Anda di halaman 1dari 5

7 TRADISI DALAM ILMU KOMUNIKASI (LANJUTAN)

1. Tradisi Semiotik
Gagasan utama dalam tradisi ini adalah konsep dasar dalam memaknai sebuah tanda yang didefinisikan
sebagai sebuah stimulus untuk menunjukkan kondisi lain. Misalkan ketika kita melihat sebuah asap
maka hal tersebut menandakan adanya api. Tanda atau simbol merupakan sebuah bentuk rangkaian
makna yang digunakan oleh masyarakat pencipta simbol tersebut untuk berkomunikasi. Tiap simbol
antara masyarakat satu dan masyarakat lain akan berbeda maknanya ketika digunakan dalam
berkomunikasi. Dengan perhatian pada tanda dan simbol, semiotik menyatukan kumpulan teori-teori
yang sangat luas dan berkaitan dengan bahasa, wacana dan tindakan-tindakan nonverbal. (Littlejohn,
2009 : 54).
Semiotik merupakan ilmu yang memiliki segi keunikan tersendiri. Budaya menjadi aspek yang esensial
dalam kajian tradisi ini, sebab budaya menentukan tiap makna yang terkandung dalam sebuah simbol.
Oleh sebab itu dalam semiotik tanda memiliki sifat arbitrer. Kebanyakan pemikiran semiotik melibatkan
ide dasar triad of meaning yang menegaskan bahwa arti muncul dari hubungan di antara tiga hal : benda
(atau yang dituju), manusia (penafsir), dan tanda (atau yang dituju). Manusia sebagai kunci utama dalam
menafsirkan tanda tentunya memiliki konstruksi pola pikir yang kompleks. Untuk memaknai setiap
bentuk tanda, konstruksi pemikiran itulah yang memegang peranan penting. Budaya yang dipahami oleh
manusia sebagai pedoman dalam berinteraksi di masyarakat memiliki kekuasaan dalam melakukan
konstruksi realita sosial.
Pola kajian dalam tradisi semiotik ini tidak hanya sekedar memaknai setiap bentuk tanda, tetapi juga
memiliki aspek penting dalam melakukan persuasif terhadap orang lain. Pada titik inilah kajian semiotik
memiliki segi keunikan tersendiri, yaitu bagaimana memaknai tanda dan mempersuasif orang lain
dengan pemaknaan terhadap tanda tersebut. Tradisi semiotik memiliki variasi, yaitu semantik, sintaktik
dan pragmatik. Semantik berbicara tentang bagaimana tanda-tanda berhubungan dengan yang
ditunjuknya atau apa yang ditunjukkan oleh tanda-tanda. Wilayah kajian yang kedua adalah sintaktik.
Tanda-tanda sebetulnya tidak pernah berdiri dengan sendirinya. Hampir semuanya selalu menjadi
bagian dari sistem tanda atau kelompok tanda yang lebih besar yang diatur dalam cara-cara tertentu.
Wilayah kajian yang terakhir adalah pragmatik. Memperlihatkan bagaimana tanda-tanda membuat
perbedaan dalam kehidupan manusia atau penggunaan praktis serta berbagai akibat dan pengaruh
tanda pada kehidupan sosial.
2. Tradisi Fenomenologi
Tradisi ini mengkaji bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi pengalaman-pengalamannya dan
mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. Proses mengetahui dengan pengalaman
langsung merupakan wilayah kajian fenomenologi. Fenomenologi merupakan cara yang digunakan
manusia untuk memahami dunia melalui pengalaman langsung. (Littlejohn, 2009 : 57). Konsep
pengalaman seseorang dalam memaknai sebuah fenomena menjadikannya sebagai sebuah pedoman
untuk memahami konsep fenomena lain yang terjadi di hadapannya.
Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologi. Pertama, pengetahuan ditemukan secara
langsung dalam pengalaman sadar, dalam artian kita bisa memahami dunia ketika kita berhubungan
dengannya. Kedua, makna benda terdiri atas kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Dengan kata
lain, bagaimana Anda berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi Anda. Ketiga, bahasa
adalah kendaraan makna. (Littlejohn, 2009 : 57).
Melihat kajian di atas kita bisa mengartikan bahwa konstruksi pola pikir seseorang dalam memaknai
dunia di sekitarnya, menurut tradisi ini, menentukan bagaimana dia berkomunikasi dengan masyarakat
di sekitarnya. Ada sebuah aspek menarik dalam kajian tradisi ini yaitu aspek interpretasi. Interpretasi
seseorang terhadap sebuah fenomena yang diawali dengan proses pemahaman melalui pengalamannya,
menjadikan pola komunikasi individu tersebut memiliki aspek keunikan tersendiri. Menurut Littlejohn,
interpretasi merupakan proses aktif pikiran dan tindakan kreatif dalam mengklarifikasi pengalaman
pribadi. Tradisi fenomenologi memiliki tiga kajian umum, yaitu fenomenologi klasik, fenomenologi
persepsi dan fenomenologi hermeneutik.
Fenomenologi klasik mengkaji bahwa seorang individu harus menyingkirkan frame of reference terlebih
dahulu jika ingin memahami sesuatu yang terjadi di masyarakat secara mendalam. Ranah yang kedua
adalah fenomenologi persepsi, yang mengkaji bahwa untuk memahami sesuatu secara mendalam kita
harus berhubungan langsung dengan sesuatu tersebut. Cabang yang ketiga, yaitu fenomenologi
hermeneutik Aliran ini selalu dihubungkan dengan Martin Heidegger dengan landasan filosofis yang juga
biasa disebut dengan Hermeneutic of dasein yang berarti suatu interpretasi untuk menjadi. Yang
paling utama bagi Heidegger adalah pengalaman tak dapat terjadi dengan memperhatikan dunia.
Menurut Heidegger pengalaman sesuatu tak dapat diketahui melalui analisa yang mendalam melainkan
pengalaman seseorang yang mana diciptakan dengan penggunaan bahasa dalam keseharian. Apa yang
nyata dan apa yang yang sekedar pengalaman melalui penggunaan bahasa.
3. Tradisi Sibernetika
Tradisi yang selanjutnya adalah tradisi sibernetika atau sibernetik. Tradisi ini mengkaji bagaimana
komunikasi dianggap sebagai sebuah sistem yang tiap bagiannya saling mempengaruhi. Sistem
merupakan seperangkat komponen yang saling berinteraksi, yang bersama-sama membentuk sesuatu
yang lebih dari sekadar sejumlah bagian-bagian. Bagian apa pun dari sebuah sistem selalu dipaksa oleh
ketergantungan bagian-bagian lainnya dan bentuk saling ketergantungan inilah yang mengatur sistem
itu sendiri. Sebagai sebuah sistem, tentunya membutuhkan masukan atau input baru dari masyarakat,
yang kemudian diproses dan menciptakan timbal balik berupa hasil pada lingkungan.
Tradisi sibernetika menjadi bagian dalam komunikasi yang populer dan berpengaruh, sehingga
bermanfaat bagi pemahaman komunikasi secara umum, sama halnya dengan komunikasi yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Karena pengaruh-pengaruh sistem, kosakata umum menjadikan teori-teori
tersebut sesuai dan berguna sebagai kelompok. Meskipun teori-teori tradisi sibernetika sangat bagus
untuk pemahaman terhadap sebuah hubungan, tetapi kurang efektif dalam membantu kita memahami
perbedaan-perbedaan individu di antara bagian-bagian sistem. Sebaliknya, tradisi berikut sangat
berguna dalam membantu kita memahami individu manusia sebagai pelaku komunikasi.
4. Tradisi Sosiopsikologis
Tradisi ini mengkaji individu sebagai makhluk sosial merupakan tujuan dari tradisi sosiopsikologis. Teori
yang terdapat dalam tradisi ini berfokus pada perilaku sosial individu, variabel psikologis, efek individu,
kepribadian dan sifat, persepsi, serta kognisi. Tradisi ini memang memiliki ranah yang beririsan dengan
disiplin ilmu psikologi. Bagian paling populer dalam pendekatan sosiopsikologis adalah teori sifat, yang
mengidentifikasikan variabel kepribadian serta kecenderungan-kecenderungan pelaku komunikasi yang
memengaruhi bagaimana individu bertindak dan berinteraksi.
Banyak dari karya dalam tradisi ini berasumsi bahwa mekanisme-mekanisme pemrosesan informasi
manusia berada di luar kesadaran kita. Aspek penting dalam tradisi sosiopsikologi adalah pembagiannya
dalam tiga cabang besar yaitu perilaku, kognisi dan biologis. Dalam aspek perilaku, teori-teori
komunikasi berfokus pada bagaimana seorang individu berperilaku dalam konteks komunikasi tertentu.
Kemudian pada aspek kognisi, teori-teori komunikasi berfokus pada bagaimana seseorang memperoleh
menyimpan dan memproses informasi yang merujuk pada pola perilaku individu tersebut. Kemudian
aspek yang terakhir adalah biologis, di mana teori komunikasi berfokus pada cara berpikir, dan perilaku
individu yang diikat oleh faktor biologis.
5. Tradisi sosiokultural
Pendekatan sosiokultural terhadap teori komunikasi menunjukkan cara pemahaman kita terhadap
makna, norma, peran dan peraturan yang dijalankan secara interaktif dalam komunikasi. Tradisi ini
memfokuskan diri pada bentuk-bentuk interaksi antarmanusia daripada karakteristik individu atau
model mental. Interaksi merupakan proses tempat makna, peran, peraturan, serta nilai budaya yang
dijalankan. Banyak teori-teori sosiokultural juga memfokuskan pada bagaimana identitas-identitas
dibangun melalui interaksi dalam kelompok sosial dan budaya. Identitas menjadi dorongan bagi diri kita
sebagai individu dalam peranan sosial sebagai anggota komunitas, dan sebagai makhluk berbudaya.
Layaknya semua tradisi, sosiokultural memiliki beragam sudut pandang yang berpengaruh yaitu paham
interkasi simbolis, konstruksionisme, sosiolinguistik, filosofi bahasa, etnografi dan etnometodologi.
Paham interaksi simbolis berasal dari kajian sosiologi melalui penelitian Herbert Blumer dan George
Herbert Mead yang menekankan pentingnya observasi partisipan dalam kajian komunikasi sebagai cara
dalam mengeksplorasi hubungan-hubungan sosial. Pandangan konstruktivisme sosial merupakan sebuah
pandangan yang mengkaji bagaimana pengetahuan manusia dibentuk melalui interaksi sosial.
Pengaruh yang selanjutnya dalam tradisi sosiokultural teori komunikasi adalah sosiolinguistik atau kajian
bahasa dan budaya. Sebagaimana kita ketahui manusia menggunakan bahasa secara berbeda dalam
kelompok budaya dan kelompok sosial yang berbeda. Sudut pandang lain yang berpengaruh dalam
pendekatan sosiokultural adalah etnografi atau observasi tentang bagaimana kelompok sosial
membangun makna melalui perilaku linguistik dan non linguistik mereka.
6. Tradisi Kritik
Tradisi Kritis berlawanan dengan banyak asumsi dasar dari tradisi lainnya. Sangat dipengaruhi oleh
karya-karya di Eropa, feminisme Amerika, dan kajian-kajian post-modernisme dan post-kolonialisme.
Tradisi ini berkembang pesat dan berpengaruh pada teori komunikasi. Tradisi kritik mencoba memahami
sistem yang sudah dianggap benar, struktur kekuatan, dan keyakinan atau ideologi yang
mendominasi masyarakat, dengan pandangan tertentu di mana minat-minat disajikan oleh struktur
kekuatan tersebut. Para ahli teori kritik pada umumnya tertarik dengan membuka kondisi-kondisi sosial
yang menindas dan rangkaian kekuatan untuk mempromosikan emansipasi atau masyarakat yang lebih
bebas dan lebih berkecukupan.
Meskipun tradisi kritik telah muncul sejak karya Marx dan Friedrich Engels, marxisme merupakan cabang
induk dari teori kritik. Saat ini, teori kritik marxis sangat berkembang, meskipun teori ini telah bercabang
dan multiteoretis. Dalam marxisme, praktik-praktik komunikasi dilihat sebagai hasil dari tekanan antara
kreativitas individu dan desakan sosial pada kreativitas itu.
7. Tradisi Retorika
Menurut Aristoteles, retorika adalah seni membujuk atau the art of persuation (M. Djen Amar, 1986,
hlm. 11). Sunarjo (1983) mendefinisikan retorika sebagai suatu komunikasi di mana komunikator
berhadapan langsung dengan massa atau berhadapan dengan komunikan (audience) dalam bentuk
jamak. Aristoteles berpendapat bahwa retorika itu sendiri sebenarnya bersifat netral. Maksudnya adalah
orator itu sendiri bisa memiliki tujuan yang mulia atau justru hanya menyebarkan omongan yang tidak
sesuai atau bahkan dusta belaka. Menurutnya, by using these justly one would do the greatest good,
and unjustly, the greatest harm .
Rethoric, salah satu karya terbesar Aristoteles, banyak dilihat sebagai studi tentang psikologi khalayak
yang sangat bagus. Aristoteles dinilai mampu membawa retorika menjadi sebuah ilmu, dengan cara
secara sistematis menyelidiki efek dari pembicara, orasi, serta audiensnya. Orator sendiri dilihat oleh
Aristoteles sebagai orang yang menggunakan pengetahuannya sebagai seni. Jadi, orasi atau retorika
adalah seni berorasi. Tradisi ini melihat bagaimana seseorang melakukan sebuah orasi dan
menitikberatkan pada aspek ethos patos logos. Ethos berfokus pada kecerdasan sang orator dalam
mengolah kata-kata dan menyampaikannya pada audience, patos merujuk pada emosi pendengar dalam
menerima pesan dan logos merujuk pada aspek logis dari apa yang disampaikan oleh sang orator
.
DAFTAR PUSTAKA
Littlejohn, Stephen W, 2009 . Teori Komunikasi Theories of Human Communication edisi 9. Jakarta.
Salemba Humanika.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.Bandung. Remaja Rosdakarya.
Rivers, William L, Jay W. Jensen, Theodore Peterson. 2008. Media Massa dan Masyarakat Modern.
Jakarta. Kencana
Tonnies, Ferdinand, transl. Charles p. Loomis. 1957. Community and Society, Michigan State University.

Anda mungkin juga menyukai