Anda di halaman 1dari 10

Teori Etnometodologi

Hilyati Inayah
A. Pendahuluan
• Etnometodologi adalah salah satu cabang ilmu
sosiologi yang mempelajari tentang berbagai upaya,
langkah, dan penerapan pengetahuan umum pada
kelompok komunitas untuk menghasilkan dan
mengenali subyek, realitas, dan alur tindakan yang
bisa dipahami bersama-sama (Kuper, 2000).
• Etnometodologi dikembangkan oleh Harold
Garifinkel (1967) yang selama dua puluh tahun
melaksanakan penelitian di Harvard di bawah
Talcott Parsons. Talcott memiliki pengaruh yang
sangat besar dalam pertumbuhan dan
perkembangan sosiologi di Amerika bahkan dunia.
• Garfinkel dapat dikatakan sebagai tokoh hasil
pendidikan sosiologi tradisi Amerika.
• Bidang ini muncul pada akhir tahun 1960-an
sebagai reaksi terhadap perspektif-perspektif
sosiologi sebelumnya, terutama fungsionalisme
struktural, yang menganggap bahwa segala realitas
merupakan akibat yang telah ditentukan oleh
faktor struktur sosial. Sebaliknya etnometodologi
menekankan bahwa realitas sosial dan organisasi
sosial merupakan hasil dari agen-agen yang telah
ada sebelumnya yang mengarahkan tindakan
mereka dengan menggunakan alasan-alasan
pengetahuan umum yang ada.
B. Inti Etnometodologi
• Etnometodologi mempelajari realitas sosial atas
interaksi yang berlangsung sehari-hari.
• Garfinkel mengemukakan tiga hal kunci dasar
etnometodologi, yaitu: (1) ada perbedaan antara
ungkapan yang obyektif dengan yang diindikasi,
(2) refleksitas berbagai tindakan praktis, dan (3)
kemampuan menganalisa tindakan tersebut
dalam kehidupan sehari-gari.
• Garfinkel menegaskan bahwa pada saat
menganalisa tindakan para sosiolog harus
menyadari bahwa tindakan itu terjadi dalam
konteks yang lebih luas. Setiap tindakan
memiliki historis yang dapat ditelusuri pada
konteks lain. Pada kontek sosial tidak ada
keteraturan ayau keajegan. Yang ajeg adalah
ketidakajegan itu sendiri.
• Etnometodologi mengisyaratkan upaya
mendeskripsikan dan memahami masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
bagaimana pola interaksi, cara berpikir,
perasaan mereka, dan cara bicara mereka.
C. Perbedaan Fenomenologi dan Etnometodologi

• Etnometodologi mengambil fenomenologi dan


menggabungkannya dengan sosiologi tradisional
untuk menghasilkan suatu perspektif unik yang
menekankan pada penelitian empiris. Ahli
etnometodologi cenderung memfokuskan pada
tindakan dan interaksi, sedang ahli
fenomenologi pada kesadaran dan budaya. Para
etnometodologis cenderung menekankan
keabsahan para aktor, sedangkan fenomenologis
meragukannya.
D. Mengenal Lebih Jauh Etnometodologi Garfinkel

• Etnometodologi pertama kali diperkenalkan oleh


Harold Garfinkel 1967. Etnometodologi merupakan
suatu studi empiris tentang bagaimana orang
menanggapi pengalaman dunia sosialnya sehari-hari.
• Etnometodologi menyebabkan suatu dampak yang
berkelanjutan terhadap kepekaan terhadap suatu
ranah sosial. Etnometodologi menghasilkan dampak
luas atas spektrum ranah yang saling bersinggungan
seperti ranah linguistik (Levinson, 1983), ranah
kecerdasan buatan (Suchman, 1987) yang berkaitan
dengan komunikasi, tindakan, dan pengajuan alasan
praktis.
• Etnometodologi Garfinkel dengan tradisi
humanistisnya menegaskan bahwa subject-
matter sosiologi jauh berbeda dengan ilmu alam,
dan mempertanyakan setiap permunculan yang
dianggap sosiologi sebagai realitas. Seseorang
yang secara obyektif mempelajari dunia sosial
juga harus menyangsikan realitas dunia itu.
• Garfinkel memerinci lima ‘kebijakan’ yang harus
diikuti etnometodologi, yaitu:
• (1) setiap dan semua ‘setting’ sosial, baik yang
sepele maupun yang penting, selalu terbuka bagi
investigasi karena masing-masing merupakan
pencapaian praktis dari anggota-anggotanya.
Hubungan sosial apapun tidak memiliki ‘factity’
yang lebih besar dari pada suatu pertemuan di
ujung jalan yang biasa terjadi.
• (2) Presentasi argumen, demonstrasi, statistik,
dan lain-lain merupakan bentuk pencapaian yang
bergantung pada susunan sosial yang menjadi
tempat produksinya.
• (3) Rasionalitas, obyektivitas, efektivitas,
konsistensi, dan lain-lain dari suatu aktivitas tidak
dapat dinilai berdasarkan standar yang diimpor
dari situasi lain (misalnya ilmu, sosiologim dan
logika formal) tetapi sebagai kesatuan akan situasi
tempat terjadinya aktivitas tersebut.
• (4) Suatu situasi dikatakan tertib sejauh
partisipasinya mampu saling memberikan
penilaian yang dapat dipahami.
• (5) Semua bentuk penyelidikan terdiri atas
praktek-praktek yang rinci dan teratur, sehingga
tidak ada perbedaan mendasar antara penilaian
sosiologis dan penilaian setiap hari (Waters,
1994 : 38-39 : Santoso, 1998)

Anda mungkin juga menyukai