Anda di halaman 1dari 29

Pengertian

Para ahli penjelasan & berbagai teori komunikasi


berupaya pengertian “komunikasi” & Penelitian semakin
kabur ???

• Namun disinilah letak daya tarik


ilmu komunikasi karena selalu
membuka peluang untuk diskusi
dan argumentasi.
• Hal ini tentu saja menuntut
praktisi komunikasi untuk terus
menerus memperbaharui
pengetahuannya di bidang ini.
Pandangan yang tidak sama
Para ahli memiliki
mengenai hal apa yang
Berbagai ketertarikan yang
Berbagai menjadi fokus perhatian
perbedaan berbeda-beda
perbedaan atau aspek apa dalam
pandangan terhadap berbagai
pandangan komunikasi yang menurut
mengenai bidang atau aspek
mengenai mereka paling penting
Komunikasi yang tercakup dalam
Komunikasi dalam ilmu komunikasi.
ilmu komunikasi.

mendorong kita untuk dapat membantu kita menjelaskan


Tidak adanya teori memiliki suatu metamodel berbagai topik dan asumsi dan
tunggal dalam ilmu teori komunikasi yang membantu kita dalam melakukan
komunikasi bersifat menyeluruh pendekatan terhadap berbagai teori
(komprehensif) yang ada  butuh Metamodel

Meta model teori komunikasi menyediakan suatu sistem yang


kuat bagi kita untuk mengorganisir berbagai teori komunikasi.
Metamodel  meta berarti “lebih tinggi” atau “di atas”  sebuah model dari semua model Teori harus dipandang sebagai sebuah pernyataan atau argument
berdasarkan pendekatannya daripada hanya melihatnya sebagai sebuah penjelasan dari sebuah proses  Teori-teori merupakan sebuah bentuk dari wacana 
Teori-teori merupakan wacana-wacana tentang wacana (metawacana) (Littlejohn & Foss, 2009: 6)
Robert T. Craig menjelaskan berbagai teori komunikasi yang
jumlahnya banyak itu dengan membaginya ke dalam tujuh kelompok
pemikiran atau 7 (tujuh) tradisi pemikiran yaitu:[1]
1.1. Sosiopsikologi
Sosiopsikologi(sociopsychological).
(sociopsychological).
2.2. Sibernetika
Sibernetika(cybernetic).
(cybernetic).
3.3. Retorika
Retorika(rhetorical).
(rhetorical).
4.4. Semiotika
Semiotika(semiotic).
(semiotic).
5.5. Sosiokultural
Sosiokultural(sociocultural).
(sociocultural).
6.6. Kritis
Kritis(critical).
(critical).
7.7. Fenomenologi (phenomenology).
Fenomenologi (phenomenology).
1. SOSIOPSIKOLOGI
• Pemikiran yang berada dibawah naungan sosiopsikologi memandang
individu sebagai makhluk sosial.
• Teori-teori yang berada di bawah tradisi sosiopsikologi memberikan
perhatiannya antara lain pada perilaku individu, pengaruh,
kepribadian dan sifat individu atau bagaimana individu melakukan
persepsi.
• Sosiopsikologi digunakan dalam topik-topik tentang diri individu,
pesan, percakapan, hubungan interpersonal, kelompok, organisasi,
media, budaya dan masyarakat.
2. SIBERNETIKA
• Sibernetika memandang komunikasi sebagai suatu sistem dimana
berbagai elemen yang terdapat di dalamnya saling berinteraksi dan
saling mempengaruhi.
• Komunikasi dipahami sebagai sistem yang terdiri dari bagian-bagian
atau variabel-variabel yang saling mempengaruhi satu sama lain.
• Sibernetika digunakan dalam topik-topik tentang diri individu,
percakapan, hubungan interpersonal, kelompok, organisasi, media,
budaya dan masyarakat.
3. RETORIKA

• Retorika didefinisikan sebagai seni membangun argumentasi dan seni


berbicara.
• Dalam perkembangannya retorika juga mencakup proses untuk
‘menyesuaikan ide dengan orang dan menyesuaikan orang dengan ide
melalui berbagai macam pesan’
4. SEMIOTIKA

• Semiotika memandang komunikasi sebagai proses pemberian makna


melalui tanda, yaitu bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, dan
sebagainya yang berada diluar diri individu.
• Semiotika digunakan dalam topik-topik tentang pesan, media, budaya
dan masyarakat.
5. SOSIOKULTURAL

• Cara pandang sosiokultural menekankan gagasan bahwa realitas


dibangun melalui suatu proses interaksi yang terjadi dalam kelompok,
masyarakat dan budaya.
• Sosiokultural lebih tertarik untuk mempelajari pada cara bagaimana
masyarakat secara bersama-sama menciptakan realitas dari kelompok
sosial, organisasi dan budaya mereka.
• Sosiokultural digunakan dalam topik-topik tentang diri individu,
percakapan, kelompok, organisasi, media, budaya dan masyarakat.
6. KRITIS

• Pertanyaan-pertanyaan mengenai kekuasaan (power) dan


keistimewaan (privilege) yang diterima kelompok tertentu di
masyarakat menjadi topik yang sangat penting dalam teori kritis.
• Kritis memandang komunikasi sebagai bentuk pemikiran yang
menentang ketidakadilan.
• Tradisi kritis digunakan dalam topik-topik tentang diri individu, pesan,
percakapan, hubungan interpersonal, kelompok, organisasi, media,
budaya dan masyarakat.
7. FENOMENOLOGI

• Fenomenologi memandang komunikasi sebagai pengalaman melalui diri sendiri atau


diri orang lain melalui dialog.
• Tradisi memandang manusia secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka
sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan
langsung dengan lingkungan.
• Tradisi fenomenologi memberikan penekanan sangat kuat pada persepsi dan
interpretasi dari pengalaman subjektif manusia.
• Pendukung teori ini berpandangan bahwa cerita atau pengalaman individu adalah
lebih penting dan memiliki otoritas lebih besar dari pada hipotesa penelitian sekalipun.
• Fenomenologi digunakan dalam teori-teori tentang pesan, hubungan interpersonal,
budaya dan masyarakat.
Metode Riset
• Berbagai perbedaan yang terkandung dalam masing-masing
kelompok tradisi komunikasi tersebut mempengaruhi pada cara
melakukan riset atau penelitian komunikasi dan mempengaruhi
pilihan teori yang akan digunakan.
• Setiap teori menggunakan cara atau metode riset yang berbeda yang
secara umum dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar paradigma

penelitian yaitu: objektif dan interpretatif.


1. Objektif
• Ilmu pengetahuan seringkali diasosiasikan dengan sifatnya yang objektif (objectivity)
yang berarti bahwa pengetahuan selalu mencari standarisasi dan kategorisasi.
• Dalam hal ini, para peneliti melihat dunia sedemikian rupa sehingga peneliti lain yang
menggunakan cara atau metode melihat yang sama akan menghasilkan kesimpulan
yang sama pula.
• Dengan kata lain, suatu replikasi atau penelitian yang berulang-ulang akan selalu
menghasilkan kesimpulan yang persis sama sebagaimana penelitian dalam ilmu
pengetahuan alam (natural sciences).
• Penelitian yang menggunakan metode objektif sering disebut dengan penelitian
empiris (scientific scholarship) atau positivis.
• Perlu ditegaskan disini bahwa apa yang dikenal selama ini sebagai tipe penelitian
kuantitatif dan penelitian kualitatif masuk dalam kategori penelitian objektif positivis
ini.
2. Interpretatif
• Mereka yang menggunakan pendekatan ini sering disebut dengan humanistic
scholarship.
• Jika metode objektif (penelitian kuantitatif/kualitatif) bertujuan membuat
standarisasi observasi maka metode subjektif (penelitian interpretatif) berupaya
menciptakan interpretasi.
• Jika ilmu pengetahuan berupaya untuk mengurangi perbedaan diantara para
peneliti terhadap objek yang diteliti maka para peneliti humanistik berupaya
untuk memahami tanggapan subjektif individu.
• Pendekatan interpretatif memandang metode penelitian ilmiah tidaklah cukup
untuk dapat menjelaskan 'misteri' pengalaman manusia sehingga diperlukan
unsur manusiawi yang kuat dalam penelitian.
• Kebanyakan mereka yang berada dalam kelompok ini lebih tertarik pada kasus-
kasus individu daripada kasus-kasus umum.
• Berdasarkan klasifikasi teori komunikasi oleh Robert Craig tersebut,
yang manakah dari ketujuh tradisi teori komunikasi tersebut yang
memiliki sifat objektif dan yang manakah yang bersifat interpretatif.
• Dalam hal ini, kita dapat menggunakan pandangan Griffin melalui peta
tradisi teori komunikasi sebagai berikut:

Sumber: EM Griffin, dan Glen McClish (special consultant), A First Look At Communication Theory, Fifth Edition, McGraw Hill, 2003. Hal 33.
• Berdasarkan peta tersebut di atas maka kelompok teori komunikasi
yang paling objektif adalah Sosisopsikologi.
• Sedangkan kelompok teori yang paling subjektif interpretatif adalah
fenomenologi, sosiokultural dan kritis. Pertanyaanya sekarang
adalah:

SEBERAPA JAUH PANDANGAN SUBJEKTIF DAPAT MASUK KE DALAM


PENELITIAN INTERPRETATIF?
Dalam hal ini terdapat dua pandangan subjektif yaitu:

1. Pandangan subjektif dari objek penelitian yaitu manusia:

a. Dalam penelitian interpretatif, tidak ada batasan mengenai seberapa jauh


pandangan subjektif objek penelitian dapat masuk ke dalam penelitian karena tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana objek penelitian memandang dirinya
dan lingkungannya. Dalam penelitian kualititatif keterangan narasumber yang salah
atau keliru dapat diabaikan, namun penelitian interpretatif tidak mempersoalkan
benar atau salah.

b. Dalam penelitian interpretatif, peneliti berupaya mengumpulkan data mengenai


objek penelitian (manusia) melalui pengamatan (observasi), wawancara dan
sebagainya. Dalam hal ini, peneliti haruslah bersikap seobjektif mungkin. Dengan kata
lain, sebagaimana penelitian objektif, peneliti harus membangun konsensus terlebih
dulu mengenai apa yang akan diteliti atau diamatinya (fokus penelitian).
2. Pandangan subjektif peneliti.

Setelah data diperoleh secara cermat dan objektif, maka data tersebut harus
dijelaskan dan diinterpretasikan, dan disinilah pandangan subjektif peneliti
dapat masuk, sebagaimana dikemukakan Littlejohn dan Foss:

"Once behavioral phenomena are accurately observed, they must be


explained and interpreted -and here's where the humanistic part come in".

Salah satu bentuk laporan di bidang komunikasi yang sering dibuat dan
seringkali diklaim sebagai penelitian interpretatif adalah apa yang disebut
dengan analisis wacana (discourse analysis) dan analisis bingkai (framing
analysis).
• Analisa wacana memfokuskan perhatian pada percakapan (lisan
atau teks) untuk mengetahui kondisi struktur sosial yang ada
melalui percakapan misalnya antara ibu dan anak, antara buruh
pabrik dll) dengan mengidentifiaksi berbagai kategori, ide,
pandangan dan sebagainya berdasarkan transkrip percakapan yang
diamatinya.
• Analisa framing memfokuskan perhatian pada bagaimana media
massa mengelola ide dan isi berita dan menunjukkan apa yang
menjadi isu melalui pemilihan, penekanan, penyisihan dan uraian
berita.
Hal yang banyak menimbulkan perdebatan adalah......

Apakah analisis wacana (discourse analysis) dan analisis


bingkai (framing analysis) dapat dikategorikan sebagai
penelitian interpretatif ataukah hanya merupakan suatu
bentuk analisis saja?
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, jika terdapat fokus
perhatian mengenai apa yang akan diteliti atau diamati, dan jika
terdapat kegiatan pengumpulan data mengenai objek penelitian
(manusia) melalui:
• Pengamatan (observasi), wawancara dan sebagainya dan peneliti
bertindak seobjektif mungkin, maka dapat dikatakan analisis wacana
dan framing masuk dalam kategori penelitian (interpretatif), namun
jika tidak ada, maka keduanya tidak dapat masuk dalam kategori
penelitian interpretatif namun hanya masuk dalam kategori analisis
saja.
• Namun demikian, kedua bentuk analisis ini sering kali menimbulkan
kritik tajam bahwa semuanya bisa dibuat atau semuanya bisa masuk
("anything goes") melalui kedua entuk laporan analisis tersebut.
• Apa yang disebut sebagai analisis wacana dan analisis bingkai
seringkali dalam banyak kasus bahkan, sebenarnya, tidak layak masuk
dalam kategori analisis karena tidak memenuhi syarat sebagai analisis
karena tidak adanya aturan yang jelas dalam melakukan analisa.
• Setidaknya inilah pandangan yang dikemukakan Charles Antaki,
Michael Billig dan rekan dari Department of Social Sciences,
Loughborough University, Inggris dalam paper mereka berjudul
Discourse Analysis Means Doing Analysis: A Critique Of Six Analytic
Shortcomings.[2]
• Menurut Antaki, Billig dan rekan setidaknya ada lima kekurangan atau
kelemahan yang sering terjadi dalam penulisan analisis wacana (dan
juga bingkai) sebagai berikut:[3]
1. Bukan analisa jika meringkas transkrip (Under-Analysis Through Summary).

• Menurut Antaki dan Billig, analisis wacana (dan juga framing) harus
menyediakan transkrip, teks dan percakapan secara lengkap, sebagai sumber
data yang akan diteliti.
• Transkrip tidak boleh dirangkum atau diringkas.
• Namun seringkali transkrip dirangkum atau diringkas dan kemudian
berfungsi sebagai pengganti analisa.
• Antaki dan Billig mengingatkan bahwa transkrip hanya berfungsi sebagai
penyedia data untuk dianalisa dan ringkasan transkrip bukanlah analisa atau
pengganti analisa.[4] 
• Seorang analis harus menawarkan sesuatu (gagasan atau ide) dari transkrip
dan bukan sekedar penjelasan atau ringkasan transkrip.
2. Bukan analisa jika berpihak (Under-
Analysis Through Taking Sides).
• Dalam banyak laporan analisa wacana dan bingkai, sering kita melihat
dan merasakan adanya pandangan moral, politik dan pribadi dari
penulisnya ketika mengomentari kutipan pembicaraan atau teks.
• Laporan yang memuat pandangan moral, politik dan pribadi dari
penulis tidak bisa disebut dengan analisis.
• Pandangan penulis yang bernada simpati atau mengejek tidak
menjadikan apa yang ditulisnya menjadi suatu analisa (wacana atau
bingkai).[5]
3. Bukan analisa jika bersifat mengeneralisir
(Under-Analysis through False Survey).
• Pelaku analisis wacana dan framing sering terjebak dalam tindakan
'berbahaya' yaitu menjadikan suatu temuan kasuistis individual
sebagai sesuatu yang berlaku umum.
• Jika terdapat temuan yang melibatkan mahasiswa di suatu universitas,
misalnya, maka hal itu juga ditulis seolah-olah berlaku bagi mahasiswa
lainnya di universitas lainnya.[6]
4. Analisa tidak ditentukan dari banyaknya detail (Under-Analysis through Spotting)

• Suatu analisa wacana menuntut perhatian terhadap detail atau hal-


hal kecil dari ucapan atau teks namun tidak berarti besarnya
perhatian terhadap aspek detail menjadikan laporan sebagai suatu
analisis.
5. Analisa tidak ditentukan dari banyak kutipan (Under-Analysis
Through Over-Quotation or Isolated Quotation)

• Jumlah kutipan yang diambil dari transkrip tidak boleh terlalu banyak
yang dapat mengurangi porsi pandangan atau komentar penulis,
tetapi juga tidak boleh terlalu sedikit yang berfungsi hanya sekedar
memperkuat pandangan penulis.[7]
KESIMPULAN

1. Penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penelitian ilmiah


yang terdiri atas penelitian kuantatif dan penelitian kualitatif serta
penelitian interpretatif.
2. Faktor subyektif dalam penelitian interpretatif hanya boleh dilakukan
oleh objek penelitian dan membatasi subjektivitas pada diri peneliti.
3. Analisis wacana dan bingkai lebih merupakan bentuk analisa saja.
SARA

1. Perlunya sosialisasi terhadap penelitian interpretatif di kalangan


dosen dan mahasiswa.
2. Perlunya sosialisasi terhadap perbedaan penelitian interpretatif
dengan analisis di kalangan dosen dan mahasiswa.
Footnote
[1] Robert T Craig, Communication Theory As a Field, Communication Theory 9, 1999.

[2] Untuk mendapatkan paper mereka dapat diakses di http://www.lboro.ac.uk/ departments/ss/centres/ dargindex.htm.

[3] Dalam hal ini, Antaki an Billig hanya menyoroti analisis wacana, namun menurut penulis, analisis bingkai juga dapat dimasukkan
kedalamnya.

[4] Sebagaimana dikemukakan Antaki dan Billig: "For our purposes here, however, we mean to warn against the notion that transcription can be
a replacement of, or substitute for, analysis. Transcription prepares the data for analysis. However, it is not analysis in itself.“

[5] Sebagaimana dikemukakan Antaki dan Billig: "What we do insist upon, however, is that position-taking - whether analysts align themselves
with, or critically distance themselves from, the speakers whom they are studying - is not analysis in itself. Sympathy and scolding (either explicit
or implicit) are not a substitute for analysis.“

[6] Sebagaimana dikemukakan Antaki dan Billig: "It is fatally easy to slip into treating one's findings as if they were true of all members of the
category in which one has cast one's respondents.“

[7] Sebagaimana dikemukakan Antaki dan Billig "Under-Analysis through Over-Quotation is often revealed by a low ratio of analyst's comments
to data extracts. If extract after extract is quoted with only the occasional sentence or paragraph of analyst's comment, then one might suspect
this type of under-analysis is happening."

Anda mungkin juga menyukai