bersedia membuka diri, bagaimana kita mempersepsi pesan itu dan apa yang
kita ingat, Anita Taylor.
3. Atraksi Interpersonal
a. Faktor-faktor personal yang mempengaruhi atraksi interpersonal
• Kesamaan karakteristik personal
• Tekanan emosional / setres
• Harga diri yang rendah
• Isolasi sosial
b. Faktor-faktor situasional yang mempengaruhi atraksi interpersonal
• Daya tarik fisik (physical Attractivenses)
• Ganjaran (Reward)
• Familiarty : sering kita lihat atau sudah kita kenal dengan baik.
• Kedekatan (proximity)
• Kemampuan (competence)
c. Pengaruhi atraksi interpersonal pada komunikasi interpersonal
• Penafsiran pesan dan penilaian
• Efektivitas komunikasi
4. Hubungan Interpersonal
a. Teori-teori hubungan Interpersonal
• Model pertukaran sosial
• Model peranan
• Model permainan
• Model interaksional
b. Tahap-tahap hubungan Interpersonal
• Pembentukan hubungan interpersonal
• Peneguhan hubungan interpersonal
• Konfirmasi
• Diskonfirmasi
• Pemutusan hubungan interpersonal
c. Faktor-faktor yang membutuhkan hubungan interpersonal dalam komunikasi interpersonal.
• Percaya (trust): menerima, empati dan kejujuran
• Sikap suportif
BAB 5
SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK
Klasifikasi kelompok
Tidak setiap himpunan orang disebut kelompok. Orang-orang yang berkumpul di terminal bis,
yang antri di depan loket biskop, yang berbelanja di pasar disebut agregat , bukan kelompok. Supaya
agregat menjadi kelompok butuh kesadaran pada anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang
mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak selalu formal) dan
melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Jadi, dengan perkataan lain, kelompok mempunyai
dua tanda psikologis. Pertama, anggota-anggota kelompok merasa terkait dengan kelompok, ada sense
of belonging yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota. Kedua, nasib anggota-anggota saling
bergantung sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain.
Fasilitas Sosial
Prestasi individu yang meningkat karena disaksikan kelompok Allport menyebutnya sebagai
fasilitas sosial. Fasilitasdari kata Prancis facile, artinya mudah. Menunjukkan kelancaran atau
peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok memengaruhi pekerjaan sehingga
terasa menjadi lebih mudah.
Polarisasi
Menurut sebagian ahli boleh jadi disebabkan pada proporsi argumentasi yang menyokong sikap
atau tindakan tertentu. Bila proporsi terbesar mendukung sikap konservatif, keputusan kelompok pun
akan lebih konservatif dan begitu sebaliknya.
BAB 6
SISTEM KOMUNIKASI MASSA
Teori McLuhan, disebut teori perpanjangan alat indra menyatakan bahwa media massa adalah
perluasan dari alat indra manusia
2. Efek kognitif Komunikasi Masa
Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung memengaruhi citra
kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan dan citra inilah yang mempengaruhi cara kita
berperilaku. Efek kognitif komunikasi ada pada pembentukan dan perubahan cara. Kemudian agenda
setting.
BAB 7
PSIKOLOGI KOMUNIKATOR DAN PSIKOLOGI PESAN
A. Psikologi Komunikator
Hovland dan Weiss menyebut ethous ini credibilityyang terjadi atas dua unsur : Expert (keahlian) dan
trustworthine (dapat dipercaya).
• Dimensi-dimensi ethos
-Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan
sistem yang dimilikinya.
-identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena
perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mengidentifikasi diri secara memuaskan dengan orang
atau kelompok itu.
-ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena berharap
memperoleh reaksi yang menyenangkan diri orang atau kelompok tersebut.
• Kredibilitas @ seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator
• Atraksi : daya tarik fisik, ganjaran, kasmaran, dan kemampuan
• Kekuasaan @ kemampuan menimbulkan ketundukan.
-kekuasaan koersif : mendatangkan ganjaran atau memberikan hukuman pada komunikate.
-kekuasaan keahlian : berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilam atau kemampuan yang
dimiliki komunikator.
-kekuasaan informasional : berasal dari isi komunikai tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki
komunikator.
-kekuasaan Rujukan : menjadikan komunikator sebagai rujukan untuk menilai dirinya.
-kekuasaan Legal : berasal dari seperangkat peraturan yang menyebabkan komunikator berwenang
untuk melakukan suatu tindakan.
B. Psikologi Pesan
1. Pesan Linguistik
Apa itu bahasa?
Bahasa menurut fungsional : alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan.
Sedangkan Bahasa menurut formal : semua kalimat yang terbayangkan, yang dibuat menurut peraturan
tata bahasa.
Tiga unsur bahasa : fonologi ialah bunyi-bunyi dalam bahasa itu. Sintaksis ialah cara
pembentukan kalimat. Leksikal ialah arti kata atau gabungan kata. Mempunyai sitem kepercayaan untuk
menilai apa yang kita dengar.
Bagaimana kita dapat berbahasa?
Menurut Chomsky , setiap anak mampu menggunakan suatu bahasa karena dayanya
pengetahuan bawaan yang telah diprogram secara genetik dalam otak kita disebut LAD (Linguistik
Acquition Knowledge).
Bahasa dan Proses Berfikir
Menurut teori principle of Linguitic rilatively : bahasa menyebabkan kita memandang realitas
sosial dengan cara tertentu.
Kata-kata dan makna
Makna inferensial ialah makna satu kata (lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang
dirujuk oleh kata tersebut. Makna Signifikan ialah sejauh istilah dihubungkan dengan konsep-konsep
yang lain. Makna intensional ialah makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang.
Teori General Semantics
Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk lambang verbal
atau nonverbal disebut penyandang (encoding).
1. Berhati-hati dengan abstrak. Abstrak adalah proses memilih unsur-unsur realitas untuk
membedakannya dari hal-hal yang lain. Abstrak menyebabkan cara-cara penggunaan bahasa yang tidak
cermat. 3 buah diantaranya : dead level abstracting, indue identification,dan two valued evaluation.
2. Berhati-hati dengan dimensi waktu. Bahasa itu stastis, sedangkan realitas itu dinamis. Ketika Anda
bereaksi pada satu kat, Anda sering menganggap makna kata itu masih sama.
3. Jangan mengacaukan kata dengan rujukannya
4. Jangan mengacaukan pengalaman dengan kesimpulan
2. Pesan Nonverbal
Tepuk tangan, pelukan, usapan, duduk dan berdiri tegak adalah pesan nonverbal yang menerjemahkan
gagasan keinginan atau maksud yang terkandung dalam hati kita.
Fungsi pesan nonverbal menurut Mark L. :
1. Repetisi mengulang kembali gagasan yang sudah ada disajikan secara verbal. Misalnya setelah saya
menjelaskan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.
2. Subsitusi, menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah kata pun anda berkata.
Anda dapat menunjukkan persetujuan dengan menggangguk.
3. Kontradiksi, menolak pesan verbal. Misalnya Anda memuji prestasi kawan Anda dengan
mencibirkan bibir Anda.
4. Komplemen, melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya raut muka anda
menunjukkan penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
5. Aksentuasi, menegaska pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya anda mengungkapkan
betapa jeleknya anda dengan memukul mimbar.
Klasifikasi pesan nonverbal
1. Kineksi atau gerak tubuh
2. Paralinguistik atau suara
3. Prosemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial
4. Olfaksi prosemik dan kosmetik
3. Organisasi, struktur, dan imbaun pesan
Lima langkah dalam penyusunan pesan
• Attention / perhatian
• Need / kebutuhan
• Satisfaction / pemuasan
• Visualization / visualisasi
• Action / tindakan
Struktur Pesan
1. Bila pembicara menyajikan dua sisi persoalan tidak ada keuntungan untuk berbicara yang pertama.
2. Bila pendengar secara terbuka memihak satu sisi argumen, sisi yang lain tidak mungkin mengubah
posisi mereka.
3. Jika pembicara menyajikan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih dipengaruhi oleh sisi yang
disajikan lebih dahulu.
4. Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasa yang dikehendaki atau yang diterima disajikan
sebelum gagasan yang kurang dikehendaki.
5. Urutan pro-kontra lebih efektif daripada urutan kontra-pro bila digunakan oleh sumber yang
memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.
6. Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu cukup lam diantara dua
pesan, dan pengujian segera terjadi setelah pesan kedua.
Imbaun Pesan (Message Appeals)
1. Penggunaanpembuktian sangat bergantung pada topik pesan
2. Khalayak mungkin berbeda-beda. Kita mungkin dapat menduga pembuktian yang persuasif pada
kelompok orang tertentu mungkin tida persuasif pada kelompok yang lain.
3. Sistem klasifikasi pembuktian yang ada sekarang ini berasal dari sistem hukum.
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
DRS. JALALUDDIN RAKHMAT M.SC.
BAB 1 APAKAH PSIKOLOGI KOMUNIKAI ITU?
Pengertian komunikais menurut Wolman :
1. Penyampaian perubahan energy dari datu tempat ke tempat yang lain seperti dalam system
syaraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.
2. Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan dari organism
3. Pesan yang disampaikan.
4. (Teori Komunikasi) Proses yang dilakukan oleh satu system untuk mempengaruhi system yang
lain melalui pengaturan signal-signal yang disampaikan.
5. (K. Lewin) Pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona lainsehingga perubahan dalam
satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah lain.
6. Pesan pasien kepada kepada pemberi terapi (dalam psikoterapi).
1. Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi
Psikologi menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam komunikasi pada diri
komunikan, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal
maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi
melacak sfiat-sifatnya dan bertanya: Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil
dalam mempengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak ?
Pada saat pesan sampai pada diri komunikator, psikologi melihat kedalam penerimaan
pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan situasionalyang mempengaruhinya, dan menjelas
kan berbagai coralkomunikan ketika sendiri atau berkelompok.
2. Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi
Fisher menyebut empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi : Penerimaan Stimuli
secara indrawi (Senory Reception of Stimuli), proses yang mengantari Stimuli dan repons
(Internal Meddiation of Stimuli), prediksi respon (prediction of response), dan peneguhan repons
(reinforcement of responses).Psikologi komunikasi melihat bagaimana renpons yang terjadi pada
masa yang telah lewat dapat meramalkan respons yang akan datang.
Psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan meramalkan dan
mengendalikan sifat mental dan behavioral dalam komunikasi (George A. Miller).
Psikologi social adalah usaha untuk memahami, menjelaskan, dan meramalkan
bagaimana pikiran, perasaan dan tindakan individu dipengeruhi oleh apa yang dianggapnya
pikiran, perasaan dan tindakan oranglain (yang kehadirannya boleh jadi sebenarnya,
dibayangkan, atau disiratkan).
Satu pendekatan psikologi komunikasi lagi yang berbeda :
1. Menyingkirkan semua sikap memihakdan semua usaha menilai secara normatif (mana yang
benar, mana yang salah).
2. Ketika merumuskan prinsip-prinsip umum, psikolog komunikasi harus menguraikan
kejadian menjadi satuan-satuan kecil untuk dianalisis.
3. Psikolog komunikasi berusaha memahami peristiwa komunikasi dengan memahami
keadaan internal (internal state).
2. Kesenangan
Komunikasi ini disebut komunikasi fatis, dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan.
Komunikasi ini dapat membuat hangat, akrab, dan menyenangkan.
3. Mempengaruhi sikap
Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor –faktor pada diri komunikate.
Persuasi didefinisikan sebagai “proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang
dengan menggunakan manipulasi psikologisehingga orang tersebut bertindak seperti atas
kehendaknya sendiri”.
4. Hubungan Sosial yang baik
Willliam Schutz (1996) merinci kehidupan sosial ini dalam tiga hal inclusion, control,
affection. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk manumbuhkan dan mempertahankan
hubungan yang memuaskandengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion),
pengendalian kekuasaan (control), dan cinta serta kasih sayang (affection).
Secara singkat kita ingin bargabung dan berhubungan dengan orang lain, kita ingin
mengendalikan dan dikendalikan, dan kita ingin mencintai dan dicintai. Kebutuhan sosial ini
dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal efektif.
5. Tindakan
Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki. Komunikasi untuk
menimbulkan pengetian memang sukar, tetapi lebih sukar lagi mempengaruhi sikap.
Efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan kominkate.
Menimbulkan tindakan nyata memang indicator efektivitas yang paling penting. Karena untuk
menimbulkan tindakan, kita harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk
dan mengubah sikapatau menumbuhkan hubungan yang baik. Tindakan adalah hasil kumulatif
seluruh proses komunikasi. Cini bukan saja memerlukan pemahaman tentang selruh mekanisme
psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi, tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku manusia.